Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA)


Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Semester I

Disusun Oleh :
Afifah Afdiani Qurrokhmah
I4B021080

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat, bersifat jinak yang disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011).
Menurut Brunner (2013) berkemih yang tidak tuntas dan retensi urine yang memicu statis
urin dapat menyebabkan hidronefrosis, hidroureter, dan infeksi saluran kemih. Dimana
penyebab gangguan tersebut tidak dipahami dengan baik, tetapi bukti menunjukkan
adanya pengaruh hormonal. BPH sering terjadi pada pria berusia lebih dari 40 tahun.
Menurut Tjahjodjati (2017) BPH terjadi pada sekitar 70% pria diatas usia 60
tahun. Dimana angka tersebut akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80
tahun. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai
gambaran hospital prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak
tahun 1994-2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-rata umur penderita berusia 66,61
tahun. Sedangkan data yang didapatkan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin dari tahun
2012-2016 ditemukan 718 kasus dengan rata-rata umur penderita berusia 67,9 tahun. Pria
yang memiliki orang tua menderita BPH, mempunyai risiko empat kali lipat lebih besar
untuk menderita simptomatik BPH dibanding dengan yang tidak memiliki faktor keluarga
(Duarsa, 2020).
Penanganan BPH dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain watchfull
waiting (observasi), terapi medikamentosa, terapi bedah, dan kateterisasi urine. Dari
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani BPH, salah satu tindakan
pembedahan yang paling umum dan sering dilakukan untuk menangani pembesaran
prostat adalah dengan pembedahan endourologi atau TURP (Transurethral Resection of
The Prostate). TURP ini merupakan pembedahan terbuka dimana bertujuan untuk reseksi
prostat yang membesar dengan kriteria pembedahan yaitu klien yang mengalami retensi
urine akut atau pernah retensi urine akut, klien dengan residual urine >100 ml, klien
dengan penyulit, terapi medikamentosa yang tidak berhasil dan flowmetri menunjukkan
pola obstruktif (Muttaqin, 2011).
BPH seringkali menyebabkan gangguan dalam eliminasi urine karena pembesaran
prostat yang cenderung ke arah depan atau menekan vesika urinaria (Prabowo, 2014).
Retensi urin adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urin sesuai dengan keinginan
dimana urin yang terkumpul di vesika urinaria melampaui batas maksimal. Salah satu
penyebabnya adalah akibat penyempitan pada lumen uretra pembesaran dari jaringan
prostat jinak yaitu BPH maupun ganas yaitu kanker prostat (Widya, 2008).
Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai seorang perawat harus memahami dan
mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) mulai dari melakukan pengkajian pada pasien, menentukan diagnosa
yang mungkin muncul, menyusun rencana tindakan keperawatan dan
mengimplementasikan rencana tersebut serta mengevaluasi hasil dari implementasi
tersebut.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2013).
Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah sel.
BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki
dengan usia rata-rata 50 tahun (Prabowo dkk, 2014).
B. Etiologi
Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut :
1. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hyperplasia.
2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini terjadi karena
proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone
estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hiperplasia stroma pada prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat peningkatan kadar epidermal growth
factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis) Estrogen yang meningkat akan menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit
dan memicu terjadi BPH.
C. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana
terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi testosterone
menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang
di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein
sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas
menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)
yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya
resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase 13 dekompensasi dan akhirnya tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan
obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka
penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP
(Joyce dkk, 2014). TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung
10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter
yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada
lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai
konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012).
D. Pathway
Estrogen meningkat Perubahan keseimbangan antara hormone estrogen dan testoterone

Aptotosis menurun Proses Dehidro Testoterone (DHT) Interaksi sel


menua epitel dan stroma
Pembentukan sel baru Diikat reseptor (dalam
sitoplasma sel prostat) Epidermal Inflamasi
Estrogen
Sel punca meningkat growth
meningkat
factor Volume
dan Mempengaruhi
Proliferasi sel transit meningkat prostat
testosterone inti sel (RNA)
& tumbuh
menurun
transformin lebih
Ketidaktepatan
aktivitas sel punca g growth cepat
Ketidakseimba Proliferasi factor
ngan hormon sel menurun
Produksi berlebihan

Hyperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar prostat

BPH

Penyempitan saluran uretra prostatica

Menghambat aliran urine

Bendungan vesica urinaria

Peningkatan intra vesical

Hiperiritable pada bladder Kontraksi otot


suprapubik
Retensi Urine Kontraksi tidak adekuat Peningkatan otot destrutor
trabekulasi Tekanan mekanis
Refluks urine
Terbentuknya selula, sekula, Merangsang nosiseptor
dan diventrikel buli-buli
Hidroureter
Dihantarkan oleh serabut
LUTS syaraf
Hidronefrosis
Gejala iriatif : Medulla spinalis
Penurunan fungsi ginjal Urgeni, frekuensi BAK
sering (nokturia), dysuria Hipotalamus
Gejala obstruktif:
Intermitten, hesitensi, terminal dribbling, Otak
pancaran lemah, BAK tidak puas
Persepsi nyeri

Prosedur pembedahan Gangguan Eliminasi Urine Nyeri Akut


Prosedur Pembedahan

Pre Operasi Post Operasi

Kurang terpapar Tindakan invansif Nyeri Akut


informasi tentang
prosedur Katerisasi Luka insisi
pembedahan

Resiko infeksi
Ansietas

Perdarahan

Tidak terkontrol

Resiko Perdarahan

Gambar 2.1 Pathway BPH


Sumber : Muttaqin (2011) & Tjahjodjati (2017)
E. Tanda Gejala
Menurut Haryono (2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan
mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat terjadi
pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan
tonus sfingter anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan
prostat.
2. Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar
prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi
dan RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan
atau hematuria (Prabowo dkk, 2014).
4. DPL (Deep Peritoneal Lavage) Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada
tidaknya perdarahan internal dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan
abdomen dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.
5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin Pemeriksaan ini untuk menentukan status
fungsi ginjal. Hal ini sebagai data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi
dari BPH.
6. PA(Patologi Anatomi) Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca
operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui
apakah hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk
treatment selanjutnya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Siregar (2021), pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama
dalam proses keperawatanyang mencakup pengumpulan data yang sistematis, verifikasi
data, pengorganisasian data, intepretasi data, dan melakukan dokumentasi data dan
dilakukan oleh perawat yang professional di bidang kesehatan. Menurut Diyono (2019),
pengkajian keperawatan meliputi antara lain:
1) Riwayat keperawatan
BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada pasien. Secara
umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang air kecil dan beberapa
waktu kemudian dapat berkurang dan baik lagi. Untuk mengkaji berat/ringannya
gejala BPH dapat menggunakan grading International Prostatic Symptom Score
(IPSS), sebagai berikut:
Tabel 3.1 Garding IPSS

Pertanyaan Skor Keterangan


Dalam satu bulan terakhir apakah Anda :
1. Merasakan BAK tidak lampias 1 = tidak pernah
2 = 1 dari 5 kali BAK
2. Merasa ingin BAK 30 menit setelah BAK
3 = <50% dari BAK
3. Aliran urine terhenti saat BAK
4 = >50% dari BAK
4. Bila terasa BAK tidak dapat menahan
5 = selalu/setiap BAK
5. Merasa aliran urine lemah saat BAK
6. Harus mengejan kuat saat BAK
Dalam satu bulan terakhir apakah Anda merasakan 0 = tidak pernah
sering kencing pada malam hari/ terbangun tidur untuk 1 = 1 kali
BAK 2 = 2 kali
3 = 3 kali
4 = 4 kali
5 = 5 kali
Dengan masalah yang BAK yang Anda alami. 1 = sangat puas
Bagaimana Anda merasakan hidup Anda 2 = sangat senang
3 = senang
4 = ragu-ragu
5 = sangat tidak puas
6 = tidak bahagia
7 = buruk
Total skor : ringan (0-7), sedang (8-19), berat (20-35)
2) Keluhan utama
Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan cermat.
Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang keluhan yang
dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan
sebagainya.
3) Persepsi dan manajemen kesehatan
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga.
Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.
4) Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi, urgensi,
anuria, hematuria.
5) Pola aktivitas dan latihan
Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK, misalnya
kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan sebagainya.
6) Pola tidur
Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat tidur.
7) Pola peran
Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan berkemih.
8) Pemeriksaan fisik
Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa ada tidaknya gejala
komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya.
9) Pemeriksaan diagnostic
Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium. Perhatikan adanya
kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis, hipeureki, peningkatan kratinin,
leukosit, anemia, dan sebagainya.
10) Program terapi
Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter, monitoring laboratorium,
dan sebagainya.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga,
atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial yang
membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan (Siregar, 2021). Adapun diagnosa
keperawatan yang muncul adalah:
a. Pre Operasi :
1) Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
2) Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra
3) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis
b. Post Operasi :
1) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasive
3) Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
C. Fokus Intervensi
Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses keperawatan,
dimana perencanaan adalah fase dalam proses keperwatan yang melibatkan pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang mengacu dari hasil pengkajian dan diagnosis
keperawatan (Siregar, 2021).
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan (SDKI) SLKI SIKI
Ansietas b.d. krisis Luaran Utama: 1.09326 Terapi Relaksasi
situasional, kurang - Tingkat ansietas Observasi:
terpapar informasi Luaran Tambahan: - Identifikasi penurunan
- Dukungan sosial tingkat energy,
- Tingkat pengetahuan ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
Setelah dilakukan tindakan lain yang mengganggu
keperawatan selama 1x24 kemampuan kognitif.
jam L.09093 Tingkat - Identifikasi teknik
Ansietas dengan kriteria relaksasi yang pernah
hasil: efektif digunakan.
- Verbalisasi khawatir - Identifikasi kesediaan,
akibat kondisi yang kemampuan, dan
dihadapi : 5 (menurun) penggunaan teknik
- Perilaku gelisah: 5 sebelumnya.
(menurun) - Periksa ketegangan otot,
- Perilaku tegang: 5 frekuensi nadi, tekanan
(menurun) darah, dan suhu sebelum
- Konsentrasi: 5 (membaik) dan sesudah latihan.
- Pola tidur: 5 (membaik) - Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan.
- Berikan informasi tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi.
- Gunakan pakaian longgar.
- Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama.
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika perlu.
Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
(mis. Music, meditasi,
nafas dalam, relaksasi otot
progresif).
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih.
- Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman.
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi.
- Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih.
- Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis.
Nafas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
Retensi urine b.d. Luaran Utama: 1.04148 Kateterisasi Urine
peningkatan tekanan - Eliminasi urine Observasi:
uretra Luaran Tambahan: - Periksa kondisi pasien
- Kontinensia urine (mis. Kesadaran,
tandatanda vital, daerah
Setelah dilakukan tindakan perineal, distensi kandung
keperawatan selama 1x24 kemih, inkontinensia
jam L.04034 Eliminasi urine, refleks berkemih)
Urine dengan kriteria hasil: Terapeutik:
- Sensasi berkemih: 5 - Siapkan peralatan, bahan-
(meningkat) bahan dan ruangan
- Desakan berkemih tindakan.
(urgensi): 5 (menurun) - Siapkan pasien,: bebaskan
- Distensi kandung pakaian bawah dan
kemih: 5 (menurun) posisikan supine.
- Berkemih tidak tuntas - Pasang sarung tangan
(hesitancy): 5 - Bersihkan daerah
(menurun) preposium dengan cairan
- Volume residu urine: 5 NaCl atau aquades
(menurun) - Lakukan insersi kateter
- Urine menetes urine dengan menerapkan
(dribbling): 5 prinsip aseptic
(menurun) - Sambungkan kateter urine
- Nokturia: 5 (menurun) dengan urine bag
- Mengompol: 5 - Isi balon dengan NaCl
(menurun) 0,9% sesuai dengan
- Enuresis: 5 (menurun) anjuran pabrik
- Frekuensi BAK: 5 - Fiksasi selang kateter
(membaik) diatas simpisis atau di
paha
- Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah
dari kandung kemih
- Berikan label waktu
pemasangan.
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine.
- Anjurkan menarik nafas
saat insersi selang kateter
Nyeri akut b.d. agen Luaran Utama: 1.08238 Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis - Tingkat nyeri Observasi:
(preop), agen pencedera Luaran Tambahan: - Identifikasi lokasi,
fisik (prosedur operasi, - Kontrol nyeri karakteristik, durasi,
post-op) frekuensi, kualitas,
Setelah dilakukan tindakan intensitas nyeri.
keperawatan selama 1x24 - Identifikasi skala nyeri.
jam L.08066 Tingkat Nyeri - Identifikasi respons nyeri
dengan kriteria hasil: non verbal.
- Keluhan nyeri: 5 - Identifikasi faktor yang
(menurun) memperberat dan
- Meringis: 5 (menurun) memperingan nyeri.
- Sikap protektif: 5 - Identifikasi pengetahuan
(menurun) dan keyakinan tentang
- Gelisah: 5 (menurun) nyeri.
- Kesulitan tidur: 5 - Identifikasi pengaruh dan
(menurun) nyeri pada kualitas hidup.
- Frekuensi nadi: 5 - Monitor keberhasilan
(membaik) terapi komplementer yang
sudah diberikan - Monitor
efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik:
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis ,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pihat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain).
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
- Fasilitasi istirahat tidur.
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko infeksi d.d. efek Luaran Utama: 1.14539 Pencegahan Infeksi
prosedur invasif - Tingkat infeksi Observasi:
Luaran Tambahan: - Monitor tanda dan gejala
- Kontrol infeksi infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik:
Setelah dilakukan tindakan - Cuci tangan sebelum dan
keperawatan selama 1x24 sesudah kontak dengan
jam L.14137 Tingkat Infeksi pasien dan lingkungan
dengan kriteria hasil: pasien.
- Demam: 5 (menurun) - Pertahankan teknik aseptic
- Kemerahan: 5 (menurun) pada pasien beresiko
- Nyeri: 5 (menurun) tinggi
- Bengkak: 5 (menurun) Edukasi:
- Kadar sel darah putih: 5 - Jelaskan tanda dan gejala
(membaik) infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
Resiko perdarahan d.d. Luaran Utama: 1.02067 Pencegahan
tindakan pembedahan - Tingkat perdarahan Perdarahan
Luaran Tambahan: Observasi:
- Kontrol resiko - Monitor tanda dan gejala
perdarahan.
Setelah dilakukan tindakan - Monitor nilai
keperawatan selama 1x24 hematokrit/hemoglobin
jam L.02017 Tingkat sebelum dan sesudah
Perdarahan dengan kriteria kehilangan darah.
hasil: - Monitor tanda-tanda vital
- Kelembapan membrane ortotastik.
mukosa: 5 (meningkat) - Monitor koagulasi (mis.
- Kelembapan kulit: 5 Prothrombin time (PT),
(meningkat) partial thromboplastin
- Hamturia: 5 (menurun) - time (PTT), fibrinogen,
Perdarahan pasca degradasi fibrin dan/atau
operasi: 5 (menurun) platelet.
- Haemoglobin: 5 Terapeutik:
(membaik) - Pertahankan bed rest
- Hematokrit: 5 (membaik) selama perdarahan.
- Tekanan darah: 5 - Batasi tindakan invasive,
(membaik) jika perlu.
- Denyut nadi apical: 5 - Gunakan Kasur
(membaik) pencegahan decubitus.
- Suhu tubuh: 5 (membaik) - Hindari penggunaan suhu
trektal
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan.
- Anjurkan menggunakan
kaos kaki saat ambulasi.
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi.
- Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan.
- Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K.
- Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan.
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu.
- Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2013) Keperawatan Medikal Bedah (Handbook for Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing) Edisi 12. Jakarta: EGC.
Diyono and Mulyanti, S. (2019) Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Urologi Edisi I.
Yogyakarta: Andi Publisher.
Duarsa, G.W.K. (2020) LUTS, Prostatitis, BPH, dan Kanker Prostat Peran Inflamasi dan Tata
Laksana. Surabaya: Airlangga University Press.
Haryono, R. (2012) Keperawatan Medical Bedah System Perkemihan. Yogyakarta: Rapha
Publishing.
Joyce (2014) Medical Surgical Nursing. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. and Sari, K. (2011) Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Prabowo, E. and Pranata, E. (2014) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Presti J (2013) Neoplasm of The Prostate Gland. USA: The McGraw Hill Compaines Inc.
Siregar, D. (2021) Pengantar Proses Keperawatan: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:
Yayasan Kita Menulis.
Smeltzer and Bare (2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Edisi
8. Jakarta: EGC.
Tjahjodjati (2017) Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (Benign
Hyperplasia Prostate/BPH). Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Widya, A., Oka, A. and Kawiyana, S. (2008) Diagnosis dan Penanganan Striktur Uretra, E-
Journal UD. Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai