Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


PADA PASIEN Tn.P DENGAN GANGGUAN PERKEMIHAN BPH (POST TUR P)
DI RUANG MARWAH RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

DISUSUSN OLEH :

 ARIN NOR KHOMARIAH P21114


 ARISTA TRINATA DEWI P21115
 HANIFAH NUR SALASATI P21003
 NAWANG DWI PUSPITASARI P21042
 NIKEN RAHAYU P21090
 NOUR IFANI QOIRUNISSA P21186
 PINGKI PUSPITA NINGRUM P21092
 SELA AMELIA ANJAR SASMITA P21097
 YESSY DWI RAHMAWATI P21107
 ARDHIA CINDHY NUE AZIZAH P21111

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERKEMIHAN BPH (POST TUR P)

A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer, 2009). Benign
Prostat Hyperplasia adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler kelenjar prostat
yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan.
Prostat adalah kelenjar yang berlepis kapsula dengan berat kira-kira 20 gram, berada
di sekeliling uretra dan di bawah leher kandung kemih pada pria (Suharyanto &
Madjid, 2013). Benign Prostat Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan
diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang
paling umum diderita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun (Prabowo &
Pranata, 2014)

2. ETIOLOGI
Menurut Nuari (2017) & Duarsa (2020), penyebab BPH belum diketahui, namun
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat kaitannya dengan
kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses penuaan. Selain faktor tersebut ada
beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulmya hyperplasia antara lain:

1. Teori Dihydrotestosterone
Dihydrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat pentng
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat.
Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh 5αreduktase dengan bantuan
koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat. Peningkatan 5α-reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi. Teori ini didukung pada
praktek klinis dengan pemberian 5α-reduktase inhibitor yang menghambat
perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron, dalam waktu 3-6 bulan akan
membuat pengurangan volume prostat 20-30%.
2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron
Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Diketahui bahwa estrogen di
dalam prostat berperan pada terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan sensitiviras sel –sel prostat terhadap rangsangan hormone
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian terprogram sel-sel prostat (apoptosis). Sehingga meskipun rangsangan
terbentuknya selsel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4. Berkurangnya kematian terprogram (apoptosis) sel prostat Pada jaringan normal
terdapat keseimbangan antara laju proliferasi dengan kematian sel. Pada saat
pertumbuhan prostat sampai dewasa, penambahan jumlah sel prostat seimbang
dengan sel yang mengalami apoptosis. Berkurangnya jumlah sel prostat yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel prostat meningkat sehingga
terjadi pertambahan massa prostat.
5. Teori sel punca
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel
baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel punca yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Sel punca yang
meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit. Kehidupan sel ini sangat
bergantung pada keberadaan hormone androgen sehingga jika hormone ini
kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, akan menyebabkan
apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai
ketidaktepatan aktivitas sel punca sehingga terjadi produksi yang berlebihan
pada sel stroma maupun sel epitel.
6. Teori inflamasi kronis
Pada uji klinis oleh Medical Therapy of Prostatic Symptoms (MTOPS)
menunjukkan bahwa volume prostat dengan inflamasi cenderung tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan tanpa inflamasi.

3. MANIFESTASI KLINIK
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih. Menurut (Purnomo, 2011) tanda dan gejala dari BPH yaitu:
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan
gejala di luar saluran kemih.

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

1) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan di kandung kemih


sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)

2) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi)
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa adanya
gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda
dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
c. Gejala diluar saluran kemih

Adanya keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit


ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan
tekanan intra abdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien
BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri
tekan, keletihan, anoreksia, mual, dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik,
dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang
besar.

4. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasi, sejalan dengan pertambahan usia. Jika
prostat membesar, maka akan meluas ke atas kandung kemih sehingga pada bagian
dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine.
Keadaan tersebut dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih
berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-
menerus akan menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel
kandung kemih. Dimana tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan tersebut jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal
(Muttaqin, 2011).
PATHWAY

Usia Lanjut

Produksi hormon estrogen & testosterone tidak seimbang

Testosterone Kadar estrogen

Hyperplasia sel stoma


Mempengaruhi RNA dalam inti sel pada jaringan

Proliferasi sel -sel prostat BPH

Operasi/pembedahan Resiko impotensi

Resiko Infeksi Insisi prostatektomi Perubahan


disfungsi
Terputusnya kontinuitas seksual
Resiko perdarahan
jaringan

Pelepasan mediator
kimiawi nyeri

Nyeri akut

Gambar 2.1 : Pathway

5. KOMPLIKASI
Komplikasi umum pada BPH meliputi :
a. Retensi urin akut
Merupakan ketidakmampuan mendadak untuk buang air kecil. Kandung
kemih menjadi bengkak dan nyeri. Ini adalah keadaan darurat yang
memerlukan perhatian medis segera.
b. Infeksi saluran kemih
Urin sisa yang disebabkan oleh BPH dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih rekuren.
c. Batu kandung kemih
BPH dapat meningkatkan risiko pembentukan batu kandung kemih.
d. Gangguan fungsi kandung kemih
BPH dapat menyebabkan obstruksi saluran kandung kemih. Bila kandung
kemih harus bekerja lebih keras untuk mendorong urin keluar dalam jangka
waktu yang lama, maka dinding otot kandung kemih membentang dan
melemahkan sehingga tidak lagi berkontraksi dengan benar.
e. Gangguan fungsi ginjal
BPH berat dapat menyebabkan air seni kembali ke dalam dan merusak ginjal.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH adalah
antara lain:

1. Sedimen urin
Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi slauran
kemih.
2. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
3. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urine.
4. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-
buli.
5. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa
urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
6. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra parsprostatika
dan melihat prostat ke dalam rectum

7. PENATALAKSANAAN ( MEDIS DAN KEPERAWATAN )


Menurut (Haryono, 2012) penatalaksanaan Benign Prostat Hyperplasia (BPH)
meliputi :

a. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergik, misalnya: prazosin, doxazosin, dan afluzosin
2) Penghambat enzim, misalnya finasteride
3) Fitoterapi, misalnya eviprostat
b. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan

komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:

1) Prostatektomi
a) Prostatektomi suprapubis, adalah salah satu metode mengangkat kelenjar

melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang dibuat ke dalam kandung

kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.

b) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi

dalam perineum.

c) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding

tindakan suprapubik di mana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar

prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung

kemih.

2) Insisi Prostat Transurethral (TUIP)


Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen

melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30

g / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.

3) Transuretral Reseksi Prostat (TURP)

Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan

resektroskop di mana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 103-F

untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter

yang disambungkan dengan arus listrik (Haryono, 2012).

Transurethral Resection of the Prostate (TURP) merupakan operasi tertutup

tanpa insisi, serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi

kesembuhan, dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60

gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus

menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi,.

dipasang kateter foley tiga saluran nomer 24 yang dilengkapi balon 30 ml,

untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi

kandung kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan

darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter

setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien sudah berkemih dengan lancer.

Penyembuhan terjadi dengan granula dan reepitelisasi uretra pars prostatika

(Nuari & Widayati, 2017)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut Siregar (2021), pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dalam
proses keperawatanyang mencakup pengumpulan data yang sistematis, verifikasi data,
pengorganisasian data, intepretasi data, dan melakukan dokumentasi data dan
dilakukan oleh perawat yang professional di bidang kesehatan. Menurut Diyono
(2019), pengkajian keperawatan meliputi antara lain:
1. Riwayat keperawatan
BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada pasien.
Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang air kecil dan
beberapa waktu kemudian dapat berkurang dan baik lagi.
2. Keluhan utama
Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang keluhan yang
dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan
sebagainya.
3. Persepsi dan manajemen kesehatan
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan
keluarga. Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.
4. Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi,
urgensi, anuria, hematuria.
5. Pola aktivitas dan latihan
Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK, misalnya
kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan sebagainya.
6. Pola tidur
Identifikasi apakah berkemih mengganggu pola tidur
7. Pola peran
Apakah pola peran keluarga terganggu saat mengalami gangguan berkemih
8. Pemeriksaan fisik
Identifikasi retensi urine, palpasi di suprapubic
9. Pemeriksaan diagnostic
Amati hasil BNO. IVP,USG apakah ada pembesaran prostat
10. Terapi
Kelola dengan baik program operasi, monitoring lab , pemasangan kateter

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut [SDKI D.0077] b.d Agen pencedera fisik : prosedur operasi
2. Risiko Perdarahan [SDKI D.0012] d.d Tindakan pembedahan
3. Risiko Infeksi [SDKI D.0142] d.d Penyakit kronis

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN TINDAKAN


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1 Nyeri Akut [SDKI Setelah dilakukan
Intervensi manajemen nyeri
D.0077] b.d Agen intervensi keperawatan dalam Standar Intervensi
selama 3 x 24 jam,
pencedera fisik : Keperawatan Indonesia (SIKI)
maka tingkat nyeri
diberi kode (I.08238).
prosedur operasi menurun, dengan
kriteria hasil: Observasi
1. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi,
menurun karakteristik, durasi,
2. Meringis frekuensi,kualitas,
menurun intensitas nyeri, skala
3. Kesulitan tidur nyeri, respon nyeri non
menurun verbal
2. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik

Terapeutik
3. Berikan teknik
nonfarmakologis : nafas
dalam
Edukasi
4. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
5. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi
analgetik injeksi
santagesik 1gr

2 Risiko Perdarahan
Setelah dilakukan Intervensi pencegahan
[SDKI D.0012] d.d intervensi keperawatan perdarahan dalam Standar
Tindakan selama 3 x 24 jam, Intervensi Keperawatan
pembedahan
maka tingkat Indonesia (SIKI) diberi kode
perdarahan menurun, (I.02067).
dengan kriteria hasil:
Observasi
1. Kognitif
meningkat  Monitor tanda dan gejala
2. Hemoglobin perdarahan
membaik  Monitor nilai
3. Hematokrit hematokrit/hemoglobin
membaik sebelum dan setelah
kehilangan darah
 Monitor tanda-tanda vital
ortostatik
 Monitor koagulasi (mis:
prothrombin time (PT),
partial thromboplastin
time (PTT),
fibrinogen, degradasi
fibrin dan/atau platelet)
Terapeutik

 Pertahankan bed rest


selama perdarahan
 Batasi tindakan invasive,
jika perlu
Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala


perdarahan
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
 Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
3 Risiko Infeksi [SDKI Setelah dilakukan Intervensi pencegahan infeksi
D.0142] d.d Penyakit
intervensi keperawatan dalam Standar Intervensi
kronis
selama 3 x 24 jam, Keperawatan Indonesia (SIKI)
maka tingkat infeksi diberi kode (I.14539).
menurun, dengan
Observasi
kriteria hasil:
 Monitor tanda dan gejala
1. Demam
infeksi lokal dan
menurun
sistemik
2. Kemerahan
menurun Terapeutik
3. Nyeri
menurun  Batasi jumlah
4. Bengkak pengunjung
menurun  Berikan perawatan kulit
5. Kadar sel pada area edema
darah putih  Cuci tangan sebelum dan
membaik sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
 Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
 Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. IMPLEMENTASI
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa
keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan
yang optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan,
dan memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai
fasilitas kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan
lainnya. Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian
tindakan keperawatan.

5. EVALUASI
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan,
membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan.
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
- S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
- O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
- A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah teratas sebagian (perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian yang sudah
ditetapkan), masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan perubahan
perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan muncul masalah baru).
- P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Suharyanto T & Madjid A, 2013 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta CV. Trans Info Medika
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublisher.
Duarsa, G. W. K. (2020). Luts, Prostatitis, Bph Dan Kanker Prostat. Airlangga
University Press.
Haryono Rudi ( 2013 ) Keperawatan Medikal Bedah ( sistem Perkemihan )
Edisi1,Yogyakarta. Rapha Publishing
Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai