S DENGAN BPH
(BENIGN PROSTACTIC HYPERPLASIA) POST TURP HARI
PERTAMA DI RUANG MELATI 3 RSUP DR.SOERADJI
TIRTONEGORO KLATEN
Disusun Oleh :
Rika Fatmawati
NIM. PB1801045
B. Etiologi BPH
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasiaprostat adalah :
1. Teori Dihidrosteron
Dihidrosteron (DHT) adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosteron
di dalam sel prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah terbentuk berkaitan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada penelitian dikatakan
bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat
normal, hanya saja pada BPH aktivitas enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah reseptor
androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen – Testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antar estrogen : testosteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel – sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel – sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel – sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel – sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel – sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat
jadi lebih besar.
3. Interaksi Stroma – Epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel – sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel – sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel – sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel – sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel – sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel – sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel – sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel – sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi
sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat
dewasa, penambahan jumlah sel – sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel – sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel – sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat
diterangkan secara pasti faktor – faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel – sel prostat, sedangkan faktor
pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel – sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel – sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan apoptosis. Terjadinya
proliferasi sel – sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel
stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
C. Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli – buli harus berkontraksi lebih kuat melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli –
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli – buli. Perubahan struktur pada buli – buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal sebagai dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli – buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli – buli ke ureter atau terjadi refluks
vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung lama akan menagkibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obsrtuksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan
oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior tetapi juga disebabkan
oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada
leher buli – buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari
nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada
prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2 : 1, pada BPH rasionya
meningkat menjadi 4 : 1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot
polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan
komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
D. Manifestasi Klinis BPH
Gejala-gejala BPH dapat diklasifikasikan karena obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi meliputi hesitancy, intermitten, pengeluaran urin yang tidak tuntas, aliran
urin yang buruk, dan retensi urin. Gejala-gejala iritasi meliputi sering berkemih, sering
berkemih dimalam hari (nokturia), dan urgency (dorongan ingin berkemih).
Dengan adanya statis urin didalam kandung kemih akan beresiko terjadinya infeksi
saluran kemih atau batu kandung kemih. Batu kandung kemih terbentuk dari
kristalisasi dari garam-garam didalam urin residu.
Manifestasi Klinis klien dengan BPH adalah :
1. Poliuria (sering buang air kemih), karena kandung kemih hanya mampu
mengeluarkan sedikit air kemih.
2. Aliran air kemih menjadi terhambat, karena terjadi penyempitan uretra.
3. Hematuria (Kandung kemih mengandung darah), akibat kongesti basis kandung
kemih.
4. Retensi urin
5. Hidronefrosis dan kegagalan ginjal, terjadi akibat tekanan balik melewati ureter ke
ginjal.
E. Komplikasi BPH
1. Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih.
2. Refluks kandung kemih , hidroureter, dan hidronefrosis.
3. Gross hematuria dan urinaery tract, infection (UTI)
G. Penatalaksanaan BPH
1. Perubahan gaya hidup : Yaitu mengurangi minum-minuman beralkohol dan yang
mengandung kafein.
2. Pengobatan
a. Alpha blokers, suatu α1-adregenic receptor antagonists (misalnya : Doxazozin,
Terazosin, Alfuzosin dan Tamsulosin), dapat memperbaiki gejala-gejala BPH.
Alpha blockers dapat merelaksasi otot pada prostat dan leher kandung kemih,
dan menunrunkan derajat hambatan aliran urin.
b. 5 α-reductase inhibitors ( misalnya: finasteride and duyasteride)
Ketika digunakan bersama dengan alpha blokers dapat menurunkan
progresifitas pembesaran prostat.
3. Katerisasi
4. Pemberian obat antimicrobial
5. Pembedahan
Prostatectomy adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh atau sebagian dari
kelenjar prostate. Abnormalitas prostate, seperti sebuah tumor atau apabila kelenjar
prostate membesar karena berbagai alas an dapat menghambat aliran urin.Terdapat
beberapa bentuk operasi pada prostat, diantaranya:
a. Transurethral resection of prostate (TURP)
Suatu alat sistocopy dimasukkan melalui uretra ke prostat, dimana jaringan
disekeliling di eksisi. TURP adalah suatu pebedahan yang dilakukan pada BPH
dan hasilnya sempurna dengan tingkat keberhasilan 80-90%.
b. Open prostatectomy
Open prostatectomy asalah suatu prosedur pembedahan dengan melakukan
insisi pada kulit dan mengangkat adenoma prostat melalui kepala prostat
(retropubic prostatectomy) atau RPP, atau melalui kandung kemih (suprapubic
prostatectomy) atau SPP.Open prostatectomy diindikasi apabila masa prostat
lebih dari 60 gram (Doenges, 1993).
c. Laparoscopy prostatectomy
Suatu laparoscopi atau empat insisi kecil dibuat di abdomen dan seluruh prostat
dikeluarkan secara hati-hati dimana saraf-saraf lebih mudah rusak dengan
teknik retropubic atau suprapubic. Laparoscopic prostatectomy lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pembedahan radikal perineal
prostatectomy atau retropubik prostatectomy dan lebih ekonomis dibandingkan
teknik bantuan robot.
d. Robotic-assisted prostatectomy
Robotic-assisted prostatectomy atau pembedahan dengan bantuan robot.
Tangan-tangan robot laparoscopi dikendalikan oleh seorang ahli bedah. Robot
memberikan ahli bedah banyak ketreampilan daripada laparoscopi
konvensional dengan menawarkan keuntungan-keuntungan yang lebih daripada
open prostatectomy, diantaranya insisi lebih kecil, nyeri ringan, perdarahan
sedikit, resiko infeksi rendah, waktu penyembuhan lebih cepat, perawatan lebih
pendek.
e. Radical perineal prostatectomy
Radical perineal prostatectomy asalah suatu insisi dibuat pada perineum
ditengah-tengah antara rectum dan skrotum, dan kemudian prostat dikeluarkan.
f. Radical retropubic prostatectomy
Radical retropubic prostatectomy adalah suatu insisi yang dibuat di abdomen
bawah, dan kemudaian prostat dikeluarkan (diangkat) melalui belakang tulang
pubis (retropubic). Radical prostatectomy adalah salah satu tindakan kunci pada
kanker prostat.
g. Transurethral electrovaporization of the prostate (TVP)
h. Transurethral plasmakinetic vaporarization prostatectomy (TUPVP)
i. Laser TURP
j. Visual laser ablation (VLAP)
k. TransUrethral Microwave Thermo Theraphy (TUMT)
l. TransUrethral Needle Ablation (TUNA)
H. Pendidikan Kesehatan BPH
1. Jelaskan kepada pasien mengenai tidak adanya pengobatan gejala komplikasi BPH,
retensi urine, cystitis, dan peningkatan gejala iritasi saat berkemih. Anjurkan agar
pasien melaporkan masalah ini.
2. Ajarkan pasien melakukan latihan kegel, (kegle exercise) sesudah pembedahan
untuk membentu mengontrol saat berkemih :
Kontraksi otot parineal jika berhenti berkemih atau plastis, tahan selama 10-15
menit , kemudian relaksasi.
Ulangi selama 15 menit (satu kali) ; lakukan 15 kali setiap hari.
3. Nasihatkan pasien bahwa gejala iritasi saat berkemih tidak segera hilang sesudah
penyembuhan obstruksi ; gejala akan hilang dengan sendirinya.
4. Beritahukan pada pasien untuk menghindari berhubungan intim, mengatur BAB,
tidak mengakat benda berat , dan tidak duduk dalam jangka waktu yang lama
selama 6-8 minggu sesudah operasi sebab dapat menyebabkan struktur uretra dan
pertumbuhan prostat kembali sesudah TURP.
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keragu-raguan dalam memulai berkemih.
2. Aliran urin berkurang : baik kekuatan maupun ukurannya.
3. Pengosongan kandung kemih tak sempurna, karena masih ada residu urin.
4. Adanya dorongan untuk berkemih.
5. Frekuensi berkemih menjadi lebih sering.
6. Sering bauang air kemih dimalam hari.
7. Disuria (nyeri saat buang air kemih)
8. Hematuria (adanya darah dalam urin)
9. Retensi urin
10. Pembesaran dan nyeri tekan prostat.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus BPH post operasi :
1. Nyeri akut b/d agen cidera biologi
2. Risiko infeksi b/d tindakan invasif
3. Hambatan mobilitas di tempat tidur b/d nyeri
C. Rencana Keperawatan
DX NOC NIC
1 1. Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
2. Tingkat Nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
3. Pemulihan pembedahan : segera
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
setelah operasi
dan factor pencetus
Setelah diberikan Asuhan keperawatan
2. Pastikan perawatan analgesic bagi
kepada pasien selama ….x 24 jam
pasien dilakukan dengan pemantauan
diharapkan masalah teratasi dengan
yang ketat
Kriteria Hasil :
1. Sering menunjukkan mengenali 3. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
kapan nyeri terjadi, terhadap kualitas hidup pasien
menggambarkan factor penyebab, (misalnya, tidur, nafsu makan,
menggunakan tindakan tanpa pengertian, perasaan, hubungan,
analgesik, melaporkan nyeri yang performa kerja, dan tanggung jawab
terkontrol dan menggunakan peran)
analgesic yang di rekomendasikan
4. Berikan informasi mengenai nyeri
2. Tidak ada nyeri yang dilaporkan,
ekspresi nyeri wajah, ketegangan 5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
otot dan mengerluarkan keringat. nyeri
3. Deviasi ringan dari kisaran normal 6. Ajarkan penggunaan Teknik non
dengan kepatenan jalan nafas, farmakologi
tekanan darah, tekanan nadi, suhu
tubuh, irama pernafasan, tingkat 7. Berikan individu penurun nyeri yang
kesadaran dan integritas jaringan optimal dengan persepan analgesic
Pengkaji : Rika
A. Identitas
1. Pasien
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 67 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Cawas
Agama : Islam
Pekerjaan : Dagang
Pendidikan Terakhir : SD
No RM : 104xxxx
Diagnosa Medis : BPH
Tanggal masuk RS : 3 November 2018
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Dagang
Alamat : Cawas
B. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri setelah dilakukan operasi TURP dengan skala sedang
yaitu 4. Rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum terkadang seperti panas
terbakar dan rasa nyeri menjalar ke punggung klien. Rasa nyeri akan bertambah
jika klien bergerak dan nyeri yang dirasakan hilang timbul dengan durasi
kurang dari 30 menit.
b. Kronologi Penyakit Saat Ini
Klien mengatakan sekitar dua minggu yang lalu yaitu mulai tanggal 20
November 2018 klien mengeluh susah buang air kecil (BAK). Klien juga
merasakan nyeri seperti dibakar saat BAK dan rasanya menjalar ke punggung
serta urine yang keluar hanya sedikit-sedikit. Akhirnya klien periksa ke RSKB
Cawas, saat itu klien hanya rawat jalan dan klien terpasang kateter urine untuk
kelancaran BAK. Karena kondisi klien yang tidak membaik akhirnya klien di
rujuk ke RSST untuk dilakukan pembedahan. Dan pada tanggal 4 November
klien dilakukan pembedahan TURP (Transurethral resection of prostate).
c. Pengaruh Penyakit Terhadap Pasien
Dengan kondisi yang seperti ini klien cukup terganggu karena klien hanya bisa
berbaring di tempat tidur dan tidak bisa bekerja seperti biasanya.
d. Apa Yang Diharapkan Pasien Dari Pelayanan Kesehatan
Klien berharap pelayanan kesehatan khususnya RSST dapat membantu dalam
pengobatannya sehingga klien bisa sembuh dan dapat beraktivitas kembali.
2. Riwayat Penyakit Anak-anak
a. Penyakit Masa Anak-anak
Klien mengatakan waktu kecil penyakit yang sering diderita hanyalah batuk,
pilek dan panas. Dan untuk pengobatannya biasanya klien hanya membeli obat
di warung dan apabila penyakitnya bertambah parah baru klien di bawa ke
pelayanan kesehatan seperti mantri, Puskesmas dan PKU.
b. Imunisasi
Klien mengatakan sudah tidak ingat lagi apakah dahulu mendapat imunisasi
lengkap atau tidak.
c. Alergi
Klien mengatakan memiliki alergi makanan yaitu kulit melinjo.
d. Pengalaman Sakit/Di rawat Sebelumnya
Klien mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya dan ini
merupakan pertama kalinya klien di rawat di rumah sakit serta klien dilakukan
pembedahan pada kelenjar prostat karena kelenjar prostat klien membesar dan
menghambat aliran urin.
e. Pengobatan Terakhir
Pengobatan terakhir yang dilakukan klien yaitu sekitar dua minggu yang lalu
atau sekitar 20 November 2018 di RSKB Cawas. Di rumah sakit tersebut klien
memeriksakan diri dengan keluhan susah buang air kecil hingga akhirnya klien
di pasang kateter urin serta klien di rujuk ke RSST untuk di lakukan
pembedahan.
3. Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: Laki – laki
: Perempuan Meninggal
: Laki-laki Meninggal
: Klien laki-laki
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
Klien tinggal hanya bersama istrinya saja karena anak-anak klien sudah menikah
dan memiliki rumah sendiri. Klien mengatakan dalam anggota keluarganya tidak
ada yang menderita penyakit yang sama dengan seperti dirinya yaitu BPH. Klien
juga mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
HT, DM, asam urat dll dan dala anggota keluarga klien juga tidak ada yang
menderita penyakit menular seperti TB, AIDS,Hepatitis dll. Efek bagi keluarga jika
salah satu anggotanya yang sakit, keluarga merasa sedih dan mereka tidak bisa
berkumpul dengan seluruh anggota keluarganya.
C. Pengkajian Biologis
1. Rasa Aman dan Nyaman
Sebelum sakit klien tidak ada keluhan nyeri, tidak ada gangguan dalam beraktivitas
sehari-hari dan tidak ada riwayat pembedahan.
Setelah sakit klien mengatakan merasakan nyeri di luka bekas operasi yaitu di
bagian area genital. Rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum terkadang disertai
panas dan menjalar ke bagian punggung. Rasa nyeri yang dirasakan secara terus
menerus dengan skala sedang yaitu 4 dan nyeri akan bertambah jika klien bergerak.
Klien mengatakan tidak ada riwayat pembedahan sebelumnya. Ekspresi klien
terlihat tegang dan sesekali memejamkan mata untuk menahan nyeri.
2. Aktivitas Istirahat-Tidur
a. Aktivitas
Sebelum Sakit klien mengatakan tidak pernah berolahraga. Klien mengatakan
biasanya klien beraktivitas mulai dari jam 8 sampai sore sekitar jam 4. Aktivitas
sehari-hari klien yaitu dagang. Klien mengatakan tidak memiliki keterampilan
khusus. Namun sekarang ini atau setelah klien sakit, klien tidak dapat
melakukan aktivitas karena klien harus bed rest atau istirahat total. Hal ini
dilakukan karena jika klien bergerak maka klien akan merasakan nyeri pada
area genital. Untuk aktivitas klien dibantu oleh keluarganya.
Sebelum sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian/berdanda √
n
Mobilisasi di TT √
Ambulasi √
Makan / Minum √
Sesudah Sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian/berdanda √
n
Mobilisasi di TT √
Ambulasi √
Makan / Minum √
Keterangan :
Skore 0 : Mandiri
Skore 1 : Dibantu sebagian
Skore 2 : Perlu bantuan orang lain
Skore 3 : Perlu bantuan orang lain dan alat
Skore 4 : Tergantung / tidak mampu
b. Istirahat
Sebelum sakit klien biasanya istirahat setelah klien beraktivitas atau setelah
klien merasakan lelah atau capek. Kegitan klien diwaktu luang hanya tiduran,
bermain bersama cucunya atau hanya duduk – duduk santai saja.
Setelah sakit klien lebih banyak beristirahat yakni di tempat tidur. Hal ini
dikarenakan klien merasakan sakit atau nyeri saat bergerak atau aktivitas.
c. Tidur
Sebelum sakit biasanya klien tidur jam 9 malam dan bangun jam 5 pagi, tidur
klien nyenyak, serta klien tidak menggunakan obat penenang sebelum tidur.
Setelah sakit atau setelah klien dilakukan operasi, klien mengatakan susah tidur
hal ini dikarenakan klien merasakan nyeri dan klien sering terbangun dalam
tidurnya.
3. Cairan
Sebelum sakit biasanya klien minum minimal 8 gelas atau 2.5 liter per hari.
Minuman kesukaan klien adalah es teh dan klien jarang minum air putih. Klien
tidak minum alkohol dan tidak ada program pembatasan cairan pada klien. Setelah
klien sakit, klien mengatakan minum ±600 cc per hari dan lebih banyak minum air
putih serta klien tidak ada program pembatasan cairan. Saat ini klien terpasang
infus NaCl 20 x tpm.
Input Output
Oral 600 cc Feses 100 cc
Parenteral 1500 cc Urine 900 cc
Air Metabolisme 325 cc Drain 300 cc
IWL 975 cc
2425 cc 2275 cc
BC : 2425 cc – 2275 cc = 150 cc
4. Nutrisi
Sebelum sakit klien makan 3 kali sehari dengan porsi satu centhong dengan lauk
pauk dan sayuran. Klien mengatakan memiliki alergi pada makanan yaiyu kulit
melinjo. Setelah klien sakit klien mengatakan tetap makan 3 kali sehari sesuai
dengan porsi yang diberikan oleh rumah sakit. Klien tidak mengalami mual,
muntah, klien tidak mengalami kesulitan menelan dan mengunyah serta saat ini
klien tidak terpasang alat bantu seperti sonde.
A : BB : 65 kg IMT : 23.2 kg/m2
TB : 168 cm LiLA : 26 cm
B : Hb : 14.80 mg/dl
C : Kulit lembab, mukosa bibir lembab, turgor kulit < 2 detik dan tidak ada
penurunan nafsu makan.
D : Klien makan 3 kali sehari sesuai dengan porsi yang diberikan oleh rumah
sakit. Klien mengatakan selalu menghabiskan porsi makanan yang
diberikan dan hal itu terlihat dari piring makanan klien yang tidak ada sisa
makanan.
5. Eliminasi Urine dan Feses
a. Eliminasi Feses
Sebelum sakit klien mengatakan tidak mengalami gangguan BAB. Klien
biasanya BAB minimal satu kali sehari dengan karakteristik lembek, berbau
khas. Klien mengatakan tidak terbiasa menggunakan obat pencahar dan
menggunakan alat bantu untuk defekasi. Setelah sakit klien mengatakan BAB
satu kali.
b. Eliminasi Urine
Sebelum sakit klien tidak mengalami gangguan BAK, klien biasanya BAK
minimal 5 kali sehari. Setelah sakit klien mengatakan susah BAK dan jika BAK
klien mengatakan nyeri dan panas serta urine yang keluar hanya sedikit. Saat ini
klie terpasang kateter.
6. Kebutuhan Oksigenasi dan Karbondioksida
a. Oksigenasi
Sebelum sakit klien mengatakan tidak mengalami kesulitan bernapas. Setelah
sakit klien juga tidak mengalami kesulitan bernapas, klien tidak mengalami
sesak napas serta pola napas klien normal. Klien tidak menggunakan alat bantu
pernapasan seperti kanul nasal dan masker. Klien tidak merokok serta klien
tidak alergi terhadap debu, obat – obatan maupun yang lainnya. Klien juga
mengatakan tidak memiliki riwayat gangguan pernapasan.
b. Karbondioksida
Sebelum sakit klien mengatakan tidak memiliki gangguan kardiovaskuler
sebelumnya seperti klien cepat lelah, berdebar – debar, dan nyeri dada. Setelah
sakit klien juga tidak mengalami gangguan kardiovaskuler seperti klien cepat
lelah, berdebar – debar, dan nyeri dada. Saat ini klien juga tidak terpasang alat
pacu jantung.
7. Personal Hygiene
Sebelum sakit klien mengatakan mandi minimal 2x sehari menggunakan sabun
mandi, menggosok gigi minimal 2x sehari. Untuk mencuci rambutnya klien
mengatakan tidak menentu, terkadang 2x seminggu dan terkadang 3x seminggu.
Sebelum sakit klien tidak memerlukan bantuan dalam melakukan personal hygiene.
Setelah sakit untuk personal hygiene klien dibantu oleh keluarganya yaitu dengan
disibin 2x sehari, dan sikat gigi 2x sehari.
8. Sex
Klien sudah menikah dan memiliki lima orang anak yaitu 2 perempuan dan 3 laki-
laki.
b. Jantung
1) Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak ada luka maupun jejas serta
tidak ada tarikan dada.
2) Palapasi : Tidak ada nyeri tekan.
3) Perkusi : Suara redup dan tidak ada pelebaran jantung.
4) Auskultasi : Reguler serta tidak ada bunyi tambahan.
4. Abdomen
a. Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak luka maupun jejas.
b. Auskultasi : Terdapat bunyi peristaltik yaitu 17 x / menit
c. Perkusi : Suara tympani
d. Palpasi : Ada nyeri tekan
5. Genitalia, Anus dan Rektum
Inspeksi : Terpasang alat bantu seperti kateter.
Palapasi : Tidak teraba penumpukan urine di kandung kemih
6. Ekstremitas
a. Atas : Terapasang infus NaCl 20 tpm pada tangan kiri, semua anggota
gerak atas lengkap.
b. Bawah : Kedua kaki lengkap, tidak ada oedema, tidak farises, serta
kekuatan otot 5.
5 5
5 5
Keterangan :
1. Nilai 5 : Kekuatan penuh
2. Nilai 4 : Dapat menahan tekanan
3. Nilai 3 : Dapat digerakkan tetapi sedikit menahan tekanan
4. Nilai 2 : Ada pergerakkan tetapi tidak dapat menahan tekanan
5. Nilai 1 : Ada kontraksi
6. Nilai 0 : Tidak ada kekuatan otot
F. Pemeriksaan Penunjang
Kimia Klinik tanggal 3/12/18
DO :
1. Ekspresi wajah klien tegang dan sesekali memejamkan
mata untuk menahan nyeri
2. TD : 130/80 mmHg
Nadi : 80x / menit
DS : Nyeri Hambatan
Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas karena Mobilitas Fisik
klien harus bed rest atau istirahat total. Hal ini dilakukan di Tempat
karena jika klien bergerak maka klien akan merasakan Tidur
nyeri pada area genital. Untuk aktivitas klien dibantu oleh
keluarganya.
DO :
1. Klien terpasang kateter/drain di area genital
2. Terdapat luka bekas operasi di sekitar area genital
B. Diagnosa Keperawatan
Prioritas diagnosa keperawatan :
1. Nyeri akut b/d agen cidera biologi
2. Hambatan mobilitas di tempat tidur b/d nyeri
3. Risiko infeksi b/d tindakan invasif
C. Rencana Keperawatan
DX NOC NIC
1 4. Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
9. Lakukan pengkajian nyeri
5. Tingkat Nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
6. Pemulihan pembedahan : segera
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
setelah operasi
dan factor pencetus
Setelah diberikan Asuhan keperawatan
10. Pastikan perawatan analgesic bagi
kepada pasien selama ….x 24 jam
pasien dilakukan dengan pemantauan
diharapkan masalah teratasi dengan
yang ketat
Kriteria Hasil :
5. Sering menunjukkan mengenali 11. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
kapan nyeri terjadi, terhadap kualitas hidup pasien
menggambarkan factor penyebab, (misalnya, tidur, nafsu makan,
menggunakan tindakan tanpa pengertian, perasaan, hubungan,
analgesik, melaporkan nyeri yang performa kerja, dan tanggung jawab
terkontrol dan menggunakan peran)
analgesic yang di rekomendasikan
12. Berikan informasi mengenai nyeri
6. Tidak ada nyeri yang dilaporkan,
ekspresi nyeri wajah, ketegangan 13. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
otot dan mengerluarkan keringat. nyeri
7. Deviasi ringan dari kisaran normal 14. Ajarkan penggunaan Teknik non
dengan kepatenan jalan nafas, farmakologi
tekanan darah, tekanan nadi, suhu
tubuh, irama pernafasan, tingkat 15. Berikan individu penurun nyeri yang
kesadaran dan integritas jaringan optimal dengan persepan analgesic
D. Implementasi Keperawatan
O:
1. Ekspresi wajah klien tegang
dan sesekali memejamkan mata
untuk menahan nyeri
2. TD : 130/80 mmHg
Nadi : 80x / menit
13.30 1
WIB S : Klien mengatakan bersedia di
3. Mengajarkan penggunaan
latih relaksasi napas dalam
Teknik non farmakologi yaitu
O : Klien terlihat mempraktekkan
relaksasi napas dalam
relaksasi napas dalam
13.40 2 1. Jelaskan alasan diperlukan S : Klien mengatakan merasakan Rika
WIB tirah baring pegal-pegal karena tirah baring
2. Monitor kondisi kulit yang lama
O : Kondisi kulit klien baik,
lembab dan turgor kulit <2 detik
13.50 3 1. Mengajarkan pasien mengenai S : Klien bersedia di ajari mencuci Rika
WIB tehnik mencuci tangan dengan tangan dan mengatakan
benar menghabiskan makanan yang di
2. Tingktakan intake nutrisi yang programkan dari rumah sakit
tepat O : Klien dapat mempraktekkan
cara cuci tangan yang benar dan
terlihat klien menghabiskan
makanan yang diberikan.
E. Evalusai Keperawatan
O:
1. Ekspresi wajah klien tegang dan sesekali
memejamkan mata untuk menahan nyeri
2. TD : 130/80 mmHg
Nadi : 80x / menit
2 S: Rika
Klien mengatakan merasakan pegal-pegal karena tirah
baring yang lama
O:
Kondisi kulit klien baik, lembab dan turgor kulit <2 detik
A:
Masalah hambatan mobilitas fisik di tempat tidur belum
teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor TTV
2. Ajarkan latihan latihan di tempat tidur dengan
cara yang tepat yaitu miring kanan dan kiri
3 S: Rika
Klien bersedia di ajari mencuci tangan dan mengatakan
menghabiskan makanan yang di programkan dari rumah
sakit
O:
Klien dapat mempraktekkan cara cuci tangan yang benar
dan terlihat klien menghabiskan makanan yang diberikan
A : Masalah resiko infeksi belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Memastikan penempatan kantung drainase di
bawah permukaan kandung kemih
2. Menghindari memiringkan kantung urin untuk
mengosongkan atau mengukur keluaran urine
3. Mempertahankan kepatenan sistem kateter kemih
4. Mencatatat karakteristik drainase urin
5. Berkolaborasi dengan Medis pemberian analgesic
Kamis, 6 1 S: Rika
Desember Klien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang
2018 P : Faktor yang membuat atau memperburuk rasa
14.00 WIB nyeri adalah saat klien bergerak.
Q : Rasanya seperti ditusuk – tusuk jarum terkadang
disertai panas dan menjalar ke bagian punggung.
R : Rasa nyeri dirasakan di area genital dan menjalar
ke punggung.
S : Tingkat nyeri ringan yaitu 3
T : Nyeri hilang timbul dengan durasi < dari 30
menit.
O:
Ekspresi wajah klien tampak lebih rileks
TD : 140/90 mmHg
N : 82x/m
R : 20x/m
S : 367oC
A : Masalah Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor TTV
2. Kaji nyeri secara komprehensif
3. Kolaborasi pemberian analgesic
2 S: Rika
Klien mengatakan merasakan nyeri saat latihan miring
kanan dan kiri
O:
Klien sesekali memejamkan mata menahan nyeri saat
latihan miring kanan dan kiri
A : Masalah hambatan mobilitas fisik di tempat tidur
teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor TTV
2. Ajarkan latihan latihan di tempat tidur dengan
cara yang tepat yaitu bangun dari tidur ke posisi
duduk
3 S: Rika
Klien mengatakan drainase urine tidak macet
O:
1. Drainase urine terlihat di bawah permukaan kandung
kemih
2. Produk dalam drainase urine sudah bersih tidak ada
warna kemerah-merahan
A : Masalah Resiko infeksi tidak terjadi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor TTV
2. Aff Draine
Jum’at, 7 1 S: Rika
Desember Klien mengatakan nyeri sudah berkurang banyak
2018 P : Faktor yang membuat atau memperburuk rasa
14.00 WIB nyeri adalah saat klien bergerak.
Q : Rasanya seperti ditusuk – tusuk jarum terkadang
disertai panas dan menjalar ke bagian punggung.
R : Rasa nyeri dirasakan di area genital dan menjalar
ke punggung.
S : Tingkat nyeri ringan yaitu 2
T : Nyeri hilang timbul dengan durasi < dari 30
menit.
O:
Ekspresi wajah klien tampak lebih rileks
TD : 130/90 mmHg
N : 88x/m
R : 18x/m
S : 366oC
A : Masalah nyeri akut teratasi
P : Hentikan Intervensi
2 S: Rika
Klien mengatakan masih merasakan sedikit nyeri saat
latihan duduk
O:
1. Klien terlihat sudah bisa latihan duduk
2. Klien sesekali memejamkan mata menahan nyeri saat
latihan duduk
A : Masalah hambatan mobilitas fisik di tempat tidur
teratasi
P : Hentikan Intervensi
3 S: Rika
Klien mengatakan bersedia untuk selang drainennya
dilepas
O:
Selang draine klien di lepas dan produk draine sudah
bersih tidak ada warna kemerah-merahan serta tidak ada
tanda-tanda infeksi
A : Masalah resiko infeksi tidak terjadi
P : Hentikan Intervensi
Rika Fatmawati