Anda di halaman 1dari 30

Keperawatan Gerontik

LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

DISUSUN OLEH :

DESRINA AKMAR
14420201023

CIINSTITUSI

(.........................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDINESIA
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
A. KonsepMedis
1. Definisi

Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering


terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat
(Nurarif, 2015).
Beningna prostat hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat (secara umum pada pria berusia tua lebih dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Nuari,2017).
Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah penyakit umum pada pria
lanjut usia yang menyebabkan prostat membesar secara progresif. (Lorenzo,
2019)

2. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria
usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun. Selain faktor
tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga penyebab timbulnya hiperplasia
prostat, yaitu sebagai berikut :
a. Dihydrotestosterone
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis
dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalamsel
prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang
dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada
BPH, aktivitas enzim 5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen
lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH
lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostatnormal.
b. Ketidakseimbangan hormoneestrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan
antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon
estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
c. Interaksi stroma –epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari
DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma
dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan
pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya
mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
d. Berkurangnya sel yangmati
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel
yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya,
kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal,
terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel.
Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam
keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan
masaprostat.
e. Teori stelstem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel
baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem,
yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen,
sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi
apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai
ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel. (Nuari,2017).

3. Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar
dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses
pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,
keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi
sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria
dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan
menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhanbakteri.
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin
yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi
maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi).
Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami
iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa
bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan
frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin
berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih/disuria.
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan
obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik 16
menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal
ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu
miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan
hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih.Batu ini dapat
menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat
juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan
pielonefritis (Budaya, 2019).
Prostat, seperti jaringan aksesori seks lainnya, dirangsang dalam
pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi sekretorinya dengan terus adanya
hormon dan faktor pertumbuhan tertentu. Yang terpenting di antaranya
adalah testosteron. Tes serum- tosteroneis di bawah aksis hormon pestisida
(testosteron) di bawah kontrolofthehypothalamic (LHRH) - hipofisis (LH /
FSH) -testikular (testosteron). Testosteron yang berasal dari testis (95%) dan
kelenjar ginjal (5%) adalah serum androgen utama yang merangsang
pertumbuhan prostat. Konsentrasi testosteron rata-rata dalam plasma kira-kira
600 ng / mL. Kadar testosteron serum-satu tetap cukup konstan antara usia 25
dan 60 tahun, namun menurun secara bertahap setelahnya. Meskipun
testosteron adalah androgen plasma primer, tampaknya berfungsi sebagai
prohormon dalam bentuk androgen yang paling aktif di prostat adalah
dihidrotestosteron (DHT) (Gbr. 1). Regulasi hormonal BPH tergantung pada
keberadaan androgen dan reseptor estrogen. Selain itu, aktivitas enzim 5α-
reduktase berperan penting dalam patogenesis BPH. (Madersbacher,2019)
4. PenyimpanganKDM
Ketidakseimbangan
c Faktorusia Sel prostatunsurpanjang Proliferasi abnormal selstem
estrogen-testosterone

Peningkatan
BPH Menekan
Hipotalamus
suhu tubuh termoreguler

Hipertermia

Pertumbuhan nodula-nodula
Prosedur pembedahan Hyperplasia jaringan penyanggastroma
fibroadenomatosa majemuk dalam
dan elemen glandular padaprostat
prostat
Iritasi mukosa kandung kemih, Lobus yang hipertrofi menyumbat
Jaringan ini terdiri atas sel dgn terputusnya jaringan, trauma vesika/urethraprostatik
stoma fibrosa yang berbeda-beda akibat transisi
Pengosongan urininkomplit Retensi Urin
Hipertrofi jaringan periuretra Hidronefrosis
Keinginan untuk berkemih
Obstruksi leher kandung kemih
Perubahan statuskesehatan
Distensi abdomen dan kandung kemih
Penurunan Kurangnya informasi tentang Risiko
Rangsangan
Merangsang pengeluaran mediator kimia pertahan tubuh penyakitnya perfusi renal
saraf
(histamine, bradikinin, prostoglandin) tidak efektif

Nyeri dipersepsikan Nyeri Ansietas


Risiko
infeksi
Nyeri
5. ManifestasiKlinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai sindroma
prostatisme
a. Gejala Obstruktif,yaitu:
1) Hesistansi, yaitu memulai kecing yang lama dan sering kali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh otot detrusor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama untuk meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi tekanan dalam uretraprostatika.
2) Intermintensi yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidakmampuan otot destrusor dalam
mempertahankan tekanan intravesikal sampai berakhirnyamiksi.
3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhirkencing.
4) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
detrusor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang airkecil
b. Gejala Iritasi:
1) Urgensi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulitditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hari (nokturia) dan pada sianghari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. (Budaya, 2019).

Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi (Sjamsuhidajat & Jong,


2010)

a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing


tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malamhari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis,hidronefrosis.
6. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain : sering
dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena
urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi
saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesika urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Nuari, 2017).
7. PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan (Nurarif, 2015):
a. Pemeriksaan colokdubur
dapat diberikan kesan keadaan tonus spingter anus, mukosa rektum,
kelainan lain seperti bejolan dalam rektum dan prostat. Pada perabaan
melalui colok dubur dapat diperhatikan konsistensi prostat, adakah
asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba,
derajat berat obsrtuksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan dengan mengukur urin yang
masih dapat keluar dengan keteterisasi, sisa urin dapat pula diketahui
dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.
b. PemeriksaanLaboratorium
Pemeriksaan yang di lakukan adalah analisis urin dan pemeriksaan
mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin, bila perlu
pemeriksaan Prostat Spesific Antigen (PSA) untuk dasar penentuan
biopsi.
c. PemeriksaanRadiologi
1) Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah foto polos abdomen
untuk melihat di daerah abdomen dan melihat daerah
gastrointestinal.
2) BNO-IVP foto didaerah abdomen untuk melihat traktus urinaria dari
nier (ginjal) hingga blass ( kandungkemih).
3) Cystoscopy/ Cytografi dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan
hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria,
pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di
dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila
darah datang dari muara ureter di dalam vesika. Selain itu sitoskopi
juga dapat memberi keterangan mengenai besar prostat dengan
mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan
prostat kedalamuretra.
d. Ultrasonografi (USG)
digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga
keadaan buli-buli termasuk residual 11 urin. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara transrektal, transuretal dansuprapubik.
8. Penatalaksanaan
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi,
dan kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia
tidak dapat berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang
berat mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik.
Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik)
untuk drainase yang adekuat.
Jenis terapi pada BPH antara lain:
a. Observasi (watchfullwaiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi
minum kopi dan tidak dioerbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu
sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan
pemeriksaan colok dubur.
b. Terapimedikamentosa
1) Penghambat adrenergika (pazosin, tetrazosin) : menghambat
reseptor pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi
relaksasi. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars
prostatika sehingga aliran air seni dan gejala-gejalaberkurang.
2) Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akanmengecil.
c. Terapibedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio
urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran
kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk
tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi.
Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka
dan pembedahan endourologi.
1) Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka
yang biasa digunakan adalah :
a) Prostatektomi suprapubik Adalah salah satu metode
mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat
dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari
atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan
segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah
pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding
dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah
insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah
abdomenmayor.
b) Prostatektomi perineal Adalah suatu tindakan dengan
mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy
terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah
terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah
inkontinensia, impotensi dan cederarectal.
c) Prostatektomi retropubik Adalah tindakan lain yang dapat
dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah mendekati
kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih
tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk
kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun
jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak
pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat
terjadi diruangretropubik.
2) Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral
dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrikdiantaranya:
a) Transurethral Prostatic Resection(TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan,
reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra
menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan
dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan
ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus
medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang
memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus
menerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah.
Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan
atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal
dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak
enak pada 22 kandung kemih, spasme kandung kemih yang
terus menerus, adanya perdarahan, infeksi,fertilitas
b) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini
dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat
fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang
atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau
kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan
instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada
prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat
pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari
TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-
37%)
c) Holmium laser enucleation of the prostate(HoLEP)
Laser holmium adalah laser berdenyut, menggunakan media
padatyang menggabungkan karbon dioksida dan neodymium:
YAG laser untuk menghasilkan pemotongan jaringan secara
simultan dan kauterisasi. Panjang gelombang juga bisa
diturunkan serat optik dan memiliki zona cedera termal 0,5
hingga 1 mm, sehingga cocok untuk urologi endoskopi operasi.
(Lokeshwar, 2019)
d) Terapi invasiveminimal
Terapi invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko
tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal
diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT),
Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral Needle
Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA), Pemasangan stent
uretra atau prostatcatt.
 Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis
pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah
sakit besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat
menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra
pars prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi
lembek. Alat yang dipakai antara lainprostat.
 Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini
dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di
prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan
melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan
prostat kecil, 23 kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat
menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini
hanya sementar, sehingga cara ini sekarang jarang
digunakan.
 Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini
memakai energy dari frekuensi radio yang menimbulkan
panas mencapai 100 derajat selsius, sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalaniTUNA
sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-kadang
terjadi retensi urine
 Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang
pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika
selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan
yang cukup tinggi. (Nuari, 2017).
9. Prognosis

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada setiap
individu, BPH yang tidak segera diobati memiliki prognosis yang buruk
karena dapat berkembang menjadi kanker prostat (Budaya, 2019).

B. KonsepKeperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH
merujuk ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi : Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun.
Ras kulit hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit
putih. Status social ekonomi memili peranan penting dalam terbentuknya
fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang
penyakit ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat
memiliki resiko lebihtinggi.
b. Riwayat penyakit sekarang : Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada
adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa
tidak puas sehabis miksi, hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten
(kencing terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya
menjadi retensi urine.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran
kemih (ISK), adakah riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien
pernah menjalani pembedahan prostat / herniasebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Kaji adanya keturunan dari salah satu
anggota keluarga yang menderita penyakitBPH.
e. Pola kesehatanfungsional
1) Eliminasi : Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada
malam hari untuk berkemih (nokturia), kekuatan system
perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk mulai
atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi,
apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat
kedalamrectum.
2) Pola nutrisi dan metabolisme : Kaji frekuensi makan, jenis makanan,
makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman,
kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti
anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
3) Pola tidur dan istirahat : Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur
yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari
( nokturia)
4) Nyeri/kenyamanan : Nyeri supra pubis, panggul atau punggung,
tajam, kuat, nyeri punggungbawah
5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat : Pasien ditanya tentang
kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan, penggunaanalkhohol.
6) Pola aktifitas : Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari,
aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga.
Pekerjaan mengangkat beban berat. Apakah ada perubahan sebelum
sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi
tidak mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari – harisendiri.
7) Seksualitas : Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi
pada kemampua seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi
dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan padaprostat.
8) Pola persepsi dan konsep diri : Meliputi informasi tentang perasaan
atau emosi yang dialami atau dirasakan pasien sebelum pembedahan
dan sesudah pembedahan pasien biasa cemas karena kurangnya
pengetahuan terhadap perawatan luka operasi.
2. Diagnosa dan IntervensiKeperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri
Definisi : Pengalaman sensorik atau keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
emosional yang berkaitan dengan tingkat nyeri menurun dengan kriteria  identifikasi lokasi, karakteristik,
kerusakan jaringan aktual atau hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
fungsional dengan onset mendadak  keluhan nyeri menurun nyeri
atau lambar dan berintraksi ringan  meringis menurun  identifikasi skalanyeri
hingga berat yang berlangsung  sikap protektif menurun  identifikasi respon nyeri nonverbal
kurang dari 3 bulan  gelisah menurun Terapeutik
Penyebab :  kesulitan tidur menurun  berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Agen pencedera fisiologis  frekuensi nadi membaik mengurangi rasa nyeri (mis akupresur,
(mis inflamasi, iskemia, terapi musik, terapi pijat dll)
neoplasma)  kontrol lingkungan yang
 Agen pencedera kimiawi memperberrat nyeri
(mis. Terbakar, bahan kimia Edukasi
iritan)  jelaskan penyebab, periode, dan
 Agen pencedera fisik ( mis, pemicunyeri
abses, smputasi, terbakar,  jelaskan strategi meredakan nyeri
trauma, prosedur operasi)  ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
Gejala dan Tanda Mayor menguranginyeri
Subjektif Kolaborasi
 Mengeluh Nyeri  kolaborasi pemberian analgetik, jika
Objektif perlu
 Tampak meringis
 Bersikap protektif (mis.
Posisi menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur
Gejala dan tanda Minor
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif
 Tekanan darah meningkat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berfikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait :
 Kondisi pembedahan
 Cederatraumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut
 Glaukoma
2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Hipertermia
Definisi : Suhu tubuh meningkat di keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
atas rentang normal tubuh. termoregulasi membaik dengan kriteria  Identifikasi penyebab hipertermia
Penyebab hasil : (misal : dehidrasi, terpapar lingkungan
 Menggigil menurun panas, pengunaan inkobator)
 Dehidrasi
 Suhu tubuh membaik  Monitor suhu tubuh
 Terpapar lingkungan panas
 Suhu kulit membaik  Monitor haluaran urine
 Proses penyakit (mis: infeksi,
Terapeutik
kanker)
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Ketidaksesuaian pakaian
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
dengan suhu lingkungan
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Peningkatan laju metabolisme  Berikan cairan oral
 Respon trauma Edukasi
 Aktivitas berlebihan  Anjurkan tirah baring
 Penggunaan inkubator Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan
Gejala dan Tanda Mayor
elektrolit intravena, jika perlu
Subjektif : -
Objektif : Suhu tubuh diatas nilai
normal
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif: -

Objektif :
 Kulitmerah
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait

 Prosesinfeksi
 Hipertiroid
 Stroke
 Dehidrasi
 Trauma
 Prematuritas

3 Retensi Urin Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan Retensi Urine


Definisi : Pengosongan kandung keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
kemih yang tidak lengkap eliminasi urine membaik dengan
 Identifikasi penyebab retensi urine
kriteria hasil:
Penyebab (mis: peningkatan tekanan uretra)
 Sensasi berkemihmenurun
 Monitor intake dan outputcairan
 Peningkatan tekanan uretra  Desakan berkemih (urgensi)
 Monitor tingkat distensi kandung
 Kerusakan arkus refleks menurun
kemih dengan palpasi/perkusi
 Blokspingter  Distensi kandung kemih
 Disfungsi neurologis (mis, menurun Terapeutik
trauma, penyakit saraf)  Berkemih tidak tuntas
 Fasilitasi berkemih dengan interval
 Efek agen farmakologis (mis, (hesitancy) menurun
yang teratur
atropine, belladonna,  Volume residu urin meningkat  Berikan rangsangan berkemih (mis
psikotropik, antihistamin,  Urin menetes menurun mengalirkan air keran, membilas
opiate) toilet, kompres dingin pada abdomen
 Pasang kateter urin, jikaperlu
Gejala dan Tanda Minor
Edukasi
Subjektif
 Sensasi penuh pada kandung  Jelaskan penyebab retensi urine
kemih  Anjurkan pasien atau keluarga untuk
Objektif mencatat output urine
 disuria/anuria
 distensi kandung kemih

Gejala dan tanda minor

Subjektif
 Dribbling
Objektif
 Inkontinensia berlebih
 Residu urine 150 ml atau
lebih
Kondisi klinis terkait

 Benigna prostat hiperplasia


 Pembengkakan perineal
 Cedera medulla spinalis
 Rektokel
 Tumor di saluran kemih

4 Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan Syok
Definisi : berisiko mengalami keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
penurunan sirkulasi darah ke ginjal. perfusi renal meningkat dengan kriteria  Monitor status kardiopulmonal
Faktor resiko: hasil : (frekuensi dan kekuatan nadi,
 Kekurangan volumecairan  Tekanan arteri rata-rata frekuensi napas, TD,MAP)
 Disfungsi ginjal membaik  Monitor status oksigenasi (Oksimetri
 Keganasan  Kadar urea nitrogen darah nadi,AGD)

 Hipoksemia membaik  Monitor status cairan (masukan dan

 Hipoksia  Kadar kreatinin plasma haluaran, turgor kulit,CRT)

 Asidosismetabolik membaik  Monitor tingkat kesadaran dan respon

 Lanjut usia pupil


Terapeutik
 Sindrom kompartemen  Berikan oksigen untuk
abdomen mempertahankan saturasi oksigen
Kondisi klinis terkait: >94%
 Diabetes mellitus  Persiapkan intubasi dan ventilasi
 Hipertensi mekanis, jika perlu
 Syok  Pasang jalur IV, jika perlu
 Keganasan  Pasang kateter urin, untuk menilai
 Lukabakar produksi urin, jikaperlu

 Pembedahan jantung Edukasi

 Penyakitginjal  Jelaskan penyebab/faktor risiko syok

 Trauma  Jelaskan tanda dan gejala awal syok


Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jikaperlu
 Kolaborasi pemberian transfusi darah,
jikaperlu
 Kolaborasi pemberian anti inflamasi,
jika perlu
5 Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan Infeksi
Definisi : Beresiko mengalami keperawatan ... x 24 jam.Diharapkan Observasi
pengingkatan terserang organisms tingkat infeksi menurun dengan kriteria  Monitor tanda dan gejala infeksi
patogenik hasil: lokal/sistemik
Faktor Risiko  Demam menurun Terapeutik
 Penyakitkronis  Kemerahan menurun  Batasi jumlah pengunjung
 Efek prosedurinvasive  Nyeri menurun  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Malnutrisi  Bengkak menurun kontak dengan pasien dan
 Peningkatan paparan  Kadar sel darah putih membaik lingkungannya
organisme pathogen  Kultur darah membaik  Pertahankan teknik aseptik pada
lingkungan  Kultur urine membaik pasien berisiko tinggi
 Ketidakadekutan pertahanan Edukasi
tubuh primer  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Gangguan peristaltic  Ajarkan cara mencuci tangan dengan
 Kerusakan integritas kulit benar

 Perubahan sekresipH  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka

 Merokok /luka operasi

 Ketidakadekutan pertahanan  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

tubuhsekunder  Anjurkan meningkatkan asupan cairan

 Penurunan hemoglobin Kolaborasi

 Imununo supresi  Kolaborasi pemberian imunisasi,jika


 Leukopenia perlu

6 Ansietas Setelah dilakukan tindakan asuhan Reduksi Ansietas


Ansietas keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
Definisi : kondisi emosi dan tingkat ansietas menurun dengan  Identifikasi saat tingkat ansietas
pengalaman subyektif individu kriteriahasil: berubah (mis kondisi, waktu,stressor)
terhadap objek yang tidak jelas dan  Verbalisasi kebingungan  Monitor tanda-tanda ansietas
spesifik akibat antisipasi bahaya menurun Terapeutik
yang memungkinkan individu  Verbalisasi khawatir akibat  Temani pasien untuk mengurangi
melakukan tindakan untuk kondisi yang dihadapi menurun kecemasan
menghadapi ancaman.  Perilaku gelisah menurun  Pahami situasi yang membuat ansietas
Penyebab  Perilaku tegang menurun  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Ancaman terhadap kematian Edukasi
 Kekhawatiran mengalami  Informasikan secara aktual mengenai
kegagalan diagnosis, pengobatan, prognosis
 Kurang terpapar informasi  Anjurkan keluarga untuk tetap
Gejala dan Tanda Mayor bersama pasien
Subjektif:  Latih teknik relaksasi
 Merasa bingung Kolaborasi
 Merasa khawatir dengan  Kolaborasi pemberian obat
akibat dari kondisi yang anti ansietas, jika perlu
dihadapi
 Sulit berkonsentrasi
Objektif
 Tampak gelisah
 Tampak tegang
 Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
 Mengeluh pusing
 Anoreksia
 Palpitasi
 Merasa tidakberdaya
Objektif
 Frekuensi napas meningkat
 Frekuensi nadi meningkat
 TD meningkat
 Muka tampak pucat
 Suara bergetar
Kondisi Klinis terkait
 Penyakit kronis progresif
(miskanker)
 Rencana operasi
DAFTAR PUSTAKA

Budaya, Taufiq Nur dan Besut Daryanto. (2019). A to Z BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia). Malang : UB Press.
Lorenzo, Guillermo dan Thomas dkk. (2019). Computer simulations suggest that
prostate enlargement due to benign prostatic hyperplasia mechanically
impedes prostate cancer growth. Published under the PNASLesence
Lokeshwar, Soum D. (2019). Epidemiology and treatment modalities for the
management of benign prostatic hyperplasia. Translational Andrology and
Urology, Vol 8, No 5 October 2019
Madersbacher, Stephan dkk. (2019). Pathophysiology of Benign Prostatic
Hyperplasia and Benign Prostatic Enlargement: A Mini-Review. Gerentology.
DIO:10.1159/000496289
Nuari, Nian Afrian. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan Ed-1 Cetakan 1. Yogyakarta : Deepublish.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediacton
Publishing.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus PusatPPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai