LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)
DISUSUN OLEH :
DESRINA AKMAR
14420201023
CIINSTITUSI
(.........................)
2. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria
usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun. Selain faktor
tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga penyebab timbulnya hiperplasia
prostat, yaitu sebagai berikut :
a. Dihydrotestosterone
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis
dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalamsel
prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang
dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada
BPH, aktivitas enzim 5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen
lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH
lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostatnormal.
b. Ketidakseimbangan hormoneestrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan
antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon
estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
c. Interaksi stroma –epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari
DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma
dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan
pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya
mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
d. Berkurangnya sel yangmati
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel
yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya,
kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal,
terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel.
Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam
keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan
masaprostat.
e. Teori stelstem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel
baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem,
yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen,
sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi
apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai
ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel. (Nuari,2017).
3. Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar
dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses
pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,
keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi
sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria
dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan
menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhanbakteri.
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin
yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi
maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi).
Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami
iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa
bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan
frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin
berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih/disuria.
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan
obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik 16
menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal
ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu
miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan
hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih.Batu ini dapat
menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat
juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan
pielonefritis (Budaya, 2019).
Prostat, seperti jaringan aksesori seks lainnya, dirangsang dalam
pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi sekretorinya dengan terus adanya
hormon dan faktor pertumbuhan tertentu. Yang terpenting di antaranya
adalah testosteron. Tes serum- tosteroneis di bawah aksis hormon pestisida
(testosteron) di bawah kontrolofthehypothalamic (LHRH) - hipofisis (LH /
FSH) -testikular (testosteron). Testosteron yang berasal dari testis (95%) dan
kelenjar ginjal (5%) adalah serum androgen utama yang merangsang
pertumbuhan prostat. Konsentrasi testosteron rata-rata dalam plasma kira-kira
600 ng / mL. Kadar testosteron serum-satu tetap cukup konstan antara usia 25
dan 60 tahun, namun menurun secara bertahap setelahnya. Meskipun
testosteron adalah androgen plasma primer, tampaknya berfungsi sebagai
prohormon dalam bentuk androgen yang paling aktif di prostat adalah
dihidrotestosteron (DHT) (Gbr. 1). Regulasi hormonal BPH tergantung pada
keberadaan androgen dan reseptor estrogen. Selain itu, aktivitas enzim 5α-
reduktase berperan penting dalam patogenesis BPH. (Madersbacher,2019)
4. PenyimpanganKDM
Ketidakseimbangan
c Faktorusia Sel prostatunsurpanjang Proliferasi abnormal selstem
estrogen-testosterone
Peningkatan
BPH Menekan
Hipotalamus
suhu tubuh termoreguler
Hipertermia
Pertumbuhan nodula-nodula
Prosedur pembedahan Hyperplasia jaringan penyanggastroma
fibroadenomatosa majemuk dalam
dan elemen glandular padaprostat
prostat
Iritasi mukosa kandung kemih, Lobus yang hipertrofi menyumbat
Jaringan ini terdiri atas sel dgn terputusnya jaringan, trauma vesika/urethraprostatik
stoma fibrosa yang berbeda-beda akibat transisi
Pengosongan urininkomplit Retensi Urin
Hipertrofi jaringan periuretra Hidronefrosis
Keinginan untuk berkemih
Obstruksi leher kandung kemih
Perubahan statuskesehatan
Distensi abdomen dan kandung kemih
Penurunan Kurangnya informasi tentang Risiko
Rangsangan
Merangsang pengeluaran mediator kimia pertahan tubuh penyakitnya perfusi renal
saraf
(histamine, bradikinin, prostoglandin) tidak efektif
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada setiap
individu, BPH yang tidak segera diobati memiliki prognosis yang buruk
karena dapat berkembang menjadi kanker prostat (Budaya, 2019).
B. KonsepKeperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH
merujuk ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi : Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun.
Ras kulit hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit
putih. Status social ekonomi memili peranan penting dalam terbentuknya
fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang
penyakit ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat
memiliki resiko lebihtinggi.
b. Riwayat penyakit sekarang : Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada
adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa
tidak puas sehabis miksi, hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten
(kencing terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya
menjadi retensi urine.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran
kemih (ISK), adakah riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien
pernah menjalani pembedahan prostat / herniasebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Kaji adanya keturunan dari salah satu
anggota keluarga yang menderita penyakitBPH.
e. Pola kesehatanfungsional
1) Eliminasi : Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada
malam hari untuk berkemih (nokturia), kekuatan system
perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk mulai
atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi,
apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat
kedalamrectum.
2) Pola nutrisi dan metabolisme : Kaji frekuensi makan, jenis makanan,
makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman,
kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti
anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
3) Pola tidur dan istirahat : Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur
yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari
( nokturia)
4) Nyeri/kenyamanan : Nyeri supra pubis, panggul atau punggung,
tajam, kuat, nyeri punggungbawah
5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat : Pasien ditanya tentang
kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan, penggunaanalkhohol.
6) Pola aktifitas : Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari,
aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga.
Pekerjaan mengangkat beban berat. Apakah ada perubahan sebelum
sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi
tidak mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari – harisendiri.
7) Seksualitas : Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi
pada kemampua seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi
dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan padaprostat.
8) Pola persepsi dan konsep diri : Meliputi informasi tentang perasaan
atau emosi yang dialami atau dirasakan pasien sebelum pembedahan
dan sesudah pembedahan pasien biasa cemas karena kurangnya
pengetahuan terhadap perawatan luka operasi.
2. Diagnosa dan IntervensiKeperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri
Definisi : Pengalaman sensorik atau keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
emosional yang berkaitan dengan tingkat nyeri menurun dengan kriteria identifikasi lokasi, karakteristik,
kerusakan jaringan aktual atau hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
fungsional dengan onset mendadak keluhan nyeri menurun nyeri
atau lambar dan berintraksi ringan meringis menurun identifikasi skalanyeri
hingga berat yang berlangsung sikap protektif menurun identifikasi respon nyeri nonverbal
kurang dari 3 bulan gelisah menurun Terapeutik
Penyebab : kesulitan tidur menurun berikan teknik nonfarmakologis untuk
Agen pencedera fisiologis frekuensi nadi membaik mengurangi rasa nyeri (mis akupresur,
(mis inflamasi, iskemia, terapi musik, terapi pijat dll)
neoplasma) kontrol lingkungan yang
Agen pencedera kimiawi memperberrat nyeri
(mis. Terbakar, bahan kimia Edukasi
iritan) jelaskan penyebab, periode, dan
Agen pencedera fisik ( mis, pemicunyeri
abses, smputasi, terbakar, jelaskan strategi meredakan nyeri
trauma, prosedur operasi) ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
Gejala dan Tanda Mayor menguranginyeri
Subjektif Kolaborasi
Mengeluh Nyeri kolaborasi pemberian analgetik, jika
Objektif perlu
Tampak meringis
Bersikap protektif (mis.
Posisi menghindari nyeri)
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
Gejala dan tanda Minor
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif
Tekanan darah meningkat
Pola napas berubah
Nafsu makan berubah
Proses berfikir terganggu
Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri
Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait :
Kondisi pembedahan
Cederatraumatis
Infeksi
Sindrom koroner akut
Glaukoma
2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Hipertermia
Definisi : Suhu tubuh meningkat di keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
atas rentang normal tubuh. termoregulasi membaik dengan kriteria Identifikasi penyebab hipertermia
Penyebab hasil : (misal : dehidrasi, terpapar lingkungan
Menggigil menurun panas, pengunaan inkobator)
Dehidrasi
Suhu tubuh membaik Monitor suhu tubuh
Terpapar lingkungan panas
Suhu kulit membaik Monitor haluaran urine
Proses penyakit (mis: infeksi,
Terapeutik
kanker)
Sediakan lingkungan yang dingin
Ketidaksesuaian pakaian
Longgarkan atau lepaskan pakaian
dengan suhu lingkungan
Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Peningkatan laju metabolisme Berikan cairan oral
Respon trauma Edukasi
Aktivitas berlebihan Anjurkan tirah baring
Penggunaan inkubator Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
Gejala dan Tanda Mayor
elektrolit intravena, jika perlu
Subjektif : -
Objektif : Suhu tubuh diatas nilai
normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: -
Objektif :
Kulitmerah
Kejang
Takikardi
Takipnea
Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
Prosesinfeksi
Hipertiroid
Stroke
Dehidrasi
Trauma
Prematuritas
Subjektif
Dribbling
Objektif
Inkontinensia berlebih
Residu urine 150 ml atau
lebih
Kondisi klinis terkait
4 Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan Syok
Definisi : berisiko mengalami keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
penurunan sirkulasi darah ke ginjal. perfusi renal meningkat dengan kriteria Monitor status kardiopulmonal
Faktor resiko: hasil : (frekuensi dan kekuatan nadi,
Kekurangan volumecairan Tekanan arteri rata-rata frekuensi napas, TD,MAP)
Disfungsi ginjal membaik Monitor status oksigenasi (Oksimetri
Keganasan Kadar urea nitrogen darah nadi,AGD)
Budaya, Taufiq Nur dan Besut Daryanto. (2019). A to Z BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia). Malang : UB Press.
Lorenzo, Guillermo dan Thomas dkk. (2019). Computer simulations suggest that
prostate enlargement due to benign prostatic hyperplasia mechanically
impedes prostate cancer growth. Published under the PNASLesence
Lokeshwar, Soum D. (2019). Epidemiology and treatment modalities for the
management of benign prostatic hyperplasia. Translational Andrology and
Urology, Vol 8, No 5 October 2019
Madersbacher, Stephan dkk. (2019). Pathophysiology of Benign Prostatic
Hyperplasia and Benign Prostatic Enlargement: A Mini-Review. Gerentology.
DIO:10.1159/000496289
Nuari, Nian Afrian. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan Ed-1 Cetakan 1. Yogyakarta : Deepublish.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediacton
Publishing.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus PusatPPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI