Anda di halaman 1dari 33

REFLEKSI KASUS

Mei 2019

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

Disusun Oleh :

Lilis Endah Sulistiyawati paneo

N 111 17 044

Pembimbing Klinik :

dr. Aristo, Sp.U

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan melingkari urethra posterior. Bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat urethra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Sebagian besar hiperplasia
prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat
berasal dari zona perifer. 1
Benign prostatic hyperplasia (BPH), salah satu penyakit paling umum
yang terjadi pada pria lanjut usia, dapat terkait dengan gejala saluran kemih
bagian bawah (LUTS) yang mempengaruhi kualitas hidup dengan mengganggu
aktivitas normal sehari-hari dan pola tidur. Prevalensi histopatologis BPH
tergantung pada usia, dengan perkembangan awal biasanya setelah usia 40 tahun.
Pada usia 60 tahun, prevalensinya lebih dari 50% dan pada usia 85 adalah sebesar
90%. Seiring dengan bukti histologis, prevalensi gejala yang mengganggu juga
meningkat dengan bertambahnya usia. Sekitar setengah dari seluruh pria yang
memiliki diagnosis histologis memiliki LUTS sedang hingga berat.2,3
Berdasarkan penelitian pada 141.035 pria, insidensi BPH yauti 15 kejadian
per 1000 pria per tahunnya. Insidensi ini meningkat seiring dengan pertambahan
usia menjadi 38 kejadian per 1.000 pria usia 75-79 85% dari 351 pria dengan rata-
rata usia 58 tahun mengalami BPH dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda,
yaitu 56% mengalami BPH ringan, 24% mengalami BPH moderate dan %%
mengalami BPH berat.4
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk menjelaskan
tentang kasus pasien dengan BPH.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT


Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang
terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior.
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang tidak berpasangan di bawah
dasar vesica urinaria. Kelenjar prostat berukuran 4 x 3 x 2 cm (20 gram)
dan memiliki dasar di superior dan apeks inferior. Kelenjar tersebut terdiri
dari lobus dextra dan lobus sinistra, yang dibatasi oleh Sulcus yang kecil
dan lobus medius. Kelenjar prostat mengeluarkan sekresinya ke dalam
urethra yang berjalan di tengah (pars prostatica).1,5

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 5


a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior

2
Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona : 5
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus
tengah meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten
terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu
kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma
fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar
abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 2. Zona Kelenjar Prostat

3
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-
sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari
cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak
asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai
fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret
prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar
prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan
perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80%
pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen
Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3

II. DEFINISI

Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah tumor jinak kelenjar


prostat yang menyebabkannya membesar hingga mencapai 100 gra,. BPH
adalah suatu kondisi yang biasanta terjadi dengan berbagai tingkat pada
semua laki-laki berusia lebih dari 70 tahun. Kerena BPH berkembang dari
zona sentral kelenjar, konstriksi urethra dan kesulitan miksi yang terjadi
merupakan gejala awal penyakit tersebut.1,5

Gambar 3. Benign Prostat Hyperplasia

4
III. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak
adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara
estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)
Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.6
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang
sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk
dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada
inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.1
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH
tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja
pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen
lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal. 6

b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun,
sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara
estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa
estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat

5
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun
rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone
menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang
lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 1

c. Interaksi stroma epitel


Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan
sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma
melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-
sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 1

d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)


Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga
mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen
berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat.1

e. Teori stem cell


Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa
pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan
epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di
dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel
aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel
aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara

6
mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan
berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.1,6

IV. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang
di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit
aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang
memacu pertumbuhan kelenjar prostat. 1,6
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatimus. 1, 7
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau
terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke
dalam gagal ginjal. 6,7

V. MANIFESTAS KLINIK

7
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)6

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :

Obstruksi Iritasi

 Hesitansi  Frekuensi

 Pancaran miksi lemah  Nokturi

 Intermitensi  Urgensi

 Miksi tidak puas  Disuria

 Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang terjadi,


jika ada disebabkan oleh
 Terminal dribbling (menetes) ketidakstabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.
 Volume urine menurun

 Mengejan saat berkemih

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan


dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan
pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat
beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring
System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological
Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta
untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan
skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19
sedang, dan 20-35 berat.1

8
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas1

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi


antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam
(infeksi/ urosepsis).

c. Gejala di luar saluran kemih

Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti


penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena
sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdominal.
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:

9
 Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE
(colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine
kurang dari 50 ml.

 Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1,


prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa
urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.

 Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba


lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.

 Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.8

VI. PEMERIKSAAN FISIK

Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra
simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu
menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.8

1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )1,6

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat


memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya
kelainan lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba
prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

 Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

 Adakah asimetri

 Adakah nodul pada prostat

 Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih
dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.

10
Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal,
permukaan licin dan konsistensi kenyal. Pemeriksaan fisik apabila sudah
terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal
dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit
pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba
apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh (ditemukan massa
supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal harus
mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna
harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain
yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa
navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,
condiloma di daerah meatus.3

11
2) Derajat berat obstruksi

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah


sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur
urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula
diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah
miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk
indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.Derajat berat
obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu
miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-
rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.
Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik,
sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang. 9

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium 5,7,9:


a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit,
leukosit, bakteri, protein atau glukosa.

12
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba
yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk
insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid
residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang
dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli
neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi 9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan
stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot
hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola
fibroadenomyomatous hyperplasia
3. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:
a. Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan
tanda suatu retensi urine
b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5,7,10
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe
dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di
prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari
kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah
suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan

13
probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk
tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong
jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy
terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan
untuk pengukur volume prostat, caranya antara lain :
 Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata
area horizontal diukur dari dasar sampai puncak.
 Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi
(H/height) ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan
rumus : ½ (H x W x L)
c. Sistoskopi 7,10
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan
setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua
hilang. Tabung, disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa dan
sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam
uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk
menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan
derajat obstruksi.
d. Ultrasonografi trans abdominal 10
 Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan
pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic
dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung
menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan
hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”.
 USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH
yang lama.

14
Gambar 5. Gambaran Sonografi Prostat Normal

4. Pemeriksaan lain6,10 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur:
 Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan
kateterisasi/USG setelah miksi
 Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang
sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya
kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void
residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung
kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan
sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes
dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

15
Gambar 6. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH
Keterangan :

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran


urin lebih dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia
prostat, terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang
dari 10mL/s, pasien ini urin residunya 100 mL.

VIII. KOMPLIKASI
 Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin,
distensi kandung kemih, nyeri suprapubik
 Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli
teraba, tidak nyeri
 Infeksi traktus urinaria
 Batu buli
 Hematuri
 Inkontinensia-urgensi
 Hidroureter
 Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal1,6

16
IX. PENATALAKSANAAN

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan


medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh
sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja.
Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan
medik yang lain karena keluhannya semakin parah. 1
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan
miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi
intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5)
mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas
penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.6

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal


Watchful Penghambat Prostatektomi terbuka  TUMT
waiting adrenergik α  TUBD
Penghambat Endourologi  Stent uretra
reduktese α  TUNA
Fisioterapi 1. TURP
Hormonal 2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai
sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1)
jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat),
(3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama.

17
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa
blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan
cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5α-reduktase.
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 10,
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang
membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh
pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin
(Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua
seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini
akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan
gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran
prostat.

2) Penghambat 5 α reduktase 9
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh
enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT
menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,

18
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran
prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pembedahan
1) Microwave transurethral.10
Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan
gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan
prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave
thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim
gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat
dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem
pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat
dilakukan secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum
dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia.
Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi
mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan
intermitensi.

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA


menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA)
sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy
radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region
prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan
akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan
mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas


untuk menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah
kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra

19
sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah
komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan
memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan
panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra
dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui
urin

d. Bedah
1) Operasi transurethral. 1,6,10
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah
memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan
memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP)
digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan
untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope
dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar
12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk
mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong
jaringan dan segel pembuluh darah.

Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut


Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),


prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan
kecil di leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat.
Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu
besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang
umurnya masih muda.

20
2) Open surgery. 6,10,
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak
dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal,
dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar
sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika
kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi
terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal
(Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat
terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi
retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%).
Perbaikan gejala klinis 85-100%.
5, 7,10
3) Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami
koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi.
Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi
ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya
adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan
disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak
langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate
lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke
dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan
beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik.
Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan.

a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain,


koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik
langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

21
b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan
prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini
memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang
cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan
pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada
prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan
waktu operasi yang lebih lama.
e. Kontrol berkala 5

 Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk
mengetahui apakah terdapat perbaikan klinis
 Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
 Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan
melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca
miksi
 Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan
penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin
 Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui
kemungkinan penyulit.

22
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 75 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 09 April 2019
Ruangan : Gawalise 6 RS Samaritan
ANAMNESIS
Keluhan Utama : tidak bisa BAK
Anamnesis Terpimpin :
Pasien laki – laki 75 tahun masuk Rumah sakit dengan keluhan tidak bisa
BAK sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan disertai BAK terputus-
putus sejak ± 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. BAK terputus-putus dialami
setiap hari, BAK berwarna kuning tua, berpasir (-), darah (-), nyeri saat BAK (-).
Pasien mengeluhkan sulit BAK hingga pasien harus mengejan saat BAK, ada rasa
tidak puas saat berkemih, air kencing biasanya menetes di kaki pasien. Pasien juga
mengeluhkan 1 minggu yang lalu pasien sering terbangun untuk BAK saat malam
sekitar >3 kali. Dalam sehari biasanya pasien BAk >10 kali kali. Keluhan demam
(-), sesak napas (-), nyeri perut (+) bagian bawah, mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, darah (-).
Riwayat penyakit sebelumnya:
Pasien mengaku pernah mengalami hal serupa sebelumnya 2 minggu
sebelum masuk Rumah sakit. Pasien pernah berobat ke poliklinik RSUD Undata
10 hari sebelum masuk Rumah Sakit kemudian disarankan untuk mejalani
operasi. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus penyakit jantun dan
penyakit ginjal disangkal.
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus atau alergi dalam keluarga,
tidak ada anggota keluarga yang mengeluh hal serupa.

23
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmhg Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Suhu : 36,8C
Skala nyeri :4
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephali
Konjungtiva Anemis -/-, sklera ikterik -/-
Pupil isokor +/+ diameter 3mm/3mm
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening -/-
Thoraks
Paru-paru : Inspeksi : pergerakan simetris bilateral, tidak ada jejas
Palpasi : vocal fremitus sama bilateral
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler +/+, Rh-/-, wh-/-
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : redup
Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 reguler
Abdomen
Inspeksi : bentuk kesan datar
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani diseluruh kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+) regio suprapubic, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Superior : akral hangat +/+, edema -/-
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-

Pemeriksaan Rectal Toucher :


- Sfingter ani menjepit

24
- Pada mukosa anterior teraba massa berukuran 2-3 cm yang konsistensinya
kenyal, permukaan rata, batas tegas, puncak agak sulit dicapai. Tidak teraba
nodul, nyeri (-).
- Pada handscoon : darah (-), lendir (-), feses (-)

Skor IPSS : (3+3+5=2+3+4+2) = 22

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : tanggal 30/03/2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah rutin :
Leukosit
9,89 103/ul 4,5-13
Eritrosit
5,30 106/ul 3,8-5,2
Hemoglobin
15,0 g/dl 12,8-16,8
Hematokrit
44,9 % 35-47
Trombosit
317 103/ul 154-442
Neutrofil
6,94 103/uL 1,0 – 7,0
LED
10 mm/jam <10 mm/jam

Glucose Sewaktu
84,2 mg/dl 80-199
SGOT
31,7 U/L 0,0-37,0
SGPT
25,1 U/L 0,0-41,0
Kimia klinik:

HbsAg
Reaktif

Profil ginjal

Creatinin
0,91 mg/dl 0,60-1,30
Ureum
16,4 mg/dl 15,0-43,2

Elektrolit

25
Natrium 146 mmol/L 135 – 145

Kalium 4,4 mmol/L 3,5 – 5,5

Klorida 103 mmol/L 96 – 106

USG Abdomen (01/04/2019)

Volume prostat : 5.95 x 5.05 x 5.45 x 0.52 = 85 cc

Resume :
Pasien laki – laki 75 tahun masuk Rumah sakit dengan keluhan retensi urin
sejak ± 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan disertai intermittency miksi
sejak ± 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit yang dialami setiap hari, miksi
berwarna kuning tua. Keluhan straining (+), residual urin (+), pancaran urin lemah

26
(+), frequency dan nokturia (+) sejak 1 minggu yang lalu nyeri perut (+)
suprapubic. Pasien mengaku pernah mengalami hal serupa sebelumnya 2 minggu
sebelum masuk Rumah sakit. Pada pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan (+) regio suprapubic. Pada
pemeriksaan rectal toucher didapatkan penonjolan prostat teraba kenyal berukuran
2-3 cm dengan pole atas dulit dicapai.

Diagnosa : Benign Prostat Hyperplasia grade III

Penatalaksanaan :

Medikamentosa :

- IVFDNacl 0,9% 500 cc  20 tpm


- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/8jam/IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/IV

Non medikamentosa :

- Rencana TURP (Transurethral Resection Prostat)

Operatif :

Diagnosis pra bedah : Benign Prostat Hiperplasia Grade III

Diagnosis pasca bedah : Benign Prostat Hiperplasia Grade III

Nama operasi : TURP (Transurethral Resection Prostat)

Laporan operasi

1. Pasien diposisikan dengan posisi litotomi, dan melakukan aseptik keseluruh


lapangan operasi.

2. Sistoskopi : mukosa buli hiperemis (+), trabekulasi besar (+), sakkulasi (+),
massa (-), batu (-), bladder tunggal, kesan lobe (+) 2 cm.

3. Reseksi prostat dengan cutting loop.

27
4. Evakuasi glandula prostat dengan evakuator.

5. Kontrol perdarahan.

6. Pasang Frayer 24 Fr 3 way, bahan isi aquadest 40 cc.

7. Operasi selesai.

Dokumentasi operasi

28
Follow up

Hari/
tangga subjektif Objektif assesment penanganan
l

Nyeri perut bagian TD: 120/80 Benign -IVFD NaCL


bawah (+), BAK (+) Prostat 0,9% 20 tpm
N: 84x/m
kateter Hiperplasia
-Inj. Ketorolac
09/4/20 R: 20x/m Grade III
30mg/8j/IV
19 S: 36,8°C
-Inj. Ranitidin
50mg/12j/IV

-Pro TURP

Nyeri perut bagian TD: 110/80 Post TURP -IVFD NaCL


bawah berkurang(+), H1 a/i 0,9% 20 tpm
N: 88x/m
BAK (+) kateter Benign
-Inj. Ketorolac
R: 20x/m Prostat
30mg/8j/IV
Hiperplasia
S: 37,0 °C
10/4/20 Grade III -Inj. Ranitidin
19 50mg/12j/IV

-Inj. Ceftriaxon
1 gr/12 jam/IV

-Inj. Transamin
500mg/8j/IV

11/4/20 Nyeri perut bagian TD: 120/70 Post TURP - Cefadroxil


19 bawah (-), BAK (+) H2 a/i 2x500 mg
N: 78x/m
kateter Benign
R: 20x/m Prostat
Hiperplasia
S: 36,6 °C

29
Grade III

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan aloanamnesis dan


heteroanamnesis, serta dari pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien laki – laki 75 tahun masuk Rumah sakit dengan keluhan
retensi urin sejak ± 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan disertai
intermittency miksi sejak ± 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit yang dialami
setiap hari, miksi berwarna kuning tua. Keluhan straining (+), residual urin (+),
pancaran urin lemah (+), frequency dan nokturia (+) sejak 1 minggu yang lalu
nyeri perut (+) suprapubic. Pasien mengaku pernah mengalami hal serupa
sebelumnya 2 minggu sebelum masuk Rumah sakit.
Benign Prostatic Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika. Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah
(LUTS) terdiri atas gejala voiding, storage, dan pasca miksi. Untuk menilai
tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli
urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh organisasi Kesehatan
Dunia (WHO adalah skor internasional gejala prostat atau I-PSS (International
Prostatic Symptom Score). Pada pasien didapatkan IPSS dengan nilai 22 yang
berarti berat.
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kelelahan
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk
retensi urin akut. Low Urinary Tract Syndrome (LUTS) terdiri atas gejala
obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena
penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar.
Gejalanya seperti hesistancy, intermittency, weak stream, sensation of incomplete
emptying. Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria

30
yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan hipersensitifitas otot
destrusor karena pembesaran prostat. Gejalanya seperti frequency, nokturia,
urgency.
Pada pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan nyeri tekan (+) regio suprapubic. Pada pemeriksaan rectal toucher
didapatkan penonjolan prostat teraba kenyal berukuran 2-3 cm dengan pole atas
dulit dicapai. Menurut teori, untuk menentukan kriteria prostat yang membesar
dapat dilakukan salah satunya dengan cara rektal grading. Berdasarkan penonjolan
prostat ke dalam rektum :

 derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum


 derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
 derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
 derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
Pada pasien ini, didapatkan BPH Grade III, sehingga untuk
penatalaksanaannya yang direncanakan untuk dilakukan Transurethral Resection
of Prostat (TURP). Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron
(DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori
Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron,
(3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian
sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel. Pada pasien ini diduga kuat dipengaruhi
oleh faktor usia yang saat ini mencapai 75 tahun.

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.


Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo BP. 2015. Dasar-Dasar Urologi Edisi 3. Sagung Seto : Jakarta.


2. American Urology Association Education and Reaserch. 2018. Benign
Prostatic Hyperplasia: Surgical Management of Benign Prostatic
Hyperplasia/Lower Urinary Tract Symptoms (2018, amended 2019).
Guidelines statement.
3. American Urology Association Education and Reaserch. 2010. American
Urological Association Guideline: Management of Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH).
4. Kemalasari DW, Nilapsari R, Rusmartini T. 2015. Korelasi Disfungsi Seksual
dengan Usia dan Terapi Benign Prostatic Hyperplasia. Artikel Penelitian.
Global and Health Communication Vo. 3 No.2.
5. Paulsen F, Waschke J. 2012. Sobotta : Atlat Anatomi Tubuh Manusia Edisi
23. EGC : Jakarta.
6. De Jong W., Sjamsuhidajat R.,(editor). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi. EGC: Jakarta.
7. Foo KT. 2017. Pathophysiology of Clinical Benign Prostatic Hyperplasia.
Asian Journal of urology (2017) 4 : 152-157.
8. Adelia F, Monoarfa A, Wagiu A. 2017. Gambaran Benigna Prostat
Hiperplasia di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2014 –
Juli 2017. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 5, Nomor 2.
9. Nickel C, et al. 2018. Canadian Urological Association guideline on male
lower urinary tract symptoms/benign prostatic hyperplasia (MLUTS/BPH):
2018 update . CUA guidelines.
10. Gravas S, et al. 2018. Management of Non-Neurogenic Male Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS), incl. Benign Prostatic Obstruction (BPO). EAU
guidelines.

32

Anda mungkin juga menyukai