DI SUSUN OLEH:
CI LAHAN CI INSTITUSI
(BPH) adalah suatu penyakit pembesaran atau hipertrofi dari prostat. Kata-kata
hipertrofi seringkali menimbulkan kontroversi di kalangan klinik karena sering rincu dengan
hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi (kualitas) terjadi pembesaran sel, namun
tidak diikuti oleh jumlah (kuantitas). Namun, hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
(kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH seringkali menyebabkan
gangguan dalam eliminasi urine karena pembesaran prostat yang cederung kearah depan/
menekan vesika urinaria (Prabowo dan Andi, 2020). Hiperplasia noduler ditemukan pada
sekitar 20% laki-laki dengan usia 40 tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi
90% pada usia 70 tahun. Pembesaran ini bukan merupakan kanker prostat, karena konsep
BPH dan karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis, sebanarnya kelenjar prostat
merupakan kelenjar ejakulasi yang membantu menyemprotkan sperma dari saluran (ductus).
Pada waktu melakukan ejakulasi, secara fisiologis prostat membesar untuk mencegah urine
dari vesika urinaria melewati uretra. Namun, pembesaran prostat yang terus menerus akan
berdampak pada obstruksi saluran kencing (meatus urinarius internus) (Mitchell, 2020 dalam
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
bidang koronal. Apeksnya menuju ke bawah dan terletak tepat diatas fasia profunda dari
jaringan prostat dari ruang preprostatika dan permukaan posteriornya dipisahkan dari
Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20-25 gram dengan ukuran rata-
rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus
yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2
buah. Prostat dikelilingi kapsul yang kurang lebih berdiameter 1 mm terdiri dan serabut
ahli membagi prostat menjadi 5 lobus : lobus anterior, medial, posterior, dan 2 lobus
Kelenjar prostat merupakan organ yang kompleks yang terdiri dari jaringan
glandular dan non glandular, glandular terbagi menjaadi 3 zona besar: sentral (menempati
25 %), perifeal (menempati 70 %), dan transisional (menempati 5%). Perbedaan zona-
zona ini penting secara klinis karena zona perifeal sangat sering sebagai tempat asal
keganasan, dan zona transisional sebagai tempat asal benigna prostat hiperplasia.
Uretra dan verumontanium dapat dipakai
sebagai patokan untuk prostat. Bagian proksimal uretra membentang melalui 1/3 bagian
depan prostat dan bersinggungan dengan kelenjar periutheral dan sfingter preprostatik.
Pada tingkat veromontanium, urethra membentuk sudut anterior 35 0dan urethra pars
prostatika distal bersinggung dengan zona perifal. Volume zona sentral adalahyang
terbesar pada individu muda, tapi dengan bertambahnya usia zona ini atrofi secara
hiperplasia. Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui
Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran otot polos disekitar urethra
proksial pada leher buli, dimana lembaran ini bergabung dengan spinkter interna dan
otot detrusor dari tempat dimana dia berasal. Dekat apeks otot polos ini bergabung
b. Zona perifer
Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas 65-67 % dari
seluruh jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal dari zona ini.
c. Zona Sentral
Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas dan dibelakang
verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral dan zona perifer
d. Zona transisional
Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari suatu titik pertemuan
urethra proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari seluruh massa prostat. Pada zona ini
2. Fisiologi
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanak dan mulai tumbuh
pada masa pubertas dibawah stimulus testesteron. Kelenjar ini mencapai ukuran
makasimal pada usia 20 tahun dan tetap dalam kuran ini sampai usia mendekati 50 tahun.
Pada waktu tersebut pada beberapa pria kelenjar tersebut mulai berdegenerasi bersamaan
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat
alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulasi serta
fibrinolin. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi
bersama dengan vas deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan segmen
yang lainnya.
C. Etiologi
Penyebabnya Penyebab yang pasti dari benigne prostat hyperplasia sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, namun ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya benigne
prostat hyperplasia yaitu usia dan hormonal menjadi prediposisi terjadinya BPH. usia lanjut.
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa benigna prostat hiperplasia sangat erat kaitannya
dengan:
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasia.
degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan hormon testosteron. Hal ini memicu terjadinya hiperplasia stroma pada
prostat.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat Peningkatan kadar epidermal gorwth
factor atau fibroblas gorwth factor dan penurunan transforming gorwth factor beta
5. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
D. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jila
prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersulit saluran uretra
prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesika.
Sebagai kompensasi terhadap tekanan prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa: hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selua, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli
dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary
Symptom / LUTS. Pada fase awal dari prostat hiperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dalam sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak berubah. Pada
fase ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan
kompensasi menjadi berkurang dan kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi
dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisa urine di dalam buli-buli saat
haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi
urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase dekompensasi yang masih akut menimbulkn rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir
sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena
buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi
adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi
urine yang kronis dapat menimbulkan kemunduran dungsi ginjal (Jitowiyono dan Weni,
2021). Penyakit BPH ini merupakan penyakit bedah, jika keluhan masih ringan, maka
klien. Namun, jika telah terjadi obstruksi/ retensi urine, infeksi, insufisiensi ginjal, maka
harus dilakukan tindakan (Prabowo & Andi, 2019). Pada klien dengan BPH salah satunya
adalah TURP, setelah tindakan TUR.P dipasang kateter threeway. Irigasi kandung kemih
secara terus menerus dilakukan untuk mencegah pembekuan darah. Rasa nyeri dapat
dikarenakan adanya pembekuan darah yang banyak di kandung kencing, sumbatan kateter,
berlubangnya kandung kencing akibat operasi atau analgetik yang tidak adekuat (Wati, D. E.
et.al. 2019).
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran tanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak
puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat
akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau
dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering
miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi
yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2020)
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau
3. Stadium III
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
Menurut Brunner and Suddarth (2019) menyebutkan bahwa Tanda dan gejala dari BPH
abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine
tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
1. Rectal Gradding
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing
1. Retensi urine. Retensi urine ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk buang air
kecil. Pengidap BPH yang mengalami retensi urine mungkin perlu dibantu dengan kateter
2. Infeksi saluran kemih. BPH juga bisa membuat pengidapnya tidak mampu
saluran kemih.
3. Batu kandung kemih. Batu kandung kemih juga dapat terbentuk apabila pengidap BPH
tidak mampu mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Jika ukurannya semakin besar,
batu bisa menyebabkan infeksi, mengiritasi kandung kemih, dan menyumbat aliran urine.
kelamaan dapat meregang dan melemah. Akibatnya, dinding otot kandung kemih tidak
5. Kerusakan ginjal. Tekanan pada kandung kemih akibat retensi urine terus-menerus dapat
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urine. Secara obyektif
c. Flow rate maksimal < 10 ml/detik : obstruksi (Padila, 2012 dalam Annisa, 2017).
a. BOF (Buik Overzich) : untuk menilai adanya batu dan metastase pada tulang.
prostate juga keadaan buli-buli termasuk residual urine. Pemeriksaan dapat dilakukan
c. IVP (Pyelografi Inravena), digunakan untuk melihat exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.
I. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Biasanya pada terapi ini pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi
penjelasan mengenai sesuatu hal yang dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan
banyak minum dan mengonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada bulibuli (kopi atau
kurangi makanan pedas dan asin, jangan menahan kencing terlalu lama. setiap 6 bulan
pasien diminta untuk kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan
yang dirasakan. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu
difikirkan untuk memilih terapi yang lain (Nurarif & Hardhi, 2015).
2. Terapi Medikamentosa
Menurut (Wijaya, dkk, 2013 dalam Annisa, 2017), tujuan Medikamentosa adalah
berusaha untuk:
b. Mengurangi volume prostate sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar
1) Penghambat Enzim
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa
bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostate yang besar. Efek samping dari
2) Fitoterapi
3) Terapi Bedah
Menurut (Smeltzer S. C,. & Brenda G. Bare, 2015) intervensi bedah yang
digunakan adalah:
berat, volume prostat kurang dari 90 gram. Tindakan ini dilakukan apabila
meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal
dirumah sakit lebih singkat. Setelah itu dipasang kateter threeway. Irigasi
atau sterilized water for irrigation. Kedua jenis cairan ini lazim digunakan
glisin, cytal ataupun lainnya tetapi cairan tersebut tidak masuk pasaran
Indonesia. Jumlah tetesan cairan irigasi untuk hari setelah operasi biasanya
guyur. Hari pertama sekitar 60 tetes permenit. Hari kedua sekitar 40 tetes
berbeda antar pasien disesuaikan kondisi pasien. Setelah urin yang keluar
jernih kateter dapat dilepas. Kateter biasanya dilepas pada hari ke 3 –5.
mencegah urosepsis. Biasanya klien boleh pulang setelah miksi baik, satu
apabila volume prostate tidak terlalu besar atau prostate fibrotic, indikasi
dari penggunaan TURP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume
prostate normal/ kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan
adalah dengan memasukan instrumen kedalam uretra. Satu atau dua buah
insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan
J. PENCEGAHAN
6. Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut Doenges (2018) fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai berikut :
a. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh
karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi sering
dijumpai pada. kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume
cairan.
b. Integritas Ego
karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari
c. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien
dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran urin
disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena
tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase
Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan
tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain
terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada
preoperasi BPH hal tersebut terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum,
sedangkan pada postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan.
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada
postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan
maupun nutrisinya.
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang
utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada
pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan
f. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak
luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari
segala jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan
adalah kaji adanya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam
(pada preoperasi), sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga
adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran
perkemihannya.
g. Seksualitas
h. Laboratorium
postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin,
urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan
pada postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus Benign Prostatic
a. Pre operasi
1. Nyeri akut
2. Cemas
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi