Di susun Oleh :
Doni Mahendra
Pembimbing akadedmik
Pembimbing klinik
BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) atau bisa disebut Hipertrofi Prostat Jinak
merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya
ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat. BPH adalah pembesaran
prostat yang mengenai uretra dan menyebabkan gejala uritakaria. Selain itu
Hiperplasia Prostat Benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Nuari, 2017).
2. Etiologi
Menurut Nuari (2017) & Duarsa (2020), penyebab BPH belum diketahui, namun
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat kaitannya dengan
kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses penuaan. Selain faktor tersebut ada beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulmya hyperplasia antara lain:
a. Teori Dihydrotestosterone
4. Klasifikasi
a. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
b. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis, masih terasa kira-kira 60- 150 cc, ada rasa tidak enak BAK atau dysuria dan
menjadi nocturia.
c. Staudium
III Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan, urine menetes secara
periodic ontinen.
5. Patofisiologi
Menurut Nuari 2017, manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut
sebagai syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, antara
lain:
a. Gejala obstruktif
1) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika
2) Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intravesikel sampai berakhirnya miksi
3) Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
4) Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas
b. Gejala iritasi
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
2) Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (nocturia) dan pada siang hari
3) Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH
adalah antara lain:
a. Sedimen urin Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
slauran kemih.
b. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
c. Foto polos abdomen Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau
kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urin yang merupakan tanda dari retensi urine.
d. IVP (Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter
berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat,
penyakit pada buli-buli.
e. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal) Untuk mengetahui pembesaran
prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya
seperti difertikel, tumor.
f. Systocopy Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat prostat ke dalam rectum
9. Komplikasi
Komplikasi BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu komplikasi pada
traktus urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius. Di dalam traktus urinarius
komplikasi BPH meliputi retensi urine berulang atau kronis, hematuria, infeksi saluran
kemih berulang, batu kandung kemih, perubahan patologi pada kandung kemih
(trabekulasi, sakulasi divertikel), hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal.
Sedangkan komplikasi di luar traktus urinarius adalah hernia dan hemoroid (Budaya,
2019).
a. Observasi (watchfull waiting) Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan
dan biasanya pasien dianjurkan untuk mengurangi minum, setelah makan malam
untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering
miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan
colok dubur.
b. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada otot
polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan
gejala-gejala berkurang
2) Penhambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil
c. Terapi bedah
5. Evaluasi
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan,
membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan