Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWTAN DENGAN GANGGUAN BPH (Benign Prostate


Hyperplasia) PADA Tn. L DI RUANG SEKATUNG RSAL MIDIATO SURATANI
KOTA TANJUNGPINANG

Di susun Oleh :
Doni Mahendra

Pembimbing akadedmik
Pembimbing klinik

, S.Kep, Ns Mawar Eka Putri, S.Kep, Ns,


M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNG PINANG
T.A 2022
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi

BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) atau bisa disebut Hipertrofi Prostat Jinak
merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya
ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat. BPH adalah pembesaran
prostat yang mengenai uretra dan menyebabkan gejala uritakaria. Selain itu
Hiperplasia Prostat Benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Nuari, 2017).

Selain itu menurut Budaya (2019), BPH dikarakteristikkan sebagai peningkatan


jumlah sel-sel stroma dan epitel prostat di area periuretra yang merupakan suatu
hyperplasia dan bukan hipertrofi, selain itu secara etiologi pada BPH terjadi
peningkatan jumlah sel akibat dari proliferasi sel-sel stroma dan epitel prostat atau
terjadi penurunan kematian sel-sel prostat yang terprogram.

2. Etiologi

Menurut Nuari (2017) & Duarsa (2020), penyebab BPH belum diketahui, namun
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat kaitannya dengan
kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses penuaan. Selain faktor tersebut ada beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulmya hyperplasia antara lain:

a. Teori Dihydrotestosterone

Dihydrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat


pentng pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di
dalam sel prostat oleh 5αreduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Peningkatan 5α-reduktase dan reseptor
androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasi. Teori ini didukung pada praktek klinis dengan pemberian 5α-reduktase
inhibitor yang menghambat perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron,
dalam waktu 3-6 bulan akan membuat pengurangan volume prostat 20-30%.

b. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron


Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Diketahui bahwa
estrogen di dalam prostat berperan pada terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitiviras sel –sel prostat terhadap rangsangan
hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan
jumlah kematian terprogram sel-sel prostat (apoptosis). Sehingga meskipun
rangsangan terbentuknya selsel baru akibat rangsangan testosterone menurun,
tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga
massa prostat menjadi lebih besar.
c. Interaksi stroma-epitel

Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan


penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.

d. Berkurangnya kematian terprogram (apoptosis) sel prostat

Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi dengan


kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai dewasa, penambahan jumlah
sel prostat seimbang dengan sel yang mengalami apoptosis. Berkurangnya jumlah
sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel prostat meningkat
sehingga terjadi pertambahan massa prostat.

e. Teori sel punca

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk


sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel punca yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Sel punca yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit. Kehidupan sel ini sangat bergantung pada
keberadaan hormone androgen sehingga jika hormone ini kadarnya menurun
seperti yang terjadi pada kastrasi, akan menyebabkan apoptosis. Terjadinya
proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel
punca sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel
epitel.

3. Anatomi dan fisiologi


Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran,
organ ini menyumbat uretra posterior dan buila pembesaran terjadi pada uretra pars
prostatika dapat mengakibatkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Secara
anatomis bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa kurang lebih 20 gram. Menurut beberapa ahli, kelenjar prostat dibagi dalam
beberapa zona antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona

fibromuskuler anterior dan zona periuretra.

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron. Dalam


sel-sel kelenjar prostat, hormone akan tumbuh menjadi Dihidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim αreduktase. DHT inilah yang secara langsung memacu mRNA
dalam sel-sel kelenjar prostat yaitu sejenis hormon yang memacu sintesis protein
sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria
mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang
berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pemebesaran
kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga menimbulkan
gangguan miksi.

4. Klasifikasi

Menurut Sjamsuhidajat 2011, derajat BPH dibedakan menjadi empat, yaitu:

a. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
b. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis, masih terasa kira-kira 60- 150 cc, ada rasa tidak enak BAK atau dysuria dan
menjadi nocturia.
c. Staudium
III Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan, urine menetes secara
periodic ontinen.
5. Patofisiologi

Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasi, sejalan dengan pertambahan usia.


Jika prostat membesar, maka akan meluas ke atas kandung kemih sehingga pada
bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran
urine. Keadaan tersebut dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai
kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung
kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus-menerus akan menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel
kandung kemih. Dimana tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan tersebut jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal
(Muttaqin, 2011).
6. Pathway
7. Manifestai klinis

Menurut Nuari 2017, manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut
sebagai syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, antara
lain:

a. Gejala obstruktif
1) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika
2) Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intravesikel sampai berakhirnya miksi
3) Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
4) Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas
b. Gejala iritasi
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
2) Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (nocturia) dan pada siang hari
3) Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing
8. Pemeriksaan penunjang

Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH
adalah antara lain:

a. Sedimen urin Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
slauran kemih.
b. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
c. Foto polos abdomen Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau
kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urin yang merupakan tanda dari retensi urine.
d. IVP (Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter
berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat,
penyakit pada buli-buli.
e. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal) Untuk mengetahui pembesaran
prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya
seperti difertikel, tumor.
f. Systocopy Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat prostat ke dalam rectum
9. Komplikasi

Komplikasi BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu komplikasi pada
traktus urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius. Di dalam traktus urinarius
komplikasi BPH meliputi retensi urine berulang atau kronis, hematuria, infeksi saluran
kemih berulang, batu kandung kemih, perubahan patologi pada kandung kemih
(trabekulasi, sakulasi divertikel), hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal.
Sedangkan komplikasi di luar traktus urinarius adalah hernia dan hemoroid (Budaya,
2019).

Selain itu menurut Harmilah (2020), komplikasi pembesaran prostat meliputi:

a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine). Pasien


memerlukan kateter yang dimasukkan ke kandung kemih untuk menampung urine.
Beberapa pria dengan pembesaran prostat membutuhkan pembedahan untuk
meredakan retensi urine.
b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk mengososngkan kandung
kemih dapat meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.
c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk sepenuhnya
mengosongkan kandung kemih. Batu kandung kemih daoat menyebabkan infeksi,
iritasi kandung kemih, adanya darah dalam urine, dan obstruksi saluran urine.
d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan sepenuhnya
dapat meregang dan melemah seiring waktu. Akibatnya dinidng kandung kemih
tidak lagi berkontraksi dengan baik.
e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine langsung dapat
merusak ginjal atau memungkinkan infeksi kandung kemih mencapai ginjal.
10. Penatalaksanaan

Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab,


keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH
antara lain:

a. Observasi (watchfull waiting) Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan
dan biasanya pasien dianjurkan untuk mengurangi minum, setelah makan malam
untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering
miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan
colok dubur.
b. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada otot
polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan
gejala-gejala berkurang
2) Penhambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil
c. Terapi bedah

Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk


terapi bedah yaitu:

1) Retensi urine berulang


2) Hematuria
3) Tanda penurunan fungsi ginjal
4) Infeksi saluran kemih berulang
5) Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
6) Ada batu saluran kemih
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada pasien.
Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang air kecil dan
beberapa waktu 19 kemudian dapat berkurang dan baik lagi.
b. Keluhan utama
Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan cermat.
Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang keluhan yang
dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan
sebagainya
c. Persepsi dan manajemen kesehatan
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan
keluarga. Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.
d. Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi,
urgensi, anuria, hematuria.
e. Pola aktivitas dan latihan
Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK, misalnya
kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan sebagainya.
f. Pola tidur
Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat tidur.
g. Pola peran
Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan berkemih.
h. Pemeriksaan fisik
Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa ada tidaknya gejala
komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya.
i. Pemeriksaan diagnostik
Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium. Perhatikan
adanya kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis, hipeureki,
peningkatan kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya.
j. Program terapi
Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter, monitoring
laboratorium, dan sebagainya
2. Diagnose keperawatan
a. Pre Operasi:
1) Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
2) Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra
3) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis
b. Post Operasi
1) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasif
3) Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
3. Tindakan keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Ansietas b.d. krisis situasional, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.09326 Terapi Relaksasi
kurang terpapar informasi selama 1x24 jam L.09093 Tingkat Observasi:
Ansietas dengan kriteria hasil: - Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
- Verbalisasi khawatir akibat berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
kondisi yang dihadapi: 5 kognitif - Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
(menurun) digunakan
- Perilaku gelisah: 5 (menurun) - Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
- Perilaku tegang: 5 (menurun) sebelumnya
- Konsentrasi: 5 (membaik) - Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
- Pola tidur: 5 (membaik) sebelum dan sesudah latihan
- Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik
atau tindakan medis lain, jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis. Music, meditasi, nafas dalam, relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi yang nyaman - Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Nafas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing)
2 Retensi urine b.d. peingkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.04148 Kateterisasi Urine
tekanan uretra selama 1x24 jam L.04034 Eliminasi Observasi:
Urine dengan kriteria hasil: - Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran, tandatanda vital, daerah
- Sensasi berkemih: 5 (meningkat) perineal, distensi kandung kemih, inkontinensia urine, refleks
- Desakan berkemih (urgensi): 5 berkemih)
(menurun) Terapeutik:
- Distensi kandung kemih: 5 - Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
(menurun) - Siapkan pasien,: bebaskan pakaian bawah dan posisikan supine
- Berkemih tidak tuntas - Pasang sarung tangan
(hesitancy): 5 (menurun) - Bersihkan daerah preposium dengan cairan NaCl atau aquades
- Volume residu urine: 5 - Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
(menurun) - Sambungkan kateter urine dengan urine bag
- Urine menetes (dribbling): 5 - Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai dengan anjuran pabrik
(menurun) - Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
- Nokturia: 5 (menurun) - Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung
- Mengompol: 5 (menurun) kemih - Berikan label waktu pemasangan
- Enuresis: 5 (menurun) Edukasi:
- Frekuensi BAK: 5 (membaik) - Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine - Anjurkan
menarik nafas saat insersi selang kateterm
3 Nyeri akut b.d. agen pencedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.08238 Manajemen Nyeri
fisiologis (preop), agen selama 1x24 jam L.08066 Tingkat Observasi:
pencedera fisik (prosedur Nyeri dengan kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
operasi, post-op) - Keluhan nyeri: 5 (menurun) intensitas nyeri
- Meringis: 5 (menurun) - Identifikasi skala nyeri
- Sikap protektif: 5 (menurun) - Identifikasi respons nyeri non verbal
- Gelisah: 5 (menurun) - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Kesulitan tidur: 5 (menurun) - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Frekuensi nadi: 5 (membaik) - Identifikasi pengaruh dan nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis , akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pihat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4 Resiko infeksi d.d. efek Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.14539 Pencegahan Infeksi
prosedur invasif selama 1x24 jam L.14137 Tingkat Observasi:
Infeksi dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
- Demam: 5 (menurun) Terapeutik:
- Kemerahan: 5 (menurun) - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
- Nyeri: 5 (menurun) lingkungan pasien
- Bengkak: 5 (menurun) - Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
- Kadar sel darah putih: 5 Edukasi:
(membaik) - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5 Resiko perdarahan d.d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.02067 Pencegahan Perdarahan
tindakan pembedahan selama 1x24 jam L.02017 Tingkat Observasi:
Perdarahan dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Kelembapan membrane mukosa: - Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah
5 (meningkat) kehilangan darah - Monitor tanda-tanda vital ortotastik
- Kelembapan kulit: 5 (meningkat) - Monitor koagulasi (mis. Prothrombin time (PT), partial
- Hamturia: 5 (menurun) thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau
- Perdarahan pasca operasi: 5 platelet
(menurun) Terapeutik:
- Haemoglobin: 5 (membaik) - Pertahankan bed rest selama perdarahan
- Hematokrit: 5 (membaik) - Batasi tindakan invasive, jika perlu
- Tekanan darah: 5 (membaik) - Gunakan Kasur pencegahan decubitus
- Denyut nadi apical: 5 (membaik) - Hindari penggunaan suhu trektal
- Suhu tubuh: 5 (membaik) Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan menggunakan kaos kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi - Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu -
Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
4. Implementasi

Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan


keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa
keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang
optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai fasilitas
kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya.
Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan
keperawatan.

5. Evaluasi

Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan,
membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan

Anda mungkin juga menyukai