OLEH:
KELOMPOK IV
NAMA KELOMPOK:
1. PUTU WULANDARI DEWISEPITRI (18C10249)
2. DEWA PUTU ARISTA PUTRA (18C10205)
3. NI WAYAN DEVI KUMALA CAHYA (18C10210)
4. LUH KADEK NIPIANI (18C10233)
5. PUTU SUTIARI (18C10238)
6. NI NENGAH ANI ARIANTI (18C10204)
7. NI WAYAN KARMINI (18C10218)
8. MADE ARYA YUNDA CAHYANI (18C10206)
9. I WAYAN EDIARTE (18C10213)
10. I KETUT BUDI ADNYANA (18C10208)
A. PENGERTIAN
Hepatitis merupakan infeksi sistemik oleh virus diserati nekrosis dan klinis,
biokimia, serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001)
Hepatitis merupakan proses penyakit hepar yang mengenai parenkim, sel-
sel kuffer, duktus empedu, dan pembuluh darah (Andra S.W dan Yessie M.P 2013).
Hepatitis merupakan peradangan luas pada jaringan hati yang menyebabkan
nekrosis dan degenarasi sel (Charlene J. Reveens, 2001)
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serat
bahan- bahan kimia (Sujono Hadi, 1999)
B. KLASIFIKASI HEPATITIS
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie M. Putri (2013), klasifikasi pada pasien
3) Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik berkembang dari Hepatitis B akut. Usia saat
terjadinya ifeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan terjadi
saat bayi maka 95% akan menjadi hepatitis B kronik. Sedangkan bila
penularan terjadi pada usia balita, maka 20-30% menjadi hepatitis B
kronik dan bila penularan saat dewasa maka hanya 5% yang menjadi
penderita hepatitis B kronik. Hepatitis B kronik ditandai dengan HBsAG
(Hepatitis B surface antigen) positif (> 6 bulan). Selain HBsAG, perlu
diperiksa HBeAG (hepatitis B E-Antigen, anti-HBe dalam serum, kadar
ALT (Alanin Amino Transferase), HBV-DNA (hepatitis B virus-
Deoxyribunukleic Acid) serta biopsy hati. Biasanya tanpa gejala.
Sedangkan untuk pengobatannya saat ini telah tersedia 7 macam obat
untuk hepatitis B. prinsip pengobatan tidak perlu terburu buru tapi jangan
terlambat. Adapun tujuan pengobatan memperpanjang harapan hidup,
menurunkan kemungkinan terjadinya sirosis hepatis atau hepatoma
4) Hepatitis C
Penyebab utamanya adalah sirosis dan kanker hati. Etiologi virus
hepatitis C termasuk golongan virus RNA (ribo nucleic acid). Masa
inkubasi 2-24 minggu. Penularan hepatitis C melalui darah dan cairan
tubuh, penularan masa perinatal sangat kecil melalui jarum suntik (IDUs,
tattoo) transpaltasi organ, kecelakaan kerja (petugas kesehatan), hubungan
seks dapat menularkan tetapi sangat kecil. Kronisitasnya 80% penderita
akan menjadi kronik. Pengobatan hepatitis C: kombinasi pegylated
interferon dan ribavirin. Pencegahan hepatitis C dengan menghindari
faktor resiko karena sampai saat ini belum tersedianya vaksin untuk
hepatitis C.
5) Hepatitis D
Virus hepatitis D paling jarang ditemukan tapi paling berbahaya.
Hepatitis D juga disebut virus delta, virus ini memerlukan virus hepatitis B
untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang telah
terinfeksi virus hepatitis B. tidak ada vaksin tetapi secara otomatis orang
akan terlindungi jika telah diberikan imunisasi hepatitis B.
6) Hepatitis E
Dahulu dikenal sebagai hepatitis non A-non B. etiologi virus
hepatitis E termasuk virus RNA. Masa inkubasi 2-9 minggu. Penularan
melalui fecal oral seperti hepatitis A. diagnosis dengan didapatkannya IgM
dan IgG antiHEV pada penderita yang terinfeksi. Gejalanya ringan
menyerupai gejala flu, sampai icterus. Pengobatannya belum ada
pengobatan antivirus. Pencegahannya dengan menjaga kebersihan
lingkungan, terutama kebersihan makanan dan minuman. Vaksinasi
hepatitis E belum tersedia.
2. Hepatitis Kronik
Jika penyakit pasien menetap tidak sembuh secara klinik labolatorik
atau gambaran patologik anatomi dalam waktu 4 bulan. Dikatakan hepatitis
kronik jika kelainan menetap lebih dari 6 bulan. Ada 2 jenis hepatitis kronik,
yaitu :
a. Hepatitis kronik persisten biasa yang akan sembuh sempurn
b. Hepatitis kronik aktif yang umumnya berakhir menjadi sirosis hepatis
3. Hepatitis Fulminan
Hepatitis yang perjalanan penyakitnya berjalan dengan cepat, icterus
menjadi hebat, kuning seluruh tubuh, timbul gejala neurologi/ensefalopati dan
masuk ke dalam keadaan koma dan kegagalan hati dan ditemukan tanda-tanda
perdarahan. Biasanya penderita meninggal 1 minggu sampai 10 hari
C. ETIOLOGI
Menurut Baticaca ( 2009), Longo & Fauci (2014), WHO (2014), McPhee, SJ & Ganong WF , 2012 Hepatitis
disebabkan oleh :
Sumber : Sumber : Baticaca ( 2009), Longo & Fauci (2014), WHO (2014), McPhee, SJ & Ganong WF , 2012
D. TANDA DAN GEJALA
Manifestasi klinis hepatitis menurut FKUI (2006) terdiri dari:
1. Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari) Virus
non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
E. PATOFISIOLOGI
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki
suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola
normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem
imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian
besar pasien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi
hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan
suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di
ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut di dalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama
disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi
ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada icterus (Andra
Saferi Wijaya dan Yessie M. Putri, 2013)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie M. Putri (2013) pemerikasaan
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan menurut Syaifuddin (2002) adalah:
1. Pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat. Istirahat mutlak
tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan tetapi banyak pasien akan
merasakan lebih baik dengan pembatas aktivitas fisik, kecuali diberikan pada
mereka dengan umur
orang tua dan keadaan umum yang buruk
2. Obat-obatan
a. Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin
darah. Pemberian bila untuk menyelamatkan nyawa dimana ada reaksi imun
yang
berlebihan.
b. Berikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati.
Contoh obat : Asam glukoronat/ asam asetat, Becompion, kortikosteroid.
c. Vitamin K pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Obat-obatan
yang memetabolisme hati hendaknya dihindari.
Karena terbatasnya pengobatan terhadap hepatitis maka penekanan lebih
dialirkan pada pencegahan hepatitis, termasuk penyediaan makanan dan air
bersih dan aman. Higien umum, pembuangan kemih dan feses dari pasien
yang terinfeksi secara aman, pemakaian kateter, jarum suntik dan spuit
sekali pakai akan menghilangkan sumber infeksi. Semua donor darah perlu
disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel
donor.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi hepatitis menurut FKUI (2006) adalah:
1. Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh
akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut
ensefalopati hepatik.
2. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis
hepatis,
1. Biodata pasien
2. Riwayat kesehatan
a. Data demografi
Apakah pasien tinggal / bekerja di lingkungan yang terpapar dengan infeksi virus
kanan atas, mual, muntah, ikterik, lemah, letih, lesu, dan anoreksia
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit apa yang pernah diderita pasien ?
2) Apakah pasien memiliki kebiasaan minum alcohol ?
3) Apakah pasien pernah menjalani operasi batu empedu ?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit hepatitis dan penyakit
infeksi lain ?
3. Data bio-psiko-sosio
Menurut pola fungsi Gordon 1982, terdapat 11 pengkajian pola fungsi kesehatan :
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kaji pasien mengenai:
1) Apakah pasien menjaga kesehatan kebersihan diri dan lingkungannya ?
2) Apakah pasien mengetahui tentang penyakit hepatitis ?
3) Bagaimana cara pasien menjaga kesehatanya selama sakit ?
b. Pola nutrisi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola nutrisi kaji pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami kehilangan nafsu makan (anoreksia) ?
2) Apakah pasien mengalami penurunan atau peningkatan berat badan ?
3) Apakah pasien mangalami mual muntah ?
4) Apakah terjadi penimbunan cairan di perut pasien ?
c. Pola eliminasi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola eliminasi kaji pasien
mengenai:
1) Apakah urine pasien berwarna gelap ?
2) Apakah pasien mengalami konstipasi atau diare ?
3) Bagaimana konsistensi dari feses pasien ?
4) Apakah feses pasien berwarna seperti tanah liat ?
d. Aktivitas dan Latihan
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola aktivitas dan latihan kaji
pasien mengenai:
Aktivitas sehari-hari
1) Bagaimanakah pasien beraktifitas dalam pekerjaannya?
2) Apakah tanda gejala dari penyakit hepatitisnya mengganggu aktifitasnya?
3) Apakah pasien mengalami kelemahan, kelelahan dan malaise umum
selamaberaktifitas ?
Olah raga
1) Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olah raga? Jika iya, jenis olah raga
apa yang dilakukan pasien?
e. Tidur dan Istirahat
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola ini kaji pasien mengenai:
2. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah yang dibuktikan oleh gangguan status
kesehatan fisik
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi virus)
10. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif, mual dan
muntah
L. RENCANA KEPARAWATAN
Diagnosea
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Risiko gangguan fungsi hati Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC:
yang dibuktikan oleh infeksi … x … jam, diharapkan pasien :
1. Perlindungan infeksi
virus NOC :
1. Monitor adanya tanda dan gejala gangguan fungsi
1. Fungsi Liver
hati
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi peningkatan serum bilirubin 2. Tingkatkan asupan nutriasi yang cukup
direk
2. Warna feses normal 3. Anjurkan istirahat
1. Termoregulasi
9. NOC: NOC:
3. Kerusakan intergritas kulit
1. Tissue integrity: skin and mucous Pressure management
berhubungan dengan ikterik
2. Membranes 1. Anjuran pasien untuk mengunakan pakian yang
dan puritus
3. Hemodyalis akses longgar
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
selama..... pasien tidak mengalami gangguan 3. Jaga kebersihan kulit agar agar tetap persih dan
intergritas kulit dengan kering
Kriteria hasil: 4. Mobilitas pasien (ubah posisi pasien )setiap dua
1. Integritas kulit yang baik bisa jam sekali
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
temperatur, hidrasi, pigmentasi) tidak ada 6. Oleskan lotion atau miyak / baby oil pada darah
luka/lesi pada kulit yang tertekan
2. Perfusi jaringan baik 7. Monitor aktivitas dan mobilitas pasien
3. Menunjukan pemahaman dalam proses 8. Monitor status nutrisi pasien
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
sedera berulang Insision site care
4. Mampu melindungi kulit dan 1. Membersihkan , memantau dan meningkatkan
mempertahakan kelembapan kulit dan proses peyembuhan pada luka yang ditutup
perawatan alami. dengan jahitan, klip dan streples
2. Monitor proses kesembuhan area insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area
insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan atau streples,
menggunakan lidi kapas steril
5. Gunakan praparat antiseptic , sesuai program
6. Ganti balutan pada interpal waktu yang sesuai
atau biarkan luka tetap terbuka ( tidak
dibalut)sesuai program
10. NOC : NIC :
4. Defisit volume cairan
1. Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan output yang
berhubungan dengan
2. Hytration akurat
kehilangan cairan secara aktif,
3. Nutritional Status : Food and FIuid Intake 2. Monitor status hidrasi (kelembahan
mual dan muntah
Setelah di lakukan tindakan keperawatan membran mukosa ,nadi adekuat , tekanan
selama ...... defisit volume cairan teratasi darah ortustatik ).jika di perlukan
dengan 3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi
Kriteria hasil : cairan (BUN , hmt , osmolalitas urine ,
1. Mempertahankan urine output sesuai albumin , total protein )
dengan usia dan BB,BJ urine normal 4. Monitor vital sign setiap 15 menit – 1 jam
2. Tekanan darah , nadi , suhu tubuh 5. Kolaborasi pemberian cairan IV
dalam batas normal 6. Monitor status nutrisi
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi 7. Berikan cairan oral
,Elastisitas turgor kulit baik , 8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai otput
membran mukosa lembab , tidak ada (50 – 100cc/jam )
rasa haus yang berlebihan 9. Dorong keluarga untuk membantu pasien
4. Orientasi terhadap waktu dan tempat makan
baik 10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
5. Jumlah dan irama pernapasan dalam muncul memburuk
dalam batas normal 11. Atur kemunkinan tranfusi
6. Elektrolit ,Hb , Hmt dalam batas 12. Persiapan untuk tranfusi
normal 13. Pasang kateter jika perlu
7. pH urine dalam batas normal 14. Monitor intake dan cairan urine output
8. Intake oral dan intravena adekuat setiap 8 jam
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights.
Reeves J. Charlene, dkk. 2001. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer. Suzanne C.2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8. Jakarta : EGC
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI Sujono, Hadi.
1999. Gastroenterologi. Alumni Bandung
Wijaya, andra saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah
2.Yogyakarta:NuhaMed