DI RUANG…..RSUD…..
OLEH :
NAMA :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2016
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Masalah Keperawatan
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
B. Pengertian
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan
untuk aktivitas berbagai organ atau sel.Oksigenasi adalah memberikan aliran gas
oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh. (Kozier, 210:911).Kebutuhan oksigenasi
merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan
metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau
sel (Aziz Alimul, 2015: 2).Seseorang biasanya mengalami masalah oksigenasi
disebabkan oleh:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas merupakan ketidak mampuan
membersihkan sekret atau sumbatan dari saluran pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas(Kozier, 2010: 911).
2. Ketidakefektifan pola napas merupakan inspirasi dan atau ekspirasi yang
tidak memberikan ventilasi yang adekuat (Kozier, 2010: 911).
3. Gangguan pertukaran gas merupakan kelebihan atau defisit oksigenasi dan
atau pembuangan karbondioksida pada membran kapiler alveolus (Kozier,
2010: 911).
4. Gangguan ventilasi spontan adalah penurunan cadangan energi yang
mengakibatkan ketidakmampuan individu untuk mempertahankan
pernapasan yang adekuat untuk menyokong kehidupan. ((NANDA,
Diagnosis, 2012. hal. 325).
5. Intoleransi aktivitas merupakan ketidak cukupan energi fisiologis atau
psikologis untuk melakukan atau melengkapi aktivitas sehari-hari yang
dibutuhkan dan diinginkan (Kozier, 2010: 911).
Data Minor
- Pucat / sianosis
- Konfusi
- Vertigo
D. Pohon Masalah
Udara di atmosfer
DX:
Intoleransi
aktivitas
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung.
Pemeriksaan ini mencangkup permeriksaan dengan menggunakan
elektrokardiogram, monitor holter, pemeriksaan stress latihan, dan
pemeriksaan elektrofisiologi.
a. Elektrokardiogram (EKG) menghasilkan rekaman grafik aktivitas
listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls,dan posisi listrik
jantung ( aksis jantung).
b. Monitor holter merupakan peralatan yang dapat dibawa (portabel)
dan berfungsi merekam aktivitas listrik jantung dan meghasilkan
EKG yang terus menerus selama priode tertentu, misalnya selama
12 jam atau lebih lama.
c. Pemeriksaan stress latihan digunakan untuk mengevaluasi respon
jantung terhadap stress fisik.
d. Pemeriksaan elektrofisiologis (PEF) merupakan pengukuran
invasif aktivitas listrik.
2. Rongen Thoraks
2. Pemberian oksigen
3. Fisioterapi dada
G. Pengkajian Keperawatan
- Auskultasi
H. Diagnosis
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan:
- Produksi sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi
- Immobilisasi, statis sekresi, batuk tidak efektif akibat penyakit
sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, dan CVA
- Efek sedatif dari obat, pembedahan ( bedah toraks), trauma,
nyeri, kelelahan, gangguan kognitif dan persepsi.
- Depresi refleks batuk
- Penurunan oksigen dalam udara inspirasi
- Berkurangnya mekanisme pembersihan silia
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan:
- Penyakit infeksi pada paru-paru.
- Depresi pusat pernapasan.
- Lemahnya otot pernapasan.
- Turunnya ekspansi paru-paru.
- Obstruksi trakea.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan:
- Perubahan suplai oksigen
- Obstruksi saluran pernapasan
- Adanya penumpukan cairan dalam paru
- Atelektaksis
- Ada edema paru
- Tindakan pembedahan paru
4. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan :
- Faktor metabolik
- Keletihan otot pernapasan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan:
- Gangguan sistem transpor oksigen sekunder
- Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
- Ketidakadekuatan sumber energi sekunder
- Penurunan transpor oksigen sekunder
- Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
- Ketidakaktifan sekunder akibat depresi, kurang motivasi dan
gaya hidup monoton
- Penurunan ketersediaan oksigen sekunder akibat tekenan
atmosfer
I. Intervensi Keperawatan
-Menunjukan tidak
ada gangguan status
pernapasan ;
a.penggunaan otot
aksesorius
b. suara napas
tambahan
c. pendek napas
DAFTAR PUSTAKA
Keperawatan.Jakarta:EGC
Jakarta: EGC
......................, .........................2016
Mengetahui
(...................................) (...................................)
NIP. NIM.
Mengetahui
Pembimbing Akademik
(.........................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
2. Sistem Hormonal
a. ADH (anti diuretik hormon), hormon yang memiliki peran
meningkatkan reabsorbsi air sehingga dapat mengendalikan
keseimbangan air dalam tubuh.
b. Sistem aldosteron
1) Hormon yang disekresi oleh kelenjar adrenal ditubulus ginjal
dan berfungsi pada absorbsi natrium.
2) Proses pengeluaran aldosteron diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natium dan sistem angiotensis-renin.
c. Prostagladin
1) Prostagladin merupakan asam lemak yang terdapat pada
jaringan yang berfungsi merespon radang, pengendalian
tekanan darah, kontaksi uerus, dan pengaturan pergerakan
gastrointestinal.
2) Asam lemak ini pada ginjal berperan dalam mengatur sirkulasi
ginjal.
d. Glukokorikoid
1) Hormon yang berfungsi mengatur peningkatam reabsorbsi
natrium dan air.
2) Dengan demikian menyebabkan volume darah meningkat
sehingga terjadi retensi natrium.
Keterangan :
CM = Cairan masuk (Smeltzer& Bare, 2001).
e. Dalam hal ini, cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa
metabolisme seperti karbohidrat disebut ion :
b) Baroreseptor sentral.
g) Sekresi ADH.
c. Filtrasi
Filtrasi merupakan proses dimana cairan dan substansi yang dapat
berdifusi bergerak bersama-sama melalui membran, karena tekanan cairan,
yang bergerak dari tekanan yang lebih besar ke tekanan yang lebih kecil.
Pergerakan terjadi dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah.
Tekanan di dalam kompartemen yang menghasilkan pergerakan cairan dan
zat terlarut di dalam cairan keluar dari kompartemen disebut tekanan
filtrasi. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dikleuarkan oleh cairan
di dalam sebuah sistem tertutup pada dinding wadah penampung cairan
tersebut. Tekanan hidrostatik darah adalah kekuatan tekanan yang
dikeluarkan oleh darah terhadap dinding pembuluh darah. Prinsip yang
terlibat di dalam tekanan hidrostatik adalah bahwa cairan bergerak dari
area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah. Dengan menggunakan
contoh pembuluh darah, plasma protein di dalam darah mengeluarkan
tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik yang melawan tekanan
hidrostatik dan menahan cairan di dalam kompartemen pembuluh darah
untuk mempertahankan volume pembuluh darah. Apabila tekanan
hidrostatik lebih besar dibandingkan tekanan osmotik, cairan tersaring
keluar dari pembuluh darah. Tekanan filtrasi dalam contoh ini adalah
perbedaan antara tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik.
d. Transpor Aktif
Proses perpindahan cairan tubuh dapat menggunakan mekanisme
transport aktif. Transport aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi
dan berosmosis yang memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran
energi untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus membrane
sel.
1) Hipokalemia:
a) Hipokalemia merupakan keadaan kekurangan kadar kalium
dalam darah.
b) Keadaan ini dapat disebabkan oleh kurang masuknya asupan
per oral maupun parenteral akibat beberapa keadaan . ( antara
lain : muntah, diare, sesudah operasi saluran cerna, dan
pengeluaran berlebih dari ginjal ).
c) Gejala klinis berupa lemah, hipotoni, depresi, adanya rasa haus,
polyuria, dan aritmia jantung.
2) Hiperkalemia :
a) Hiperkalemia merupakan keadaan kelebihan kadar kalium
dalam darah.
b) Dapat terjadi karena pemasukan kadar kalium yang berlebih ,
misalnya pada transfuse massif ( yang terus- menerus ),
kerusakan ginjal, kerusakan jaringan yang hebat.
c) Gejala klinik berupa diare, kolik, kejang perut atau depresi otot
jantung.
1) Hipokalsemia:
a) Hipokalsemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar
kalsium dalam plasma darah.
b) Sering dijumpai pada pasien hipoparatiroid, dan pada pasien
yang terlihat sakit berat serta menderita sepsis , gagal ginjal
dan hipoalbuminemia.
c) Ditandai dengan peningkatan aktivitas neuromuskuler ( kram
otot dan perut) dan gangguan pada otot jantung.
2) Hiperkalsemia:
a) Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar
kalsium dalam darah.
b) Sering dijumpai pada pasien dengan hiperparatiroid, karsinoma
metastasis atau intoksikasi vitamin D.
c) Gejala klinis tidak begitu spesifik , antara lain dapat timbul
mual, muntah dan kelemahan umum.
d. Gangguan dalam magnesium :
1) Hipomagnesia:
a) Hipomagnesia merupakan suatu keadaan kekurangan
magnesium dalam darah.
b) Sering dijumpai pada pasien yang menerima cairan parenteral
tanpa kadar magnesium dalam waktu yang lama , pecandu
alcohol , kelainan saluran cerna ( diare, malabsorbsi, selang
nasogastric yang terpasang lama).
c) Gejala klinis dapat berupa tremor, kejang , kram pada kaki-
tangan , kesadaran menurun, dan aritmia jantung.
2) Hipermagnesia:
a) Hipermagnesia merupakan suatu keadaan kelebihan
magnesium dalam darah.
b) Sering terjadi karena pemberian kadar magnesium yang
berlebihan, misalnya : antasida, enema, penderita dengan gagal
ginjal akut atau kronis , penderita dengan diabetes ketoasidosis.
Keseimbangan
Tanda dan gejala
elektrolit
Hiponatremia Pemeriksaan fisik: pemahaman, perubahan
kepribadian, hipotensi postural, pusing karena
perubahan posisi, kram abdomen, mual dan
muntah, diare, takikardia
Hasil laboratorium: kadar natrium serum di
bawah 135 mEq/L, osmolalitas serum 280
mOsm/kg, berat jenis urine di bawah 1,010.
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, gas darah dan elektrolit
2. Pemeriksaan feses
Makrokospis dan mikrokospis, pH dan kadar gula
Jika diduga ada intoleransi glukosa :
a. Pemeriksaan kadar urenum dan kreatinin darah untuk mengetahui
faal ginjal
b. Dan pemeriksaan lain pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, pH,
berat jenis urine dan analisis gas darah, Hct, Hb, BUN, CVP, darah
vena ( sodium, potassium, klorida, kalsium, magnesium, pospat,
osmolalitas serum), pH urine.
E. Penatalaksanaan Medis
F. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan
a. Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parentral).
b. Tanda umum masalah elektrolit.
c. Tanda kekurangan dan kelebihan cairan.
d. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan
dan elektrolit.
e. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu
status cairan.
f. Status perkembangan seperti usia dan situasi sosial.
g. Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengobatan.
2. Pengukuran klinik
a. Berat badan
Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukkan adanya
masalah keseimbangan cairan :
1) ± 2 % : ringan
2) ± 5 % : sedang
3) ± 10 % : berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang
sama.
b. Keadaan umum
1) Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi,
dan pernapasan.
2) Tingkat kesadaran.
c. Pengukuran pemasukan cairan
1) Cairan oral : NGT dan oral.
2) Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV.
3) Makanan yang cenderung mengandung air.
4) Irigasi kateter atau NGT.
d. Pengukuran pengeluaran cairan
1) Urine : volume, kejernihan/ kepekatan.
2) Feses : jumlah dan konsistensi.
3) Muntah.
4) Tube drainage.
5) IWL.
e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat: normalnya sekitar ± 200
CC.
Intake – output
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan
pada :
a. Integumen : Keadaan turgor kulit, edema, kelelahan,
kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler : Distensi vena jugularis, tekanan darah,
hemoglobin, dan bunyi jantung.
c. Mata: Cekung, air mata kering.
d. Neurologi : Refleks, gangguan motorik dan sensorik,
tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal : Keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah,
muntah-muntah, dan bising usus.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, PH, berat janis urine, dan
analisis gas darah.
G. Daftar Masalah Keperawatan
Definisi
Kerentanan mengalami perubahan kadar elektrolit serum, yang dapat
mengganggu kesehatan.
Faktor Risiko
a. Diare
b. Disfungsi ginjal
c. Disfungsi pengaturan endokrin (mis., intoleransi glukosa,
peningkatan insulin growth factor 1 [IGF-1], androgen,
dehydroepiandrosterone [DHEA}, dan kortisol).
Definisi
Peningkatan retensi cairan isotonic.
Batasan Karakteristik
a. Ada bunyi jantung S3
b. Anasarka
c. Ansietas
d. Asupan melebihi haluaran
e. Azotemia
f. Bunyi napas tambahan
g. Dispnea
h. Dispnea nokturnal paroksismal
i. Distensi vena jugularis
j. Edema
k. Efusi pleura
l. Gangguan pola napas
m. Gangguan tekanan darah
n. Gelisah
o. Hepatomegali
p. Ketidakseimbangan elektrolit
q. Kongesti pulmonal
r. Oliguria
s. Ortopnea
t. Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat
u. Peningkatan tekanan vena sentral
v. Penurunan hematokrit
w. Penurunan hemoglobin
x. Perubahan berat jenis urine
y. Perubahan status mental
z. Perubahan tekanan arteri pulmonal
aa. Refleks hepatojugularis positif
Faktor Yang Berhubungan
a. Gangguan mekanisme regulasi
b. Kelebihan asupan cairan
c. Kelebihan asupan natrium
Definisi
Kerentanan terhadap penurunan, peningkatan, atau peregeseran cepat
cairan intravaskular, intrastisial, dan/atau intraseluler lain, yang dapat
mengganggu kesehatan. ini mengacu pada kehilangan, penambahan cairan
tubuh, atau keduanya.
Faktor Risiko
a. Asites
b. Berkeringat
c. Luka bakar
d. Obstruksi intestinal
e. Pankreatitis
f. Program pengobatan
g. Sepsis
h. trauma
H. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Kekurangan volume cairan NOC NIC
Definisi : Penurunan cairan Fluid balance Fluid management
intravaskular, interstisial, dan/ Hydration - Timbangan
intraseluler. Ini mengacu pada Nutritional status : popok/pembalut jika
dehidrasi, kehilangan cairan Food and fluid intake diperlukan.
saat tanpa perubahan pada Kriteria hasil - Pertahankan catatan intake
natrium. Mempertahankan dan output yang akurat.
Batas karakteristik urine output sesuai - Monitor status hidrasi
Perubahan status mental dengan usia dan BB, (kelembaban membran
Penurunan tekanan darah BJ urine normal, HT mukosa, nadi adekuat,
Penurunan tekanan nadi normal. tekanan darah ortostatik),
Mengetahui
Pembimbing Praktik ,
Mahasiswa
( ) ( )
NIP. NIM.
Mengetahui
Pembimbing Akademik
( )
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR
A. DEFINISI
Makna istirahat dan kebutuhan tidur berbeda pada setiap individu.
Istirahatbermakna ketenangan, relaksasi tanpa stress emosional, dan bebas
dari ansietas. Oleh karena itu istirahat tidak selalu bermakna tidak
beraktivitas; pada kenyataannya, beberapa orang menemukan ketenangan dari
beberapa aktivitas tertentu seperti berjalan di udara segar. Saat istirahat
diprogramkan untuk perawatan klien, perawat dan klien harus sama-sama
mengetahui boleh beraktivitas atau inaktivitas (Kozier;2011)
Tidur telah dianggap sebagai perubahan status kesadaran yang di
dalamnya persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungannya mengalami
penurunan. Tidur dicirikan dengan aktivitas fisik yang menurun, tingkat
kesadaran bervariasi, perubahan fisiologis pada tubuh, dan penurunan respon
terhadap stimulus external. Beberapa faktor eksternal seperti asap,
kebisingan, dan lainnya tak akan membangunkan.
Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya
hidup yang diinginkannya (Lynda Juall, 2012:522). Gangguan pola tidur
adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal
(NANDA NIC-NOC,2013:603).
Insomnia adalah gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang
menghambat fungsi. Deprivasi tidur adalah periode panjang tanpa tidur
(berhentinyakesadaranrelatifsecaraperiodikdanberlangsungalami). Kesiapan
meningkatkan tidur
adalahpolaberhentinyakesadaranrelatifsecaraperiodikdanberlangsungalamaiun
tukmemberiistirahatdanmelanjutkangayahidup yang diminati, yang
dapatditingkatkan.
Gangguanpolatiduradalahinterupsijumlahwaktudankualitastidurakibatfaktorek
sternal (NANDA, 2015).
Menurut Remelda (2008), tanda dan gejala yang timbul dari pasien yang
mengalami gangguan tidur yaitu penderita mengalami kesulitan untuk tertidur
atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.
Gangguan tidur juga bisa dialami dengan berbagai cara:
1. Sulit untuk tidur tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami
kesulitan untuk tetap tidur (sering bangun)
2. Bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala gangguan tidur. Gejala
yang dialami waktu siang hari adalah :
1. Mengantuk
2. Resah
3. Sulit berkonsentrasi
4. Sulit mengingat
5. Gampang tersinggung
Gejala Klinis
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan
menimbulkan gejala seperti adanya perubahan-perubahan pada siklus tidur
biologiknya, daya tahan tubuh menurun serta menurunkan prestasi kerja,
mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain.
Gejala tidur REM adalah sebagai berikut :
1. Biasanya disertai dengan mimpi aktif
2. Lebih sulit dibangunkan dari pada selama tidur nyenyak NREM
3. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan yang menunjukkan
inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistema pengaktivasi retikularis
4. Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak teratur
5. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
6. Mata cepat tertutup dan terbuka
C. POHON MASALAH (PATHWAY)
KEBISINGAN HIPNOTIK
TEMPAT TIDUR DIURETIK
TINGKAT CAHAYA ANTIDEPRESAN & STIMULAN
ALKOHOL
KAFEIN
BENZODIAZEPIN
NARKOTIKA (MORFIN/ DEMORAL)
LINGKUNGAN
OBAT-OBATAN
STRES
EMOSIONAL LATIHAN
GANGGUAN POLA TIDUR FISIK
DEPRIVASI TIDUR
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tidur dapat diukur secaran objektif dengan menggunakan alat yang
disebut polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG),
elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan
alat ini kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien
lakukan tanpa sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab seringnya klien
terjaga di malam hari.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan gangguan tidur dibagi menjadi 3 tahap yaitu :
1. Penyuluhan (Health Education)
a. Pola tidur
1) Tetapkan waktu tidur dan bangun tidur yang teratur
setiap hari untuk mencegah terganggunya irama
biologis. Jangan tidur siang terlalu lama, batasi
waktunya hanya 30-45 menit dan dilakukan rutin setiap
hari.
2) Lakukan olahraga yang cukup untuk mengurangi stres
dan tidak berlebihan.
3) Buat rutinitas teratur sebelum tidur seperti membaca,
meminum air hangat, membaca doa, mendengarkan
musik yang lembut.
4) Lakukan relaksasi sebelum tidur.
5) Apabila mengalami kesulitan tidur, maka bangun dan
lakukan aktivitas yang tidak menegangkan sampai
mengantuk kembali.
6) Gunakan tempat tidur yang nyaman.
b. Lingkungan
1) Pastikan pencahayaan, suhu, dan ventilasi udara.
2) Minimalkan suara, redam suara berisik dan bising
(distraksi lingkungan), mengurangi interupsi tidur.
c. Obat-obatan
1) Gunakan obat tidur hanya sebagai upaya terakhir
2) Konsumsi analgesik untuk mengurangi nyeri sebelum
tidur.
3) Konsultasi dengan dokter.
4) Obat-obatan yang mengganggu tidur :
a) Alkohol
b) Amfetamin
c) Antidepresan
d) Penyekat-beta
e) Bronkodilator
f) Kafein
g) Dekongestan
h) Narkotik
i) Steroid
2. Terapi non farmakologi
Merupakan pilihan utama sebelum menggunakan obat-obatan
karena penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek
ketergantungan. Ada pun cara yang dapat dilakukan antara lain :
a. Ritual Tidur
Ritual tidur untuk membantu pasien mencapai tidur
yang adekuat melalui beberapa cara yang biasa dilakukan
pasien sebelum tidur seperti membaca buku, membaca doa,
membersihkan badan, dsb.
b. Terapi relaksasi
Terapi ini ditujukan untuk mengurangi ketegangan atau
stress yang dapat mengganggu tidur. Bisa dilakukan dengan
tidak membawa pekerjaan kantor ke rumah, teknik
pengaturan pernapasan, aromaterapi, peningkatan spiritual
dan pengendalian emosi.
3. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-
obatan seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh
dilakukan oleh dokter yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan
untuk penanganan gangguan tidur antara lain :
a. Golongan obat hipnotik
b. Golongan obat antidepresan
c. Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin
d. Golongan obat antihistamin.
Ada terapi khusus untuk kasus-kasus gangguan tidur tertentu selain yang
telah disebutkan di atas. Misalnya pada sleep apnea yang berat dapat dibantu
dengan pemakaian masker oksigen (Continuous positive airway pressure)
atau tindakan pembedahan jika disebabkan kelemahan otot atas
pernapasan.Pada Restless Leg Syndrome kita harus mencari penyakit dasarnya
untuk dapat memperoleh terapi yang adekuat.
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
2. Identitas Penanggung
3. Alasan Masuk RS
4. Riwayat Penyakit Klien dan Keluarga
5. Pola Kebutuhan Dasar
a. Mobilisasi dan transportasi
b. Seksualitas
c. Belajar
d. Istirahat Tidur
1) Mengkaji riwayat tidur pasien. Riwayat tidur klien secara umum
wajib dikaji oleh perawat. Riwayat tidur secara umum yaitu :
a) Pola tidur yang biasa, terutama waktu tidur dan bangun; jam
tidur yang tidak terganggu; kualitas atau kepauasan tidur
misalnya pengaruhnya pada energi untuk melakukan
aktivitas setiap hari; dan durasi waktu tidur siang.
b) Ritual waktu tidur yang dilakukan untuk membantu
seseorang tidur (misal minum segelas air hangat, membaca
buku, melakukan metode relaksasi, dan menggunakan
perlengkapan khusus seperti baju tidur, dsb).
c) Pemakaian obat tidur dan obat lain.
d) Lingkungan tidur (misalnya kamar yang gelap (cahaya),
suhu dingin atau hangat, tingkat suara, dan cahaya lampu).
e) Perubahan pola tidur atau kesulitan tidur baru-baru ini.
b) Deprivasi Tidur
a. Agitasi
b. Ansietas
c. Apatis
d. Fleeting Nuystagmus
e. Gangguanpersepsi
f. Gelisah
g. Halusinaasi
h. Iritabilitas
i. Keletihan
j. Konfusi
k. Letargi
l. Malaise
m. Memberontak
n. Mengantuk
o. Paranoia sementara
p. Peningkatansensitivitasterhadapnyeri
q. Penurunankemampuanberfungsi
r. Penurunanwaktubereaksi
s. Perubahankonsentrasi
t. Reaksilambat
u. Tremor tangan
c) Kesiapan Meningkatkan Tidur
a. Menyatakanmnatmeningkatkantidur
6. Pemeriksaan Fisik
Fokus kepada
a. Inspeksi wajah dan mata pasien :
Bentuk wajah, warna wajah pucat, adanya palpebrae edema (+),
kongjingtiva pucat, kantung mata (+), tampak lemas, mata sayu.
b. Batasan Karakteristik
1) Agitasi
2) Ansietas
3) Apatis
4) Fleeting Nuystagmus
5) Gangguanpersepsi
6) Gelisah
7) Halusinaasi
8) Iritabilitas
9) Keletihan
10) Konfusi
11) Letargi
12) Malaise
13) Memberontak
14) Mengantuk
15) Paranoia sementara
16) Peningkatansensitivitasterhadapnyeri
17) Penurunankemampuanberfungsi
18) Penurunanwaktubereaksi
19) Perubahankonsentrasi
20) Reaksilambat
21) Tremor tangan
b. Batasan Karakteristik
1) Menyatakanmnatmeningkatkantidur
b. Batasan karakteristik
1) Kesulitanjatuhtertidur
2) Ketidakpuasantidur
3) Menyatakantidakmerasacukupistirahat
4) Penurunankemampuanberfungsi
5) Perubahanpolatidur normal
6) Seringterjagatanpajelaspenyebabnya
I. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet,Lynda Juall.2012.BukuSaku Diagnosa Keperawatan Edisi
13.Jakarta:EGC
......................, .........................2016
Mengetahui
(...................................) (...................................)
NIP. NIM.
Mengetahui
Pemnbimbing akademik
(..................................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Eleminasi merupakan proses pembuangan sisa- sisa metabolism tubuh dapat
melalui urine ataupun bowel (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Eliminasi merupakan
kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan dalam menentukan
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan
homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme ( Potter & Perry,
Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2, hal 1679, 2010 ).
Kebutuhan eleminasi terdiri dari dua, yaitu eleminasi urine (buang air kecil) dan
eleminasi alvi (buang air besar), yang merupakan bagian dari kebutuhan fisiologi
dan bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2010).
Secara garis besar, sisa metabolisme tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu
sampah yang berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai feces (nondigestible
waste) serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui
saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O ( Potter & Perry, Fundamental
Keperawatan Edisi 4 Volume 2, hal 1679, 2010 ).
1. Gangguan Eliminasi Urine
Gangguan eliminasi urine adalah suatu keadan dimana seorang individu
mengalami gangguan dalam pola berkemih (NANDA NIC NOC 2013, Edisi
Revisi Jilid 2, hal 597.
Gangguan eliminasi urine adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine (Lynda Juall
Carpenito-Moyet, hal 502).
2. Gangguan Eliminasi Fekal
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan
jarang buang air besar, keras, feses kering.
f. Hemoroid
1) pembengkakan vena pada dinding rectum
2) perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3) merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4) nyeri
C. Pohon Masalah
1. Eleminasi Urine
Diet dan asupan Jumlah urin
yang dibentuk
Respon keinginan Menahan urine
awal untuk berkemih Gangguan pola
eleminasi
Gaya Hidup Fasilitas toilet urine:
inkontinensia
Stres Psikologis Meningkatkan
sensitivitas
Tingkat Aktivitas
Pengontrolan
urine menurun
Tingkat Gangguan
Kesulitan
Perkembangan Eleminasi
mengontrol
e buang air kecil
Kondisi Penyakit Urine
Produksi urine
Sosiokultur
Kultur
masyarakat
Retensi Urine
Kebiasaan Seseorang Sulit berkemih
saat sakit
Tonus Otot Kontaksi pengontrol
pengeluaran urine
Pembedahan
Penurunan
produksi urine
Pengobatan
Penurunan
jumlah urine
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Eleminasi Urine
a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
1) Warna (N: jernih kekuningan)
2) Penampilan (N: Jernih)
3) Bau (N: beraroma)
4) pH (N: 4,5- 8,0)
5) Berat jenis (N: 1,005- 1,030)
6) Glukosa (N: negatif)
7) Keton (N: negatif)
b. Kultur urine (N: kuman pathogen negatif).
2. Eleminasi Fekal
a. Endoskopi atau gastroskopi UGI
Endoskopi atau gastroskopi UGI memungkinkan visualisasi esophagus,
lambung, dan duodenum. Sebuah gastroskop memampukan dokter
mengambil specimen jaringan (biopsi), mengangkat pertumbuhan jaringan
yang abnormal (polip), dan sumber- sumber darah samar dari perdarahan.
b. Proktoskopi dan sigmoidoskopi
Proktoskopi dan sigmoidoskopi merupakan instrumen yang kaku, berbentuk
selang yang dilengkapi dengan sumber cahaya. Sigmoidoskopi
memungkinkan visualisasi anus, rectum, dan kolon sigmoid. Protoskopi
memungkinkan visualisasi anus dan rectum. Kedua tes memungkinkan
dokter mengumpulkan specimen jaringan dan membekukan sumber- sumber
perdarahan.
c. Rongen Media Kontras
Klien menelan media kontras atau media yang diberikan sebagai enema .
Salah satu media paling umum digunakan adalah barium, suatu substansi
radioopaq berwarna putih menyerupai kapur, yang diminumkan ke klien
seperti milkshake. Pemeriksaan GI bagian atas adalah pemeriksaan media
kontras yang ditelan dengan menggunakan sinar-X, yang memungkinkan
dokter melihat esophagus bagian bawah, lambung, dan duodenum.
E. Penatalaksanaan Medis
1. Eleminasi Urine
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Cara pengambilan urine antara lain: pengambilan urine biasa, pengambilan
urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam.
1) Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan cara
mengeluarkan urine secara biasa, yaitu buang air kecil. Pengambilan
urine biasa ini biasanya dilakukan untuk memeriksa gula atau kehamilan.
2) Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan
menggunakan alat steril, dilakukan dengan cara kateterisasi atau pungsi
supra pubis. Pengambilan urine steril bertujuan untuk mengetahui
adanya infeksi pada utera, ginjal, atau nsaluran kemih lainnya.
3) Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang
dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah
urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan pengeluaran,
serta mengetahui fungsi ginjal.
b. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urinal
Menolong buang air kecil dengan menggunakan urinal merupakan tindakan
keperawatan dengan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil
sendiri di kamar kecil menggunakan alat penampung (urinal) dengan tujuan
menampung urine (air kemih) dan mengetahui kelainan dari urine (warna
dan jumlah).
c. Melakukan Kateterisasi
Kateterisasi merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan
kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan
membantumemenuhi kebutuhan eleminasi dan sebagai pengambilan bahan
pemeriksaan. Pelaksanaan kateterisasi dapat dilakukan melalui dua cara:
intermiten (straight kateter) dan indwelling (foley kakteter).
d. Menggunakan Kondom Kateter
Menggunakan kondom kateter merupakan tindakan keperawatan dengan
cara memberikan kondom kateter kepada pasien yang tidak mampu
mengontrol berkemih. Cara ini bertujuan agar pasien dapat berkemih dan
mempertahankannya
2. Eleminasi Fekal
a. Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang dilakukan
untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan
lengkap dan pemeriksaan kultur (pembiakan).
1) Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan feses terdiri atas
pemeriksaan warna, bau, konsistensi, lender, darah, dan lain- lain.
2) Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan feses melalui biakan
dengan cara toucher
b. Menolong Buang Air Besar dengan Menggunakan Pispot
Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu buang air besar
secara sendiri di kamar kecil dengan membantu menggunakan pisot
(penampung) untuk buang air besar di tempat tidur dan bertujuan memenuhi
kebutuhan eliminasi fekal.
c. Memberikan Huknah Rendah
Memberikan huknah rendah merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desenden dengan menggunakan
kanula rekti melalui anus, bertujuan mengosongkan usus pada proses pra
bedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak
dari pascaoperasi dan merangsang buang air besar bagi pasien yang
mengalami kesulitan dalam buang air besar.
d. Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi merupakan tindakkan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan menggunakan
kanula usus, bertujuan mengosongkan usus pada pasien prabedah atau untuk
prosedur diagnostik.
e. Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus menggunakan spuit
gliserin, bertujuan merangsang perisstaltik usus, sehingga pasien dapat
buang air besar (khususnya pada orang yang mengalami sembelit) dan juga
dapat digunakan untuk persiapan operasi.
f. Mengeluarkan Feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan keperawatan dengan
cara memasukkan jari ke dalam rektum pasien, digunakan untuk mengambil
atau menghancurkan massa feses sekaligus mengeluarkannya. Indikasi
tindakan ini adalah apabila massa feses terlalu keras dan dalam pemberian
edema tidak berhasil, konstipasi, serta terjadi pengerasan feses yang tidak
mampu dikeluarkan pada lansia.
F. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Identitas pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, status, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, no CM, diagnosa medis, sumber biaya.
Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, status,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Alasan Masuk Rumah Sakit
2) Keluhan Utama
3) Kronologi Keluhan
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Kebutuhan Bio- Psiko- Sosial- Spiritual
Kebutuhan Bio- Psiko- Sosial- Spiritual meliputi: bernapas, makan, minum,
eleminasi, gerak dan aktivitas, istirahat tidur, kebersihan diri, pengaturan suhu,
rasa aman dan nyaman, sosialisasi dan komunikasi, prestasi dan produktivitas,
pengetahuan, rekreasi, dan ibadah.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum meliputi: kesan umum, kesadaran, postur tubuh, warna kulit,
turgor kulit, dan kebersihan diri.
b. Gejala Kardinal
Gejala cardinal meliputi: suhu, nadi, tekanan darah, dan respirasi.
c. Keadaan Fisik
Keadaan fisik meliputi pemeriksaan dari kepala sampai ekstremitas bawah.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan hasil pemeriksaan laboratorium.
6. Batasan Karakteristik
a. Eliminasi Urine
1) Data Mayor
Melaporkan atau mengalami masalah eliminasi urine, seperti :
a) Dorongan berkemih g) Distensi kandung kemih
b) Sering berkemih h) Inkontinensia
c) Disuria i) Volume urine residu yang banyak
d) Nokturia j) Keragu-raguan
e) Enuresia k) Retensi urine
f) Menetes
2) Data Minor
a) Meringis, gelisah dan rasa tidak nyaman .
b. Eliminasi Fekal
1) Data Mayor
a) Feces lunak dan atau c) Peningkatan frekuensi defekasi
cair d) Defekasi kurang dari tiga kali
b) Feces keras dan seminggu
berbentuk e) Defekasi lama dan sulit
2) Data Minor
a) Nyeri abdomen
b) Frekuensi bising usus meningkat
c) Peningkatan dalam keenceran atau volume feces
d) Penurunan bising usus
e) Mengeluh rektal terasa penuh
f) Mengeluh ada tekanan pada rectum
g) Nyeri saat defekasi
h) Impaksi yang dapat diraba
i) Pengosongan terasa tidak adekuat
b. Retensi urine
No. Intervensi Rasional
1 Monitor keadaan bladder setiap Menentukan masalah
2 jam
2 Ukur intake dan output cairan Memonitor keseimbangan cairan
setiap 4 jam
3 Berikan cairan 2000ml/ hari Menjaga deficit cairan
dengan kolaborasi
4 Kurangi minum setelah jam 6 Mencegah nokturia
malam
5 Kaji dan monitor analisis urine Membantu memonitor
elektrolit dan berat badan keseimbangan cairan
6 Lakukan latihan pergerakan Meningkatkan fungsi ginjal dan
bladder
7 Lakukan relaksasi ketika duduk Relaksasi pikiran dapat
berkemih meningkatkan kemampuan
berkemih
8 Ajarkan teknik latihan dengan Menguatkan otot pelvis
kolaborasi dokter/ fisioterapi
9 Kolaborasi dalam pemasangan Mengeluarkan urine
kateter
2. Gangguan Eleminasi Fekal
a. Gangguan eleminasi fekal: konstipasi (actual/ risiko)
No. Intervensi Rasional
1 Catat dan kaji kembali warna, Pengkajian dasar untuk
konsistensi, jumlah, dan waktu mengetahui adanya masalah
buang air besar bowel
2 Kaji dan catat pergerakan usus Deteksi dini penyebab konstipasi
3 Jika terjadi fecal impaction: Membantu mengeluarkan feses
Lakukan pengeluaran manual
Lakukan gliserin klisma
4 Konsultasikan dengan dokter Meningkatkan eleminasi
tentang: pemberian laksatif,
enema, pengobatan
5 Berikan cairan adekuat Membantu feses lebih lunak
6 Berikan makanan tinggi serat Menurunkan konstipasi
dan hindari makan yang banyak
mengandung gas dengan
konsultasi bagian gizi
7 Bantu klien dalam melakukan Meningkatkan pergerakan usus
aktivitas pasif dan aktif
8 Berikan pendidikan kesehatan Mengurangi/ menghindari
tentang: personal hygiene, inkontinensia
kebiasaan diet, cairan dan
makanan yang mengandung
gas, aktivitas, kebiasaan buang
air besar
I. Referensi
1. Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan. Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta
2. Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
2009-2011. Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
3. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2010. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
4. Carpenito, Lynda Juall . 2010 . Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
5. Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. EGC :
Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN AKTUALISASI DIRI
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Aktualisasi diri adalah kebutuhan alami dan naluriah yang di miliki
manusia untuk melakukan usaha terbaik yang ia bisa. Maslow (Schneider,K.J,
dkk, 2001 dalam Arinato, 2009,), menyatakan aktualisasi diri adalah proses
menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi psikologis yang
unik. Proses Aktualisasi diri akan di bantu serta di hambat oleh pengalaman dan
proses belajar kita dalam masa kanak kanak. Aktualisasi diri akan berubah
sejalan dengan perkembangan hidup dan pengalaman seseorang.
Aktualisasi diri pada akhirnya akan merujuk pada peak
performance danpeak experience. Menurut privette (2001, dalam Schneider,K.J,
dkk, 2001), peak performance adalah kondisi terbaik seseorang, yaitu ketika
pikiran dan tubuh bekerja secara bersamaan.Sedangkan peak
experience merupakan sebuah momen yang berharga ketika manusia mencapai
kebahagiaan yang sesungguhnya. Jika aktualisasi merupakan prototype dari
kesehatan kepribadian, peak performancedan peak experience merupakan
prototype dari pengalaman yang positif.
B. Rentang Respon
Keterangan:
a. Aktualisasi diri: pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan diterima.
b. Konsep diri: apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri
c. Harga diri rendah: transisi antara respon konsep diri adaptif dengan konsep
diri maladiptif
d. Keracunan identitas: kegagalan aspek individu mengintergrasikan aspek-
aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematang aspek psikososial,
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi: perasaan yang tidak realistik dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemassan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dnegan orang lain. ( Keliat , 1998).
C. Faktor Predisposisi
Faktor – faktor yang mempengaruhi gambaran diri, adalah munculnya stressor
yang dapat mengganggu integrasi gambaran diri. Stressor dapat berupa :
a. Operasi
Mastektomi, amputasi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran
diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik atau protesa.
b. Kegagalan fungsi tubuh
Hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonalisasi yaitu tidak
mengakui atau asing terhadap bagian tubuh, sering berkaitan dengan
fungsi syaraf.
c. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh
Sering terjadi pada klien gangguan jiwa. Klien mempersiapkan
penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
d. Tergantung pada mesin.
Klien intensife care yang memandang immobilisasi sebagai tantangan,
akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik. Penggunaan alat –
alat intensife care dianggap sebagai gangguan.
e. Perubahan tubuh
Berkaitan dengan tumbuh kembang, dimana seseorang akan merasakan
perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang
seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif.
Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh
yang tidak ideal.
f. Umpan balik interpersonal yang negatif
Adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga
membuat seseorang menarik diri.
g. Standart sosial budaya
Berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda pada setiap orang
dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut
menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya
perasaan minder.
D. Faktor Presipitasi
1) Trauma
Penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran
Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu
dalam peran atau posisi yang diharapkan.
1. Transisi peran perkembangan
Perubahan normative yang berkaitan dengan pertumbuhan.
Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan
individu atau keluarga dan norma – norma budaya, nilai – nilai dan
tekanan untuk penyesuaian diri. Setiap perkembangan dapat
menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus
dilalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang
berbeda – beda. Hal ini merupakan stressor bagi konsep diri.
2. Transisi peran situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau
berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui
kelahiran atau kematian orang yang berarti. Perubahan status
menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan
peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
3. Transisi peran sehat – sakit
Pergeseran dari keadaaan sehat ke keadaan sakit. Stressor pada tubuh
dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat
perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua
komponen konsep diri. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :
1. Kehilangan bagian tubuh
2. Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh
3. Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal
4. Prosedur medis dan keperawatan.
E. Mekanisme Koping
1. Jangka Pendek
2. Jangka Panjang
Terapi Spesialis
1. Terapi individu : Terapi Penghentian Pikiran (Thought Stopping)
2. Terapi Kelompok : Terapi Suportif
3. Terapi Keluarga : Terapi Family Psiko Edukasi
4. Terapi Komunitas : Terapi ACT
G. Pengkajian Keperawatan
I. Identitas
1. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang: nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan
klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
2. Usia dan No. RM Lihat RM
3. Alamat
4. Pekerjaan
5. Mahasiswa menuliskan sumber data / informan
II. Alasan Masuk
Tanyakan kepada klien/keluarga:
1. Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang ke Rumah Sakit saat ini?
2. Bagaimaa gambaran gejala tersebut ?
III. Faktor Predisposisi
1. Tanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini
2. Tanyakan penyebab munculnya gejala tersebut.
3. Apa saja yang sudah dilakukan oleh keluarga mengatasi masalah ini ?
4. Bagaimana hasilnya ?
IV. Faktor Predisposisi
Riwayat Penyakit Masa Lalu
1. Tanyakan kepada klien/keluarga apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu, bila ya beri tanda 3 pada kotak ya dan bila
tidak beri tanda 3 pada kotak tidak
2. Apabila pada poin 1 ya, maka tanyakan bagaimana hasil pengobatan
sebelumnya. Apabila dia dapat beradaptasi di masyarakat tanpa ada
gejala-gejala gangguan jiwa maka beri tanda 3 pada kotak berhasil.
Apabila dia dapat beradaptasi tapi masih ada gejala-gejala sisa maka beri
tanda 3 pada kotak kurang berhasil. Apabila tidak ada kemajuan atau
gejala-gejala bertambah atau menetap maka beri tanda 3 pada kotak
tidak berhasil.
3. Tanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan fisik / penyakit
termasuk gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Riwayat Psikososial
1. Tanyakan pada klien apakah klien pernah melakukan dan atau
mengalami dan atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal. Beri tanda 3 sesuai dengan penjelasan klien / keluarga apakah
klien sebagai pelaku dan atau korban, dan atau saksi, maka beri tanda 4
pada kotak pertama. Isi usia saat kejadian pada kotak ke dua. Jika klien
pernah mengalami pelaku dan jelas tentang kejadian yang dialami klien
2. Tanyakan pengalaman masa lalu lain yang tidak menyenangkan baik bio,
psiko, sosio, kultural, spiritual seperti (kegagalan, kehilangan /
perpisahan / kematian, trauma selama tumbuh kembang) yang pernah
dialami klien pada masa lalu
3. Bagaimana kesan kepribadian klien ?
Riwayat Penyakit Keluarga
1. Tanyakan kepada klien / keluarga apakah ada anggota keluarga lainnya
yang mengalami gangguan jiwa, jika ada beri tanda 3 pada kotak ya dan
jika tidak beri tanda 3 pada kotak tidak. Apabila ada anggota keluarga
lain yang mengalami gangguan jiwa maka tanyakan bagaimana
hubungan klien dengan anggota keluarga terdekat. Tanyakan apa gejala
yang dialami serta riwayat pengobatan dan perawatan yang pernah
diberikan pada anggota keluarga tersebut. Masalah keperawatan ditulis
sesuai dengan data
V. Status Mental
Beri tanda 3 pada kotak sesuai dengan keadaan klien boleh lebih dari satu :
1. Penampilan
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat / keluarga
a. Penampilan tidak rapi jika dari ujung rambut sampai ujung kaki ada
yang tidak rapi.
Misalnya : rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat, resleting
tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak diganti-ganti.
b. Penggunaan pakaian tidak sesuai. Misalnya : pakaian dalam dipakai
di luar baju
c. Cara berpakaian tidak seperti biasanya jika penggunaan pakaian
tidak tepat (waktu, tempat, identitas, situasi/kondisi)
d. Jelaskan hal-hal yang ditampilkan klien dan kondisi lain yang tidak
tercantum
e. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data
2. Kesadaran
Kuantitatif/penurunan kesadaran
Compos mentis : sadarkan diri
Apatis : individu mulai mengantuk acuh tak acuh
terhadap rangsang yang masuk,
diperlukan rangsang yang kuat untuk
menarik perhatian
Somnolensia : jelas sudah mengantuk, diperlukan
rangsang yang kuat lagi untuk menarik
perhatian
Sopor : ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah
hilang
Subkoma dan koma : tidak ada respon terhadap rangsang yang
keras
Kualitatif
a. Tidak berubah : Mampu mengadakan hubungan dan
pembatasan dengan lingkungannya dan
dirinya (sesuai dengan kenyataan)
b. Berubah : Tidak mampu mengadakan hubungan dan
pembatasan dengan lingkungannya dan
dirinya pada taraf tidak sesuai dengan
kenyataan
c. Gangguan tidur : Dapat berupa insomnia, somnambulisme,
nightmare, narkolepsi
d. meninggi : Keadaan dengan respon yang meninggi
terhadap rangsang seperti suara terasa
lebih keras, warna terlihat lebih tenang dll
e. Hipnosa : Kesadaran yang sengaja diubah menurun
menyempit
f. Disosiasi : Tingkah laku / kejadian yang memisahkan
dirinya secra psikologik dengan
kesadarannya contoh : trans, fugue dll
3. Aktivitas Motorik
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat / keluarga
Kelambatan:
a. Hipokinesa, hipoaktifitas : gerakan atau aktivitas yang
berkurang
b. Sub stupor katatonik : reaksi terhadap lingkungan sangat
berkurang gerakan dan aktivitas
menjadi lambat
c. Katalepsi : mempertahankan secara kaku
posisi badan tertentu juga bila
hendak diubah orang lain
d. Flexibilitas serea : mempertahankan posisi yang
dibuat orang lain
Peningkatan:
a. Hiperkinesa, hiperaktivitas : gerakan atau aktivitas yang
berlebihan
b. Gaduh gelisah katonik : aktivitas motorik yang tidak
bertujuan yang berkali-kali seakan
tidak dipengaruhi rangsang luar
c. Tik : gerakan involunter sekejap dan
berkali-kali mengenai sekelompok
oto yang relatif kecil
d. Grimase : gerakan otot muka yang berubah-
ubah yang tidak dapat dikontrol
e. Tremor : jari-jari yang tampak gemetar ketika klien
menjulurkan tangan
f. Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, seperti
berulangkali mencuci tangan, mencuci muka, mandi,
mengeringkan tangan
g. Mannerism : pergerakan yang stereotipe dan testrsi (seperti
bermain sandiwara)
h. Ekhopraksia : meniru gerakan orang lain pada saat dilihatnya.
i. Verbegerasi : berkali-kali mengucapkan sebuah kata yang tidak
tercantum
Jelaskan aktivitas yang ditampilkan klien dan kondisi lain yang tidak
tercantum
Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data
4. Afek-emosi
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat / keluarga
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang terkait dengan gangguan konsep diri yang berhubungan dengan
atau yang terkait dengan aktualisasi diri adalah sebagai berikut:
Keputusan
Risiko pelemahan martabat
Risiko kesepian
Gangguan identitas pribadi
Risiko gangguan identitas pribadi
Kesiapan meningkatkan konsep diri
Gangguan citra tubuh
1. Keputusasaan
a. Definisi
Kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya
sedikit atau bahkan tidak ada alternatif atau pilihan pribadi dan tidak
mampu memobilisasi energi demi kepentingan sendiri.
b. Batasan Karakteristik
Menutup mata
Penurunan afek
Penurunan selera makan
Penurunan respon terhadap stimulus
Penurunan verbalisasi
Kurang inisiatif
Kurang keterlibatan dalam asuhan
Pasif
Mengangkat bahu sebagai respon terhadap orang yang mengajak
bicara
Gangguan pola tidur
Meninggalkan orang yang mengajka bicara
Isyarat verbal (misalnya : isi putus asa, “saya tidak dapat”,
menghela napas)
c. Faktor Yang Berhubungan
Diasingkan
Penurunan kondisi fisiologis
Stres jangka panjang
Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual
Kehilangan kepercayaan pada nilai penting
Pembatasan aktiivitas jangka panjang
Isolasi sosial
2. Risiko Pelemahan Martabat
a. Definisi
Berisiko terhadap persepsi kehilangan rasa hormat dan kehormatan.
b. Faktor Risiko
Keganjilan budaya
Pengungkapan informasi rahasia
Pemajanan tubuh
Ketidakadekuatan partisipasi dalam pembuatan keputusan
Kehilangan kendali fungsi tubuh
Merasa tidak diperlakukan secara manusiawi
Merasa terhina
Merasa terganggua oleh praktisi
Merasakan invasi terhadap privasinya
Label yang menstigma
Penggunaa istilah medis yang membingungkan
3. Risiko Kesepian
a. Definisi
Berisiko mengalami ketidaknyamanan yang berkaitan dengan keinginan
atau kebutuhan untuk melakukan lebih banyak kontak dengan orang
lain.
b. Faktor Risiko
Deprivasi afek/kasih sayang (misalnya : kematian pasangan)
Deprivasi katektis (misalnya : tidak ada teman bicara)
Isolasi fisik (misalnya : isolasi karena penyakit infeksius)
Isolasi sosial (misalnya : ditolak oleh kelompok sebaya)
4. Gangguan Identitas Pribadi
a. Definisi
Ketidakmampuan mempertahankan persepsi diri yang utuh dan
terintegrasi.
b. Batasan Karakteristik
Sifat personal kontradiktif
Deskripsi waham tentang diri sendiri
Gangguan citra tubuh
Kebingungan gender
Ketidakefektifan koping
Gangguan hubungan
Ketidakefektifan performa peran
Merasa koping
Merasa aneh
Perasaan yang berfluktuasi tentang diri sendiri
Ketidakmampuan membedakan stimulus internal dan eksternal
Ketidakpastian tentang nilai budaya (misalnya :
mempertanyakan kepercayaan, agama, dan moral)
Ketidakpastian tentang tujuan
Ketidakpastian tentang nilai ideologis (misalnya :
mepertanyakan kepercayaan, agama, dan moral)
c. Faktor Yang Berhubungan
Harga diri rendah kronik
Indoktrinasi pemujaan
Diskontinuitas budaya
Diskriminasi
Disfungsi proses keluarga
Mengonsumsi zat kimia toksik
Inhalasi zat kimia toksik
Kondisi manik
Gangguan kepribadan ganda
Sindrom otak organik
Prasangka
Gangguan psikiatrik (misalnya : psikosis, depresi, gangguan
disosiatif)
Krisis situasional
Harga diri rendah situasional
Perubahan peran sosial
Tahap perkembangan
Tahap pertumbuhan
Penggunaan obat psikoaktif
5. Risiko Gangguan Identitas Pribadi
a. Definisi
Risiko ketidkmampuan mempertahankan persepsi diri yang terintegrasi
dan komplet
b. Faktor Risiko
Harga diri rendah kronik
Indoktrinasi pemujaan
Diskontinuitas budaya
Diskriminasi
Disfungsi proses keluarga
Mengonsumsi zat kimia toksik
Inhalasi zat kimia toksik
Kondisi manik
Gangguan kepribadan ganda
Sindrom otak organik
Prasangka
Gangguan psikiatrik (misalnya : psikosis, depresi, gangguan
disosiatif)
Krisis situasional
Harga diri rendah situasional
Perubahan peran sosial
Tahap perkembangan
Tahap pertumbuhan
Penggunaan obat psikoaktif
6. Kesiapan Meningkatkan Konsep Diri
a. Definisi
Pola persepsi atau gagasan tentang diri yang memadai untuk
kesejahteraan dan dapat ditingkatkan.
b. Batasan Karakterisitik
Menerima keterbatasan
Menerima kekuatan
Tindakan selaras dengan ekspresi verbal
Mengekspresikan kepercayaan diri dalam kemampuan
Mengekspresikan kepuasan dengan citra tubuh
Mengekspresikan kepuasan dengan identitas pribadi
Mengekspresikan kepuasan dengan performa peran
Mengekspresikan kepuasan dengan rasa berharga
Mengekspresikan kepuasan dengan gagasan tentang diri sendiri
Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan konsep diri
7. Gangguan Citra Tubuh
a. Definisi: konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu
b. Batasan Karakteristik:
- Perilaku mengenali tubuh individu
- Perilaku menghindari tubuh individu
- Perilaku memantau tubuh individu
- Respon nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh (mis:
penampilan, struktur, fungsi)
- Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh (mis:
penampilan, struktur, fungsi)
- Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan pandangan
tentang tubuh individu (mis: perubahan, struktur, fungsi)
- Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan individu dalam
penampilan
- Perubahan actual pada fungsi
- Perubahan actual pada struktur
- Perilaku mengenali tubuh individu
- Perilaku memantau tubuh individu
- Perubahan dalam kemampuan memperkirakan hubungan special tubuh
terhadap lingkungan
- Perubahan dalam keterlibatan social
- Perluasan batasan tubuh untuk menggabungkan objek lingkungan
- Secara sengaja menyembunyikan bagian tubuh
- Secara sengaja menonjolkan bagian tubuh
- Kehilangan bagian tubuh
- Tidak melihat bagian tubuh
- Tidak menyentuh bagian tubuh
- Trauma pada bagian yang tidak berfungsi
- Secara tidak sengaja menonjolkan bagian tubuh
Subjektif
- Depersonalisasi kehilangan melalui kata ganti yang netral
- Depersonalisasi bagian melalui kata ganti yang netral
- Penekanan pada kekuatan yang tersisa
- Ketakutan terhadap reaksi orang lain
- Fokus pada penampilan masa lalu
- Perasaan negative tentang sesuatu
- Personalisasi kehilangan dengan menyebutkannya
- Fokus pada perubahan
- Fokus pada kehilangan
- Menolak memverifikasi perubahan actual
- Mengungkapkan perubahan gaya hidup
I. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Resiko gangguan NOC NIC
identitas pribadi - Distorted throught Behavior
Definisi: resiko self control Management: Self-
ketidakmampuan - Identity Harm
mempertahankan - Self mutilation - Dorong pasien
persepsi diri yang restraint untuk
terintegrasi dan komplit Kriteria Hasil mengungkapkan
Faktor Risiko: - Mengungkapkan secara verbal
- Harga diri rendah secara verbal konsekuensi dari
kronik tentang identitas perubahan fisik
- Indoktrinasi personal dan emosi yang
pemujaan - Mengungkapkan mempengaruhi
- Diskontinuitas secara verbal konsep diri
budaya penguatan tentang Family involvement
- Diskriminasi identitas personal promotion:
- Disfungsi proses - Memperlihatkan - Bina hubungan
keluarga kesesuaian perilaku dengan pasien
- Mengonsumsi zat verbal dan non sejak masuk ke
kimia toksik verbal rumah sakit
- Kondisomanic - Fasilitas
- Gangguan pengambilan
kepribadian ganda keputusan
- Sindrom otak kolaboratif
organic - Menjadi
- Prasangka penghubung
- Gangguan antara pasien dan
psikiatrik (mis: keluarga
psikosis, depresi, Self awareness
gangguan enhancement
disosiatif) - Pantau pernyataan
- Krisis situasional pasien tentang
- Harga diri rendah harga dirinya
situasional - Nilai apakah
- Perubahan peran pasien percaya
sosial diri terhadap
- Tahap penilaiannya
perkembangan - Pantau frekuensi
- Tahap pertumbuhan ungkapan verbal
- Gangguan obat yang negative
psikoatif terhadap diri
sendiri
- Dorong pasien
untuk
mengidentifikasi
kekuatan
- Berikan
pengalaman yang
dapat
meningkatkan
otonomi pasien
jika perlu
- Hindari member
kritik negative
- Dorong pasien
untuk
mengevaluasi
perilakunya
sendiri.
2. Resiko pelemahan NOC NIC
martabat Human Dignity, Risk Patient Rights
Definisi: berisiko for Comprimise Protection
terhadap persepsi Kriteria Hasil: - berikan pasien
kehilangan rasa hormat - Pelanggaran dokumen “hak
dan kehormatan pemulohan pasien”
Batasan Karakteristik: - Penerimaan: - berikan privasi
- Keganjilan budaya kondisi kesehatan (misal: tirai
- Pengungkapan - Mampu beradaptasi tertutup penuh,
informasi rahasia dengan kecacatan selimuti pasien)
- Pemajanan tubuh fisik selama aktivitas
- Ketidakadekuatan - Citra tubuh hygiene,
partisipasi dalam - Usus kontinensia eliminasi,
pembuatan - Kepuasan klien: berpakaian dan
keputusan peduli: tingkat selama prosedur
- Kehilangan kendali persepsi positif pengobatan
fungsi tubuh perhatian perawat - lindungi
- Merasa tidak terhadap klien kerahasiaan
diperlukan secara - Kepuasan klien: informasi
manusiawi pemenuhan kesehatan pasien
- Merasa terhina kebutuhan budaya - jangan pernah
- Merasa terganggu - Kepuasan klien: mendesak atau
oleh prktisi perlingdungan hak: memaksa (missal:
- Merasa invasi tingkat persepsi menggunakan
terhadap privasinya positif teknik menakut-
- Label yang perlindungan hak nakuti pasien
menstigma moral klien yang untuk menyetujui
- Penggunaan istilah diberikan oleh tindakan)
medis yang perawat - Harga yang
membingungkan - Mempertahankan diungkapkan
privasi dan dalam surat
kerahasiaan klien wasiat pasien
terjaga (atau arahan
- Kepuasan klien: lanjut perawatan
perawatan pasien)
psikologis - Bantu atasi situasi
- Nyaman/tenang yang melibatkan
kematian asuhan yang tidak
- Kondisi nyaman: aman atau tidak
social budaya adekuat
- Mengatasi - Bekerjasama
- Keterlibatan dalam dengan dokter dan
pengambilan tenaga
keputusan administrasi
perawatan rumah sakit untuk
- Tingkat depresi menghormati
- Akhir hidup harapan pasien
bermartabat dan keluarga
- Mengatasi keluarga - Hargai
- Fungsi keluarga permintaan
- Kondisi social tertulis DNR (Do
keluarga Not Resuscitate)
- berharap atau menolak
- Tentukan siapa
yang secara
hokum
bertanggungjawab
memberi
persetujuan terapi
......................, .........................2016
Mengetahui
(...................................) (...................................)
NIP. NIM.
Mengetahui
Pemimbing Akademik
(........................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN MEMILIKI DAN DIMILIKI
A. PENGERTIAN
Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal seperti makanan, air,
keamanan, cinta dan mencintai yang merupakan hal yang paling penting untuk
bertahan hidup dan kesehatan.walaupun setiap orang punya sifat tambahan,
kebutuhan yang unik, setiap orang mempunyai kebutuhan dasar manusia yang
sama. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat
kesehatan dan posisi pada rentang sehat-sakit.
Kebutuhan dasar mencintai dan dicintai sangat sulit untuk
didefinisikan, karna cangkupan maknanya yang terlalu luas dan tak terbatas.
Cinta berhubungan dengan emosi, bukan dengan intelektual seseorang.
Perasaan lebih berperan dalam cinta daripada proses intelektual. Walaupun
demikian cinta dapat diartikan sebagai keadaan untuk saling mengerti secara
dalam dan menerima sepenuh hati.
Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi
seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan di mana seseorang
berkeinginan untuk menjalin hubungan yang bermakna secara efektif atau
hubungan emosional dengan orang lain. Dorongan ini akan menekan
seseorang sedemikian rupa, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin
untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan akan cinta kasih dan perasaan
memiliki. Kebutuhan akan mencintai dan dicintai ini sangat besar
pengaruhnya terhadap kepribadian seseorang terutama untuk seorang anak.
Cinta berhubungan dengan emosi, bukan dengan intelektual. Perasaan lebih
berperan dalam cinta daripada proses intelektual. Walaupun demikian, cinta
dapat diartikan sebagai keadaan untuk saling mengerti secara dalam dan
menerima sepenuh hati. Setiap individu, termasuk klien yang dirawat oleh
perawat, memerlukan terpenuhinya kebutuhan mencintai dan dicintai.Klien
merupakan individu yang berada dalam kondisi ketidakberdayaan karena sakit
yang dialaminya.Pada kondisi ini diperlukan sentuhan perawat yang dapat
memberikan kedamaian dan kenyamanan.Oleh karena itu, setiap perawat
harus memiliki pemahaman yang benar mengenai konsep dalam pemenuhan
kebutuhan mencintai dan dicintai.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr. Sarlito W.Sarwono.
Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu keterikatan, keintiman,
dan kemesraan. Yang dimaksud dengan keterikatan padalah adanya perasaan
untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan
orang lain kecuali dengan dia. Unsur yang kedua adalah keintiman, yaitu
adanya kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa
antara anda dengan dia sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal
seperti bapak, ibu, saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau
sebutan sayang dan sebagainya. Makan minum dari satu piring-cangkir tanpa
rasa risi, pinjam meminjam baju, saling memakai uang tanpa merasa
berhutang, tidak saling menyimpan rahasia dan lain-lainnya. Unsur yang
ketiga adalah kemesraan, yaitu adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa
kangen kalu jauh atau lama tidak bertemu, adanya ucapan-ucapan yang
mengungkapkan rasa saying, dan seterusnya.
Konsep mencintai dan dicintai yang harus diketahui perawat
Ada beberapa konsep tentang mencintai dan dicintai yang harus dipahami
oleh setiap perawat, diantaranya yaitu :
2. Mania
a. Gejala Emosional dari Mania :
Data subjektif
Batasan karakteristik :
1) Mengungkapkan perasaan tidak berharga dan tidak berguna
2) Mengungkapkan kesedihan yang mendalam karena kehilangan
kasih sayang
3) Mengungkapkan perasaan cemas
4) Mengungkapkan keputusasaan
5) Mengungkapkan adanya keinginan untuk bunuh diri
C. PATOFISIOLOGI
Alam perasaan adalah kekuatan atau perasaan hati yang mempengaruhi
seseorang dalam jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada
dalam afek yang tidak stabil tapi tidak berarti orang tersebut tidak pernah
sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan sayang emosi ini terjadi sebagai kasih
sayang seseorang terhadap rangsangan yang diterimanya dan lingkungannya
baik internal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi dalam rentang dari reaksi
adaptif sampai maladaptif.
Rentang Respon
2) Depresi
Depresi merupakan respon emosi yang maladaptif berat dan dapat
dikenal melalui intensitas, rembetan terus – menerus, dan pengaruhnya
terhadap fungsi sosial dan fisik individu. Gangguan alam perasaan
kesal dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi sosial dan fungsi
fisik yang hebat dan menetap pada individu yang bersangkutan.
a) Tingkat Depresi
1. Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir
komunikasi sosial dan rasa tidak nyaman.
2. Depresi Sedang
a) Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis
b) Proses pikir : perasaan sempit, berfikir lambat, berkurangnya
komunikasi verbal komunikasi non verbal meningkat.
c) Pola komunikasi : bicara lambat, berkurang komunikasi verbal,
komunikasi non verbal meningkat
d) Partisipasi sosial : menarik diri tak mau bekerja atau sekolah,
mudah tersinggung
3. Depresi Berat
a) Gangguan afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung,
inisiatif berkurang
b) Gangguan proses pikir
c) Sensasi somatik dan aktivitas motorik : diam dalam waktu lama,
tiba-tiba hiperaktif, kurang merawat diri, tak mau makan dan
minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan
2. Mania
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor genetik : dikaitkan dengan faktor keturunan
2) Teori agresi berbalik diri diawali dengan proses kehilangan
ambivalen menjadi tidak mampu mengekspresikan marah menjadi
marah pada diri sendiri.
3) Kehilangan objek
Pada masa anak jika terjadi kehilangan kemudian trauma
selanjutnya faktor predisposisi terjadi gangguan pada masa
remaja. Jika terjadi kehilangan kemudian trauma, faktor
predisposisi terjadi gangguan.
4) Model kognitif
Gangguan proses pikir, gangguan penilaian terhadap lingkungan
dan masa depan.
5) Model biokimia
Cathecdamin meningkat.
6) Psikososial, perkembangan ego terganggu, memberi jalan untuk
menghukum superego.
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor biologis
Perubahan fisiologis, obat-obatan, penyakit fisik, ketidak
seimbangan metabolisme.
2) Faktor psikologi
Putus asa atau kehilangan cita-cita, fungsi tubuh, harga diri.
3) Faktor sosial budaya
Kehilangan peran, perceraian, pekerjaan, peristiwa besar dalam
hidup. (Stuart and Sundeen : 229)
3. Kesepian
a. Faktor Predisposisi
Berbagai faktor bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif.
Walaupun banyak penelitian telah dilakukan pada gangguan yang
memengaruhi hubungan interpersonal, belum ada suatu kesimpulan
yang spesifik tentang penyebab gangguan ini. Mungkin disebabkan
oleh kombinasi dari berbagai faktor yang meliputi :
1. Faktor Perkembangan
Perkembangan manusia mencakup perubahan dan kestabilan
berbagai aspek dalam dirinya, mencakup perkembangan fisik,
kognitif dan psikososial (perubahan dan stabilitas pada kepribadian
dan relasi sosial). Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan
dapat menimbulkan masalah sosial.
2. Faktor Biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.
Penurunan aktivitas neorotransmitter akan mengakibatkan
perubahan mood dan gangguan kecemasan. Neurotransmitter yang
mempengaruhi pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
a) Dopamin
Fungsi dopamin sebagai pengaturan mood dan motivasi,
sehingga apabila dopamin menurun pasien akan mengalami
penurunan mood dan motivasi.
b) Norepineprin
Norepineprin yang kurang dapat mempengaruhi kehilangan
memori, menarik diri dari masyarakat dan depresi.
c) Serotonin
Pasien dengan menarik diri atau isolasi sosial, serotonin
cenderung menurun sehingga biasanya dijumpai tanda tanda
seperti lemah, lesu dan malas melakukan aktivitas.
d) Asetokolin
Apabila terjadi penurunan asetokolin pada pasien dengan
isolasi sosial cenderung untuk menunjukkan tanda-tanda seperti
malas, lemah dan lesu.
3. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Contohnya orang yang mengalami kecacatan diasingkan dari
lingkungan.
4. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial (Fitria,
2010, hlm. 34).
b. Faktor presipitasi (pencetus)
Faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup
peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang
memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam
dua kategori yaitu sebagai berikut:
1) Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya
stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
2) Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
D. POHON MASALAH
Proses terjadinya masalah
Stressor Accumulation of
stressor
Keterangan:
Klien yang mengalami gangguan perasaan biasanya diawali dari
persepsinya yang negative terhadap stressor. Klien menganggap masalah
sebagai sesuatu yang 100% buruk.Tidak ada hikmah dan kebaikan dibalik
semua masalah yang diterimanya. Kondisi ini diperburuk dengan tidak
adanya dukungan yang adekuat seperti dari keluarga, sahabat, ibu,
tetangga, terutama keyakinannya kepada sang Maha Kuasa. Muncullah
fase akumulasi stressor dimana stressor yang lain turut memperburuk
keadaan klien. Klien akan merasa tidak berdaya dan akhirnya ada niat
untuk mencederai diri dan mengakhiri hidup. Hal ini menjadi pemicu
munculnya depresi, mania dan mengisolasi diri yang akan menjadi internal
stressor.
1. Depresi
Depresi
2. Mania
Kekurangan volume cairan Peristiwa terhadap penyiksaan orang lain Rasa bermusuhan
dan diri sendiri
3. Resiko Kesepian ( Isolasi Sosial )
Harga Diri
Rendah Kronis
Isolasi Sosial
Malas Perubahan
Beraktivitas presepsi sensori
(Halusinasi)
Resiko Mencederai
Defisit
Diri, Keluarga dan
Perawatan Diri
Orang ain
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan diagnostik tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan
kebutuhan mencintai dan dicintai.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Depresi
Menurut Tomb, 2003, semua pasien depresi harus mendapatkan
psikoterapi, dan beberapa memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan
terapi khusus bergantung pada diagnosis, berat penyakit, umur pasien,
respon terhadap terapi sebelumnya.
a. Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimistik. Bantu pasien mengidentifikasi dan
mengekspresikan hal-hal yang membuatnya prihatin dan
melontarkannya. Identifikasi faktor pencetus dan bantulah untuk
mengoreksinya. Bantulah memecahkan masalah eksternal (misal :
pekerjaan, lingkungan sekitar tempat tinggal. Latih pasien untuk
mengenal tanda-tanda dekompensasi yang akan datang. Temui pasien
sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali per hari) dan secara teratur,
tetapi jangan sampai tidak berakhir atau untuk selamanya. Kenalilah
bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan anda
(melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal, dll).
b. Terapi Kognitif
Perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi sedang dan
ringan. Diyakini oleh sebagian orang sebagai “ketidakberdayaan yang
dipelajari”, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan
keterampilan dan memberikan pengalaman-pengalaman sukses. Dari
perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan
pikiran-pikiran negative dan harapan-harapan negative. Terapi ini
mencegah kekambuhan. Latihan fisik (berlari, berenang) dapat
memperbaiki depresi.
c. Terapi farmakologi
1) Litium karbonat, sebuah obat antimatik, adalah obat pilihan untuk
klien yang menderita gangguan bipolar.
2) Pengobatan antipsikotik digunakan untuk klien yang menderita
hiperaktivitas hebat dan untuk menangani perilaku manik.
3) Antikonvulsan kadang-kadang diberikan karena keefektifan dalam
antimanik.
4) Pengobatan antiansietas, misalnya klonazepam (klonopin) dan
lotazepam (Antivan), kadang-kadang digunakan untuk klien yang
menderita episode panik akut dan untuk klien yang sulit ditangani.
5) Selsctive serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) berguna untuk
menangani depresi, terutama karena obat tersebut lebih sedikit
memiliki efek antikolinergik yang merugikan, lebih sedikit
toksisitas jantung, dan reaksi lebih cepat daripada antidepresan
trisiklik dan inhibitor oksidase monoamin (MAO).
6) Trisiklik dan inhibitor MAO, generasi pertama antidepresan, jarang
digunakan sejak adanya SSRI dan SSRIs atipikal.
7) Antipsikotik kadang-kadang digunakan untuk menangani
gangguan tidur dan ansietas sedang.
8) Dokter dapat memprogramkan, terapi elektrokonvulsif (ECP) jika
terdapat depsresi hebat, klien sangat ingin mealkukan bunuh diri,
atau jika klien tidak berespon terhadap protokol pengobatan
antidepresan.
Tiga fase penatalaksanaan farmakologis yang digambarkan dalam
panel pedolaman depresi adalah fase akut, fase lanjut, dan fase
pemeliharaan. Dalam fase akut gejalanya ditangan, dosis obat
dsisesuaikan untuk mencegah efek yang merugikan, dan klien
diberikan penyuluhan. Pada fase lanjut klien dimonitor pada dosis
efektif untuk mencegah terjadinya kambuh. Pada fase pemeliharaan,
seorang klien yang berisiko kambuh seringkali tetap diberi obat
bahkan selama waktu remisi. Untuk klien yang dianggap tidak berisiko
tinggi mengalami kambuh, pengobatan dihentikan.
2. Mania
Untuk penatalaksannan pada episode mania di prioritaskan pada tehnik
pencegahan dan penangan secara cepat :
a. Pengembangan dan peningkatan tentang respon maladaptive dan
koping yang efektif.
b. Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat
c. Pemberian obat antimanik.
Metode Psikososial
Menurut Hawari (2001, hlm. 90-97) ada beberapa terapi untuk
pasien dengan gangguan resiko kesepian (isolasi social), diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita baru dapat diberikan apabila penderita
dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik.
b. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain
sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat
c. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap pasien gangguan jiwa banyak mempunyai
manfaat, diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih
cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaknya lebih cepat
teratasi, dan lebih cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi
keagamaan yang dimaksud adalah berupa kegiatan ritual keagamaan
seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah keagamaan, dan kajian
kitab suci.
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Depresi
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan masalah klien. Menurut Keliat faktor-faktor yang perlu dikaji
pada klien dengan gangguan alam perasaan depresi dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
Menurut Keliat pengumpulan data yang dilakukan pada klien dengan
halusinasi dengar antara lain :
- Identitas klien dan penanggung
- Alasan dirawat (saat masuk rumah sakit dan saat pengkajian)
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
- Faktor presipitasi atau faktor pencetus
- Aspek fisik atau biologis
- Aspek psikososial
- Status mental
- Kebutuhan persiapan pulang
- Mekanisme koping
- Masalah psikososial dan lingkungan
- Aspek medik
Beberapa data yang kita kumpulkan pada klien dengan gangguan alam
perasaan depresi, diantaranya:
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor Genetik
Dikaitkan dengan faktor keturunan
b) Teori Agresi Berbalik pada Diri
Diawali dengan proses kehilangan → terjadi ambivalensi terhadap
objek yang hilang → tidak mampu mengekspresikan kemarahan →
marah pada diri sendiri
c) Kehilangan Objek
Pada masa kanak–kanak jika terjadi kehilangan → trauma →
faktor predisposisi terjadi gangguan pada masa remaja jika terjadi
kehilangan
d) Model Kognitif
Depresi terjadi karena gangguan proses pikir → penilaian negatif
terhadap diri, lingkungan dan masa depan
e) Teori Belajar Ketidakberdayaan
Keadaan prilaku dan ciri kepribadian seseorang yang percaya
bahkan dirinya kehilangan kontrol terhadap lingkungan. Ditandai :
tampak pasif, tidak mampu menyatakan keinginan, opini negatif
tentang diri.
2. Faktor Presipitasi
a) Putus atau kehilangan hubungan
Kehilangan pada kehidupan dewasa → faktor predisposisi terjadi
gangguan kehilangan nyata atau samar-samar.
Kehilangan orang yang dicintai
Kehilangan fungsi tubuh
Kehilangan harga diri
b) Kejadian besar dalam kehidupan
Peristiwa tak menyenangkan
Pengalaman negatif dari peristiwa kehidupan → depresi
c) Perubahan peran
Peran sosial yang menimbulkan stressor : bertetangga, pekerjaan,
perkawinan, pengangguran, pensiunan.
d) Sumber koping tidak adekuat
Sosial ekonomi, pekerjaan, posisi sosial, pendidikan
Keluarga → kurang dukungan
Hubungan interpersonal isolasi diri atau sosial
e) Perubahan Fisiologik
Gangguan alam perasaan terjadi sebagai respon terhadap
perubahan fisik oleh karena :
Obat-obatan
Penyakit fisik (infeksi, virus, tumor) → timbul nyeri sehingga
membatasi fungsi individu berinteraksi → depresi
3. Perilaku
Prilaku yang berhubungan dengan depresi :
a) Afektif
Marah, anxietas, apatis, perasaan dendam, perasaan bersalah, putus
asa, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.
b) Fisik
Nyeri perut, anorexia, nyeri dada, konstipasi, pusing, insomnia,
perubahan menstruasi, berat badan menurun.
c) Kognitif
Ambivalen, bingung, konsentrasi berkurang motivasi menurun,
menyalahkan diri, ide merusak diri, pesimis, ragu–ragu.
d) Prilaku
Agitasi, ketergantungan, isolasi sosial, menarik diri.
4. Mekanisme Koping
Reaksi berduka yang tertunda mencerminkan penggunaan eksagregasi
dari mekanisme pertahanan penyangkal (denial) dan supresi yang
berlebihan dalam upayanya untuk menghindari distress hebat yang
berhubungan dengan berduka. Depresi adalah suatu perasaan berduka
abortif yang menggunakan mekanisme represi, supresi, denial dan
disosiasi.
b. Masalah Keperawatan
Masalah-masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
gangguan alam perasaan depresi :
- Resiko tinggi terhadap kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri
- Kerusakan interaksi sosial : menarik diri
- Gangguan pola tidur
- Gangguan alam perasaan : depresi
- Gangguan konsep diri : harga diri rendah
- Gangguan citra tubuh
2. Mania
Terdiri dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien.
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien dan penanggung
2) Alasan dirawat
3) Riwayat penyakit
4) Faktor predisposisi, presipitasi
5) Aspek fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan
pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan.
6) Aspek medik
b. Masalah keperawatan
1) Menurut Keliat, Anna :
Resiko tinggi terhadap cedera
Resiko tinggi terhadap kekerasan, langsung kepada diri sendiri
atau orang lain
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Perubahan proses pikir
Perubahan sensori persepsi
Kerusakan interaksi sosial
Gangguan pola tidur.
2) Menurut standar asuhan keperawatan jiwa :
Potensi terjadi cidera diri, orang lain dan lingkungan
Gangguan istirahat tidur
Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
Gangguan asuhan mandiri
Gangguan komunikasi verbal
Potensial gangguan nutrisi dari keturunan
Potensial terjadi kelelahan berlebihan
3) Menurut pedoman perawatan psikiatri
Klien nampak hiperaktif, gaduh, gelisah, gembira terus
menerus, tidak pernah merasa takut
Arus pikir cepat, pikiran mudah dialihkan, perhatian mudah
terganggu, banyak bicara, flight of idea, cenderung
membanggakan diri, bicara dengan suara keras.
Tidak punya pandangan ke dalam diri, tidak tidur.
Kebersihan diri turun.
b. Masalah keperawatan
1. Untuk umum :
b) Kaji presepsi pasien dan sistem pendukung yang aktual
c) Tentukan factor resiko terhdap kesepian (misalnya, kurang
energy yang dibutuhkan untuk interaksi social, keterampilan
komunikasi yang buruk)
d) Bandingkan kinginan pasen untuk ingin mendapatkan
kunjungan dan interaksi social dengan kunjungan dan interaksi
social actual
e) Pantau respon pasien terhadap kunjungan keluarga dan teman
f) Fasilitas kunjungan NIC :
(1) Tentukan pilihan keluarga untuk waktu kunjungan dan
sediakan informasi
(2) Tentukan kebutuhan klien terhdap kunjungan dari keluarga
dan teman yang lebih sering
g) Kaji hubungan keluarga saat ini dan dimasa lalu
2. Untuk bayi dan anak-anak
a) Kaji sikap malu dan harga diri rendah, terutama diantara remaja
b) Diskusikan engan orang tua kemungkinan memperoleh hewan
peliharaan
3. Untuk Lansia
Kaji keterbatasan fungsi yang dapat engganggu interaksi social
a) Kaji aanya depresi,rujuk ke professional kesehatan jiwa sesui
kebutuhan
b) Kaji adanya perubahan status mental
c) Dorong partisipasi dalam klompok aktivitas fisik
d) Atur agar klien mendapat layanan pembagian makanan harian
dipusat komunitas khusus lansia.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Depresi
a) Resiko tinggi terjadi kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri
berhubungan dengan depresi yang ditandai dengan ide bunuh diri.
b) Depresi berhubungan dengan harga diri rendah ditandai dengan
perasaan tak berhjarga tidak ada harapan, murung dan merasa
kosong.
2. Mania
a) Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perubahan ekskresi natrium sekunder
b) Resiko tinggi terhadap penyiksaan orang lain berhubungan dengan
gangguan alam perasaan mania, ditandai dengan kerusakan indra
realitas, cedera, penilaian dan hiperaktif.
c) Gangguan perasaan mania berhubungan dengan kerusakan interaksi
sosial ditandai dengan rasa bermusuhan, terlalu percaya diri, atau
manipulasi orang lain. Carpenito,(2000).
I. RENCANA KEPERAWATAN
1. Depresi
Diagnosa : Resiko tinggi terhadap kekerasan
Tujuan Umum :
No Klien tidak menunjukkan prilaku kekerasan pada diri sendiri.
Intervensi Rasional
1. - Mengikuti atau berjalan bersama1. - Kehadiran individu yang
klien selama makanan diberikan. dipercayai dapat memeberikan rasa
aman dan menurunkan agitasi
2. - Berikan klien makanan tinggi2. - Karena keadaan hiperaktif, klien
protein, tinggi kalori, mengandung mengalimi kesukaran duduk agak
zat-zat gizi dan minuman-minuman lama untuk makan.
yang dapat dikonsumsi sambil
jalan - Kemungkinanya adalah lebih
3. Pertahankan cataan yang akurat besar bahwa ia akan mengkonsumsi
mengenai jumlah masukan, makanan dan minuman yang dapat
haluaran dan kalori dibawa-bawa dan dimakan dengan
hanya sedikit usaha.
3. - Informasi ini dibutuhkan untuk
4. - Kolaborasi dengan ahli gizi, membuat suatu pengkajian nutrisi
tentukan jumlah kalori yang yang akurat dan untuk
dibutuhkan mempertahankan keamanan klien
4. - Untuk menentukan pemberian
5. - Berikan suplemen vitamin dan nutrisi yang adekuat sesuai dengan
mineral sesuai program terapi kebutuhan klien dan untuk
pengobatan 5. meningkatkan status nutrisi.
NO. INTERVENSI
1. Identifiksi faktor penyebab dan
penunjang
J. REFERENSI
......................, .........................2016
Mengetahui
(...................................) (...................................)
NIP. NIM.
Mengetahui
Pembimbing Akademik
(.........................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DANGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN HARGA DIRI
A. Definisi
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri atau harga
diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri
telah berlangsung lama. Gangguan harga diri rendah merupakan masalah
bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang
sedang sampai berat. Umum nya disertai oleh evaluasi diri yang negatif,
membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
(Townsend, MC, 1998). Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
(Schult & Videbeck, 1998).
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi
secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, ditubuh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena:
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran
pubis,pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/ sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan.
Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan fisik.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptif.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis
atau pada klien gangguan jiwa.
Keterangan:
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan diterima.
2. Konsep diri adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri.
3. Kerancuan identitas adalah kegagalan aspek individu
mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam
kematangan aspek psikososial, kepribadian pada masa dewasa yang
harmonis.
4. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistic dan asing
terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan
serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain. (Keliat,
1998)
C. Penyebab
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang
tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang
lain dan ideal diri yang tidak realistik. Stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal, seperti : trauma fisik
maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi dengan bertambah
atau berkurangnya anggota keluargamelalui kelahiran atau kematian, serta
transisi peran sehat sakit sebagai transisidari keadaan sehat dan keadaan
sakit. (Stuart & Sundeen, 1991)
D. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah adalah pengalaman
masa kanak-kanak merupakan suatu faktor yang dapat menyebabkan
masalah atau gangguan konsep diri. Anak-anak sangat peka terhadap
perlakuan dan respon orang tua, lingkungan, sosial serta budaya. Orang tua
yang kasar, membenci dan tidak menerima akan mempunyai keraguan
atau ketidakpastian diri, sehingga individu tersebut kurang mengerti akan
arti dan tujuan kehidupan, gagal menerima tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri, tergantung pada orang lain serta gagal mengembangkan
kemampuan diri. Sedangkan faktor biologis, anak dengan masalah biologis
juga bisa menyebabkan harga diri rendah. (Stuart & Sundeen, 1991)
E. Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang
dihadapi individu dan individu yang tidak mampu menyelesaikan masalah.
Situasi atau stresor dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya.
Stresor yang mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan
kurang penghargaan diri dari orang tua yang berarti : pola asuh anak tidak
tepat, misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan
saudara, kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak dapat
dicapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Stuart&Sundeen,
1991). Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi transisi peran
yang dapat menimbulkan stres tersendiri bagiindividu. Stuart dan Sundeen,
1991 mengidentifikasi transisi peran menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Transisi Perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas.
Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan
menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat
merupakan stresor bagi konsep diri.
b. Transisi Peran situasi.
Transisi peran situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah
atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian,
misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua.
Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat
menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik peran tidak jelas atau
peran berlebihan.
c. Transisi Peran Sehat-Sakit
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan
berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri,
identitas diri, peran dan harga diri. (Stuart & Sundeen, 1991)
d. Transisi Peran situasi.
Transisi peran situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah
atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian,
misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua.
Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat
menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik peran tidak jelas atau
peran berlebihan.
e. Transisi Peran Sehat-Sakit
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan
berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri,
identitas diri, peran dan harga diri. (Stuart & Sundeen, 1991)
f. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada gangguan harga diri rendah
adalah:
1) Perasaan malu terhadap dirisendiri akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit, misalnya: malu dan sedih karena
rambut jadi rontok setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2) Rasa bersalah pada diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi
jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan, mengejek, dan
mengkritik diri sendiri.
3) Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak
mampu, saya tidak tahu apa-apa atau saya orang bodoh.
4) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak
ingin bertemu dengan orang lain, suka menyendiri.
5) Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan,
misalnya memilih alternatif tindakan.
6) Mencederai diri, akibat harga diri rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan. Gangguan
perilaku pada konsep diri dapat dibagi sebagai berikut:
a) Perilaku berhubungan dengan harga diri rendah Stuart dan
Sundeen, 1991, mengemukakan sepuluh cara individu
mengekspresikan secara langsung harga diri rendah:
Mengejek dan mengkritik diri sendiri, klien mempunyai
pandangan negatif tentang dirinya, klien sering
mengatakan dirinya bodoh dan tidak tahu apa-apa.
Merendahkan atau mengurangi martabat, klien
menghindari, mengabaikan atau menolak kemampuan
yang nyata dimiliki.
Rasa bersalah dan khawatir, klien menghukum dirinya
sendiri, ini dapat ditampilkan berupa : fobia, obsesi,klien
menolak dirinya sendiri.
Manifestasi fisik : tekanan darah meningkat, penyakit
psikosomatis dan penyalahgunaan obat.
Menunda keputusan, klien sangat ragu-ragu dalam
mengambil keputusan, rasa aman terancam, seseorang
mungkin tidak melaporkan perilaku kasar terhadap
dirinya.
Gangguan berhubungan karena ketakutan, penolakan dan
harga diri rendah, klien menjadi kejam, merendahkan diri
atau mengeksploitasi orang lain, perilaku ini adalah
menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh
perasaan tidak berharga.
Menarik diri dari realitas, bila kecemasan yang
disebabkan oleh penolakan diri sendiri mencapai tingkat
berat atau panik, klien mungkin mengalami gangguan
asosiasi, halusinasi, curiga, cemburu atau paranoid.
Merusak diri, harga diri rendah dapat mendorong klien
mengakhiri kehidupannya.
Merusak atau melukai orang
Menolak tekanan
b) Perilaku yang berhubungan dengan kekacauan identitas
terjadi karena kegagalan mengintegrasikan berbagai
identifikasi padamasa kanak-kanak secara selaras dan
harmonis. Perilaku yang berhubungan dengan identitas kabur
adalah hubungan interpersonal yang kacau atau masalah
hubungan intim. Klien mengalami kesukaran tampil sesuai
dengan jenis kelaminnya.
c) Perilaku berhubungan dengan depersonalisasi Jika individu
mengalami tingkat panik dan kecemasan maka respon mal
adaptif terhadap masalah identitas akan bertambah yang
mengakibatkan klien menarik diri dari realitas.
Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dimana
klien tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar
dirinya (Stuart dan Sundeen, 1991). Ini merupakan perasaan
asing akan diri sendiri. Klien sukar membedakan dirinya
dengan orang lain atau lingkungan. Depersonalisasi adalah
pengalaman subjektif yang dapat merusak ego.
Depersonalisasi dapat terjadipada depresi, skizofrenia,Mania
dan gangguan mental organik. ( Stuart dan Sundeen, 1991 )
G. Mekanisme Koping
Menurut Keliat (1998), mekanisme koping pada klien dengan gangguan
konsep diri dibagi dua yaitu:
1. Koping jangka pendek
a. Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari krisis,
misalnya : pemakaian obat, ikut musik rok, balap motor, olah raga
berat dan obsesi nonton televisi.
b. Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya:
ikut kelompok tertentu untuk mendapat identitas yang sudah dimiliki
kelompok, memiliki kelompok tertentu, atau pengikut kelompok
tertentu.
c. Aktivitas yang memberi kekuatan ataudukungan sementara terhadap
konsep diri atau identitas diri yang kabur, misalnya: aktivitas yang
kompetitif, olah raga, prestasi akademik, kelompok anak muda.
d. Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan, misalnya: penjelasan
tentang keisengan akan menurunnya kegairahan dan tidak berarti
pada diri sendiri dan orang lain.
2. Koping jangka panjang
Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping
jangka panjang. Penyelesaian positif akan menghasilkan ego identitas
dan Keunikan individu. Identitas negatif merupakan rinta ngan
terhadap nilai dan harapan masyarakat. Remaja mungkin menjadi anti
sosial, ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin mendapatkan
identitas yang positif. Mungkin remaja ini mengatakan “Saya
mungkin lebih baik menjadi anak tidak baik”. Individu dengan
gangguan konsep diri pada usia lanjut dapat menggunakan ego-
oriented reaction(mekanisme pertahanan diri) yang bervariasi untuk
melindungi diri. Macam mekanisme kopingyang sering digunakan
adalah : fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi. Dalam keadaan yang
semakin berat dapat terjadi deviasi perilaku dan kegagalan
penyesuaian sebagai berikut: psikosis, neurosis, obesitas, anoreksia,
nervosa, bunuh diri kriminal, persetubuhan dengan siapa saja,
kenakalan, penganiayaan.
3. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan harga
diri rendah adalah:
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah situasional atau kronik
b. Gangguan citra tubuh
c. Perubahan penampilan peran
d. Ideal diri tidak realistik
e. Ketidakberdayaan
f. Isolasi sosial : menari diri (Keliat, 1998)
H. Pohon Masalah
J. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan gangguan
citra Tubuh
(Keliat, 1998)
L. REFERENSI
Carpentino, Lynda juall. 2003. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta:EGC
Kelliat. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan jiwa. Jakarta : EGC
Stuart dan sundeen. 1999. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC
Townsend, MC. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: EGC
......................, .........................2016
Mengetahui
(...................................) (...................................)
NIP. NIM.
Mengetahui
Pembimbing Akademik
(.........................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN SEKSUALITAS
A. Pengertian
Istilah sex secara etimologi berasal dari bahasa latin “sexus”
kemudian diturunkan menjadi bahasa perancis kuno “sexe” istilah ini
merupakan teks bahasa inggris pertengahan yang bisa di lacak pada
periode 1150 –1500 masehi. Seks secara leksikal bisa berkedudukan
sebagai kata benda, kata sifat maupun kata kerja transitif.
Secara terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu
kekuatan pendorong hidup yang biasanya disebut dengan insting /naluri
yang dimiliki oleh setiap manusia baik dimiliki laki- laki maupun
perempuan yang mempertemukan mereka guna meneruskan kelanjutan
keturunan mereka.
Raharjo (1999) menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu
konsep, kontruksi sosial terhadap nilai, orientasi, dan perilaku yang
berkaitan dengan seks. kesehatan seksual menurut WHO (1975) sebagai
“pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual, dengan cara yang
positif, memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan
cinta”.
Seksualitas lebih luas lagi maknanya mencakup tidak hanya seks
tetapi bahkan kadang juga gender. Jika seks mendefinisikan jenis kelamin
fisik hanya pada “jenis” laki- laki dan perempuan dengan pendekatan
anatomis maka seksualitas berbicara lebih jauh lagi yakni adanya bentuk –
bentuk lain diluar itu, termasuk masalah norma.jika seks berorientasi fisik-
anatomi dan gender berorientasi sosial , maka seksualitas adalah
kompleksitas dari dua jenis orientasi sebelumnya, mulai dari fisik
,emosi,sikap, bahkan moral dan norma-norma sosial.
Seksualitas adalah bagaimana seseorang merasa tentang diri
mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut
kepada orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan,
pelukan, ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh,
cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk pikiran, pengalaman,
nilai, fantasi, emosi
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa
ekspresi perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling
menghargai memerhatikan ,dan menyayangi sehingga terjadi sebuah
hubungan timbal balik antara kedua individu.(A. Alimul Aziz H., 2006).
Jadi kesimpulannya kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia
yang merupakan ungkapan dari duan individu secara pribadi yang saling
memperhatikan satu sama lain sehingga menimbulkan hubungan timbal
balik ( feedback)
Tinjauan seksual dari beberapa aspek ,diantaranya :
1. Aspek biologis .Aspek ini memandang dari segi biologi seperti
pandangan anatomi dan fisiologi dari system reproduksi (seksual).
2. Aspek psikologis .Aspek ini merupakan pandangan terhadap
identitas jenis kelamin ,sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap
kesadaran identitasnya .
Aspek social budaya.Aspek ini merupakan pandangan budaya atau
keyakinan yang berlaku di masyarakat terhadap kebutuhan seksual serta
perilakunya di masyarakat.
Perilaku seksual sangat serupa dengan perilaku social lainnya yaitu
seseorang akan berperilaku sesuai dengan mereka dihargai untuk
berperilaku .Mereka cenderung “bermain sesuai aturan “ketika memilih
seseorang untuk dinikahi .Bagaimana seseorang memahami aspek dunia
mereka bergantung pada siapa mereka secara social dan dalam lingkungan
social seperti apa mereka tinggal.
Menurut (Potter and Perry ,2010) Perkembangan seksual dibagi menjadi :
1. Infantil dan Masa kanak- kanak awal .Sejak lahir , anak- anak
dirawat secara berbeda sesuai dengan gendernya
(Andrews,2005).Tiga tahun pertama kehidupan merupakan masa
penting dalam perkembangan identitas gender (DeLemaster dan
Friedrich ,2002) .Seorang anak memihak pada orang tua yang
memiliki gender yang sama dan membangun sebuah hubungan
yang berisi pujian- pujian dengan orang tua yng berlainan
gender.Anak- anak menyadari akan perbedaan antara jenis
kelamin , mulai merasa bahwa mereka adalah pria dan wanita ,
dan menginterpretasikan perilaku orang lain sebagai perilaku
yang sesuai untuk seorang pria dan wanita.
2. Usia sekolah. Selama usia sekolah , orang tua , guru- guru dan
kelompok teman sebaya berperan sebagai model peran dan
mengajarkan tentang bagaimana pria dan wanita bertindak dan
berhubungan dengan setiap orang. Anak - anak sekolah biasnya
mempunyai pertanyaan tentang aspek fisik dan emosional yang
berkaitan dengan seksual.Mereka memerlukan informasi yang
akurat dari rumah dan sekolah tentang perubahan pada tubuh dan
emosi mereka selama periode ini dan apa yang diharapkan saat
mereka berpindah ke tahap pubertas.(Edleman dan Mndle,2006)
3. Pubertas/Masa Remaja.Perubahan emosional selama pubertas dan
masa remaja sama dramatisnya dengan perubahan fisik.Remaja
bekerja dalam sebuah kelompok teman sebaya yang sangat kuat,
dengan kecemasan yang selalu ada. Masa remaja merupakan masa
dimana individu menggali orientasi seksual primer mereka
(King,2005;Price, 2003).
4. Masa Dewasa Muda. Meskipun individu dewasa muda telah
memiliki kematangan secara fisik, meraka harus terus menggali
dan mematangkan hubungan secara emosional.Keintiman dan
seksualitas merupakan masalah bagi semua individu dewasa
muda,apakah mereka melakukan hubungan seks, memilih untuk
menjauhkan diri dari hubungan seks, tetap memilih hidup sendiri,
menjadi homoseksual, atau menjadi janda.Individu sehat secara
seksual dalam berbagai cara.Aktivitas seksual sering didefinisikan
sebagai dasar kebutuhan , dan keinginan seksual yang sehat
disalurkan ke dalam benyuk keintiman sepanjang
kehidupan.Sebagai individu yang aktif secara seksual yang
membangun hubungan intim, mereka mempelajari teknik simulasi
yang dapat memuaskan diri sendiri dan pasangan seksual mereka.
5. Masa dewasa menengah.Perubahan dalam penampilan fisik pada
masa dewasa menengah terkadang menimbulakn masalah dalam
ketertarikan seksual.Selain itu, perubahan fisik aktual berhubungan
dengan proses penuaan mempengaruhi fungsi seksual.
6. Masa lansia.Banyak penelitian melaporkan bahwa lansia menahan
keinginan untuk aktif secara seksual (Nusbaum et al, 2005).Faktor
faktor yang mementukan aktivitas seksual pada lansia meliputi
status kesehatan terbaru, kepuasan hidup dulu dan sekarang, dan
status pernikahan atau hubungan intim
B. Gejala dan Tanda
1. Disfungsi Seksual
- Data Mayor :
a. Mengatakan memiliki masalah fungsi seksual
b. Mengatakan keterbatasan perfoma seksual akibat penyakit atau
terapi
- Data Minor
a. Takut terhadap keterbatasan perfoma seksual di masa
mendatang
b. Mendapatkan informasi yang salah mengenai seksualitas
c. Kurang pengetahuan mengenai seksualitas dan fungsi seksual
d. Memiliki konflik nilai yang melibatkan ekspresi seksual
(cultural, agama)
e. Mengalami perubahan hubungan dengan orang terdekat
f. Tidak puas dengan peran seks (persepsi atau aktual)
2. Ketidakefektifan Pola Seksualitas
- Data Mayor
a. Perubahan negative actual atau antisipatifdalam fungsi seksual
atau identitas seksual
- Data Minor
a. Ekspresi kekhawatiran mengenai fungsi seksual atau identitas
seksual
b. Tidak sesuainya perilaku seksual verbal dan nonverbal
c. Perubahan dalam karakteristiik seksual primer dan/atau
sekunder
3. Ketidakefektifan Proses Kehamilan – Melahirkan
Batasan Karakteristik
a. Selama Kehamilan
1) Tidak mengakses system pendukung dengan tepat
2) Tidak melaporkan ketidaktepatan persiapan fisik
3) Tidak melaporkan gaya hidup prenatal yang tepat (mis.,
nutrisi, eliminasi, tidur, gerakan tubuh, latihan fisik,
hygiene personal)
4) Tidak melaporkan ketersediaan sistem pendukung
5) Tidak melaporkan penanganan gejala tidak nyaman dalam
kehamilan
6) Tidak melaporkan rencana kelahiran yang realistic
7) Tidak mencari pengetahuan yang diperlukan (mis.,
persalinan dan melahirkan, asuhan bayi baru lahir)
8) Kegagalan menyiapkan barang yang diperlukan untuk bayi
baru lahir
9) Kunjungan ke pelayanan kesehatan prenatal tidak konsisten
10) Kurang pemeriksaan prenatal
11) Kurang menghrgai bayi yang belum lahir
b. Selama Persalinan dan Melahirkan
1) Tidak mengakses sistem pendukung dengan tepat
2) Tidak menunjukkan perilaku kelekatan dengan bayi baru
lahir
3) Tidak melaporkan ketersediaan sistem pendukung
4) Tidak melaporkan gaya hidup (mis., diet, eliminasi, tidur
gerakan tubuh, hygiene personal)
5) Tidak berespons dengan tepat pada awitan persalinan
6) Kurang proaktif selama persalinan dan melahirkan
c. Setelah Melahirkan
1) Tidak mengakses sistem pendukung dengan tepat
2) Tidak menunjukkan teknik menyusui dengan tepat
3) Tidak menunjukkan perawatan payudara dengan tepat
4) Tidak menunjukkan perilaku kelekatan pada bayi
5) Tidak menunjukkan teknik asuhan bayi dasar
6) Tidak memberi lingkungan yang aman untuk bayi
7) Tidak melaporkan gaya hidup pascapartum yang tepat
(mis., diet, eliminasi, tidur, gerakan tubuh, latihan fisik,
hygiene personal)
8) Tidak melaporkan ketersediaan sistem pendukung
4. Kesiapan Meningkatkan Proses Kehamilan – Melahirkan
Batasan Karakteristik
a. Selama Kehamilan
1) Melakukan kunjungan prenatal secara teratur
2) Menunjukkan respek pada bayi yang dikandung
3) Menyiapkan perlengkapan penting bagi bayi baru lahir
4) Melaporkan persiapan fisik yang tepat
5) Melaporkan gaya hidup prenatal yang sehat (mis., diet,
eliminasi, tidur, gerakan tubuh, latihan fisik, hygiene
personal)
6) Melaporkan ketersediaan sistem dukungan
7) Melaporkan rencana pelahiran yang realistis
8) Melaporkan penanganan gejala kehamilan yang
mengganggu kenyamanan
9) Mencari pengetahuan yang penting (mis., tentang ersalinan
dan pelahiran, asuhan bayi baru lahir)
b. Saat Persalinan dan Pelahiran
1) Mendemonstrasikan perilaku perlekatan dengan bayi baru
lahir
2) Proaktif dalam persalinan dan pelahiran
3) Melaporkan gaya hidup (mis., diet, eliminasi, gerakan
tubuh, latihan fisik, hygiene personal) yang sesuai dengan
kala persalinan
4) Berespons secara tepat terhadap awitan persalinan
5) Memakai teknik relaksasi yang sesuai dengan kala
persalinan
6) Menggunakan sistem dukungan secara tepat
c. Setelah Melahirkan
1) Mendemonstrasikan teknik menyususi yang tepat kepada
bayi
2) Mendemonstrasikan perawatan payudara yang tepat
3) Mendemonstrasikan teknik dasar perawatan bayi
4) Menyediakan lingkungan yang aman bagi bayi
5) Melaporkan gaya hidup pascapartum yang tepat (mis., diet,
eliminasi, tidur, gerakan tubuh, latihan fisik, hygiene
personal)
6) Menggunakan sistem dukungan yang tepat
5. Risiko Ketidakefektifan Proses Kehamilan – Melahirkan
Faktor Risko
a. Kurang pengetahuan (mis., persalinan dan melahirkan, asuhan bayi
baru lahir)
b. Kekerasan dalam rumah tangga
c. Kunjungan perawat prenatal tidak konsisten
d. Kurang model peran yang tepat untuk untuk menjadi orang tua
e. Kurang kesiapan kognitif untuk menjadi orang tua
f. Kurang kepercayaan diri ibu
g. Kurang kunjungan prenatal ke pelayanan kesehatan
h. Kurang perencanaan kelahiran yang realistic
i. Kurang system pendukung yang cukup
j. Ketidakberdayaan ibu
k. Distress psikososial ibu
l. Nutrisi ibu kurang optimal
m. Penyalahgunaan zat
n. Kehamilan yang tidak nyaman
o. Kehamilan yang tidak diinginkan
6. Risiko Gangguan Hubungan Ibu – Janin
Faktor Risiko
a. Penyulit kehamilan (mis., ketuban pecah dini, plasenta previa atau
solusio prasenta, asuhan prenatal lambat, kehamilan kembar)
b. Gangguan transport oksigen (mis., anemia, penyakit jantung, asma,
hipertensi, kejang, persalinan premature, hemoragi)
c. Gangguan metabolism glukosa (mis., diabetes, penggunaan
steroid)
d. Peganiayaan fisik
e. Penyalahgunaan zat (mis., tembakau, alcohol, obat)
f. Efek samping terkait terapi (mis., medikasi, pembedahan)
C. Pohon Masalah
Fisik:gangguan
hormonal & Peny. Infeksi Berhubungan sex Kontak dg darah,
Peny. Endokrin,
rendahnya yang diderita <17th, merokok, kontakseks, kontak
Genitourinarius,
tingkat Ibu higene seks yg ibu bayi
Neuromuskular
testoteron, kurang, virus HIV,
gangguan suplai & skeletal,
sering melahirjkan dg HIV masuk
darah yaitu Kardiopulmonal Bakteri& persalinan kedalam tubuh
pembuluh virus
darah di penis. bermasalah, berganti-
Gangguan reaksi ganti pasangan,
biokimia dlm HIV berikatan
Psikologis: Masuk ke herediter
berkaitan tubuh. limfosit T,
Neonatus
dengan trauma monosit, makrofag
depresi, stress Proses metaplasi
& kecemasan. Energy dlm
Masa Masa pascanatal HIV
tubuh menurun
Gaya hidup: antenatal intranatal Dysplasia servik berdifu
merokok, si dg
Penurunan Infeksi CD4
konsumsi
alcohol libido Kuman nosokomial Ca. servik
Kuman
berlebih, & virus di dariluar Inti virus
obesitas dari ibu S rahim
Ketidakefektif vagina Terapi masuk
ekstrem &
an pola & kedalam
kurangnya
olah raga seksualitas Melewati servik sitoplasma
plasenta
Obat-obatan: &
obat anti umbilikus
dpresan, anti-
psikotik, obat
penenang
Naik
mencapai Post
kiroin & kemoterapi
amnion
Masuk RNA
Kompresi pada
kedalam Amionitis virus
RES
tubuh &
DNA
bayi korionitis
Anemia
Resiko
infeksi AIDS
Risiko
Resiko Ketidakefektifan gangguan
Ketidakefekti proses hubungan
fan proses kehamilan- Ibu-Janin
kehamilan- melahirkan
melahirkan
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hematologi : hitung darah lengkap dan laju sedimentasi, skrining anemia
2. Zat kimia, nitrogen urea darah (BUN), glikosa, tiroid, adrenal, fungsi hati dan ginjal.
3. Serologi, terutama skrining sifilis, HIV, hepatitis
4. Urinalis, skrining obat.
5. Pemeriksaan tinja untuk darah tersamar.
E. Penatalaksaan Medis
1. Gonorhoe (GO)
Disebabkan oleh bakteri diploccocus gram negatif yang kontank melalui eksudat
dan menyerang uretra, serviks, atau meluas ke alat reproduksi bagian atas. Eksudat
dapat menular pada bayi waktu lahir sehingga menjadi konjungtifitis neonaiorum.
Komplikasi artritis, meningitis, septikemi, endokarditis dan lain lain. Gejalan yang
mucul berupa nyeri, dispa reuni , pengeluaran cairan lewat uretra. Terapi obat yang
dapat diberikan , seperti sefrakson 250 mg/IM 1 x sehari selama tujuh hari dan
doksisiklin 100 mg, oral 2 x / hari selama tujuh hari. Untuk ibu hamil dapat di ganti
dengan eritromisin. Untuk mencegah infeksi sistemis pada neonatus diberi seftriakson
50mg /kg BB/IV atau IM 125mg.
2. Sifilis
Disebabkan oleh Spirochaeta Treponema Pallidum. Penyakit ini menempati
urutan ke tiga terbanyak di amerika serikat. Penularannya dengan cara kontak tubuh
atau kongenital dari ibu ke janin melalui plasenta. Janin yang terinfeksi sifilis melalui
ibunya dapat menyebabkan aborsi spontan, mati dalam kandungan, kebutaan, ketulian
dan kelainan pada wajah atau ekstremitas. Terapi obat yang dapat di gunakan berupa
Penisilin G Benzantin 7,2 juta unit, dibagi tiga dosis, diberikan satu minggu sekali.
Dosisiklin atau tetreasiklin adalah alternatif lain apabila ibu tak hamil. Penisilin
kristal G untuk sifilis yang menyerang SSP secara IV. Pengobatan sifilis pada wanita
hamil paling baik dengan penisilin. Apabila bayi sifilis dan ibu yang hamil sudah di
terapi dengan eritromisin, sebaiknya menggunakan penisilin benazantin 50.000 U / kg
BB / intramuskuler dosis tunggal.
3. Kandidiasis
Disebabkan oleh jamus kandida albicans yang menyebabkan infeksi pada kulit
dan selaput lendir terutama lesi pada oral , vulvovagina, salurana gastro investinal,
kandidiasis vagiina ditandai dengan keluarnya cairan per vagina kental seperti keju
disertai rasa gatal. Dapat ditularkan pada waktu hubungan seksual terutama dalam
kondisi tubuh lemah, DM terapis steroid, terapi sitostatika dan imunodefisiensi.
Terapi obat yang dapat diberikan yaitu mikonasol 200mg intravagina , menjelang
tidur selama tiga hari. Obat lainnya seperti klottrimasol, butakonasol, per vaginam .
bayi yang menderita kandidiasis pada mulut diobati dengan nistatin yang dioleskan
dalam mulut.
4. Pedikulonis Pubis (Kutupubis)
Merupakan infeksi ektoparasit yang ditularkan saat kontak seksual. Telur menetas
dalam satu minggu dan dewasa dalam 8-10 hari. Terapi obat yang dapat diberikan
berupa cream permetrin 1 % pada daerah yang terkena dan dibilas 10 menit
kemudisn. Tempat lainnya seperti piretrin, pipironil butoksida atau sampolindane 1%
selama 4 menit. Pengobatan terhadap pasangan hubungan seksual dan lindane tidak
boleh diberikan wanita hamil dan menyusui.
G. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, status, alamat,
diagnosa medis, sumber biaya dan identitas penanggung.
2. Riwayat seksual
a. Klien yang menerima perawatan kehamilan, PMS, infertility, kontrasepsi.
b. Klien yang mengalami disfungsi seksual / problem (impoten, orgasmic
dysfuntion, dll)
c. Klien yang mempunyai penyakit-penyakit yang akan mempengaruhi fungsi
seksual (peny.jantung, DM, dll)
3. Pengkajian seksual mencakup :
a. Riwayat Kesehatan seksual
1) Pertanyaan yang berkaitan dengan seks untuk menentukan apakah klien
mempunyai masalah atau kekhawatiran seksual.
2) Merasa malu atau tidak mengetahui bagaimana cara mengajukan pertanyaan
seksual secara langsung – pertanyaan isyarat.
4. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik paling penting dalam mengevaluasi penyebab kekuatiran atau
maslah seksual dan mungkin merupakan kesempatan terbaik untuk memberi
penyuluhan kepada klien tentang seksualitas.
a. Inspeksi dan palpasi
Teknik infeksi dan palpasi digunakan oleh perawat untuk mengaji payudara dan
genitaliainternal dan eksternal klien. Perawat juga dapat mengajarkan klien
mengenai cara sadari yaitu pemeriksaan payudara sendiri kepada klien wanita
serta melakukan latihan Kegel untuk menguatkan otot pubokoksigeus.
b. Beberapa riwayat kes. yang memerlukan pengkajian fisik misalnya riwayat
PMS, infertilitas, kehamilan, adanya sekret yang tidak normal dari genital,
perubahan warna pada genital, ggn fungsi urinaria, dll.
c. Identifikasi klien yang berisiko
Klien yang berisiko mengalami gangguan seksual misalnya : adanya ggn
struktur/fungsi tubuh akibat trauma, kehamilan, setelah melahirkan,
abnormalitas anatomi genital
d. Riwayat penganiayaan seksual, penyalahgunaan seksual
e. Kondisi yang tidak menyenangkan seperti luka bakar, tanda lahir, skar
(masektomi) dan adanya ostomi pada tubuh
f. Terapi medikasi spesifik yang dapat menyebabkan mslh seksual; kurangnya
pengetahuan/salah informasi tentang fungsi dan ekspresi seksual
g. Gangguan aktifitas fisik sementara maupun permanen ; kehilangan pasangan
h. Konflik nilai-nilai antara kepercayaan pribadi dengan aturan religi
H. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Seksualitas
Berikut ini adalah diagnose yang berhubungan dengan diagnose di atas yakni :
Patofisiologis
a. Berhubungan dengan efek biokimia pada energi dan libido sekunder akibat :
1) Endokrin
a) Diabetes Melitus
b) Penurunan Produksi hormone
c) Akromegali
d) Hipertiroidisme
e) Penyakit Addison
f) Miksedema
2) Genitourinarius
a) Gagal Ginal kronik
3) Neuromuscular dan Skeletal
a) Arthritis
b) Multipel sklerosis
c) Sklerosis amiotrofik lateral
d) Gangguan suplai saraf ke otak, medulla spinalis, saraf sensorik,
dan saraf otonom
4) Kardiopulmonal
a) Infark miocard
b) Gagal antung kongestif
c) Gangguan vaskuar perifer
d) Gangguan pernapasan kronik
b. Berhubungan dengan ketakutan terhadap (peyakit menular seksual)
1) HIV/AIDS
2) Herpes
3) Sifilis
4) Kutil genitalia
5) Klamidia
6) Gonoroe
c. Berhubungan dengan efek alcohol terhadap performa
d. Berhubungan dengan penurunan lubrikasi vainal sekunder akibat (sebutkan)
e. Berhubungan dengan ketakutan terhada ejakulasi dini
f. Berhubungan dengan nyeri senggama
Terkait-Penanganan
a. Berhubungan dengan efek obat atau terapi radiasi
b. Berhubungan dengan perubahan konsep diri akibat perubahan penampilan
(trauma, pembedahan radikal)
Maturasional
Remaja
Dewasa
DIAGNOSA
No. TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Disfungsi seksual Label NOC : Label NIC :
berhubungan Sexuality Pattern, konseling seksual
dengan.........ditandai ineffective a. Membangun hubungan
dengan................... Self-esteem Situasional terapeutik, berdasarkan
Low kepercayaan dan rasa
Rape Trauma Syndrome hormat.
Silent b. Menetapkan panjang
Reaction hubungan konseling.
..................,.......................2016
Mengetahui Mahasiswa
Pembimbing Praktik
(.........................................) (......................................)
Mengetahui
Pembimbing akademik
(..............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS
A. MASALAH KEPERAWATAN
Intoleransi Aktivitas
Hambatan Mobilitas Fisik
B. PENGERTIAN
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya
kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan, dan bekerja. Dengan
beraktivitas tubuh akan menjadi sehat, sistem pernafasan dan sirkulasi tubuh akan
berfungsi dengan baik, dan metabolism tubuh dapat optimal. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak lepas dari keadekuatan sistem persarafan dan musculoskeletal. Aktivitas
fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada muskuloskletal
seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi
organ internal lainnya.
Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkan untuk menjaga
kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh. Latihan dapat memelihara pergerakan dan
fungsi sendi sehingga kondisinya dapat setara dengan dengan kekuatan dan fleksibilitas
otot. Selain itu, latihan fisik dapat membuat fungsi gastrointestinal dapat bekerja lebih
optimal dengan meningkatkan selera makan orang tersebut dan melancarkan eliminasinya
karena apabila seseorang tidak dapat melakukan aktifitas fisik secara adekuat maka hal
tersebut dapat mebuat otot abdomen menjadi menjadi lemah sehingga fungsi
eleminasinya kurang efektif. Aktifitas sehari-hari (ADL) merupakan
salah satu bentuk latihan aktif pada seseorang termasuk didalamnya adalah
makan/minum, mandi, toileting, berpakaian, mobilsasi tempat tidur, berpindah dan
ambulansi/ROM. Pemenuhan terhadap ADL ini dapat meningkatkan harga diri serta
gambaran diri pada seseorang, selain itu ADL merupakan aktivitas dasar yang dapat
mencegah individu tersebut dari suatu penyakit sehingga tindakan yang menyangkut
pemenuhan dalam mendukung pemenuhan ADL pada klien intoleransi aktivitas harus
diprioritaskan.
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya ( Aziz AA, 2006)
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,
tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh
yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak
bergerak/tirah baring yang terus-menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan
fungsi fisiologis ( Bimoariotejo, 2009)
Tujuan Mobilitas
Memenuhi kebutuhan dasar manusia
Mencegah terjadinya trauma
Mempertahankan tingkat kesehatan
Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
Jenis Mobilitas dan Imobilitas
Jenis Mobilitas :
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena
terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
3. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan
Jenis Imobilitas :
1. Imobilisasi fisik,
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Mobilisasi intelektual,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.
3. Imobilitas emosional,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan
diri.
4. Imobilitas sosial,
merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
1. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi
dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya
berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan
untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani
operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih
lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita
penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan
penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang
lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa
pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan
dengan anak yang sering sakit.
C. GEJALA DAN TANDA
Data Mayor (Magnan, 1995)
Selama Aktivitas
- Kelemahan
- Pusing
- Dispnea
Tiga menit setelah aktivitas
- Pusing
- Dispnea
- Keletihan akibat aktivitas
- Frekuensi pernapasan >24 kali/menit
- Frekuensi nadi >95 denyut/menit
Data Minor
- Pucat atau sianosis
- Konfusi
- Vertigo
D. POHON MASALAH
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atu kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan kontraksi
isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun
pemakaian energi meningkat. Adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik akan
menyebabkan kontraindikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obtruksi paru kronik). Postur dan gerakan otot merefleksi kepribadian dan suasana hati
sesorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktivitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah
suatu keadaan tegangan otot seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya
kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Intoleransi Aktivitas
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Rongten
Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur juga dapatdigunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung darah lengkap
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi mutipes,atau cedera
hati.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi
1) Penatalaksana Umum
- Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
- Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
- Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
- Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
- Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
- Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
- Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
- Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
- Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2) Penatalaksanaan Khusus
- Tatalaksana faktor risiko imobilisasi.
- Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
- Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten.
- Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk
mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
b. Penatalaksanaan lain
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-
posisi tersebut, yaitu :
- Posisi fowler (setengah duduk)
- Posisi litotomi
- Posisi dorsal recumbent
- Posisi supinasi (terlentang)
- Posisi pronasi (tengkurap)
- Posisi lateral (miring)
- Posisi sim
- Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometric
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik
(dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Fleksi dan ekstensi siku
Pronasi dan supinasi lengan bawah
Pronasi fleksi bahu
Abduksi dan adduksi
Rotasi bahu
Fleksi dan ekstensi jari-jari
Infersi dan efersi kaki
Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
Fleksi dan ekstensi lutut
Rotasi pangkal paha
Abduksi dan adduksi pangkal paha
6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak
terjadinya imobilitas.
7) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru
dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural
drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas
tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis,
sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi
sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi
dan vibrasi dada.
8) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara
berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain.
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
a. Identitas
- Mencakup identitas klien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, no Dx medis, Dx
medis, sumber biaya. tanggal masuk, dan tanggal pengkajian.
- Mencakup indentitas penanggung jawab, meliputi nama, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, agama, bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat,hubungan
dengan pasien.
b. Riwayat Keperawatan,
- Riwayat kesehatan sekarang, meliputi alasan masuk rumah sakit, keluhan
utama, kronologi keluhan.
- Riwayat kesehatan masa lalu, Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu,
meliputi riwayat imunisasi(untuk anak), riwayat alergi, riwayat kecelakaan,
riwayat di rawat dirumah sakit, riwayat pemakaian obat.
- Riwayat kesehatan keluarga. Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya
tentang ada atau tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes
melitus.
c. Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual
- Mencakup, bernafas, makan dan minum, eliminasi, gerak dan aktivitas,
istirahat dan tidur, rasa nyaman, rasa aman, melakukan ibadah, komunikasi
dan sosialisasi, pola berpakaian, pemeliharaan kesehatan diri, prestasi,
rekreasi, kebutuhan belajar.
d. Kemampuan fungsi motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri
untuk menilai ada tidaknya kelemahan, kekuatan dan spastic.
e. Kemampuan mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah
Kemampuan mobilitas (ADL).
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intoleransi aktivitas
- Definisi : ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang
harus atau yang ingin dilakukan
- Batasan karakteristik
- Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
- Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
- Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
- Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
- Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
- Menyatakan merasa letih
- Menyatakan merasa lemah
- Faktor yang berhubungan
- Tirah baring atau imobilisasi
- Kelemahan umum
- Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
- Imobilitas
- Gaya hidup monoton
Hambatan mobilitas fisik
- Definisi : keterbatasan dalam pergerakan fisik atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah
- Batasan karakteristik
- Dispnea setelah beraktivitas
- Gangguan sikap jalan
- Gerakan lambat
- Gerakan spastic
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Instsbilitas postur
- Kesuloitan membolak balik posisi
- Keterbatasan rentan gerak
- Ketidaknyamanan
- Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
- Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
- Penurunan waktu reaksi
- Tremor akibat bergerak
- Faktor yang berhubungan
- Agens farmaseutikal
- Ansietas
- Depresi
- Disuse
- Fisik tidak bugar
- Gangguan fungsi kognitif
- Gangguan metabolism
- Gangguan musculoskeletal
- Gangguan neuromuscular
- Gangguan sensoriperseptual
- Gaya hidup kurang gerak
- Kaku sendi
- Kerusakan integritas struktur tulang
- Kepercayaan budaya terhadap aktivitas yang tepat
- Nyeri
- Malnutrisi
- Penurunan kekuatan otot
- Penurunan masa otot
- Program pembatasan gerak
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
J. REFERENSI
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Carpenito,Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia edisi 2. Jakarta
: Salemba Medika
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA Jilid 1. Yogyakarta: Medi Action
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC
Potter and Perry.2006. Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC
Tarwono dan Wartondi.2001. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan :
Salemba
..................,.......................2016
Mengetahui Mahasiswa
Pembimbing Praktik
(.........................................) (......................................)
Mengetahui
Pembimbing akademik
(..............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI
A. MASALAH KEPERAWATAN
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
B. PENGERTIAN NUTRISI
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh (Alimul H, A.
Aziz. 2012).
Nutrisi merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh untuk
mempertahankan kelangsungan fungsinya. Pemenuhan kebutuhan nutrisi bukan hanya
sekedar untuk menghilangkan rasa lapar, melainkan mempunyai banyak fungsi. Adapun
fungsi umum dari nutrisi diantaranya adalah sebagai suber energi, memelihara jaringan
tubuh, mengganti sel yang rusak, serta mempertahankan vitalitas tubuh ( Asmadi, 2008).
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dab
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan
atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut
untuk aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya ( Tarwoto,Wartonah,
2006).
E. PEMERIKSAAN DIASNOGTIK
Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan nutrisi adalah
sebagai berikut:
Kadar total limfosit
Albumin serum
Zat Besi
Transferin serum
Kreatinin
Hemoglobin
Hematokirit
Keseimbangan nitrogen
Tes antigen kulit
Hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan risiko status nutrisi buruk meliputi
penurunanhemoglobin dan hematokrit, peneurunan nilai limfosit, penurunan albumin
serum < 3,5 gr/dl, danpeningkatan/penurunan kadar kolesterol (Mubarak, 2008).
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Nutrisi enteral
Metode pemberian makanan alternative untuk memastikan kecukupan nutrisi
meliputi metode enteral (melalui sistem pencernaan). Nutrisi enteral juga disebut sebagai
nutrisi enteral total (TEN) diberikan apabila klien tidak mampu menelan makanan atau
mengalami gangguan pada saluran pencernaan atas dan transport makanan ke usus halus
terganggu. Pemberian makanan lewat enteral diberikan melalui slang nasogastrik dan
slang pemberian makan berukuran kecil atau melalui slang gastrostomi atau
yeyunostomi.
2. Nutrisi parenteral
Nutrisi parenteral (PN) juga disebut sebagai nutrisi parenteral total (TPN) atau
hiperalimentasi intravena (IV H), diberikan jika saluran gastrointestinal tidak berfungsi
karena terdapat gangguan dalam kontinuitas fungsinya atau karena kemampuan
penyerapannya terganggu. Nutrisi parenteral diberikan secara intravena seperti melalui
kateter vena sentral ke vena kava superior.
Makanan parenteral adalah larutan dekstrosa, air, lemak, protein, elektrolit, vitamin dan
unsur renik, semuanya ini memberikan semua kalori yang dibutuhkan. Karena larutan
TPN bersifat hipertonik larutan hanya dimasukkan ke vena sentral yang beraliran tinggi,
tempat larutan dilarutkan oleh darah klien. (Nurjanah, 2011)
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian nutrisi penting khususnya bagi klien yang berisiko masalah nutrisi yang
berhubungan dengan stress, penyakit, hospitalisasi, kebiasaan gaya hidup, dan faktor –
faktor lain. Pusat pengkajian nutrisi sekitar empat area pokok :
1. Pengukuran Fisik Dan Antropometri
Pengukuran fisik meliputi, tinggi badan dan berat berat badan. Pengukuran
antropometri sistem pengukuran ukran dan ssunan tubuh dan bagian khusus tubuh.
Pengukuran antropometri yang membantu dalam mengidentifikasi masalah nutrisi
termasuk perbandingan ketinggian untuk lingkar pergelangan tangan, lingkar lengan
bagian tengah atas.
2. Tes Laboratorium Dan Biokimia
Tes – tes dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keseimbangan cairan, fungsi hati,
fungsi ginjal, dan adanya penyakit. Tes biasanya diguakan untuk mempelajari status
nutrisi termasuk ukuran protein plasma seperti albumin, transferin, retinol yang
mengikat protein, total kapasitas ikatan zat besi, dan hemoglobin. Tes – tes lain
digunakan untuk menentukan status nutrisi termasuk ukuran imunitas, seperti
penundaan sensitivitas kutaneus, dan ukuran metabolism protein.
3. Riwayat Diet Dan Kesehatan
Riwayat diet berfokus pada kebiasaan asupan makanan dan cairan klien, sebaik
informasi tentang pilihan, alergi, masalah dan area yang berhubungan lainnya, seperti
kemampuan klien untuk memperoleh makanan. Selama mengkaji riwayat
keperawatan perawat juga menggabungkan informasi tentang tingkat aktivitas klien
untuk menentukan kebutuhan energy dan membandingkannya dengan asupan
makanan.
Faktor yang mempengaruhi pola diet :
a Status Kesehatan
b Kultur Dan Agama
c Status Sosioekonomi
d Pilihan Pribadi
e Faktor Psikologis
f Alcohol Dan Obat
g Kesalahan Informasi Dan Keyakinan Terhadap Makanan
4. Observasi Klinis
Seperti pada bentuk pengkajian keperawatan lain, perawat mengobservasi klien tanda
tanda perubahan nutrisi. Karena nutrisi yang tidak tepat mempengaruhi semua system
tubuh, petunjuk malnutrisi dapat diobservasi selama pengkajian fisik.
1. KetidakseimbanganNutrisi: KurangdariKebutuhanTubuh
Asupannutrisitidakcukupuntukmemenuhikebutuhanmetabolik.
a. Berhubungandengan:
1) Faktorbiologis
2) Faktorekonomi
3) Ketidakmampuanuntukmengabsorpsinutrien
4) Ketidakmampuanuntukmencernamakanan
5)Ketidakmampuanmenelanmakanan
6) Faktorpsikolososial
b. Ditandaidengan:
2)Bisingusushiperaktif
3)Cepatkenyangsetelahmakan
4)Diare
5)Gangguansensasi rasa
6)Kehilanganrambutberlebihan
7)Kelemahanototpengunyah
8)Kelemahanototuntukmenelan
9)Kerapuhankapiler
10) Kesalahaninformasi
11) Kesalahanpersepsi
12) Ketidakmampuanmemakanmakanan
14) Kuranginformasi
15) Kurangminatpadamakanan
18) Penurunanberatbadandenganasupanmakananadekuat
19) Sariawanronggamulut
2. GangguanMenelan
a. Berhubungandengan:
1). DefisitKongenital
Abnormalitasjalannapasatas
Gagalbertumbuh
Gangguandenganhipotoniayngsignifikan
Gangguanneuromuscular
Gangguanperilakumencederaidiri
Gangguanpernafasan
Malnutrisienergi-protein
Masalahperilakumakan
Obstruksimekanis
Penyakitjantungcongenital
Riwayatmakandengan slang
2). MasalahNeurologis
Abnormalitaslaring
Abnormalitaorofaring
Akalsia
Anomaly jalannapasatasaotak (mis,gangguan
Cederaotak (misalnyagangguanserebrovaskular, penyakitneurologis, trauma dan
tumor)
Defek anatomic didapat
Defeklaring
Defeknasal
Defekrongganasofaring
Defektrachea
Gangguanneurologis
Gangguansarafcranial
Keterlambatanperkembangan
Paralisisserebral
Penyakitrefluksgastroesofagus
Prematuritas
Trauma
b.Ditandaidengan:
1) TahapPertama: Oral
4. KetidakseimbanganNutrisi: LebihdariKebutuhanTubu
Asupannutrien yang melebihikebutuhantubuh
a. Berhubungandengan:
1) Asupanberlebihdalamkaitannyadengankebutuhanmetaboli
2) Asupanberlebihdalamkaitannyadenganaktivitasfisik(konsumsikalori).
b. Ditandaidengan:
1) Mengosentrasikanasupanmakananpadaakhirhari
2) Disfungsipolamakan (mis; membarengimakandenganaktivitas lain)
3) Makansebagairesponsterhadappetunjukeksternal(mis; sianghari, situasisosial)
4) Makansebagairesponsterhadappetunjuk internal bukan rasa lapar (mis:
ansietas)
5) Aktivitasmonoton
6) Lipatanotottrisep> 15mm padapria
7) Lipatanotottrisep> 25mm padawanita
8) Beratbadan 20% di atastinggidankerangkatubuh ideal
5. ResikoKetidakseimbanganNutrisi: LebihdariKebutuhanTubuh
Berisikopadaasupannutrienmelebihikebutuhanmetabolic
a. Faktorresiko:
1) Mengonsentrasikanasupanmakananpadamalamhari.
2) Disfungsipolamakan
3) Makansebagairesponsterhadappetunjukeksternal (mis; sianghari, situasisosial)
4) Makansebagairesponspadapetunjuk internal bukan rasa lapar (mis; ansietas)
5) Beratbadanlebihtinggidarinilaidasarpadaawalsetiapkehamilan
6) Terlihatpenggunaanmakansebagaitindakanmenyenangkan
7) Terlihatmenggunakanmakanansebagaipenghargaan
8) Membarengimakandenganaktivitas lain
9) Obesitas parental
10) Transisicepatmelewatipersentilpertumbuhanpadaanak
11) Melaporkanpenggunaanmakananpadatsebagaisumbermakananutamasebelumu
sia 5 bulan
12) Gaya hidupmonoton.
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
N Rencana Keperawatan
o
Diagnosa
.
Keperawatan
D Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
x
1 DisfungsiMotili NOC NIC
. tas Gastrointestinal Function Tube Care
Gastrointestina Bowel Continence Gastrointestinal
l Kriteriahasil : − Monitor TTV
Definisi : 1. Tidakadadistensi abdomen − Monitor status
Peningkatan, 2. Tidakadakram abdomen cairandanelektrolit
penurunan, 3. Tidakadanyeri abdomen − Monitor bisingusus
ketidakefektifan, 4. Peristaltic ususdalambatas − Monitor iramajantung
ataukurangaktivi normal 15-30 x/menit − Catat intake dan output
tas peristaltic 5. Frekuensi, warna, konsustensi, secaraakurat
didalamsistem banyaknyafesesdalambatas − Kajitanda-
gastrointestinal. normal tandagangguankeseimb
Batasankarakte 6. Tidakadadarah di feses angancairandanelektrol
ristik : 7. Tidakadadiare it
Kram 8. Tidakadamualdanmuntah (membranmukosakerin
abdomen 9. Nafsumakanmeningkat g, sianosis, jaundie)
Distensi − Kelolapemberiansuple
abdomen menelektrolitsesuaiinst
Nyeri ruksidokter
abdomen − Kolaborasidenganahlig
Tidakflaktu izijumlahkaloridanjuml
s ahzatgizi yang
Akselerasip dibutuhkan
lambung jikadiperlukan
Residulamb − Monitor
ungberwarn warnadankonsistensida
(mls. − Perkiraanpenyebabfisik
tidakada, danpsikologidariinkont
hipoaktif, imensiafekal
hiperaktif) − Jelaskanpenyebabmasa
lahdanrasionaldaritinda
Diare
kan
Kesulitanm
− Jelaskantujuandariman
engeluarka
agemen bowel
nfeses
padapasien/keluarga
Feseskering
− Diskusikanprosedurdn
Feseskeras
criteria hasil yang
Peningkata
diharapkanbersamapasi
nresidulam
en
bung
− Instruksikanpasien/kel
Mual
uargauntukmencatatkel
Regurgitas
uaranfeses
Muntah
− Cuci area perianal
Faktor yang dengansabundan air
berhubungan : lalukeringkan
Penurunan − Jagakebersihanbajudan
Ansietas tempattidur
Pemberian − Lakukan program
makanan latihan BAB
enteral − Monitor
Intoleransi efeksampingpengobata
makanan n
Imobilitas − Identifikasiperlunyape
Makankont masanganalatjalannafa
aminan sbuatan
air) denganbatukatau
suction
Malnutrisi
− Berikanbronkodilatorji
Mediaksil
kaperlu
(mis.
− Atur intake
makanan,
untukcairanmengoptim
air)
alkankeseimbangan
Prematurita
− Monitor respirasidan
s
status O2
Gaya
hidupmono
ton
Pembedaha
n
2 Gangguan NOC NIC
. Menelan Pencegahanaspirasi Apriration Precautios
Definisi : Ketidakefektifanpolamenyusu − Memantau
Abnormal fungsi i tingkatkesadaran,
mekanisme Status menelan : refleks batuk, refleks
menelan yang tindakanpribadiuntukmencega muntah, dan
dikaitkan hpengeluarancairandanpartike kemampuan menelan
dengan defisit lpadatkedalamparu − Memonitor status paru
struktur/fungsi Status menelan : faseesofagus menjaga/mempertahan
oral, faring, atau : kan jalan nafas
esophagus. penyalurancairantauapertikelp − Posisi tegak 90 derajat
Batasan adatdari faring kelambung atau sejauh mungkin
Karakteristik : Status menelan : fase oral : − Jauhkan manset trakea
Gangguan persiapan, penahanan, meningkat
fase danpergerakancairanatauparti − Jauhkan pengaturan
esofagus kelpadatkearah posterior di hisap yang tersedia
Abnormalit mulut − Menyuapkan makanan
as pada fase Status menelan : fase faring : dalam jumlah kecil
esofagus penyalurancairanataupartikelp − Periksa penempatan
pada adatdarimulutkeesofagus tabung NG atau
pemeriksaa Kriteria Hasil : gastrostomy sebelum
n menelan 1. Dapat mempertahankan menyusui
Pernapasan makanan dalam mulut − Periksa penempatan
bau asam 2. Kemampuan menelan adekuat tabung NG atau
pada rongga makanan dan asupan cairan ibu menelan kue atau
Odinofagia menyusui
kerangka badan
tubuh yang
ideal
Faktor yang
berhubungan :
Asupan yang
berlebihan
dalam
kaitannya
dengan
kebutuhan
metabolic
Asupan yang
berlebihan
dalam
kaitannya
dengan
aktivitas fisik
(konsumsi
kalori)
5 Resiko NOC NIC
. Ketidakseimba Setelah dilakukan asuhan 1. Managemen Nutrisi :
ngan Nutrisi : keperawatan … x 24 jam a. Membantu atau
Lebih dari diharapkan masalah keperawatan menyediakan
Kebutuhan resiko ketidakseimbangan nutrisi asupan makanan
Tubuh lebih dari kebutuhan tubuh dapat dan cairan dengan
Definisi : teratasi dengan diet seimbang
Beresiko untuk Kriteria Hasil : b. Timbang berat
mengalami 1. Mengetahui adanya faktor badan pasien dalam
asupan nutrisi resiko interval yang sesuai
yang melebihi 2. Turut serta dalam program 2. Managemen Berat
kebutuhan latihan fisik yang teratur Badan
metabolic 3. Mampu mempertahankan a. Memfasilitasi
Faktor Resiko : berat badan ideal pemeliharaan berat
Mengonsums 4. Mampu mengonsumsi diet badan yang optimal
i asupan yang ideal dan lemak tubuh
makanan yang ada
pada malam b. Diskusikan bersama
hari pasien mengenai
Disfungsi hubungan antara
pola makan asupan makanan,
Makan latihan fisik,
sebagai kenaikan berat
respons badan, dan
terhadap penurunan berat
petunjuk badan
eksternal c. Menetukan berat
Alimul H , A. Aziz. 2012. Buku Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Barbara, Kozier. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses & Praktik Edisi
7 Volume 2. Jakarta : EGC
Carpenito-Moyet,Lynda Juall.2012.BukuSaku Diagnosa Keperawatan Edisi 13.Jakarta:EGC
NANDA International. 2012.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta: EGC
Nurjanah, Eka. 2011. Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi. (Online). Available :
https://id.scribd.com/doc/71772037/LP-nutrisi (Diakses pada tanggal 24 Agustus 2015
pukul)
Nurarif, A.H, Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing
Mubarak, Wahit Iqbal.2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : teori dan alikasi dalam
praktik. Jakarta: EGC
Potter, Patricia A., Perry, Anne G.2010.Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 3.Jakarta:
Salemba Medika
Potter, Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan Praktik, Edisi
4.Jakarta: EGC
Tarwoto, Wartonah.2006.Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC
c. Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang harus dipenuhi. Lingkungan pelayanan kesehatan dan komunitas yang aman
merupakan hal yang penting untuk kelangsungan hidup klien. (Potter&Perry edisi 4
volume 2, 2006)
d. Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari
ancaman bahaya/kecelakaan. Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan
dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat,
atau petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. (Potter &
Perry, 2006).
Nyeri adalah nyeri sangat tidak menyenangkan dan merupakan sensasi yang
sangat personal yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi
pikiran seseorang. Namun nyeri adalah konsep yang sulit untuk dikomunikasikan
oleh seorang klien. Nyeri lebih dari sekedar sebuah gejala:nyeri merupakan masalah
yang memiliki prioritas tinggi. Nyeri menandakan bahaya fisiologis dan psikologis
bagi kesehatan dan pemulihan. Nyeri berat dianggap sebagai situasi darurat yang
patut mendapat perhatian dan penanganan yang tepat.
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri
akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi ( ringan sampai berat)
dan berlangsung singkat ( kurang dari enam bulan dan menghilang dengan atau tanpa
pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri kronis adalah nyeri
konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri yang
disebabkan oleh adanya kausa keganasan seperti kanker yang tidak terkontrol atau
non keganasan. Nyeri kronik berlangsung lama (lebih dari enam bulan ) dan akan
berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau penyakit tampak sembuh.
Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah diidentifikasi, intensitas
nyeri sukar untuk diturunkan, rasa nyeri biasanya meningkat, sifat nyeri kurang jelas,
dan kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang. Nyeri kronis non maligna biasanya
dikaitkan dengan nyeri akibat kerusakan jaringan yang non progresif atau telah
mengalami penyembuhan.
b. Sifat Nyeri
Walaupun nyeri merupakan sebuah pengalaman universal,sifat pastinya tetap
menjadi sebuah misteri. Diketahui bahwa nyeri sangat bersifat subjektif dan
individual dan bahwa nyeri merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang
menandakan adanya masalah. Nyeri yang tidak ditangani menyebabkan bahaya
fisiologis dan psikologis bagi kesehatan dan penyembuhannya.
c. Fisiologi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri
yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-
abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi
tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta
asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
g. Pengukuran Nyeri
a. Skala Deskriptif
Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri.
Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis, peneliti
menggunakan skala nyeri numerik. Karena skala nyeri numerik paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik
relaksasi progresif. Selain itu selisih antara penurunan dan peningkatan nyeri
lebih mudah diketahui dibanding skala yang lain.
Batasan karakteristik
Batasan karakteristik
er
Mekanik Stimulus Nyeri Kram abdomen,
1. Kerusakan diare, muntah
integumen
2. trauma jaringan
3. perubahan Tumor/kanker Termal Dingin
Spasme otot
Korteks serebri
Resistensi ketidakseimbangan Skala nyeri
nutrisi
Timbul nyeri
Krisis situasi
Gangguan tidur
Akibat nyeri
Keterbatasan Ruang
Defisit perawatan
Perubahan nafsu Gangguan
diri (ADL)
makan mobilitas
256
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. farmakologi
1. Distraksi : mengalihkan perhatian klien terhadap sesuatu sehingga
fokus klien dapat berkurang pada nyeri yang dialami.
Contoh : membaca, menonton tv, mendengarkan musik dan bermain.
2. Stimulasi kulit, beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
a) Kompres dingin
b) Counteriritan, seperti plester hangat.
c) Contralateral Stimulation, yaitu massage kulit pada area yang
berlawanan dengan area yang nyeri.
b. Farmakologi
1. Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti
morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan
kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan
mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat (Tamsuri,
2007). Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat
pernafasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur
terhadap perubahan dalam status pernafasan jika menggunakan analgesik
jenis ini (Smeltzer & Bare, 2001).
257
E. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Respon yang mungkin muncul :
a) DS
Pasien mengeluh tidak nyaman
Pasien mengeluh nyeri
b) DO
Respon otonom pada nyeri akut
Wajah menahan nyeri
Perut kembung
Mual, muntah
Malaise / anoreksia
Riwayat pengkajian nyeri :
a. Provoking ( pencetus )
b. Quality ( kualitas )
c. Region ( lokasi )
d. Severe ( derajat beratnya )
e. Timing ( durasi )
Hal yang perlu dikaji :
1) Lokasi untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
untuk menunjukkan area nyerinya
2) Intensitas nyeri, metode ini mudah dan terpercaya untuk
menentukan intensitas nyeri pasien
3) Kualitas nyeri, perawat perlu mencatat kata-kata pasien untuk
menggunakan pasien untuk menggambarkan nyerinya
4) Pola perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama
nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir
muncul
Faktor presipitasi, terkadang aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri,
contohnya aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada selain itu,
faktor lingkungan sangat dingin atau panas, stressor fisik dan emosional juga
dapat memicu munculnya nyeri.
258
F. DAFTAR MASALAH
No
Nyeri ( kronis & Normal Abnormal
akut )
1 Diaphoresis Kondisi pasien dengan Kondisi pasien berkeringat
keringat berlebih sedikit atau bahkan tidak
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas yang berhubungan dengan :
Nyeri yang tidak hilang; perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran
yang samar disertai respons autonom (sumber seringkali tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan undividu untuk bertindak menghadapi ancaman.
2. Nyeri Akut yang berhubungan dengan :
Cedera fisik atau trauma
Penurunan suplai darah ke jaringan
259
Proses melahirkan normal
3. Nyeri Kronik yang berhubungan dengan :
Jaringan parut
Kontrol nyeri yang tidak adekuat
4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan :
Nyeri maligna kronik; perasaan tidak berdaya dalam berbagai
tingkatan di sejumlah situasi berbeda; berespon terhadap hilangnya
kendali dengan menunjukkan sikap apati, marah atau depresi; status
ketidakberdayaan yang berkepanjangan dapat mengarah pada
keputusasaan.
5. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan :
Nyeri kronik; ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid
tentang stressor; ketidakadekuatan pilihan respons yang dilakukan;
ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia.
6. Hambatan mobilisasi fisik yang berhubungan dengan :
Nyeri muskuloskeletal
Nyeri insisi
Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah.
7. Risiko Cedera yang berhubungan dengan :
Penurunan resepsi nyeri; berisiko mengalami cedera sebagai akibat
kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan
sumber defensive individu.
8. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan :
Nyeri muskuloskeletal; hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas.
9. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan :
Nyeri artritis panggul; individu mengalami perubahan fungsi seksual
selama fase respons seksual hasrat, terangsang dan/atau orgasme, yang
dipandang tidak memuaskan, tidak berharga atau tidak adekuat.
10. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan :
260
Nyeri punggung bagian bawah; gangguan kualitas dan kuantitas waktu
tidur akibat faktor eksternal.
261
lain.
Kontrol lingkungan Rangsang berlebihan
yang dapat dari lingkungan dapat
mempengaruhi memperberat rasa
nyeri nyeri
Ajarkan teknik Teknik relaksasi pada
nonformakologi penanganan stres,
(nafas dalam, meningkatkan rasa
relaksasi, distraksi, sehat, dapat
kompres menurunkan
panas/dingin) kebutuhan alagesik,
dan meningkatkan
penyembuhan.
Kolaborasi dengan Obat analgesik dapat
dokter untuk membantu
pemberian mengurangi nyeri
analgenik pada pasien
Monitor vital sign Mengetahui respon
pasien fisiologis tubuh
terhadap nyeri
Tingkatkan istirahat Istirahat disik dapat
menurunkan ambang
nyeri akibat ketakutan,
kecemasan dan stres.
2 Nyeri kronik Setelah melakukan Monitor kepuasan Mempermudah
berhubungan tindakan pasien terhadap menentukan derajat
dengan keperawatan 3x24 manajemen nyeri nyeri dn control rasa
ketidakmamp jam, nyeri pasien nyeri yang dialami
uan fisik berkurang dengan Tingkatkan istirahat Istirahat fisik dapat
psikososial kriteria hasil: dan tidur yang menurunkan ambang
kronik 1. Tidak ada adekuat nyeri akibat ketakutan,
gangguan tidur kecemasa, dan stres
262
2. Tidak ada Kolaborasi dengan Obat analgesik dapat
gangguan dokter untuk membantu
konsentrasi pemberian obat mengurangi nyeri
3. Tidak ada pasien
gangguan Jelaskan pada Untuk mengurangi
hubungan pasien penyebab ketegangan dan
interpersonal nyeri memudahkan pasien
4. Tidak ada untuk bekerja sama
ekspresi dalam melakukan
menahan tindakan
nyeri dan Lakukan teknik Membantu dalam
ungkapan nonfarmakologi mengontrol dn
secara verbal mengalihkan rasa
5. Tidak ada nyeri
tegangan otot
I. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
J. EVALUASI
Evaluasi dalam masalah nyeri dilakukan dengan menilai respon terhadap
nyeri, menurunnya intensitasnyenri, serta sesuai dengan kriteria hasil pada
implementasi
K. REFERENSI
263
Lippincott dan Williams&Wilkins. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Lynda Juall Carpenito-Moyet Edisi 13. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta :
EGC
Kozier, Erb, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktik Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC
Hidayat, AAA., Musifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia, Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & suddarth, Edisi 8, Jakarta: EGC
264
..................,........2016
Mengetahui Mahasiswa
Pembimbing Praktik
(.........................................) (..................................)
Mengetahui
Pembimbing akademik
(..............................................)
265