Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL NAFAS

DI SUSUN OLEH:
Nanda Nadzim Ahmad (119069)

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO

SEMARANG

2022
A. DEFINISI
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga
menyebabkan PO2 <50 mmHg (hipoksemia) dan PCO2 >45 mmHg (hiperkapnia) (Brunner
& Sudarth, 2013).

B. ETIOLOGI (Brunner & Sudarth, 2013)


1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla
spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada
pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan
yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan
mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal
nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyebabkan gagal nafas.

C. TANDA DAN GEJALA (Arief Manjoer 2010)


1. Tanda
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3) Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
b. Gagal nafas parsial
1) Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing.
2) Ada retraksi dada

2. Gejala
a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

D. PATOFISIOLOGI (PATHWAY)
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik di mana
masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda:
1. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
2. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal
nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat di mana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut.
PATHWAY

Depresi Sistem Kelainan neurologis Efusi pleura, Trauma Penyakit akut paru
saraf pusat primer hemotoraks dan
pneumothoraks

Gangguan saraf pernapasan dan otot pernapasan

Gagal napas

Meningkatnya permeabilitas membrane alveolan kapiler

Gangguan endothelium alveolar Gangguan endothelium kapiler

Kelebihan volume
Edema paru cairan Cairan masuk ke intertisial

↓ Complain paru
↑ Tahanan jalan napas

↓ Cairan surfaktan
Kehilangan fungsi silia
saluran pernapasan

Gangguan pengembangan paru,


kolaps alveoli Peningkatan produksi sekret

Ventilasi dan Ekspansi paru


perfusi tidak Ketidakefektifan bersihan
seimbang jalan napas
Ketidakefektifan
pola napas
Terjadi
Gangguan
hipoksemia/
pertukaran gas
hiperkapnia

Penurunan Resiko
↓O2 dan CO2 ↑ Hipoksia ke otak tingkat kesadaran cedera

Dispneu, sianosis

Gangguan perfusi
↓ curah jantung jaringan
E. KOMPLIKASI (Jeanny Ivones, 2009)
Komplikasi gagal nafas adalah ARDS (Syndrom Gangguan Pernafasan Akut), yaitu
suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar membran kapiler alveoli sehingga
menyebabkan edema paru akibat peningkatan permeabilitas.

Sedangkan komplikasi ARDS adalah:


1. Paru: barotraumas (volutrauma), emboli paru, Fibrosis paru, ventilator-Associated,
Pneumonia atau VAP
2. Gastrointestinal: pendarahan atau ulkus, Dysmotility, pneumoperitonium,
bakteritranslokasi
3. Jantung: aritmia, Infark disfungsi
4. Ginjal: gagal ginjal akut, keseimbangan cairan positif.
5. Mekanikal: cedera vascular, pneumothorax, stenosis
6. Gizi: gizi buruk, kekurangan elektrolit
7. Keadaan terparah yang dialami penderita gagal nafas adalah koma. Koma adalah
penurunan/hilangnya tingkat kesadaran, tampak seperti tidur, tidak berespon terhadap
rangsangan eksternal.
Manifestasi klinis penurunan kesadaran adalah:
a. berkurangnya reflek atau respon terhadap rangsang, penurunan kemampuan otak
untuk berinteraksi dengan sekitarnya.
b. Mengenai kemampuan berbahasa, daya ingat, pengenalan visuospasial, dan
emosi, serta perubahan kepribadian.
c. Perubahan tanda-tanda vital (Pola pernafasan, kerja jantung dll).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia: Ringan: PaO2 < 80 mmHg
Sedang: PaO2 < 60 mmHg
Berat: PaO2 < 40 mmHg
2. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
3. Hemodinamik
4. EKG: Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, Disritmia

G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi oksigen
2. Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
3. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP)
4. Inhalasi nebuliser
5. Fisioterapi dada
6. Pemantauan hemodinamik/jantung
7. Pengobatan
8. Brokodilator
9. Steroid
10. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, nomor registrasi, diagnose
medis, dan tanggal medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan frekuensi
nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh apakah klien
tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat marah
(iritability), tanpak binggung (confusion), atau mengantuk (somnolen). Yang tak kalah
penting ialah kemampuan orientasi klien terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu
diperhatikan karena gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan dalam
bentuk perubahan status mental. Selain itu, gangguan keadaan sering pula dihubungkan
dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun. Selain itu kaji
riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta habits/
kebiasaan.
3. Riwayat
- Adanya factor pencetus
- Adanya manifestasi klinis
4. Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan.
- Bunyi nafas krekles, ronki atau mengi.
5. Breating
- Distress pernafasan: pernafasan cupping hidung, takipneu/bradipneu retraksi.
- Menggunakan otot aksesori pernafasan.
- Kesulitan bernafas: lapar udara, diaphoresis, sianosis.
6. Circulation
- Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardi.
- Sakit kepala.
- Gangguan tingkat kesadaran: ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk.
- Papiledema.
- Penurunan haluan urine.
7. Keadaan Umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara. Denyut
nadi, frekuensi nafas yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernafasan.
Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20 x/menit dengan amplitude yang
cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan dangkal, itu menunjukan
adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan
frekuensi pernafasan > 20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis,
perdarahan, syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus.
2) Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus yang
menjadi penyebab utama gagal nafas.
3) Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah
redup sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh
penebalan pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila
ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
4) Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing
dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari
kelainan yang ada.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan
gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan
pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut
merupaka tanda awal dari syok.
e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi
kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju
metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
f. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas,
turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli
atau kebagian utama paru
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan kelelahan.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan ekspansi paru,
pengesetan ventilator yang tidak tepat.
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat

J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan
kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria hasil:
- Bunyi nafas bersih
- Secret berkurang atau hilang
Intervensi:
a. Catat karakteristik bunyi nafas
b. Catat karakteristik batuk, produksi dan sputum
c. Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi kental
d. Berikan humidifikasi pada jalan nafas
e. Pertahankan posisi tubuh/kepala dan gunakan ventilator sesuai kebutuhan
f. Observasi perubahan pola nafas dan upaya bernafas
g. Berikan lavase cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang skresi yang
lengket
h. Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh
i. Berikan fisioterapi dada
j. Berikan bronkodilator
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial/area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfaktan
Tujuan; pertukaran gas adekuat
Kriteria hasil:
- Perbaikan oksigenasi adekuat: akral hangat, peningkatan kesadaran
- BGA dalam batas normal
- Bebas distres pernafasan
Intervensi:
a. Kaji status pernafasan
b. Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau yang menimbulkan ketidaknyaman
dalam pernafasan
c. Catat adanya sianosis
d. Observasi kecenderungan hipoksia dan hiperkapnia
e. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
f. Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik
g. Awasi BGA/saturasi oksigen (SaO2)

3. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik


Tujuan: klien bebas dari cidera selama ventilasi mekanik
Intervensi:
a. Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam pada ukuran tekanan
b. Observasi tanda dan gejala barotrauma
c. Posisikan selang ventilator untuk mencegah penarikan selang endotrakeal
d. Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift
e. Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai indikasi
f. Berikan sedasi bila perlu
g. Monitor terhadap distensi abdomen

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan


kondisi lemah
Tujuan: klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Intervensi:
a. Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap penghisapan
b. Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi
c. Pertahanakan teknik steril bila melakukan penghisapan
d. Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam
e. Lakukan pembersihan oral tiap shift
f. Monitor tanda vital terhadap infeksi
g. Alirkan air hangat dalam selang ventilator dengan cara eksternal keluar dari jalan
nafas dan reservoir humidifier
h. Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip steril
i. Pantau keadaan umum
j. Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan sensitivitas
k. Pantau pemberian antibiotik

5. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan peroral
Tujuan: klien dapat mempertahankan pemenuhan nutrisi tubuh
Intervensi:
a. Kaji status gizi klien
b. Kaji bising usus
c. Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi tim gizi
d. Pertahankan asupan kalori dengan makan per sonde atau nutrisi perenteral sesuai
indikasi
e. Periksa laborat darah rutin dan protein
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.

Nanda. 2018-2020. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: Prima
Medika.
Nursing Intervention Classification (NIC). 2016. 6th Indonesian edition, by Gloria Bulechek,
dkk. Elsevier Singapore Pte Ltd.
Nursing Outcomes Classification (NOC). 2016. 5th Indonesian edition, by Sue Moorhead, dkk.
Elsevier Singapore Pte Ltd.
Jeanny Ivones, 2009. https://nezfine.wordpress.com/2009/10/21/gagal-napas-dan-gagal-jantung/
di akses tanggal 25 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai