Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL NAFAS

Disusun Oleh :
RIZKI RAHMAWATI
G3A020117

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi
darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh
masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen
dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS
Jantung “Harapan Kita”, 2001)

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel
tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner &
Sudarth, 2001)

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi

2. Klasifikasi
a) Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara structural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul

b) Gagal ginjal kronis


Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik empisema dan
penyakit paru hitam

3. Etiologi / penyebab
a) Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan
yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

b) Kelainan neurologis primer


Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf
spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.

c) Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks


Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari,
penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

d) Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar

e) Penyakit akut paru


Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung
yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru
adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

4. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas
yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-
paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan
yang ireversibel.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana


terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat
dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-
paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

5. Tanda Dan Gejala


a) Tanda
1) Gagal nafas total
 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga
 serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
 Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
2) Gagal nafas parsial
 Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
 Ada retraksi dada
b) Gejala
 Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
 Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
6. Pathway

Etiologi
( bronkiolitis, status Perubahan respon Permeabilitas Permeab
asmatikus, pernapasan dan otot membran alveolar membran a
pneumonia, kelainan pernapasan kapiler kapile
neurologis,
trauma/obstruksi
jalan napas) Ganggguan ephit
alveolar

Intolaransi aktivitas Penumpukan cairan

Kelelahan, diaporosis, Oedem pulm


Gangguan pertukaran sianosis
gas

Hipoventilasi alveoli Kerja napas Penurunan compla

Gangg difusi dan retensi Gangguan pengembangan Kerusakan surfa


Co2 paru menurun

Hipoksia jaringan

Hipoksemia & Kardiovaskuler Otak


hiperkapnea

O2 &CO2 dyspneu, sianosis Mekanisme kompensasi Sel otak mati


(peningkatan TD & Nadi)

Ventilasi mekanik
Dekompensasi (Co2 & TIK
Bradikardi)
Disfungsi penyapihan
ventilasi , resiko infeksi,
Kejang, pusing, ge
resiko cidera Curah jantung menurun
dan kesadaran men

Gagal jantung

Kardio respirasi arest


7. Komplikasi
a) Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator
(seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
b) Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
c) Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
d) Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya
kurang dari normal).
e) Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
f) Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
g) Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian
nutrisi enteral dan parenteral.

8. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
1) Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3 meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2
menurun) dan kadar elektrolit (Kalium).
2) Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa meneyebabkan hipoksia jaringan
polisitemia bisa terjadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepat.
3) Fungsi ginjal dan hati : untuk mencari etiologi atau ientifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal nafas.
4) Serum kreatinin kinase dan troponin : untuk menyingkirkan infark miocard akut
b) Radiologi
1) Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas
seperti atelectasis dan pneumonia.
2) EKG dan Echocardiografi : jika gagal nafas akut disebabkan oleh cardiac
3) Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal nafas kronik (volume tidal <
500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun, ventilasi semenit (Ve) menurun

9. Penatalaksanaan medis
a) Pemberian oksigen yang adekuat dengan meningkatkan fraksi o2 akan memperbaikai
PaO2 sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pencegahan
hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2 < 40%
menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian oksigen yang berlebihan akan
memperberat keadaan hiperanue. Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki
dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12 g/dl.
b) Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP dan PEEP. Perbaiki elektrolit,
balance PH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenic. Gangguan pH dikoreksi pada
hiperapnue akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan bantuan
ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas adekuat, mengatasi
bronkospasmae dan mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.
c) Atasi atau cegah terjadinya atelectasis, overload cairan, bronkospasmae, secret
trakeobronkial yang meningkat dan infeksi.
d) Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid methylprednisolone bisa
digunakan bersama dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasmae dan inflamasi.
Ketika penggunaan IV kortikosteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid
dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal therapy dan tidak digunakan
untuk gagal nafas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV
kortikosteroid , monitor tingkat kalium yang memperburuk hypokalemia yang disebabkan
diuretic. Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin
e) Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru
yang ekuivalen dengan 5-12 cm H2O PEEP.
f) Drainase secret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik,
hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup perkusi vibrasi dada dan latihan batuk
efektif.
g) Pemberian antibiotic apabila timbul bronkospasmae
h) Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasmae
i) Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjjadi asidemia, hipoksemia dan disfungsi

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Dibawah ini merupakan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal nafas
(Respiratory Failure) dengan terpasang nya Ventilator / ventilasi mekanik.

Pengkajian primer
Airway
 Peningkatan sekresi pernapasan
 Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
Breathing
 Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
 Menggunakan otot aksesori pernapasan
 Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
 Papiledema
 Penurunan haluaran urine
Pengkajian sekunder

1. Sirkulasi
Tanda :
 Takikardia, irama ireguler
 S3S4/Irama gallop
 Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
 Hamman’s sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung menandakan
udara di mediastinum)
 TD : hipertensi/hipotensi

2. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher,
bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk

Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis

3. Pernapasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan,
“lapar udara”, batuk

Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan


bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara
(pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada
tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan;
mental: cemas, gelisah, bingung, stupor

4. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi

5. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker

Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus kapiler
c. Resiko cidera b/d penggunaan ventilasi mekanik

Intervensi
No.
Luaran Intervensi
DX
a. Penghisapan jalan napas

Observasi
 Indentifikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
 Auskultasi suara napas sebelum dan
setelah dilakukan penghisapan
 Monitor status oksigenasi
 Monitor dan catat warna jumlah dan
konsistensi sekret

Terapeutik
 Gunakan teknik aseptik
 Gunakan prosedural steril dan
disposibel
 Gunakan teknik penghisapan
tertutup, sesuai indikasi
 Pilih ukuran kateter suction yang
menutupi tidak lebih dari setengan
diamete ETT dialkukan penghisapan
mulut, nasofaringm trakea dan
endotracheal tube (ETT)
 Berikan oksigena dengan
konsentrasi tinggi (100%) paling
sedikit 30 detik sebelum dan setelah
tindakan
 Lakukan penghisapan lebih dari 15
detik
 Lakukan penghisapan ETT dengan
No.
Luaran Intervensi
DX
tekanan rendah (80-120mmHG)
 Lakukan penghisapan hanya di
sepanjang ETT meminimalkan
invasif
 Hentikan penghisapan dan berikan
terapi oksigen jika mengalami
kondisi kondisi seperti brakikardi,
penurunan saturasi
 Lakukan kultur dan uji sensifitas
sekret, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan melakukan teknik napas
dalam, sebelum melakukan
penghisapan nasothaceal
 Anjurkan bernapas dalam dan pelan
selama insersi kateter suction

b. Pemantauan Respirasi
Observasi
 Monitor frekwensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan
napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
No.
Luaran Intervensi
DX
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

 Atur interval pemantauan respirasi


sesuai kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
c. Pencegahan cidera
Observasi
 Identifikasi area lingkungan yang
berpotensi menyebabkan cedera
 Identifikasi obat yang berpotensi
menyebabkan cedera
 Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
stoking elastis pada ekstermitas
bawah
Terapeutik
 Sediakan pencahayaan yang
memadai
 Gunakan lampu tidur selama jam
tidur
 Sosialisasikan pasien dan keluarga
No.
Luaran Intervensi
DX
dengan lingkungan ruang rawat
 Sediakan pispot atau urinal untuk
eliminasi di tempat tidur
 Pastikan bel / panggilan mudah
diraih
 Pertahankan posisi tempat tidur di
posisi terendah saat digunakan
 Tingkatkan frekwensi observasi
dan pengawasan pasien
Edukasi
 Jealskan alasan intervensi
dilakukan ke pasien
 Anjurkan berganti posisi secara
berlahan secara dibantu
DAFTAR PUSTAKA

Black, & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Management For Positive Outcome.
Elseveir Saunders.
Musliha. (2010). Pemeriksaan fisik cidera kepala. Head Injury.Journal of Medical Sciences, 2, 13–
19.
Nugroho. (2015). Kegawatan cedera kepala (1st ed.). Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, & Wilson. (2012). Anatomi dan fisiologi sistem saraf (6th ed.). Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Suriadi, & Yuliani. (2013). Ajar Ilmu Bedah (3rd ed.). EGC.

Anda mungkin juga menyukai