Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

GAGAL NAPAS YANG TERPASANG VENTILATOR

A. Pengertian Gagal Nafas


Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga
terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri),
dan asidosis.
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon
dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi
difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2018)
B. Penyebab Gagal Nafas
1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : contusio cerebri
b. Radang otak : encephalitis
c. Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
d. Obat-obatan : narkotika, anestesi
2. Penyebab perifer
a. Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle
relaxans
b. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
c. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax,
haematothoraks
e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri.
C. Patofisiologi Gagal Napas
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot
intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan
negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi
berjalan secara pasif.
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam. Pasien
mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk
secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali seperti
semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan yang
ireversibel.
Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang
dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
D. PATHWAY

Trauma Kelainan neurologis Penyakit paru

Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar Gangguan Adanya usaha peningkatan


endhotelium pernafasan
kapiler
Penumpukan cairan alveoli
Tampak adanya retraksi
Cairan masuk ke dada, penggunaan otot
Oedema pulmo interstitial bantu pernafsan dan adanya
pernafasan cuping hidung
Penurunan complain paru Peningkatan tekanan KETIDAKEFEKTIFAN
jalan nafas POLA NAFAS

Cairan surfaktan menurun


Kehilangan fungsi silia
saluran pernafasan
Gangguan pengembangan paru
(atelectasis) KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAFAS
Kolaps alveoli
GANGGUAN PERTUKARAN
Ventilasi dan perfusi tidak seimbang GAS

Hipoksemia, Hiperkapnea O2 ↓, CO2 ↑ Dyspnea

Tindakan primer Sianosis perifer, akral hangat,


kulit pucat
A,B,C,D, E

KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN


Pemasangan Ventilasi mekanik PERIFER

RESIKO CEDERA RESIKO INFEKSI


E. Penatalaksanaan Medis
1. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-
obatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas.
Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT.
2. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari
mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous
Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal
napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada
saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner
dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara
bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi
napas tercapai.
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan
inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru
obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan
pada penyakit paru lainnya.
4. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak
diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel
inflamasi.
5. Fisioterapi dada dan nutrisi
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana
menyeluruh gagal nafas.
6. Pemantauan hemodinamik
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung
tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan
hemodinamik yang lebih invasif.
F. Pengertian Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik adalah tindakan memberikan bantuan nafas
menggunakan alat mekanik (ventilator) dengan cara memberikan tekanan
udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan dengan tujuan
mengganti alat pernafasan dan memperbaiki pertukaran gas yang bersifat
sementara sampai penyebab gangguan pernafasan teratasi.
Ventilasi mekanik merupakan intervensi yang paling sering ditemukan di
ICU, dan perawat memerlukan pengetahuan tentang tipe ventilator, setting
ventilator, dan alarm yang sering digunakan. Ventilasi mekanik sebagai
intervensi suportif sering digunakan sampai masalah yang mendasarinya
hilang.
Ventilator yang digunakan di ICU dewasa saat ini adalah ventilator
tekanan positif. Ventilator tekanan positif bekerja dengan mengirimkan
tekanan positif untuk mengembangkan paru dan dinding dada, dengan prinsip
kerja volume, tekanan, dan atau waktu.
Ventilator terbagi atas 2 kategori, yaitu ventilator dengan sistem volume
dan ventilator dengan sistem tekanan. Pada ventilator sistem volume,
ditentukan volume tidal yang akan diberikan tanpa menghiraukan tahanan dan
compliance. Volume tidal akan stabil pada setiap nafas, tetapi tekanan jalan
nafas akan bervariasi.
Pada ventilasi mekanik sistem tekanan, ditentukan level tekanan yang
diharapkan dan besaran volume tidal ditentukan oleh level tekanan yang
dipilih, tahanan dan compliance paru.
G. Tujuan
Penggunaan ventilator pada pasien biasanya meliputi tujuan berikut:
1. Menurunkan usaha/kerja nafas pasien.
2. Mengatasi symptom distress pernafasan.
3. Mengistirahatkan otot-otot pernafasan.
4. Meningkatkan oksigenasi
5. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (asam basa)
6. Stabilisasi dinding dada (membuka atelectasis, memperbaiki compliance,
mencegah cedera paru lebih lanjut)
H. Indikasi
Indikasi umum untuk pemakaian ventilator meliputi:
1. Kegagalan pernafasan akut dan kronis
2. Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg), tidak respon dengan terapi oksigen
3. Injury paru akut
4. PaCO2 > 50 mmHg dengan pH arteri < 7,25
5. Apnea
6. Bradipnea atau apnea dengan respiratory arrest
7. Coma ( atau GCS < 8)
8. Hipotension (gagal jantung)
9. Penyakit neuromuskuler (GBS, Myastenia Gravis, tetanus, trauma
cervikal)
10. Kelelahan otot nafas
11. Tachypnea, RR > 33 x/menit
12. Kapasitas vital paru kurang dari 15 ml/kg BB (Kapasitas vital adalah
jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi
paru-paru secara maksimal, normalnya 3100-4800)

I. Mode Ventilator
Beberapa mode ventilator dan aplikasi yang sering digunakan adalah:
1. Controlled ventilation
Pasien tidak boleh atau tidak dapat melakukan usaha nafas. Ventilator
disetting untuk memberikan frekuensi nafas dan volume tidal yang
diharapkan. Untuk mengatasi usaha nafas pasien, diberikan obat-obatan
seperti opioid, neurobloker/relaksan, dan benzodiazepin. Pada mode ini,
mesin menyediakan seluruh pernafasan pasien. Perawat mengatur
frekuensi, volume tidal, inspiratory time, PEEP, I-E ratio, dan FiO2. Pada
mode ini, pasien dapat menerima sistem volume (volume control) atau
sistem tekanan (pressure control). Perawat mengeset level pressure
control pada sistem tekanan.
2. Assist Control Ventilation
Pasien dapat menginisiasi usaha nafas. Triger sensitivity ventilator dibuka
dan mesin akan merespon terhadap triger pasien dengan mengirimkan
nafas sesuai volume tidal setting. Pada mode ini, juga dapat menerima
sistem volume (volume control) atau sistem tekanan (pressure control).
Perawat mengeset level pressure control pada sistem tekanan.
3. Intermittent Mandatory Ventilation
Pasien dapat bernafas spontan dengan frekuensi dan volume sesuai
kemampuan pasien, diantara pernafasan dari mesin secara sinkron, tidak
bertabrakan, sehingga mode ini disebut sebagai Synchronized Intermitten
Mandatory Ventilation. Pada mode ini, juga dapat diberikan sistem
volume maupun sistem tekanan/pressure.
4. Pressure Support Ventilation.
Tekanan positif diberikan pada tiap inspirasi pasien untuk menguatkan
volume tidal. Pada mode ini pasien bernafas spontan, dengan setiap
inisiasi nafas, mesin memberikan aliran udara sesuai level tekanan yang
diatur. Perawat mengatur level tekanan bantuan, PEEP dan sensitivity.
5. Continous Positif Airway Pressure.
Pasien bernafas spontan dan tidak memerlukan bantuan untuk volume
tidal, tetapi pada akhir ekspirasi ada sisa tekanan (PEEP) yang berguna
untuk meningkatkan oksigenasi.
6. ASV ( Adaptive Support Ventilation)
Didesain untuk memberikan ventilasi dengan jaminan minute ventilation.
Pada setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis
menyesuaikan kebutuhan ventilasi pasien berdasarkan setting minimal
minute ventilation dan berat badan ideal pasien, sedangkan mechanic
respiration ditentukan oleh ventilator. ASV ini merupakan kombinasi
antara PC dan PS, Jika pasien diberikan sedasi atau pelumpuh otot
sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan menjadi
mode Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun
(trigger +) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis
menjadi Pressure Support.
7. NIV (Non Invasif Ventilation)
Adalah teknik ventilasi tanpa pipa trakea pada saluran nafas, hanya
menggunakan keping mulut, sungkup hidung atau sungkup yang menutup
mulut dan hidung pasien. Mode ini banyak digunakan untuk pasien
dengan penyakit neuromuskuler dinding dada, kesulitan weaning
ventilator atau pasien PPOK.

J. Setting Ventilator
1. Respirasi Rate
2. Tidal Volume
3. Fraksi Oksigen (Diberikan sesuai hasil AGD)
4. Positive End Expiratory Pressure
Tekanan positif pada akhir ekspirasi, bisa mencegah kolaps paru,
meningkatkan area dan waktu difusi oksigen.
5. I-E ratio, perbandingan waktu inspirasi dan ekspirasi, normalnya adalah
1:2.
6. Pressure Limit
7. Flow Rate (kecepatan ventilator memberikan volume tidal per menit)
8. Sensitivitas/Trigger
9. Alarm

K. Perawatan Pasien Dengan Ventilator


1. Persiapan pasien
Menjelaskan tujuan pemakaian ventilator dan berikan update informasi
pada pasien atau keluarganya. Informed consent biasanya dilakukan
sebelum pasien masuk ICU.
2. Melakukan persiapan alat dengan setting circuit menggunakan prinsip
steril, melakukan kalibrasi alat pada setiap awal pemakaian ventilator
3. Monitoring patensi jalan nafas
a. Suction secara berkala dan adekuat dari ET dan mulut
b. Memberikan nebulizer sesuai jadwal terapi
c. Monitoring PIP (Peak Inpiratory Pressure)
d. Membersihkan tubing dari kondensasi atau air.
4. Humidifikasi (sesuai suhu tubuh)
5. Perawatan selang ET dan tekanan cuff ET
a. Mempertahankan posisi ET, mencatat batas ET
b. Mengganti plester ET bila diperlukan
c. Melakukan penggantian posisi ET bila memungkinkan setiap 24 jam
d. Melakukan pengecekan cuff ET secara periodik
6. Monitoring suara paru.
a. Auskultasi seluruh lapangan paru, termasuk untuk mengetahui
kedalaman ET
b. Mengamati gerakan dada
7. Monitoring pertukaran gas secara berkala dengan Analisa gas darah,
SpO2, ETCO2.
8. Monitoring setting ventilator, tidal volume, minute volume, PIP
9. Pencegahan komplikasi pemasangan ventilator (VAP bundle)
a. Head up pasien 30-45 derajad
b. Oral care dengan chlorhexidine 3x sehari
c. Pencegahan DVT (Deep venous Thrombosis)
d. Pemberian obat2an pencegah stress ulcer
e. Melakukan peninjauan pemberian sedasi untuk mengetahui
kemampuan nafas spontan pasien sebelum ekstubasi
f. Melakukan suctioning ET secara berkala
g. Melakukan evaluasi foto rontgen secara berkala
10. Komunikasi. Memberi kesempatan menulis atau papan huruf/kata.
11. Psikologis pasien. Jelaskan prosedur, dukung pasien, motivasi dan
harapan.
12. Nutrisi dan cairan. Enteral nutrisi, absorbsi, resiko aspirasi, parenteral
nutrisi bila diperlukan.
13. Memperhatikan usaha nafas pasien (RR, nafas pendek, tersengal2, cuping
hidung)
14. Monitoring stabilisasi hemodinamik, perfusi organ.
L. Komplikasi Dan Pencegahan
Beberapa komplikasi yang bias terjadi pada pasien dengan ventilasi
mekanik adalah :
1. Komplikasi pada jalan nafas
a. Aspirasi
Dapat dicegah dengan sesegera mungkin mengisi cuff setelah intubasi,
selanjutnya pasang NGT untuk antisipasi lambung yang penuh.
b. Hipoksia, dapat terjadi karena proses intubasi yang sulit dan lama.
c. Trauma trakea (stenosis trachea dan malaise trachea)
2. Masalah pada selang ET
a. Plugging.
Dapat dicegah dengan suction berkala, pertahankan humidifikasi dan
pemberian nebuliser sesuai jadwal
b. Ekstubasi tidak terencana
Dapat dicegah dengan observasi fiksasi ET dan evaluasi restrain pada
pasien
c. ET menekuk/buntu . Dapat dicegah dengan pemasangan OPA
d. Cuff bocor
3. Masalah mekanik
Dapat terjadi dalam pemakaian ventilator jangka panjang. Biasanya berupa
kebocoran sirkuit, sambungan terlepas atau kerusakan sumber daya
4. VAP (Ventilator Associate Pneumonia)
5. Barotrauma
Dapat disebabkan karena tekanan positif yang diberikan terlalu tinggi
sehingga menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Dapat dicegah
dengan monitoring tanda-tanda pneumothoraks.

M. Penyapihan Ventilasi Mekanik


Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering
menimbulkan kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor
fisiologis dan psikologis. Hal ini memerlukan kerja sama dari pasien,
perawat, ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007). Penyapihan merupakan
pengurangan secara bertahap penggunaan ventilasi mekanik dan
mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai hanya setelah proses-
proses dasar yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi dan kestabilan
kondisi pasien sudah tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam tiga
tahapan. Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3)
oksigen. Penyapihan dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu sedini
mungkin, konsisten dengan keselamatan pasien. Penting artinya bahwa
keputusan dibuat atas dasar fisiologi ketimbang sudut pandang mekanis.
Pemahaman yang menyeluruh tentang status klinis pasien diperlukan dalam
membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan
kewaspadaan konstan terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa
bantuan ventilator sudah tidak diperlukan. Ketika pasien mulai menunjukkan
bukti perbaikan klinis, bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang
akan dilakukan pelepasan bantuan ventilator. Secara umum, oksigenasi harus
adekuat ketika bernafas dengan jumlah oksigen yang dihirup berada pada
tingkat non-toksik, dan pasien harus memiliki hemodinamik yang stabil
dengan dukungan vasopressor yang minimal atau tanpa dukungan
vasopressor. Pasien harus sadar terhadap lingkungan sekitarnya ketika tidak
tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang reversibel (misal:
sepsis atau elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GAGAL NAPAS YANG TERPASANG VENTILATOR

a. Pengkajian Pasien Gagal Napas


1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernapasan
- Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing
b. Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, adanya retraksi.
- Menggunakan otot bantu pernapasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
- Papil edema
- Penurunan haluaran urine
d. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS,
dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
e. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat,
tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat
secara objektif.
2. Pengkajian sekunder
a. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama
gallop dan murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan
denyut jantung menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau
hipotensi
b. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru ,
keganasan, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot
asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi :
hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area
berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang,
reduksi ekskursi thorak.
c. Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah,
bingung, stupor
d. Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
e. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
f. Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
g. Sistem neurologi
Sakit kepala
h. Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
i. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada
rahim/serviks.
j. Sistem indera
- Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa
kebutaan tiba-tiba.
- Pendengaran : telinga berdengung
- Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
- Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
- Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap
panas/dingin tajam/tumpul baik.
k. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
l. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat
menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
m. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat
radiasi/kemoterapi

b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan
kemungkinan thrombus atau emboli.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume
penurunan ekspansi paru
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas
5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT
6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas
stress
c. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan
kemungkinan thrombus atau emboli.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan perfusi Peripheral Sensation Management
jaringan berkurang atau tidak (Manajemen sensasi perifer)
meluas selama dilakukan tindakan 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
perawatan. hanya peka terhadap
Kriteria Hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
1. Tekanan systole dan diastole 2. Monitor adanya paretese
dalam rentang yang diharapkan 3. Instruksikan keluarga untuk
2. Akral hangat mengobservasi kulit jika ada lsi atau
3. RR 16-20x/menit laserasi
4. SpO2 > 98% 4. Gunakan sarun tangan untuk
5. Tidak ada sianosis perifer proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab
perubahan kondisi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan pertukaran gas Airway Management
efektif 1. Buka jalan nafas, guanakan
Kriteria Hasil : teknik chin lift atau jaw thrust
1. Menunjukkan peningkatan bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang 2. Posisikan pasien untuk
adekuat memaksimalkan ventilasi
2. Memelihara kebersihan paru 3. Identifikasi pasien perlunya
paru dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas
tanda distress pernafasan buatan
3. Mendemonstrasikan batuk 4. Pasang mayo bila perlu
efektif 5. Lakukan fisioterapi dada jika
4. Suara nafas yang bersih perlu
5. Tidak ada sianosis 6. Keluarkan sekret dengan batuk
6. Mampu bernafas dengan atau suction
mudah 7. Auskultasi suara nafas, catat
7. Tidak ada retraksi dada, adanya suara tambahan
pernafasan cuping hidung dan 8. Lakukan suction pada mayo
pursed lips 9. Berika bronkodilator bial perlu
8. Hasil pemeriksaan BGA 10. Barikan pelembab udara
menunjukkan nilai normal 11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
( gerakan paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
9. Uskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat elektrolit
4. Monitor status hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygiene
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume
penurunan ekspansi paru
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Airway Management
tindakan keperawatan diharapkan 1. Buka jalan nafas, guanakan
pola nafas efektif teknik chin lift atau jaw thrust
Kriteria Hasil : bila perlu
1. Mendemonstrasikan batuk 2. Posisikan pasien untuk
efektif dan suara nafas yang memaksimalkan ventilasi
bersih 3. Identifikasi pasien perlunya
2. Tidak ada sianosis dan pemasangan alat jalan nafas
dyspnea buatan
3. Mampu bernafas dengan 4. Pasang mayo bila perlu
mudah 5. Lakukan fisioterapi dada jika
4. Menunjukkan jalan nafas yang perlu
paten (klien tidak merasa 6. Keluarkan sekret dengan batuk
tercekik, irama nafas, frekuensi atau suction
pernafasan dalam rentang 7. Auskultasi suara nafas, catat
normal, tidak ada suara nafas adanya suara tambahan
abnormal) 8. Lakukan suction pada mayo
5. Tanda Tanda vital dalam 9. Berikan bronkodilator bila perlu
rentang normal (tekanan darah, 10. Berikan pelembab udara Kassa
nadi, pernafasan) basah NaCl Lembab
6. mudah 11. Atur intake untuk cairan
7. Tidak ada retraksi dada, mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan cuping hidung dan 12. Monitor respirasi dan status O2
pursed lips Oxygen therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Airway suction
tindakan keperawatan diharapkan 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
jalan nafas efektif. suctioning
Kriteria Hasil 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
1. Mendemonstrasikan batuk sesudah suctioning.
efektif dan suara nafas yang 3. Informasikan pada klien dan
bersih keluarga tentang suctioning
2. Tidak ada sianosis dan 4. Minta klien nafas dalam sebelum
dyspnea suction dilakukan.
3. Mampu mengeluarkan sputum 5. Berikan O2 dengan menggunakan
4. Mampu bernafas dengan nasal untuk memfasilitasi suksion
mudah, Menunjukkan jalan nasotrakeal
nafas yang paten 6. Gunakan alat yang steril sitiap
5. Irama nafas regular melakukan tindakan
6. Frekuensi pernafasan 16- 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
20x/menit, SPO2 > 98% napas dalam setelah kateter
7. Tidak ada suara nafas dikeluarkan dari nasotrakeal
abnormal) 8. Monitor status oksigen pasien
8. Mampu mengidentifikasikan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
dan mencegah factor yang melakukan suksion
dapat menghambat jalan nafas 10. Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Infection Control (Kontrol infeksi)
tindakan keperawatan tidak terjadi 1. Bersihkan lingkungan setelah
infeksi. dipakai pasien lain
Kriteria hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencuci tangan saat
untuk mencegah timbulnya berkunjung dan setelah
infeksi berkunjung meninggalkan
3. Jumlah leukosit dalam batas pasien
normal 5. Gunakan sabun antimikrobia
4. Menunjukkan perilaku hidup untuk cuci tangan
sehat 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi terhadap
infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas


stress
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Environment Management
tindakan keperawatan cidera tidak (Manajemen lingkungan)
terjadi pada klien. 1. Sediakan lingkungan yang aman
Kriteria hasil : untuk pasien
1. Klien terbebas dari cedera 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
2. Klien mampu menjelaskan cara pasien, sesuai dengan kondisi fisik
untuk mencegah cedera dan fungsi kognitif pasien dan
3. Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu pasien
factor resiko dari 3. Menghindarkan lingkungan yang
lingkungan/perilaku personal berbahaya (misalnya memindahkan
4. Mampu memodifikasi gaya perabotan)
hidup untukmencegah injury 4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menggunakan fasilitas 5. Menyediakan tempat tidur yang
kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali perubahan nyaman dan bersih
status kesehatan 6. Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang
cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniasih, Anggit. 2019. Ventilasi Mekanik. Panduan ICU RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
Kamayani, M. 2018. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik.
Diakses di
Maghfiroh. 2015. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas Di
Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diakses di

Anda mungkin juga menyukai