Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama Klien : Halusinasi pendengaran


B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian.
a. Persepsi
Adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan
dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. Jadi
gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam
membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti
pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus
eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai
kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang
merupakan respon dari luar dirinya.
Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara
fantasi dan kenyataaan. Mereka dalap menggunakan proses pikir yang
logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan
serta mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan
yang berat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu.
Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus
eksternal. Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan
pengertian akan perasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran.
Persepsi melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek
yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris
dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Gangguan ini dapat bersifat ringan, berat, sementara atau lama.
(Harber, Judith, 1987, hal 725)
b. Halusinasi
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi
pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi
indra yang salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah

1
persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang
sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua system penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983),
halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh
dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata lain
klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi
dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
1) Halusinasi pendengaran: karakteristik ditandai dengan mendengar
suara, teruatama suara–suara orang, biasanya klien mendengar
suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan: karakteristik dengan adanya stimulus
penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu: karakteristik ditandai dengan adanya bau
busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti: darah, urine atau
feses. Kadang–kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba: karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit
atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap: karakteristik ditandai dengan merasakan
sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.

2
6) Halusinasi sinestetik: karakteristik ditandai dengan merasakan
fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine.
2. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada
klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan
delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan
alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan
epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi
juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang
meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi
sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat
keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui
namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis,
psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress
lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan
mekanisme koping.
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf–syaraf
pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin
timbul adalah: hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan
muncul perilaku menarik diri.
2) Psikologis
a) Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respons

3
b) Psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan
c) Orientasi realitas adalah: penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3) Sosiobudaya
a) Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita
b) Kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam)
c) Kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelahadanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya
c. Patopsikologi
Menurut Janice Clok (1962) dalam (Yosep,2007) klien yang
mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai halusinasi yang
meliputi beberapa tahap yaitu:
1) Tahap comforting
Timbul kecemasan ringan diserta gejala kesepian, perasaan
berdosa, klien biasanya mengekspresikan stresornya dengan
koping imajinasi sehinga merasa senang dan terhindar dari
ancaman

2) Tahap condenting
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi
selanjutnya klien merasa mendengar sesuatu, klien merasa takut
apabila orang lain ikut mendengarkan apa yang ia rasakan
sehingga timbul perilaku kenarik diri
3) Tahap controling

4
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang
timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti sehingga
menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila
suara tersebut hilang klien akan merasa sangat sedih
4) Tahap conguering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam.
Apabila tidak dikuti perilaku klien dapat bersifat merusakatau
dapat timbul perilaku suicide.
3. Rentang respon konsep diri.
R. Adaptif R. Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kesatuan Depersonalisasi


diri positif rendah identitas

C. Pohon Masalah

Risiko menciderai diri sendiri, orang


lain dan lingkungan

Gangguan
pemeliharaan
Tidak efektifnya kesehatan
Perubahan sensori persepsi:
penatalaksanaanan
regimen terapeutik halusinasi pendengaran

Isolasi sosial: menarik diri Defisit perawatan


Tidak efektifnya koping diri : mandi dan
keluarga : ketidakmampuan berhias
keluarga merawat klien
dirumah Gangguan konsep diri :
harga diri rendah

Koping individu
inefektif

5
D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
3. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
6. Defisit perawatan diri: mandi dan berhias
7. Ketidakefektifan keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat klien
dirumah
8. Gangguan pemeliharaan kesehatan
E. Diagnosa keperawatan dan prioritas
1. Resiko menciderai pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensorik: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri: Mandi/kebersihan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam merawat diri
5. Perubahan proses pikir: Waham berhubungan dengan harga diri rendah
kronis
6. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif berhubungan dengan koping
keluarga tak efektif
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan menarik diri.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan harga diri rendah.
F. Rencana tindakan keperawatan
1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi
a. Tujuan Umum : klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya

6
Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, menjawab
salam, duduk berdampingan dengan perawat, dan mau
mengutarakan masalah yang dihadapinya.
Intervensi :
a) Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik
1. Sapa klien dengnramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Tunjukan sikap empati dan memerima klien apa danya
6. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria hasil:
a.) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya
halusinasi
b.) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasinya
Intervensi:
a) Adakan kontak sering dan singkat
b) Observasi perilaku (verbal/non verbal) yang berhubungan
dengan halusinasinya
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
1 Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan
apakah ada suara yang terdengar
2 Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan
oleh suara tersebut

7
3 Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara
itu, namun perawat tidak mendengar
4 Katakan bahwa klien yang lain juga ada yang seperti
klien
5 Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d) Diskusikan dengan klien
1. situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan
halusinasi
2. waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
malam, atau jika sendiri, jengkel atau sedih)
3. diskusikan dengn klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, sedih, senang) beri kesemapatan
mengungkapkan perasaanya.

3) Klien dapat mengontrol halusinasinya


Kriteria hasil:
a.) Klien dapat menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan
untuk mengontrol halusinasinya
b.) Klin dapat menyebutkan cara baru
c.) Klien dapat memilih cara untuk mengatasi halusinasi seperti
yang telah didiskusikan dengan klien
d.) Klien dapat melaksanakan cara yang dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya
e.) Klien dapat mengikuti TAK
Intervensi:
a. Identifikasi bersama klien tindakan yng bisa dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya
b. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian
c. Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya
halusinasi:

8
1 Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (nada saat
halusiansi terjadi)
2 Menemui perawat atau teman dan keluarga untuk
bercakap-cakap dan untuk mengatakan halusinasi yang
didengar
3 Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi
tidak muncul
b) Bantu klien untuk memilih dan melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap
c) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih,
evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
d) Anjurkan klien mengikuti TAK
4) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Intervensi:
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika
mengalami halusinasi
b) Lakukan kunjungan rumah: Diskusikan dengan keluarga
tentang:
1. Halusinasi klien
2. Cara memutuskan hausinasi
3. Cara merawat anggota keluarga halusinasi
4. Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan
kejadian halusinasi
5. Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada
saat mengalami halusinasi
5) Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
Intervensi:
a) Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk
mengontrol halusinasi
b) Bantu klien menggunakan obat secara benar

9
DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa.
Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta, 2000
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa, EGC, Jakarta, 1995
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1987
Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, Surabaya,
1990
Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga, CV. Sagung Seto, Jakarta, 2001.
Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, Jakarta, 1998

10

Anda mungkin juga menyukai