1.2 Etiologi
1. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang
otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak
terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada
saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan
sangatmempengaruhiventilasi
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumotoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan
nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
6. Penyakit kardiovaskular
7. Pasca bedah toraks (Davey, 2005).
Cara pemberian oksigen secara umum ada 2 macam yaitu sistem arus
rendah dan sistem arus tinggi (Tabel 3). Kateter nasal kanul merupakan
alat dengan sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Nasal Kanul
arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/mnt,
dengan FiO2 antara 0,24-0,44 (24 %-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak
meningkatkan FiO2 secara bermakna diatas 44% dan dapat
mengakibatkan mukosa membran menjadi kering. Untuk memperbaiki
efisiensi pemberian oksigen, telah didisain beberapa alat,
diantaranya electronic demand device, reservoir nasal
canul, dan transtracheal cathethers, dan dibandingkan nasal kanul
konvensional alat-alat tersebut lebih efektif dan efisien. Alat oksigen arus
tinggi di antaranya ventury mask dan reservoir nebulizer blenders.
Alat ventury maskmenggunakan prinsip jet mixing (efek Bernoulli).
Dengan sistem ini bermanfaat untuk mengirimkan secara akurat
konsentrasi oksigen rendah (24-35 %). Pada pasien dengan PPOK dan
gagal napas tipe 2, bernapas dengan mask ini mengurangi resiko retensi
CO2 dan memperbaiki hipoksemia (Price & Wilson, 2005).
2. Atasi Hiperkabnea
Jalan nafas (Airway)
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian
obat-obat pernapasan. Pada semua pasien gangguan pernapasan harus
dipikirkan dan diperiksa adanya obstruksi jalan napas atas. Pertimbangan
untuk insersi jalan napas artifisial seperti endotracheal tube (ETT)
berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas artifisial dibandingkan jalan
napas alami (Price & Wilson, 2005).
b. Bronkodilator
Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi
dibandingkan jika diberikan secara parenteral atau oral, karena untuk
efek bronkodilatasi yang sama, efek samping sacara inhalasi lebih
sedikit sehingga dosis besar dapat diberikan secara inhalasi. Terapi
yang efektif mungkin membutuhkan jumlah agonis beta-adrenergik
yang dua hingga empat kali lebih banyak daripada yang
direkomendasikan. Peningkatan dosis (kuantitas lebih besar pada
nebulisasi) dan peningkatan frekuensi pemberian (hingga tiap
jam/nebulisasi kontinu) sering kali dibutuhkan. Pemilihan obat
didasarkan pada potensi, efikasi, kemudahan pemberian, dan efek
samping. Diantara yang tersedia adalah albuterol, metaproterenol,
terbutalin. Efek samping meliputi tremor, takikardia, palpitasi, aritmia,
dan hipokalemia. Efek kardiak pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik dapat menyebabkan nyeri dada dan iskemia, walaupun jarang
terjadi. Hipokalemia biasanya dieksaserbasi oleh diuretik tiazid dan
kemungkinan disebabkan oleh perpindahan kalium dari kompartement
ekstrasel ke intrasel sebagai respon terhadap stimulasi beta adrenergik
(Sjamsuhidayat & Jong, 2004).
c. Antikolinergik/parasimpatolitik
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas
tidak diketahui pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel
inflamasi telah didemonstrasikan setelah pemberian sistemik dan
topikal. Kortikosteroid aerosol kurang baik distribusinya pada gagal
napas akut, dan hampir selalu digunakan preparat oral atau parenteral.
Efek samping kortikosteroid parenteral adalah hiperglikemia,
hipokalemia, retensi natrium dan air, miopati steroid akut (terutama
pada dosis besar), gangguan sistem imun, kelainan psikiatrik, gastritis
dan perdarahan gastrointestinal. Penggunaan kortikosteroid bersama-
sama obat pelumpuh otot non depolarisasi telah dihubungkan dengan
kelemahan otot yang memanjang dan menimbulkan kesulitan
weaning (Sjamsuhidayat & Jong, 2004).
d. Penatalaksanaan Kausatif/Spesifik
Sambil dilakukan resusitasi (terapi suportif) diupayakan mencari
penyebab gagal nafas. Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya,
sehingga pengobatan untuk masing-masing penyakit akan berlainan.
Semua terapi tersebut dilakukan dalam upaya mengoptimalkan pasien
gagal nafas di UGD sebelum selanjutnya nanti di rawat di ICU.
Penanganan lebih lanjut terutama masalah penggunaan ventilator akan
dilakukan di ICU berdasarkan guidiles penanganan pasien gagal nafas
di ICU pada tahap berikutnya (Sjamsuhidayat & Jong, 2004).
1.7 Pathway
Trauma kelainan neurologis
Ventilasi mekanik
Pengkajian sekunder :
a. Pemeriksaan head to toe
b. Pemeriksaan keadaan umum dan kesadran
c. Eliminasi (kaji haluaran urine, diare/konstipasi
d. Makanan dan cairan (penambahan BB yang signifikan, pembengkakan
ekstremitas, oedema pada bagian tubuh)
e. Nyeri/kenyamanan (nyeri pada satu sisi)
f. Neurosensori (kelemahan : perubahan kesadaran)
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas (NANDA,2012)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): Berdasarkan NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami gangguan pertukaran gas
dengan kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
- Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distres
pernafasan
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeuarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah)
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
2.3.2 Intervensi Keperawatan : Berdasarkan NIC
Airway Management
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasikan pasien perlunya alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
- Monitor rata-rata dan kedalaman, irama dan usaha respirasi
- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan
- Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Monitor pola nafas
- Catat lokasi trakeamonitor kelelahan otot diafragma
Ners Muda
(Firda Apriyanti)
Preseptor Akademik
OLEH:
FIRDA APRIYANTI
NPM. 1814901110032
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2019