Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL NAFAS AKUT

I. Konsep Gagal Nafas Akut


1.1 Definisi Gagal Nafas Akut
Gagal napas akut adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan
asidosis (Corwin, 2009).
Gagal napas akut adalah memburuknya proses pertukaran gas paru yang
mendadak dan mengancam jiwa, menyebabkan retensi karbon dioksida dan
oksigen yang tidak adekuat (Morton, 2011).

1.2 Etiologi
1. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang
otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak
terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada
saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan
sangatmempengaruhiventilasi
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumotoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan
nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
6. Penyakit kardiovaskular
7. Pasca bedah toraks (Davey, 2005).

1.3 Tanda dan gejala


1. Tanda
a. Gagal nafas total
- Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
- Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela
iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
- Adanya kesulitasn inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi
buatan
b. Gagal nafas parsial
- Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan
whizing
- Ada retraksi dada
2. Gejala klinis
a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
c. Batuk dan berdahak
d. Kesadaran menurun, agitasi
e. Peningkatan frekuensi napas, berupa: retraksi suprasternal, interkostal,
supraklavikular dan retraksi epigastrium, takipneu, pernapasan
paradoks
f. Sianosis
g. Takikardia
h. Bradipneu
1.4 Patofisiologi
Gagal nafas akut dapat disebabkan oleh berbagai keadaan, diantaranya
mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat. Salah satu penyebab terpenting
pada ventilasi yang tidak adekuat adalah obstruksi saluran pernapasan atas.
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen
saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan
terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan
gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2
menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja
pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya
asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus
terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan
menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.

Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal


yang menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan
bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya menyebabkan
gagal jantung.

Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan


permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan
bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya edema
paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan
oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.

1.5 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan gas darah arteri
Hipoksemia :
- Ringan : PaO2 < 80 mmHg
- Sedang : PaO2 < 60 mmHg
- Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. EKG, memperhatikan bukti- bukti regangan jantung di sisi kanan
distritmia
3. Angiografi
4. Radiografi
5. CT Scan
6. Elektrolit serum
7. Pemindaian ventilasi perfusi
8. Pemeriksaan sputum
9. Pemeriksaan fungsi paru
1.6 Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan terdiri dari penatalaksaan suportif/non spesifik dan
kausatif/spesifik. Umumnya dilakukan secara simultan antara keduanya.
Penatalksanaan suportif atau Non spesifik
Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung
ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pada tabel 2 berikut ini.
1. Atasi Hipoksemia
Terapi Oksigen
Pada keadaan paO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dari
penyakit kronik yang menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa
dengan keadaan hiperkarbia sehingga pusat pernafasan tidak terangsang
oleh hipercarbia drive melainkan terhadap hypoxemia drive. Akibatnya
kenaikan PaO2 yang terlalu cepat, pasien dapat menjadi apnoe (Price &
Wilson, 2005).

Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-


benar membutuhkan oksigen. Indikasi untuk pemberian oksigen harus
jelas. Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan
harus dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari
toksisitas (Price & Wilson, 2005).

Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada


pasien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut. Oksigen harus segera
diberikan dengan adekuat karena jika tidak diberikan akan menimbulkan
cacat tetap dan kematian. Pada kondisi ini oksigen harusdiberikan dengan
FiO2 60-100% dalam waktu pendek dan terapi yang spesifik diberikan.
Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi
hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan oksigen
dapat diberikan terus-menerus.

Cara pemberian oksigen secara umum ada 2 macam yaitu sistem arus
rendah dan sistem arus tinggi (Tabel 3). Kateter nasal kanul merupakan
alat dengan sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Nasal Kanul
arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/mnt,
dengan FiO2 antara 0,24-0,44 (24 %-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak
meningkatkan FiO2 secara bermakna diatas 44% dan dapat
mengakibatkan mukosa membran menjadi kering. Untuk memperbaiki
efisiensi pemberian oksigen, telah didisain beberapa alat,
diantaranya electronic demand device, reservoir nasal
canul, dan transtracheal cathethers, dan dibandingkan nasal kanul
konvensional alat-alat tersebut lebih efektif dan efisien. Alat oksigen arus
tinggi di antaranya ventury mask dan reservoir nebulizer blenders.
Alat ventury maskmenggunakan prinsip jet mixing (efek Bernoulli).
Dengan sistem ini bermanfaat untuk mengirimkan secara akurat
konsentrasi oksigen rendah (24-35 %). Pada pasien dengan PPOK dan
gagal napas tipe 2, bernapas dengan mask ini mengurangi resiko retensi
CO2 dan memperbaiki hipoksemia (Price & Wilson, 2005).

2. Atasi Hiperkabnea
Jalan nafas (Airway)
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian
obat-obat pernapasan. Pada semua pasien gangguan pernapasan harus
dipikirkan dan diperiksa adanya obstruksi jalan napas atas. Pertimbangan
untuk insersi jalan napas artifisial seperti endotracheal tube (ETT)
berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas artifisial dibandingkan jalan
napas alami (Price & Wilson, 2005).

Resiko jalan napas artifisial adalah trauma insersi, kerusakan trakea


(erosi), gangguan respon batuk, resiko aspirasi, gangguan fungsi
mukosiliar, resiko infeksi, meningkatnya resistensi dan kerja pernapasan.

Keuntungan jalan napas artifisial adalah dapat melintasi obstruksi jalan


napas atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-obatan,
memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP, memfasilitasi
penyedotan sekret, dan rute bronkoskopi (Price & Wilson, 2005).

Ventilasi : Bantuan Ventilasi dan ventilasi mekanik


Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut
kemulut atau mulut ke hidung, biasanya digunakan sungkup muka
berkantung (face mask atau ambu bag) dengan memompa kantungnya
untuk memasukkan udara ke dalam paru.
Hiperkapnea mencerminkan adanya hipoventilasi alveolar. Mungkin ini
akibat dari turunnya ventilasi semenit atau tidak adekuatnya respon
ventilasi pada bagian dengan imbalan ventilasi-perfusi. Peningkatan
PaCO2 secara tiba-tiba selalu berhubungan dengan asidosis respiratoris.
Namun, kegagalan ventilasi kronik (PaCO2>46 mmHg)  biasanya tidak
berkaitan dengan asidosis karena kompensasi metabolik. Dan koreksinya
pada asidosis respiratoris (pH < 7.25) dan masalahnya tidak mengkoreksi
PaCO2. Pada pasien dimana pemulihan awal diharapkan, ventilasi
mekanik non invasif dengan nasal atau face mask merupakan alternatif
yang efektif, namun seperti telah diketahui, pada keadaan pemulihan yang
lama/tertunda pemasangan ET dengan ventilasi mode assist-
control atausynchronized intermittent ventilation dengan
setting rate sesuai dengan laju nafas spontan pasien untuk meyakinnkan
kenyamanan pasien (Price & Wilson, 2005).

3. Terapi supotif lainya


a. Fisioterapi dada
Ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret, sputum.
Tindakan ini selain untuk mengatasi gagal nafas juga untuk tindakan
pencegahan. Pasien diajarkan bernafas dengan baik, bila perlu dengan
bantuan tekanan pada perut dengan menggunakan telapak tangan pada
saat inspirasi. Pasien melakukan batuk yang efektif. Dilakukan juga
tepukan-tepukan pada dada, punggung, dilakukan perkusi, vibrasi dan
drainagepostural. Kadang-kadang diperlukan juga obat-obatan seperti
mukolitik dan bronkodilator (Sjamsuhidayat & Jong, 2004).

b. Bronkodilator
Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi
dibandingkan jika diberikan secara parenteral atau oral, karena untuk
efek bronkodilatasi yang sama, efek samping sacara inhalasi lebih
sedikit sehingga dosis besar dapat diberikan secara inhalasi. Terapi
yang efektif mungkin membutuhkan jumlah agonis beta-adrenergik
yang dua hingga empat kali lebih banyak daripada yang
direkomendasikan. Peningkatan dosis (kuantitas lebih besar pada
nebulisasi) dan peningkatan frekuensi pemberian (hingga tiap
jam/nebulisasi kontinu) sering kali dibutuhkan. Pemilihan obat
didasarkan pada potensi, efikasi, kemudahan pemberian, dan efek
samping. Diantara yang tersedia adalah albuterol, metaproterenol,
terbutalin. Efek samping meliputi tremor, takikardia, palpitasi, aritmia,
dan hipokalemia. Efek kardiak pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik dapat menyebabkan nyeri dada dan iskemia, walaupun jarang
terjadi. Hipokalemia biasanya dieksaserbasi oleh diuretik tiazid dan
kemungkinan disebabkan oleh perpindahan kalium dari kompartement
ekstrasel ke intrasel sebagai respon terhadap stimulasi beta adrenergik
(Sjamsuhidayat & Jong, 2004).

c. Antikolinergik/parasimpatolitik
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas
tidak diketahui pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel
inflamasi telah didemonstrasikan setelah pemberian sistemik dan
topikal. Kortikosteroid aerosol kurang baik distribusinya pada gagal
napas akut, dan hampir selalu digunakan preparat oral atau parenteral.
Efek samping kortikosteroid parenteral adalah hiperglikemia,
hipokalemia, retensi natrium dan air, miopati steroid akut (terutama
pada dosis besar), gangguan sistem imun, kelainan psikiatrik, gastritis
dan perdarahan gastrointestinal. Penggunaan kortikosteroid bersama-
sama obat pelumpuh otot non depolarisasi telah dihubungkan dengan
kelemahan otot yang memanjang dan menimbulkan kesulitan
weaning (Sjamsuhidayat & Jong, 2004).

d. Penatalaksanaan Kausatif/Spesifik
Sambil dilakukan resusitasi (terapi suportif) diupayakan mencari
penyebab gagal nafas. Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya,
sehingga pengobatan untuk masing-masing penyakit akan berlainan.
Semua terapi tersebut dilakukan dalam upaya mengoptimalkan pasien
gagal nafas di UGD sebelum selanjutnya nanti di rawat di ICU.
Penanganan lebih lanjut terutama masalah penggunaan ventilator akan
dilakukan di ICU berdasarkan guidiles penanganan pasien gagal nafas
di ICU pada tahap berikutnya (Sjamsuhidayat & Jong, 2004).
1.7 Pathway
Trauma kelainan neurologis

Gangguan sistim saraf pernafsan di otot pernafsan

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar Gangguan endothellum kapiler

Penumpukan cairan alveoli Cairan masuk ke intertitial

Oedema pulmo Kehilangan tahanan jalan nafas

Penurunan comlain paru Kehilangan fungsi silia sel pernafsan

Cairan surfaktan menurun Bersihan jalan nafas tidak efektif

Gangguan pengembangan paru


Kolaps alveoli

Ventilasi dan perfusi tidak seimbang Gangguan pertukaran gas

Hipoksemia, hiperkapnea O2 CO2 (dyspneu, Cianosis)

Tindakan Primer (A,B,C,D dan E)

Ventilasi mekanik

Resiko Infeksi Resiko tinggi cidera

Sumber : Sjamsuhidayat & Jong, 2004


II. Rencana Asuhan Keperawatan dengan gangguan Syok Sepsis
2.1 Pengkajian
Pengkajian primer :
2.2.1 Airway :
- Peningkatan sekresi pernafasan
- Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2.2.2 Breathing :
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi
- Menggunakan otot sensori pernafasan
- Kesulitan bernafas : sianosis
2.2.3 Circulation :
- Penurunan curah jantung: gelisah, latergi, takikardia
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran: ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
- Papildema
- Penurunan haluaran urine
- Kapiler refil
- Sianosis

Pengkajian sekunder :
a. Pemeriksaan head to toe
b. Pemeriksaan keadaan umum dan kesadran
c. Eliminasi (kaji haluaran urine, diare/konstipasi
d. Makanan dan cairan (penambahan BB yang signifikan, pembengkakan
ekstremitas, oedema pada bagian tubuh)
e. Nyeri/kenyamanan (nyeri pada satu sisi)
f. Neurosensori (kelemahan : perubahan kesadaran)
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas (NANDA, 2012)
2.2.1 Definisi
Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan atau eliminasi karbon
dioksida pada membran alveolar kapiler
2.2.2 Batasan karaktersitik
- Pernafasan obnormal
- Warna kulit abnormal
- Konfusi
- Sianosis(pada neonatus saja)
- Penurunan karbon dioksida
- Sakit kepala saat bangun
- Hiperkapnea
- Hipoksemia
- Dispnea
- Iritabilitas
- Somnolen
- Takikardia
- Gangguan penglihatan
2.2.3 Faktor yang berhubungan
- Perubahan membran kapiler-alveolar
- Ventilasi - perfusi

Diagnosa 2 : Risiko Infeksi (NANDA, 2012)


2.2.1 Definisi
Rentan mengalami invasindan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat mengganggu kesehatan
2.2.2 Faktor resiko
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen
- Malnutrisi
- Obesitas
- Penyakit kronis (DM)
- Prosedur invasif

Pertahan tubuh primer tidak adekuat


- Gangguan integritas kulit
- Gangguan peristalsis
- Merokok
- Pecah ketuban dini
- Pecah ketuban lambat
- Penurunan kerja siliaris
- Perubahan pH sekresi
- Stasis cairan tubuh

Pertahan tubuh sekunder tidak adekuat


- Imunosupresi
- Keukopenia
- Penurunan hemoglobin
- Supresi respon inflamasi
- Vaksinasi tidak adekuat

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas (NANDA,2012)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): Berdasarkan NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami gangguan pertukaran gas
dengan kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
- Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distres
pernafasan
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeuarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah)
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
2.3.2 Intervensi Keperawatan : Berdasarkan NIC
Airway Management
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasikan pasien perlunya alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
- Monitor rata-rata dan kedalaman, irama dan usaha respirasi
- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan
- Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Monitor pola nafas
- Catat lokasi trakeamonitor kelelahan otot diafragma

Diagnosa 2 : Resiko infeksi (NANDA, 2012)


2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): Berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam maka infeksi dapat
dicegah dengan kriteria hasil :
- Mencapai penyembuhan luka (craniotomi) tepat pada waktunya.
2.3.2 Intervensi Keperawatan : Berdasarkan NIC
- Berikan perawatan aseptik dan antiseptic
- Pertahankan teknik cuci tangan yang baik
- Catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi
- Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil
dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran)
- Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah
pengunjung yang mengalami infeksi saluran nafas bagian atas
- Berikan antibiotik sesuai indikasi
- Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi
III. Daftar Pustaka
Corwin, E.J (2001). Buku Saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC :
Jakarta
Davey. (2005). AT a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Morton, Patricia Gonce, 2011, Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Kep.
Holistik, Ed. 8,EGC: Jakarta
Price, SA & Wilson, LM. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat, R & Jong, WD. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan:
Diagnosa NANDA, Intrevensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Banjarmasin. April 2019

Ners Muda

(Firda Apriyanti)

Preseptor Akademik

(Zaqyyah Huzaifah, Ns.,M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE RESPIRATORY FAILURE
(GAGAL NAFAS AKUT)

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

OLEH:
FIRDA APRIYANTI
NPM. 1814901110032
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2019

Anda mungkin juga menyukai