Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN RESPIRATORY FAILURE (GAGAL NAFAS)

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Afni Nur Ainy (1901200507)


Hendi Wijayanto (1901200521)
Lianda Agnes Puspita (1901200524)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2019/2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia menurut Hierarki Maslow.


Kekurangan oksigen dalam hitungan menit saja dapat mengancam jiwa seseorang, oleh
karena itu masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap system pernapasan (respiratori)
menuntut asuhan keperawatan yang serius.

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan


pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001). Indikator gagal nafas
adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20
x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator
karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital
adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah
ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.

Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perlu mengetahui


gejala-gejala dini penyebab serta permasalahannya. Kita ketahui bahwa peran perawat
yang paling utama adalah melakukan promosi dan pencegahan terjadinya gangguan pada
system pernapasan, sehingga dalam hal ini masyarakat perlu diberikan pendidikan
kesehatan yang efektif guna meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

1.2. Batasan Masalah


Masalah pada makalah ini dibatasi pada pemberian suhan Keperawatan pada
pasien Respiratory Failure (Gagal Nafas)
1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Respiratory Failure (Gagal Nafas) ?

1.4. Tujuan
Memberikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Respiratory Failure

1.5. Manfaat
Makalah asuhan keperawatan pada pasien respiratory failure ini diharapkan bisa
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam bidang ilmu keperawatan khususnya
penyakit sisitem pernafasan gagal nafas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997 )
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

2.2 Etiolgi
2.2.1 Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan
yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

2.2.2 Kelainan neurologis primer


Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf
spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
2.2.3 Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari,
penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

2.2.4 Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar

2.2.5 Penyakit akut paru


Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung
yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru
adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

2.3 Tanda dan Gejala


2.3.1. Tanda Gagal Nafas Total
a. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
b. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
c.  Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan

2.3.2. Tanda Gagal Nafas Parsial


a. Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
b. Ada retraksi dada
2.3.3. Gejala
a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)

2.4 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.

Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya
normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbu

Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).
Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeadaan asalnya. Pada
gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Pemerikasan gas-gas darah arteri: penting untuk menentukan adanya asidosis
respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui apakah klien
mengalami asidosis metabolic, alkalosis metabolic atau keduanya.
Hipoksemia:
a. Ringan : PaO2 < 80 mmHg
b. Sedang : PaO2 < 60 mmHg
c. Berat : PaO2 < 40 mmHg
2.5.2 Pemeriksaan rontgen dada: Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses
penyakit yang tidak diketahui
2.5.3 Hemodinamik: Tipe I : peningkatan PCWP 
2.5.4 EKG: adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan
perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III, aVF, serta jantung yang
mengalami hipertrofi ventrikel kanan.
2.5.5 Pemeriksaan sputum: yang di perhatikan ialah bau, warna dan kekentalan. Jika
perlu lakukan kultur dan uji kepekatan terhadap kuman penyebab
2.5.6 Pengukuran fungsi paru: penggunaan respirometer untuk menggetahui ada
tidaknya gangguan obstruksi dan retraksi paru. FEV1 normal > 83%.

2.6 Penatalaksanaan Medis


2.6.1 Terapi oksigen: Pemberian oksigen kecepatan rendah, masker Venturi atau nasal
canul
2.6.2 Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
2.6.3  Inhalasi nebulizer
2.6.4  Fisioterapi dada
2.6.5 Pemantauan hemodinamik/jantung
2.6.6 Pengobatan: bronkodilator, steroid
2.6.7 Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
2.6.8  Steroid
2.6.9 Obat-obatan:
- Antibiotic: diberikan setelah dilakukan uji kultur sputum dan uji kepekaan
terhadap kuman penyebab.
- Bronkodilatator, kartikosteroid, diuretic, digitalis

2.7 Pencegahan
Saat mengalami gagal napas, penderita kondisi gawat tersebut perlu mendapatkan
bantuan pernapasan melalui: Terapi oksigen untuk meningkatkan kadar oksigen dalam
darah. Pemberian oksigen bisa melalui selang hidung atau kanul nasal serta masker
oksigen.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan


3.1.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara
menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak
mengalami kesukaran bernafas. Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah
menjadi sensitif dan cepat marah (iritability), tanpak binggung (confusion), atau
mengantuk (somnolen). Yang tak kalah penting ialah kemampuan orientasi klien
terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena gangguan funngsi
paru akut dan berat sering direfeksikan dalam bentuk perubahan status mental.
Selain itu, gangguan keadaan sering pula dihubungkan dengan hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun. Selain itu kaji riwayat penyakit
masa lalu, riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta habits/ kebiasaan.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Air Way
a) Peningkatan sekresi pernafasan.
b) Bunyi nafas krekles ronki dan mengi.
2. Breathing
a) Distress pernafasan : pernafasan cupping hidung, takipneu/bradipneu
retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernafasan.
c) Kesulitan bernafas : diaphoresis, sianosis.
3. Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardi.
b) Sakit kepala.
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk.
d) Papiledema.
e) Penurunan haluan urine.

c. Keadaan Umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara
bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, sianosis.
1. B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit
dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas
lambat dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat
pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi
pernafasan > 20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti
sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes
militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat
ditemukan daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas
melemah yang disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura
yang cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan
pneumothoraks atau emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi
yang didapat dari kelainan yang ada.

2. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

3. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat
karena merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan
pertukaran gas. Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk
menentukan tiingkat kesadaran.

4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya
oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda awal dari syok.

5. B5 (Bowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi
dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien
sesak nafas potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini
karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta
kecemasan yang dialami klien.

6. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik
pada dermis/ integument.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran
udara ke alveoli atau kebagian utama paru
b. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan
kelelahan.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan
ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
3.1.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Ganggua Pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara alveoli
Tujuan:
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan 1x24 jam pertukaran gas membaik
Kriteria Hasil:
1. Frekuensi napas 18-20/menit
2. Frekuensi nadi 75-100/menit
3. Warna kulit normal, tidak ada dipnea, dan gas darah arteri (GDA) dalam
batas normal.
4. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
5. Hasil analisa gas darah normal : PH (7,35 – 7,45) PO2 (80 – 100 mmHg)
PCO2 ( 35 – 45 mmHg)
Intervensi

Diagnosa Intervensi Rasional


Ganggua 1. Pantau status pernapasan tiap 4 1. untuk mengetahui
Pertukaran gas jam, hasil GDA, intake, dan perkembangan
berhubungan output. Untuk mengidentifikasi status kesehatan
dengan gangguan indikasi ke arah kemajuan. klien
aliran udara 2. Tempatkan klien pada posisi 2. Posisi semifowler
alveoli semifowler. Posisi tegak berfungsi untuk
memungkinkan ekspansi paru membuka jalan
lebih baik. nafas sehingga
3. Berikan terapi intravena sesuai dapat menurunkan
anjuran. Untuk memungkinkan sesak yang
rehidrasi yang cepat dan dapat dirasakan
mengkaji keadaan vaskuler 3. Untuk membantu
untuk pemberian obat-obat mengobati klien
darurat. 4. Oksigen diberikan
4. Berikan oksigen melalui untuk membantu
kanula nasal 4 L/menit mencukupi kadar
selanjutnya sesuaikan dengan oksigen dalam
hasil PaO2. Pemberian oksigen darah klien yang
mengurangi beban otot-otot tidak bisa
pernapasan diperoleh dari
5. Kolaborasi dengan tim medis nafas biasa
dalam memberikan pengobatan 5. Untuk membantu
yang telah tepat serta amati mengobati klien
bila ada tanda-tanda toksisitas.
Pengobatan untuk
mengembalikan kondisi
bronkus seperti kondisi
sebelumnya.
3.1.4 Implementasi Keperawatan

Diagnosa Imlementasi Evaluasi


Keperawata
n
Ganggua 1. Memantau status pernafasan S: Pasien mengatakan sesak
Pertukaran setiap 4 jam, intake dan berkurang
gas output O: K/u Cukup, TD: 100/70
berhubungan 2. Memberikan posisi N: 98 RR: 26 Suhu: 37
dengan semifowler SpO2 97 % menggunakan
gangguan 3. Memberika terapi intravena nasal kanul 4 Lpm
aliran udara sesuai perintah dokter A: Ganggua Pertukaran gas
alveoli 4. Memberikan oksigen berhubungan dengan
5. Berkolaborasi dengan tim gangguan aliran udara
medis untuk pemberian terapi alveoli
P: Masalah belum teratasi
semua intervensi
dilanjutkan


BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal nafas akut adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel
tubuh yang sesuai dengan kebutuhan tubuh normal. Gagal nafas akut dapat
disebabkan oleh kelainan intrapulmonal dan ektrapulmonal. Secara umum terdapat
empat dasar mekanisme gangguan pertukaran gas pada sistem pernafasan yaitu
hipoventilasi, ketidakseimbangan ventilasi atau perfusi, pintasan darah kanan ke kiri,
gangguan difusi. Kelaianan ektrapulmoner menyebabkan hipoventilasi sedangkan
kelainan intrapulmoner dapat meliputi seluruh mekanisme tersebut.
Berdasarkan pada pemeriksaan AGD, gagal nafas dapat dibagi menjadi 3
tipe. Tipe I merupakan kegagalan oksigenasi atau hypoxaemia, Tipe II yaitu
kegagalan ventilasi atau hypercapnia, Tipe III adalah gabungan antara kegagalan
oksigenasi dan ventilasi ditandai dengan hipoksemia dan hiperkarbia penurunan
PaO2 dan peningkatan PaCO2. Diagnosis gagal nafas dapat diketahui dari anamnesis
dan gejala klinis, pemeriksaan fisik, serta penunjang. Penatalaksanaan Gagal Nafas
terdiri dari penatalaksaan suportif/non spesifik dan kausatif/spesifik. Umumnya
dilakukan secara simultan antara keduanya.

4.2 Saran
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi
untuk menunjang proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nemaa PK. 2003. Respiratory Failure. Indian Journal of Anaesthesia, 47(5):


360- 6

2. Shapiro BA and Peruzzi WT. 1994. Physiology of respiration. In Shapiro BA


and Peruzzi WT (Ed) Clinical Application of Blood Gases. Mosby, Baltimore,
Pp. 13- 24.

3. Sue DY and Bongard FS.2003. Respiratory Failure. In Current Critical Care


Diagnosis and Treatment, 2nd Ed, Lange-McGrawHill, California, Pp. 269-89

4. Behrendt C.F. (2000). Acute Respiratory Failure in the United States: Incidence
and 31-day survival. Chest, Volume 118, Number 4, p 1100-1105.

5. Mangku G. 2002. Respirasi. In Universitas Kedokteran Fakultas Kedokteran


Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi. Diktat Kumpulan Kuliah Buku I.
Denpasar. Pp 42-49.

6. Murat K, Michael R P. 2012. Respiratory Failure. Available from :http://


emedicine.medscape.com/article/167981-overview. Accessed: 1 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai