Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN STASE ANAK

DENGAN GAGAL NAFAS DI RUANG BAYI


RSUD ULIN BANJARMASIN

DI SUSUN OLEH
Nama Mahasiswa : Kamariah
Nim : 18NS252

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : Gagal Nafas


TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : Ruang Bayi
NAMA MAHASISWA : Kamariah

Banjarmasin, November 2018

Menyetujui

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Ilmu keperawatan


dan Profesi Ners STIKES Sari Mulia
Preseptor Klinik ( PK ) Preseptor Akademik (PA)

............................................... ...................................................
NIP. NIK.
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Gagal Nafas


TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : Ruang Bayi
NAMA MAHASISWA : Kamariah

Banjarmasin, November 2018

Menyetujui

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Ilmu keperawatan


dan Profesi Ners STIKES Sari Mulia
Preseptor Klinik ( PK ) Preseptor Akademik (PA)

............................................... ...................................................
NIP. NIK.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan


Dan Profesi Ners

Dini Rahmayani, S.Kep.Ns.,MPH


NIK. 19.44.2004.008
A. Definisi
Gagal napas adalah ganguan pertukaran gas antara udara dengan
sirkulasi yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan
gerakan udara dan masuk keluar paru (Alsagaff, 2010)
Gagal napas merupakan keadaan ketidakmampuan tubuh untuk
menjaga pertukaran gas seimbang dengan kebutuhan tubuh sehingga
mengakibatkan hipoksemia dan atau hiperkapnia. Dikatakan gagal napas
apabila PaCO2 > 45 mmHg atau PaO2< 55mmHg (Boedi Swidarmoko,
2010)

B. Etiologi
Etiologi gagal nafas menurut Alsagaf (2010) sebagai berikut;
1. Kelainan di luar paru-paru
a. Penekanan pusat pernapasan
1) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
2) Trauma atau infark selebral
3) Poliomyelitis bulbar
4) Ensefalitis
b. Kelainan neuromuscular
1) Trauma medulaspinalisservikalis
2) Sindroma guilainbare
3) Sklerosis amiotropik lateral
4) Miastenia gravis
5) Distrofi otot
c. Kelainan Pleura dan Dinding Dada
1) Cedera dada (fraktur iga multiple)
2) Pneumotoraks tension
3) Efusi leura
4) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
5) Obesitas: sindrom Pickwick
2. Kelainan Intrinsic Paru-Paru
a. Kelainan Obstruksi Difus
1) Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
2) Asma, Status asmatikus
3) Fibrosis kistik
b. Kelainan Restriktif Difus
1) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu
batu barah)
2) Sarkoidosis
3) Scleroderma
4) Edema paru-paru
a) Kardiogenik
b) Nonkardiogenik (ARDS)
5) Atelektasis
6) Pneumoni yang terkonsolidasi
c. Kelainan Vaskuler Paru-Paru
1) Emboli paru-paru.

C. Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan
pernafasan yaitu obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps
alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi saluran nafas maka akan
terjadi:
1. Sekresi trakeobronkial bertambah
2. Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. Aliran darah pulmonal bertambah
4. ‘Metabolic rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos
maka lumen saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan
terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan
gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2
menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja
pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan
timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi
alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan
menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya
jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya
menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang
mengakibatkan permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang
mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah,
terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya
gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan
gagal nafas (Boedi Swidarmoko, 2010)

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal nafas menurut Boedi Swidarmoko (2010) sebagai
berikut:
1. Gejala umum: Lelah, berkeringat, sulit tidur dan makan, didapatkan juga
gangguan status mental, sakit kepala, kejang.
2. Gejala kardiovaskular: takikardia dan vasodilatasi perifer.
3. Gangguan pernapasan: takipnea, retraksi otot bantu pernapasan,
hipoventilasi, apnea, suara napas tambahan seperti stridor, mengi, ronki
basah.
4. Gejala klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,
walaupun terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asedemia yang berat.
Tanda utama dari gagal napas adalah penggunaan otot bantu napas
takipnea, takikardia, menurunya tidal volum, pola napas iregular atau
terengah – engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal
(terkait dengan flail chest).

F. Komplikasi
Komplikasi gagak nafas nenurut Alvin Kosasih (2008) sebagai berikut:
1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan
ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum
tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang
usianya kurang dari normal).
5. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian
nutrisi enteral dan parenteral.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang gagal nafas menurut Lewis (2011) sebagai
berikut:
1. Laboratorium:
a. Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2
meningkat, PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
Parameter Interval normal

pH 7,35-7,45

PaCO2 35-45 mmHg

Bikarbonat (HCO3-) 22-26 mEq/L

PaO2 80-100 mmHg

SaO2 >95%

BE ± 2 mEq/L

b. Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia


jaringan, polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan
cepat.
c. Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi
komplikasi yang berhubungan dengan gagal napas.
d. Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark
miokard akut.
2. Radiologi:
a. Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab
gagal nafas seperti atelektasis dan pneumoni.
b. EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan
oleh cardiac.
c. Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik
(volume tidal < 500ml, FVC(kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi
semenit (Ve) menurun,)

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada gagal nafas menurut Alvin Kosasi (2008) sebagai
berikut
1. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan
memperbaiki PaO2, sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk
oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi pulmonal akibat
hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul
nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat
keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan
memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan
Hb sekitar 10-12g/dl.
2. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP.
Perbaiki elektrolit,balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi
iatrogenik. Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan
asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan bantuan
ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas yang
adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung,
demam dan sepsis.
3. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis,overload cairan,
bronkospasme, sekret trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
4. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin.Kortikosteroid
(Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator
ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV
kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan
inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak
digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang
memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan
jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
5. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak
meningkatkan volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O
PEEP.
6. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan
pemberian mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup,
perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
7. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
8. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
9. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia
dan disfungsi sirkulasi yang prospektif.

I. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan secret
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan ventilasi perfusi
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
5. Risiko kekurangan volume cairan

J. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan

1 Ketidakefektifan  Respiratory  Airway


bersihan jalan nafas Status : Airway Management
b.d penumpukan Patency
secret Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
asuhan vital
keperawatan 2. Monitor status 02
selama 2 x 24 jam 3. Berikan tindakan
diharapkan klien nebulizer untuk
menunjukan mengeluarkan secret
keefektifan jalan 4. Berikan posisi yang
nafas dengan nyaman untuk
kriteria hasil : memaksimalkan
 Menjukan jalan ventilasi
nafas yang paten 5. Lakukan tindakan
 Tidak ada sianosis suction jka perlu
dan dyspneu 6. Kolaborasi dengan
 Saturasi dalam dokter untuk
batas normal pemberian terapi
 Tanda – tanda pengencer dahak
vital dalam
rentang normal
BP : 110-140/60-
70mmhg
RR : 12-20x/menit
F : 60-90 x/m
T : 36,5-37,5oC
2 Gangguan  Respiratory  Airway
pertukaran gas b.d Status : Gas management
ventilasi perfusi exchange
Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
asuhan vital
keperawatan 2. Posisikan klien untuk
selama 2 x 24 jam memaksimalkan
diharapkan ventilasi
gangguan 3. Berikan tindakan
pertukaran gas nebulizer untuk
teratasi dengan mengeluarkan secret
kriteria hasil : 4. Monitor status O2
 Peningkatan 5. Lakukan suction jika
ventilasi dan perlu
oksigenasi yang 6. Monitor pola nafas
adekuat 7. Kolaborasi dengan
 Tidak ada sianosis dokter
dan dyspneu
 Mampu bernafas
dengan mudah
 Saturasi dalam
batas normal
 Tanda – tanda
vital dalam
rentang normal
BP : 110-140/60-
70mmhg
RR : 12-20x/menit
F : 60-90 x/m
T : 36,5-37,5oC

Nyeri akut  Pain control  Pain Management


berhubungan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda tanda
dengan agen injury perawatan selama vital
biologis 1 x 6 jam 2. Observasi ketidak
diharapkan nyeri nyamanan non
berkurang dengan verbal
kriteria hasil : 3. Lakukan pengkajian
yang komprehensif
 Mampu (meliputi lokasi,
mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri frekuensi.
 Melaporkan 4. Ajarkan teknik non
bahwa nyeri farmakologi
berkurang misalnya relakssasi,
dengan distraksi, nafas
menggunakan dalam
manajemen 5. Kolaborasi dengan
nyeri tenaga medis untuk
 Menyatakan pemberian
rasa nyaman analgesik
setelah nyeri
berkurang
 Tanda tanda
vital dalam
rentang normal
BP : 110-140/70-
90mmhg
RR : 12-
20x/menit
F : 60-90 x/m
T : 36,5-37,5oC

3 Intoleransi aktivitas  Energy  Activity Tolerance


b.d conservation
ketidakseimbangan Setelah dilakukan
1. Monitor tanda - tanda
antara suplai dan asuhan
vital
kebutuhan oksigen keperawatan
2. Bantu klien
selama 2 x 24 jam
menhidentifikasi
diharapkan klien
aktivitas yang
mampu
mampu dilakukan
meningkatkan
3. Monitor respon
ambulasi atau
kardiovaskuler (
aktivitas dengan
takikardi, sesak nafas
kriteria hasil :
)
 Mampu
4. Monitor nutrisi dan
meningkatkan
sumber energi yang
aktivitas sehari-
adekuat
hari secara
5. Libatkan keluarga
mandiri
untuk membatu
 Mampu berpindah
aktivitas klien
dengan atau
tanpa alat bantu
 Tanda – tanda
vital dalam
rentang normal
BP : 110-140/60-
70mmhg
RR : 12-20x/menit
F : 60-90 x/m
T : 36,5-37,5oC
4 Resiko kekurangan  Fluid Balane  Fluid management
volume cairan Setelah diberikan 1. Kaji tingkat
tindakan perdarahan dan
keperawatan pembekuan
selama …x 24 jam, perdarahn klien
diharapkan tidak 2. Pertahankan
terjadi kekurangan istirahat di tempat
volume cairan. tidur selama
Kriteria Hasil : perdarahan aktif
3. Hindarkan klien dari
 Membrane
trauma yang dapat
mukosa
menyebabkan
lembab
terjadinya
 Turgor kulit
perdarahan
baik
4. Anjurkan klien untuk
 Cairan masuk
mengkonsumsi
dan cairan
makanan/meningkat
keluar
kan intake makanan
seimbang
yang kaya dengan
 TTV dalam
vit K
batas normal
120
5. Monitor intake
(TD: /80
output klien dan
mmHg, Nadi:
tingkatkan intake
60 – 100 kali
bila terjadi
per menit, RR:
perdarahan hebat
16 – 20 kali
pada klien
per menit,
6. Kolaborasi
Suhu: 36 -
pemberian tranfusi
370C
darah.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, dan Mukty H.A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
Boedi Swidarmoko 2010. Pulmonologi Intervensi Dan Gawat Darurat
Napas.Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Bulechek,M.Gloria,et al.2015.Nursing Intervention Classification sixth
edition.United States of America:Elsevier
Herdman, Heather.2015.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta :
EGC
Kosasih, Alvin.2008. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru Dalam
Prakter Sehari-Hari,Jakarta: Sagung Seto
Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America :Elsevier Mosby.
Moorhead,Sue,et al.2015.Nursing Outcome Classification fifth edition.United
States of America:Elsevier

Anda mungkin juga menyukai