DI SUSUN OLEH
Nama Mahasiswa : Kamariah
Nim : 18NS252
Menyetujui
............................................... ...................................................
NIP. NIK.
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui
............................................... ...................................................
NIP. NIK.
Mengetahui,
B. Etiologi
Etiologi gagal nafas menurut Alsagaf (2010) sebagai berikut;
1. Kelainan di luar paru-paru
a. Penekanan pusat pernapasan
1) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
2) Trauma atau infark selebral
3) Poliomyelitis bulbar
4) Ensefalitis
b. Kelainan neuromuscular
1) Trauma medulaspinalisservikalis
2) Sindroma guilainbare
3) Sklerosis amiotropik lateral
4) Miastenia gravis
5) Distrofi otot
c. Kelainan Pleura dan Dinding Dada
1) Cedera dada (fraktur iga multiple)
2) Pneumotoraks tension
3) Efusi leura
4) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
5) Obesitas: sindrom Pickwick
2. Kelainan Intrinsic Paru-Paru
a. Kelainan Obstruksi Difus
1) Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
2) Asma, Status asmatikus
3) Fibrosis kistik
b. Kelainan Restriktif Difus
1) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu
batu barah)
2) Sarkoidosis
3) Scleroderma
4) Edema paru-paru
a) Kardiogenik
b) Nonkardiogenik (ARDS)
5) Atelektasis
6) Pneumoni yang terkonsolidasi
c. Kelainan Vaskuler Paru-Paru
1) Emboli paru-paru.
C. Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan
pernafasan yaitu obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps
alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi saluran nafas maka akan
terjadi:
1. Sekresi trakeobronkial bertambah
2. Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. Aliran darah pulmonal bertambah
4. ‘Metabolic rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos
maka lumen saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan
terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan
gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2
menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja
pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan
timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi
alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan
menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya
jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya
menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang
mengakibatkan permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang
mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah,
terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya
gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan
gagal nafas (Boedi Swidarmoko, 2010)
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal nafas menurut Boedi Swidarmoko (2010) sebagai
berikut:
1. Gejala umum: Lelah, berkeringat, sulit tidur dan makan, didapatkan juga
gangguan status mental, sakit kepala, kejang.
2. Gejala kardiovaskular: takikardia dan vasodilatasi perifer.
3. Gangguan pernapasan: takipnea, retraksi otot bantu pernapasan,
hipoventilasi, apnea, suara napas tambahan seperti stridor, mengi, ronki
basah.
4. Gejala klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,
walaupun terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asedemia yang berat.
Tanda utama dari gagal napas adalah penggunaan otot bantu napas
takipnea, takikardia, menurunya tidal volum, pola napas iregular atau
terengah – engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal
(terkait dengan flail chest).
F. Komplikasi
Komplikasi gagak nafas nenurut Alvin Kosasih (2008) sebagai berikut:
1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan
ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum
tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang
usianya kurang dari normal).
5. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian
nutrisi enteral dan parenteral.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang gagal nafas menurut Lewis (2011) sebagai
berikut:
1. Laboratorium:
a. Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2
meningkat, PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
Parameter Interval normal
pH 7,35-7,45
SaO2 >95%
BE ± 2 mEq/L
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada gagal nafas menurut Alvin Kosasi (2008) sebagai
berikut
1. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan
memperbaiki PaO2, sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk
oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi pulmonal akibat
hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul
nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat
keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan
memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan
Hb sekitar 10-12g/dl.
2. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP.
Perbaiki elektrolit,balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi
iatrogenik. Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan
asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan bantuan
ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas yang
adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung,
demam dan sepsis.
3. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis,overload cairan,
bronkospasme, sekret trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
4. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin.Kortikosteroid
(Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator
ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV
kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan
inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak
digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang
memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan
jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
5. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak
meningkatkan volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O
PEEP.
6. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan
pemberian mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup,
perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
7. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
8. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
9. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia
dan disfungsi sirkulasi yang prospektif.
J. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
Alsagaff H, dan Mukty H.A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
Boedi Swidarmoko 2010. Pulmonologi Intervensi Dan Gawat Darurat
Napas.Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Bulechek,M.Gloria,et al.2015.Nursing Intervention Classification sixth
edition.United States of America:Elsevier
Herdman, Heather.2015.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta :
EGC
Kosasih, Alvin.2008. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru Dalam
Prakter Sehari-Hari,Jakarta: Sagung Seto
Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America :Elsevier Mosby.
Moorhead,Sue,et al.2015.Nursing Outcome Classification fifth edition.United
States of America:Elsevier