EFUSI PERIKARDIUM
Oleh:
Riska Anisa
NIM. 180070300111041
Kelompok 1B
http://fk.ub.ac.id/
LEMBAR PENGESAHAN
Malang,
Mahasiswa
Riska Anisa……………
NIM. 180070300111041
Mengetahui,
Pembimbing Institusi, Pembimbing Lahan,
(…………………………………) (………………………………...)
NIP. NIP.
A. Definisi
Efusi perikardium adalah penumpukan cairan abnormal dalam
ruang perikardium. Ini dapat disebabkan oleh berbagai kelainan sistemik, lokal atau
idiopatik. Cairan tersebut dapat berupa transudat, eksudat, pioperikardium, atau
hemoperikardium. Efusi perikardium bisa akut atau kronis, dan lamanya
perkembangan memiliki pengaruh besar terhadap gejala-gejala pasien (Strimel W,
2006).
Efusi perikardial mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung
perikardium. Kejadian ini biasanya disertai dengan perikarditis, gagal jantung, atau
bedah jantung. (Smeltzer,C.Suzanne, 2001, hal. 818).
Secara normal kantung perikardiun berisi cairan sebanyak kurang dari 50 ml.
Cairan perikardium ini akan terakumulasi akibat dari adanya peradangan, kelainan
sistemik, maupun akibat dari bedah jantung, sehingga cairan pada kantung
perikardium akan tersekresi semakin banyak melebihi kemampuan absorpsinya.
B. Etiologi
Menurut Smeltzer, C. Suzanne (2001) Efusi Perikardial sering diawali oleh
suatu keadaan peradangan pada perikardium (perikarditis), gagal jantung, dan juga
bedah jantung. Selain itu adanya tumor dan juga trauma pada jantung juga dapat
menyebapkan terjadinya efusi perikardial.
Disamping penyebab yang langsung mengenai jantung, terdapat penyebap
lain yang berasal dari organ tubuh yang lain yang dapat menyebapkan efusi
perikardial yaitu kanker paru dan kanker payudara. Hal ini dikarenakan metaplasia
dari sel kanker yang menyerang paru dan payudara dapat bermetastase ke struktur
terdekatnya, salah satunya adalah pericardium.
Penelitian ekokardiografi pasien SLE yang dilakukan Divisi Kardiologi
Departemen Penyakit Dalam menunjukkan efusi parikard ditemukan pada 13 pasien
(36,11%), masing-masing 3 pasien dengan efusi perikard sedang dan berat, dan 8
pasien dengan efusi perikard ringan. Hanya pasien dengan efusi perikard berat
menunjukkan gambaran low voltage tanpa gejala klinis perikarditis. Spektrum
kelainan jantung yang didapatkan pada pemeriksaan ekokardiografi 36 pasien LES
dapat dilihat di tabel.
Penelitian mengenai hubungan aktivitas penyakit SLE denga kejadian efusi
perikard menunjukkan efusi perikard lebih sering ditemukan pada SLE aktif
dibandingkan SLE tidak aktif.
C. Patofisiologi
Ruang perikardial biasanya hanya berisi 15-50 ml cairan yang berfungsi
sebagai pelumas untuk lapisan visceral dan parietal perikardium. Cairan ini diduga
berasal dari perikardium visceral dan pada dasarnya merupakan ultrafiltrat plasma.
Adanya penyebap seperti peradangan pada perikardium, gagal jantung,
bedah jantung, trauma jantung, dan kanker dapat mengakibatkan cairan perikardium
terakumulasi secara berlebihan yang tidak diimbangi dengan absorpsi yang adekuat,
yang terakumulasi secara lambat tanpa menyebapkan gejala yang nyata. Namun
demikian, perkembangan efusi yang cepat, dapat meregangkan perikardium sampai
ukuran maksimal dan menyepabkan penurunan curah jantung serta peningkatan
aliran balik vena ke jantung.
Penurunan curah jantung dapat mengakibatkan aliran darah koroner
menurun, sehingga dapat menyebapkan terjadinya iskemia pada miokardim. Selain
itu, penurunan curah jantung juga dapat menyebapkan perfusi jaringan menurun
yang berakibat pada tiga hal yaitu kongesti pada pulmonal yang kemudian
menyebapkan terjadinya sesak napas. Kemudian perfusi jaringan yang menurun,
mengakibatkan aliran darah sistemik yang tidak adekuat dan membuat terjadinya
kelemahan fisik. Terakhir perfusi jaringan yang menurun berakibat pada kondisi dan
prognosis penyakit yang dapat membuat pasien merasa cemas.
Bila volume cairan melebihi "penuh" di tingkat perikardium itu, efusi
perikardial mengakibatkan tekanan pada jantung dan terjadi Cardiac
Tamponade (tamponade jantung) yaitu terjadinya kompresi jantung akibat darah
atau cairan menumpuk di ruang antara miokardium (otot jantung) dan perikardium
(kantung jantung). Kompresi tersebut menyebabkan fungsi jantung menurun.
Tamponade jantung yang merupakan kompresi jantung yang cepat atau lambat,
akibat akumulasi cairan, pus, darah, bekuan atau gas di perikardium; menyebabkan
peningkatan tekanan intraperikardial yang sangat mengancam jiwa dan fatal jika
tidak terdeteksi. Insidens tamponade jantung di Amerika Serikat adalah 2 kasus per
10.000 populasi. Lebih sering pada anak laki-laki (7:3) sedangkan pada dewasa tidak
ada perbedaan bermakna (laki-laki : perempuan - 1,25:1).7 Morbiditas dan mortalitas
sangat tergantung dari kecepatan diagnosis, penatalaksanaan yang tepat dan
penyebab.
Pembagian tamponade jantung berdasarkan etiologi dan progresifitas
1. Acute surgical tamponade: antegrade aortic dissection, iatrogenic dan trauma
tembus kardiak.
2. Medical tamponade: efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis karena
keganasan atau gagal ginjal.
3. Low-pressure tamponade: terdapat pada dehidrasi berat.
Pada tamponade jantung terjadi penurunan pengisian darah saat diastolik
karena otot jantung tidak mampu melawan peningkatan tekanan intraperikardial.
Terdapat 3 fase perubahan hemodinamik :
Fase 1: Peningkatan cairan perikardial meningkatkan tekanan pengisian ventrikel.
Pada fase ini tekanan ventrikel kanan dan kiri tetap lebih tinggi daripada
tekanan intraperikardial
Fase 2: Peningkatan tekanan intraperikardial melebihi tekanan pengisian ventrikel
kanan, sehingga curah jantung turun.
Fase 3: Tercapai keseimbangan antara peningkatan tekanan intraperikardial dengan
tekanan ventrikel kiri sehingga terjadi gangguan curah jantung yang berat.
D. Manifestasi Klinis
Banyak pasien dengan efusi perikardial tidak menunjukkan gejala. Kondisi ini
sering ditemukan ketika pasien melakukan foto dada x-ray atau echocardiogram untuk
mendiagnosa penyakit lain. Awalnya, pericardium dapat meregang untuk menampung
kelebihan cairan. Oleh karena itu, tanda dan gejala terjadinya penyakit mungkin akan
terjadi ketika sejumlah besar cairan telah terkumpul.
Jika gejala muncul, maka kemungkinan akan terdeteksi dari kelainan organ di
sekitarnya, seperti paru-paru, lambung atau saraf frenik (saraf yang terhubung ke
diafragma). Gejala juga dapat terjadi karena gagal jantung diastolik (gagal jantung yang
terjadi karena jantung tidak dapat berdetak normal seperti biasanya pada setiap gerakan
karena kompresi ditambahkan). Biasanya gejala yang timbul pada efusi perikardial yaitu:
1. Dada seperti ditekan dan terasa sakit
2. Sesak Napas
3. Terasa mual
4. Perut terasa penuh dan kesulitan menelan
Sedangkan gejala efusi perikardial yang menyebabkan tamponade jantung
yaitu :
1. Kebiruan pada bibir dan kulit
2. Penderita mengalami syok
3. Perubahan Status mental
Gejala klinik tergantung dari jumlah cairan dan kecepatan penimbunan cairan
dalam kavum perikardium. Penderita efusi perikardial tanpa tamponade sering
asimtomatik. Kurang dari 30% penderita menunjukkan gejala seperti nyeri dada, napas
pendek, ortopnea atau disfagia. Pada pemeriksaan fisik tampak vena leher terbendung,
suara jantung terdengar jauh, tekanan nadi mengecil dan takikardia. Tamponade jantung
memberikan gejala : gelisah, sesak napas hebat pada posisi tegak dan sesak nafas
agak berkurang jika penderita membungkuk kedepan, takikardia, tekanan nadi
menyempit, pulsus paradoksus (tekanan sistolik turun lebih dari 10 mmHg pada
inspirasi), hipotensi sampai syok. Batas jantung melebar, suara jantung terdengar jauh,
terdengar gesekan perikardial, serta vena leher melebar dan berdenyut.
Gejala klinik tamponade jantung sangat dipengaruhi oleh kecepatan akumulasi
cairan perikardium. Akumulasi lambat memberi kesempatan kompensasi jantung yang
lebih baik yaitu: takikardi, peningkatan resistensi vaskuler perifer dalam beberapa hari
atau beberapa minggu. Tetapi akumulasi yang cepat akan menimbulkan peregangan
perikardium yang tidak adekuat dan berakibat fatal dalam beberapa menit.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada Efusi Perikardial diantaranya
sebagai berikut :
1. Foto Thorak : dilakukan untuk melihat adanya pembesaran jantung yang
biasanya akan berbentuk globuler. Gambaran jantung seperti ini baru tampak jika
cairan lebih dari 250 ml serta sering juga dijumpai efusi pleura.
2. Echocardiography : merupakan pemeriksaan noninfasif yang palig akurat, disini
akan tampak akumulasi cairan di dalam kantung perikardium. Kadang-kadang
tampak juga adanya metastase pada dinding perikardium.
3. Perikardiosintesis : sebaiknya memakai tuntunan ekokardiografi sehingga lebih
aman. Sekitar 50% cairan aspirat bersifat hemoragik dan 10% serosanguinus.
Pada cairan ini dilakukan pemeriksaan kultur, hitung sel dan sitologi.
Pemeriksaan sitologi cukup sensitif dengan kemempuan diagnostik sekitar 80%,
tetapi hasil negatif palsu sering terjadi pada limfoma maligna dan mesotelioma.
Dalam keadaan demikian dilakukan biopsi perikardium.
4. CT-Scan : dilakukan untuk menentukan komposisi cairan dan dapat mendeteksi
sedikitnya 50 ml cairan dan dapat mendeteksi adanya klasiifikasi.
5. MRI : dilakukan untuk mendeteksi sedikitnya 30 ml cairan perikardial, dapat
mendeteksi adanya hemoragik atau tindak. Nodularity/penyimpangan dari
perikardium yang dilihat pada MRI mungkin merupakan indikasi dari efusi gas.
6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
b. Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
7. Pemeriksaan lain : katerisasi jarang di perlukan. Disini dijumpai tekanan diastolik
dalam atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis hampir sama.
8. Pemeriksaan fisis tamponade jantung :
a. Trias Beck meliputi hipotensi, peningkatan JVP dan suara jantung melemah.
b. Pulsus paradoksus: penurunan tekanan sistolik lebih dari 12 mm Hg pada
saat inspirasi.
c. Kussmaul sign: penurunan tekanan dan distensi JVP yang sebelumnya
meningkat saat inspirasi
d. Tanda Ewart: gambaran redup di daerah di bawah skapula kiri ; terjadi pada
efusi perikardial luas.
F. Penatalaksanaan Medis
Terapi untuk efusi perikardial maligna terdiri dari terapi non-spesifik atau
simtomatik dan terapi spesifik
Terapi non-spesifik
1. Perikardiosentesis terapeutik
Tindakan ini merupakan tindakan darurat pada tamponade jantung. Disini
dapat dipasang pig tail cathether selama 2-3 hari. Selama itu penderita harus
diberi antibiotika. Perikardiotomi subxiphoidea dapat dilakukan dibawah anestesi
lokal. Angka kekambuhan sekitar 6-12%.
2. Pembuatan pericardial window
Tindakan ini memerlukan torakotomi dan dilakukan drainase dari kavum
perikardium ke kavum pleura. Angka kekambuhan sekitar 5-20%.
3. Perikardiodesis
Disini dilakukan pemberian tetrasiklin, thiothepa atau bleomisin ke dalam
kavum perikardium untuk melengketkan perikard. Tetrasikin 500 mg dalam 25 ml
salin dimasukkan dalam 2-3 menit, atau bleomisin 30 unit dalam 20 ml salin.
4. Perikardiektomi
Disini sebagian besar perikardium diangkat sehingga angka kekambuhan
kecil, tetapi mortalitas dan morbiditas lebih besar. Perikardiektomi terutama
dilakukan pada perikarditis konstriktif.
Terapi spesifik
Terapi ini ditujukkan untuk mengatasi kanker yang menjadi penyebab efusi
tersebut.
1. Kemoterapi
Kemoterapi terutama diberikan pada kanker payudara, kanker paru sel
kecil, limfoma dan leukimia. Tindakan ini tidak dapat segera mengurangi gejala
efusi dan respons jangka panjang tergantung pada sensitifitas kanker terhadap
kemoterapi.
2. Radioterapi
Untuk kanker yang radiosensitif diberikan radiasi dengan dosis 2000-
3000cGy dalam 2-3 minggu.
Perikardiosentesis
Suatu prosedur pembedahan dimana perikardium dibuka untuk
mengalirkan cairan yang terkumpul didalamnya. Perikardiosentesis terbuka bisa
dilakukan dengan membuat insisi kecil dibawah ujung sternum atau melalui suatu
insisi kecil diantara tulang iga di sisi kiri toraks.
Indikasi operasi
Efusi perikardium berulang atau masif dengan tamponade jantung
Biopsi Perikardium
Pemasangan alat pacu jantung epikardium
Kontra indikasi operasi
Efusi perikardium berulang, kronis Berta “bloody”
Perikarditis infeksiosa
Etiologi Efusi Perikardium
Infeksi
Keganasan
Pemeriksaan Penunjang
EKG
Ekokardiografi
Sitologi cairan
Biopsi
CT Scan
Teknik Operasi
Lakukan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi lalu berikan anestesi
lokal atau umum.
Kemudian lakukan insisi pada midline sekitar 10 cm mulai
dari xiphisternaIjunction menuju ke ujung xiphoid. Sebuah bidang di letakkan
pada posterior xiphoid kemudian xiphoid diangkat ke anterior sehingga hal ini
memisahkan xiphoid dengan rectus sheath.
Xiphisternal junction di pindahkan dan sebuah bidang terbentuk, dengan
mengangkat bagian distal sternum ke anterior serta menarik diafragma
kebawah sehingga tampak perikardium sebagai sebuah membran fibrosa.
Perikardium di genggam kemudian dilakukan insisi sehingga cairan keluar.
Lalu letakkan chest tube pada rongga perikardium untuk mengalirkan cairan
efusi.
Kemudian insisi ditutup lapis demi lapis.
Komplikasi operasi
Komplikasi tersering adalah perdarahan durante operasi, infeksi, komplikasi
anestesi, hernia pada tempat insisi, serta ceders pada jantung.
Mortalitas
Angka kematian setelah 30 hari sangat tinggi, tetapi berkaitan dengan proses
dasar penyakitnya: 33% penderita dengan efusi malignans dan 5% dengan
efusi benigna.
Perawatan Pasca Bedah
Drainase perikardium ini dipertahankan selama beberapa hari postoperasi
sampai dengan jumlah cairan yang keluar dibawah 100 ml/hari. Periode ini
memberikan waktu aposisi dan adhesi antara perikardium visceral dan
parietal.
Penatalaksanaan perkarditis SLE
Penatalaksanaan perikarditis lupus terutama tergantung pada beratnya
kondisi perikarditis dan memperhatikan aktivitas penyakit SLE di luar jantung. Pasien
perikarditis simtomatik akut harus dirawat di rumah sakit karena perkembangan efusi
ke arah tamponad jantung tidak dapat diprediksi. Pasien perlu istirahat sampai nyeri
dada dan demam hilang karena aktivitas akan memperburuk gejala.
Pasien SLE dengan gejala ringan dan efusi perikard ringan atau tanpa efusi
perikard dapat diterapi dengan salisilat 1 gram setiap 4 jam sampai tercapai kadar
terapi 20-30 mg/hari. Atau dapat juga diberikan OAINS atau obat antiinflamasi
nonsteroid lain seperti indometasin 100-150 mg/hari. Jika tidak ada respon dapat
ditambahkan antimalaria hidroksiklorokuin sulfat 200mg sehari (5-7mg/kgBB/hari),
klorokuin fosfat 250 mg/hari, atau kuinakrin hidroklorida 100mg/hari. Bila perlu dapat
diberikan prednison 2,5-10 mg/hari. Pada keadaan yang lebih berat dapat diberikan
prednisone 20-40 mg/hari. Efusi perikard massif diberikan terapi prednisone dosis
tinggi 60-100 mg/hari. Pada pasien yang sangat kritis, steroid dosis tinggi (1 g
metilprednisolon intravena) yang diberikan secara parenteral, dapat mengurangi
gejala dengan cepat dan mengurangi tingkat efusi secara bertahap.
• NSAID
• +klorokuin
• bila perlu prednison 2,5-10mg/hr
• prednison 20-40mg/hari
G. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada Efusi Perikardium
adalah Tamponade jantung yaitu situasi yang disebapkan oleh akumulasi cairan
dalam ruang perikardial, sehingga kompromi hemodinamik ventrikel berkurang
mengisi dan berikutnya. Tamponade jantung adalah keadaan darurat
medis. Keseluruhan risiko kematian tergantung pada kecepatan diagnosis,
pengobatan disediakan, dan penyebab yang mendasari tamponade ini.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keluhan utama : pasien biasanya akan mengeluhkan cepat lelah dalam beraktifitas
karena adanya pembesaran jantung akibat penambahan volume cairan perikardium
yang dapat menghambat kerja jantung nomal.
2. Riwayat penyakit sekarang : menanyakan riwayat penyakit yang diderita pasien saat
itu, selain dari keluhan yang diungkapkan pasien.
3. Riwayat penyakit dahulu : menanyakan riwayat penyakit apa saja yang pernah
dialami pasien sebelum mengalami penyakit yang diderita saat ini.
4. Riwayat penyakit keluarga : menanyakan riwayat penyakit yang pernah dialami
anggota keluarga yang lain yang mungkin dapat berupa penyakit herediter ataupu
menular.
5. Pengkajian pola aktivitas istirahat : pasien biasanya akan mengalami kelemahan dan
kelelahan yang ditandai dengan takikardi, Tekanan Darah menurun, dan dispnea
saat beraktifitas.
6. Pengkajian pola sirkulasi : pasien biasanya memiliki riwayat Penyakit Jantung
Koroner, Ca Paru dan Ca Mamae yang ditandai dengan takikardi, disritmia, dan
edema.
7. Pengkajian pola eliminasi : pasien biasanya memiliki riwayat penyakit ginjal dan
penurunan frekuensi urin yang ditandai dengan urin tampak pekat dan gelap.
8. Pengkajian pola pernapasan : pasien biasanya akan mengalami napas pendek yang
terjadi biasaya pada malam hari ditandai dengan dispnea nocturnal, takipnea, dan
pernapasan dangkal.
9. Pengkajian pola kenyamanan : pasien biasanya akan mengeluh nyeri pada dada
(sedang sampai berat), diperberat oleh inspirasi, gerakan menelan, berbaring : hilang
dengan duduk, bersandar kedepan (perikarditis). Nyeri dada/punggung/sendi
(endokarditis).
10. Pemeriksaan fisik
Head to Toe
a. Kepala dan wajah : pucat, bibir sianosis.
b. Leher : peninggian vena jugularis.
c. Dada : ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada, tanda kusmaul,
takipnea, bunyi jantung melemah / redup dan pekak jantung melebar
d. Abdomen dan pinggang : tidak ada tanda dan gejala.
e. Pelvis dan Perineum : tidak ada tanda dan gejala.
f. Ekstrimitas : pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan Echocardiografi pada Efusi Perikardial menunjukkan :
a. Kolaps diastole pada atrium kanan
b. Kolaps diastole pada ventrikel kanan
c. Kolaps pada atrium kiri. Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup
trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
d. Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan
pemasukan dari ventrikel kiri
e. Penurunan pemasukan dari katup mitral .
f. Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
takipnea, pernafasan bibir, penggunaanj posisi tiga titik, cuping hidung.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular ditandai dengan perubahan frekuensi nafas,sianosis,gelisah,
kesulitan berbicara.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
ditandai dengan takikardia, palpitasi jantung, perubahan elektrokardiogram
(EKG).
4. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan iskemik ditandai dengan
diaphoresis, ekspresi wajah nyeri, mengekspresikan perilaku, perilaku distraksi,
perubahan pada parameter fisiologis, perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien
tampak dibantu saat melakukan aktifitas seperti mandi,toileting, berpakaian dan
berpindah.
C. Intervensi Keperawatan
Fisiologis
- Jalan napas
alergik
- Asma
- Penyakit paru
obstruktif kronik
- Hiperplasi dinding
bronkial
- Infeksi
- Disfungsi
neuromuskular
Ketidakseimbangan energi.
A. Implementasi
Disesuaikan dengan intervensi.
B. Evaluasi
Evaluasi berdasarkan tujuan dan outcame
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah (Brunner & Suddarth : editor). Jakarta : EGC
Tarwanto & Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika
dr.Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta : EGC
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika