Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika
terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit gondok. Fungsi kelenjar
gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga
terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya
goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang
letaknya di depan leher di bawah jakun.
Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan
kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon,
terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan
berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil
akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik).
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah
gizi utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY
tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik
berat. Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga
timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan
neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8

Apa definisi Struma endemik?


Apa Etiologi Struma endemik?
Bagaimana Patofisiologi Struma endemik?
Bagaimana Manifestasi klinis Struma endemik?
Bagaimana pemeriksaan laboratorium Struma endemik?
Bagaimana Komplikasi Struma endemik?
Bagaimana penatalaksanaan Struma endemik?
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Struma Endemik?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pembuatan
makalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I serta mempresentasikannya.

1|Askep Struma Endemik

1.3.2

Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :

1.3.2.1 Untuk mengetahui tentang definisi Struma endemik


1.3.2.2 Untuk mengetahui tentang Etiologi Struma endemik
1.3.2.3 Untuk mengetahui tentang Patofisiologi Struma endemik
1.3.2.4 Untuk mengetahui tentang Manifestasi klinis Struma endemik
1.3.2.5 Untuk mengetahui tentang pemeriksaan laboratorium Struma endemik
1.3.2.6 Untuk mengetahui tentang Komplikasi Struma endemik
1.3.2.7 Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Struma endemik
1.3.2.8 Untuk mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Struma
Endemik
1.4 Manfaat
1.4.1

Untuk mengetahui tentang definisi Struma endemik

1.4.2

Untuk mengetahui tentang Etiologi Struma endemik

1.4.3

Untuk mengetahui tentang Patofisiologi Struma endemik\

1.4.4

Untuk mengetahui tentang Manifestasi klinis Struma endemik

1.4.5

Untuk mengetahui tentang pemeriksaan laboratorium Struma endemik

1.4.6

Untuk mengetahui tentang Komplikasi Struma endemik

1.4.7

Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Struma endemik

1.4.8

Untuk mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Struma


Endemik

1.5 Metode Pengumpulan data


Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yaitu dengan membaca bukubuku ilmiah dan sumber lain yang berhubungan dengan Keperawatan Medikal Bedah III
khususnya tentang struma endemik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2|Askep Struma Endemik

Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di


bagian depan leher (Dorland, 2002). Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh
kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Struma nodosa non
toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih
tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal.
461, FKUI, 1987).

2.2 Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
d. Penghambatan

sintesa

hormon

oleh

obat-obatan

(misalnya:

thiocarbamide,

sulfonylurea dan litium).

2.3 Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke
dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar,
iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating
Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.
Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4)
dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif

3|Askep Struma Endemik

dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,
sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan
keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus
menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid.

2.4 Manifestasi Klinis


a. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan
jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila
akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal
jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer)
Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis,
arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan
nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi
glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal,
sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat.
b. Keringat
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme
panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal
hampir mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas
lalu akan mudah berkeringat.
c. Konstipasi
Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat kurangnya
atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system
eliminasi pada penderita struma terganggung.
d. Gemetar
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor
halus pada tangan
e. Gelisah

4|Askep Struma Endemik

Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi


oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4.
Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak,
menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan
mencemaskan hal-hal yang sepele.
f. Berat badan menurun
Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak tubuh)
menyebabkan berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju aliran darah
dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga menyebabkan hiperlipidasidemia dan
meningkatnya enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan
dengan peningkatan pembentukan dan ekresi urea.
g. Mata membesar
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder,
gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada
hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi
akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya
terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan
reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola
mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan
ikat retrobulbar.
h. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan ). Dibagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong trachea
sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan
oksigen.
i. Suara serak
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat
penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Dilakukan foto thorak posterior anterior

5|Askep Struma Endemik

2. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig
3. Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
4. Laboratorium darah
5. Pemeriksaan sidik tiroid
6. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
7. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
8. Termografi
9. Petanda Tumor

2.6 Komplikasi
1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan
tekanan.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7. Trakeumalasia (melunaknya trakea).

2.7 Penatalaksanaan Medis


a. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah
endemik sedang dan berat.
6|Askep Struma Endemik

b. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas
enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc 0,8 cc.
d. Penatalaksanaan Bedah
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroidea meliputi :
a. Terapi : pengurangan masa fungsional dan pengurangan massa yang menekan.
b. Ekstirpasi :penyakit keganasan.
c. Paliasi : eksisi massa tumor yang tidak dapat disembuhkan, yang menimbulkan
gejala penekanan mengganggu.

2.8 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Struma Endemik


2.8.1 Pengkajian

7|Askep Struma Endemik

1. Pengumpulan data
Anamnese, dari anamnese diperoleh:
1.1 Identifikasi pasien.
1.2 Keluhan utama pasien.
Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah
nyeri akibat luka operasi.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar
sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus
sehingga perlu dilakukan operasi.
1.4 Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,
misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar
berpenyakit gondok.
1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien
saat ini.
1.6 Riwayat psikososial
1.7 Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan pasien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
2.1 Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan
tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
2.2 Kepala dan leher

8|Askep Struma Endemik

Pada pasien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka
operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta
terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari
2.3 Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau
karena adanya darah dalam jalan nafas.
2.4 Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi
wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
2.5 Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat
anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang
hilang.
2.6 Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
2.7 Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
2.8 Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
2.9 Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
2.10 Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
2.11

Keamanan

9|Askep Struma Endemik

Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium
(mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis,
kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus :
retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada
pretibial) yang menjadi sangat parah.
2.12 Seksualitas
2.13 Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan


NO

Diagnosa Keperawatan

1.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya massa

2.

Gangguan pertukaran gas b.d obstruksi partial mekanik

3.

Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya obstruksi trakkeofaringeal

4.

Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses penyakit

5.

Gangguan citra diri b.d perubahan fisiologis tubuh (pembengkakan leher)

6.

Cemas b.d tindakan pre-operasi

10 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

2.8.3 Intervensi Keperawatan


NO
1.

Diagnosa

Tujuan dan kriteria hasil

Keperawatan
Ketidakefektifan

Setelah dilakukan tindakan

bersihan jalan nafas

keperawatan diharapkan

bd adanya massa

bersihan jalan nafas pasien

Intervensi Keperawatan
1. Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
Rasional :
Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres
pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau

efektif dengan kriteria hasil:

perdarahan.
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
- Mempertahankan jalan nafas Rasional :
Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang
paten dengan mencegah
membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
3. Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional :
- RR normal (16-24 x/menit)
Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan
aspirasi.

intervensi segera.
4. Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala
dengan bantal.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
5. Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai
indikasi.
Rasional :
Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak
dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk

11 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

membersihkan jalan nafas.


6. Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar
daerah operasi.

2.

Gangguan

Setelah dilakukan tindakan

pertukaran gas bd

keperawatan diharapkan tidak

obstruksi partial

terjadi gangguan pertukaran

mekanik

gas dengan kriteria hasil:

Pasien tidak lagi


mengeluh sulit
bernapas

Pasien tidak lagi


terlihat pucat

12 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

1. kaji frekuensi kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas


bibir, ketidakmampuan berbicara/berbimcang
R : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kornisnya proses
penyakit
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien utnuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan
R : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea
3. Kaji/awaso secara rutin kulit dan warna membran mukosa
R: sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral( terlihat pada bibir)
. keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasi hipoksemia berat
4. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas dan batasi aktifitas pasien
R : istirahat diselingi aktivitas perawatan penting dari program pengobatan
5. Awasi tanda vital dan irama jantung

R : takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia


sistemik pada fungsi jantung
Kolaborasi
1. Awasi seri GDA
R : PCO2 biasanya meningkat dan PO2 menurun sehingga hipoksia terjadi dengan
derajat lebih kecil
2. Berikan oksigen tambahan bila diperlukan
R : dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia
3.

Ketidakefektifan

Setelah dilakukan tindakan

pola nafas bd adanya


obstruksi
trakkeofaringeal

1. Pantau frekwensi pernafasan , kedalaman, dan kerja pernafasan


R : Untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan pada pasien.
keperawatan diharapkan pola
2. Waspadakan pasien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau
nafas pasien efektif:
eksensi pada saat beristirahat
RR= 16-20x/ menit Kedalaman R : Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan
inspirasi dan kedalaman

jalan nafas
3. Ajari pasien latihan nafas dalam
bernafas Ekspansi dada
R : Untuk menstabilkan pola nafas
simetris Tidak ada penggunaan4. Persiapkan operasi bila diperlukan.
R : Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi pasien
otot bantu nafas
4.

Gangguan rasa

Se Setelah dilakukan tindakan

Mandiri

nyaman nyeri bd

keperawatan diharapkan nyeri 1. Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi,

proses penyakit

hilang, dengan kriteria hasil:

(pembesaran

1. Pasien tidak lagi mengeluh

13 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

intensitas (0-10), dan lamanya.


R: Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,

kelenjar tiroid)

nyeri pada tenggorokkannya


2. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal

menentukan efektivitas terapi.


2. Anjurkan pasien untuk teknik relaksasi napas dalam
R: Dengan teknik relaksasi dapat mengurangi nyeri.

3. Ekspresi muka pasien sudah 3. Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien
tampak rileks

mengalami kesulitan menelan.


Rasional : Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika
pasien mengalami kesulitan menelan.
Kolaborasi

5.

1. Berikan analgetik sesuai indikasi.


Rasional: pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
Gangguan citra diri Se Setelah dilakukan tindakan
1. Pantau tingkat perubahan rentang harga diri rendah
R : Mengetahui kopping individu pasien
bd perubahan
keperawatan diharapkan pasien
2. Pastikan tujuan tindakan yang kita lakukan adalah realistis
fisiologis tubuh
menunjukkan Penerimaan diri
R : Meningkatkan hubungan saling percaya dengan pasien
3. Sampaikan hal-hal yang positif secara mutlak untuk pasien, tingkatkan
(pembengkakan
secara verbal Mengerti akan
pemahaman tentang penerimaan anda pada pasien sebagai seorang individu yang
leher)
kekuatan diri Melakukan
berharga.
perilaku yang dapat
R : Meningkatkan harga diri pasien
meningkatkan rasa percaya diri4. Diskusikan masa depan pasien, bantu pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan
jangka pendek dan panjang.
R : Membantu pasien menentukan masa depan yang diinginkan

6.

Cemas bd tindakan Se Setelah dilakukan tindakan


pre-operasi

keperawatan diharapkan

14 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

1. Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi,
termasuk test laboratorium pra op, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-

Tujuan : Pasien

obatan pre op, aktifitas area tunggu, tinggal diruang pemulihan dan program

mengungkapkan ansietas

pasca operasi.

berkurang/hilang.

R: Pengetahuan tentang apa yang diper-lukan membantu mengurangi ansie-tas &

Kriteria evaluasi: Pasien

meningkatkan kerjasama pasien selama pemulihan, mempertahankan kadar

melaporkan lebih sedikit

analgesik darah konstan, memberikan kontrol nyeri terbaik

perasaan gugup,

2. Informasikan pasien bahwa obatnya tersedia bila diperlukan untuk mengontrol

mengungkapkan pe-mahaman

nyeri, anjurkan untuk memberitahu nyeri dan meminta obat nyeri sebelum

tentang kejadian pra operasi

nyerinya bertambah hebat.

dan pasca operasi, postur tubuh3. Informasikan pasien bahwa ada suara serak & ketidaknyamanan menelan dapat
riileks

dialami setelah pembedahan, tetapi akan hilang secara bertahap dengan


berkurangnya bengkak 3-5 hari.
R: Pengetahuan tentang apa yang diper-kirakan membantu mengurangi an-sietas.
4. Ajarkan & biarkan pasien mempraktekkan bagaimana menyokong leher untuk
menghindari tegangan pada insisi bila turun dari tempat tidur atau batuk.
R: Praktek aktifitas-aktifitas pasca ope-rasi membantu menjamin penurunan
program pasca operasi terkomplikasi
5. Biarkan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaan tentang pengalaman
pembedahan, perbaiki jika ada kekeliruan konsep. Rujuk pertanyaan khusus
tentang pembedahan kepada ahli bedah.
R: Dengan mengungkapkan perasaan membantu pemecahan masalah dan
memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan yang

15 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

dapat menjadi sumber kekuatan. Keluarga adalah sistem pendukung bagi pasien.
Agar efektif, sistem pendukung harus mempunyai mekanisme yang kuat.
6. Lengkapi daftar aktifitas pada daftar cek pre op, beritahu dokter jika ada
kelainan dari test Lab. pre op.
R: Daftar cek memastikan semua aktifi-tas yang diperlukan telah lengkap.
Aktifitas ini dirancang untuk memas-tikan pasien telah siap secara fisiologis
untuk operasi dan mengurangi resiko lamanya penyembuhan.

16 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di
bagian depan leher (Dorland, 2002). Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh
kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid.
Penatalaksanaan struma endemik ini dengan pemberian kapsul minyak beriodium
terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat. Edukasi Program ini
bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan
pemakaian garam beriodium.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan pembelajaran yang
baik.

17 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Jakarta:
EGC
Hartini. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI
http://abiejuan16 pukul. 08.00 WIB) .blogspot.com/2013/10/asuhan-keperawatan-dengandiagnosa.html (diakses pada tanggal 30 Maret 2014 pukul. 08.00 WIB)
http://beulel029.blogspot.com/2013/05/struma-endemik.html (diakses pada tanggal

30

Maret 2014 pukul. 08.00 WIB)


Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi;
Departemen of Physiology and Biophysis, Jakarta: EGC
Junadi, Purnawan, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jakarta: FKUI
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC
Price, Sylvia A, (1998). Patofisiologi, jilid 2, Jakarta: EGC

18 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

Lampiran 1
Soal-Soal dan Jawaban

19 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

20 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

21 | A s k e p S t r u m a E n d e m i k

Anda mungkin juga menyukai