Oleh:
HENDI WIJAYANTO
(NIM: 1801100520)
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK)
A. Definisi
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam
yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai
bawah, selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai kelainan tungkai kaki bawah
akibat diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi.
B. Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetik yaitu klasifikasi oleh Edmonds
dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi Wagner,
klasifikasi Texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh
International Working Group On Diabetik Foot karena dapat menentukan kelainan
apa yang lebih dominan yakni vaskular, infeksi dan neuropati, sehingga arah
pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan baik, namun pada penelitian ini
klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi berdasarkan Wagner.
1. Klasifikasi menurut Edmons
a. Stage 1: Normal Foot
b. Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan terjadinya
neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko seperti deformitas
tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka,
yang hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan
infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).
c. Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada grade I dan
ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus. Dasar ulkus meluas ke
tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih
dalam sampai menembus tendon dan tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang
minimal.
d. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses yang
dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat osteomyelitis. Hal ini
pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang agresif yang mengakibatkan jaringan
menjadi nekrosis dan luka tembus sampai ke dasar tulang, oleh karena itu
diperlukan hospitalisasi/ perawatan di rumah sakit karena ulkus yang lebih dalam
sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren dapat
pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada ekstremitas bawah
biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan
insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada
awalnya mungkin terdapat suatu area focal dari nekrosis yang apabila tidak
dikoreksi akan menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang kedua yaitu
adanya infeksi atau peradangan yang terus-menerus Dalam hal ini terjadi oklusi
pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan lokal.
f. Derajat V
Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren diseluruh
kaki atau sebagian tungkai bawah.
A Tanpa iskemik
C Partial gangrene
C. Epidemiologi
1. Usia
Penelitian di Amerika Serikat yang melaporkan bahwa persentase kaki diabetik paling
tinggi pada usia ≥45 tahun, seperti diketahui usia lanjut biasanya memiliki keterbatasan
gerak, penglihatan yang buruk dan masalah penyakit yang lain. Tubuh mengalami
banyak perubahan terutama pada organ pankreas yang memproduksi insulin dalam
darah pada usia ≥45 tahun, kejadian kaki diabetik sangat tinggi pada usia ini karena
fungsi tubuh secara fisiologis menurun.
Hal ini berhubungan dengan komplikasi kronik diabetes melitus yang menyebabkan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada usia sangat tua, hal ini juga berkaitan
dengan lama menderita diabetes. Mereka yang mendapatkan diabetes pada usia tua
memiliki kekuatan bertahan hidup lebih tinggi daripada mereka yang menderita
diabetes selama bertahun-tahun. Usia merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan berkembangnya peripheral vascular disease, neuropati dan
amputasi ekstremitas bawah.
Menurut American Diabetes Association (ADA) diperlukan pemeriksaan Ankle
Brachial Index (ABI) pada penderita dengan diabetes melitus yang berusia atau
individu berusia
<50 tahun yang memiliki faktor risiko aterosklerosis serta pasien yang
mengidap
diabetes selama 10 tahun.
2. Jenis Kelamin
Penelitian menyebutkan bahwa prevalensi diabetes melitus secara keseluruhan lebih
banyak terjadi pada wanita dibanding pria. Dalam penelitian tersebut juga disebutkan
bahwa prevalensi diabetes melitus sama diantara pria dan wanita, namun sedikit lebih
tinggi pada pria yang berusia kurang dari 60 tahun dan wanita pada usia yang lebih tua.
Penelitian selanjutnya juga menyebutkan bahwa 84% pasien dengan kaki diabetik
adalah pria dan 15,4% adalah wanita. Penyebab perbedaan prevalensi kaki diabetik
diantara pria dan wanita dalam penelitian lainnya mengenai kaki diabetik dengan ulkus
neuropati dan neuroiskemik antara lain dapat disebabkan oleh beberapa alasan yaitu:
faktor hormonal (adanya hormon estrogen pada wanita yang dapat mencegah
komplikasi vaskuler yang berkurang seiring bertambahnya usia), perbedaan kebiasaan
hidup seperti kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada laki- laki.
4. Kontrol Glikemik
Kontrol glikemik atau pengendalian glukosa darah pada penderita diabetes melitus
dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat danglukosa darah jangka panjang.
Pemantauan glukosa darah sesaat dilihatdari glukosa darah puasa dan 2 jam PP,
sedangkan pengontrolan glukosa darah jangka panjang dapat dilakukan dengan
pemeriksaan HbA1c. Pada penelitian ini hanya melihat kontrol glikemik berdasarkan
pemantauan kadar glukosa darah sesaat yaitu dengan menilai kadar gula darah yang
tidak terkontrol dengan pengukuran GDP >100 mg/dl atau GD2JPP >144 mg/dl. Kadar
GDP >100 mg/dl atau GD2JPP >144 mg/dl akan mengakibatkan komplikasi kronik
jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler yang salah satunya kaki
diabetik yang berlanjut menjadi ulkus diabetika. Kadar GDP >100 mg/dl atau
GD2JPP
>144 mg/dl disebut sebagai kondisi hiperglikemia, yang jika berlangsung terus
menerus menyebabkan berkurangnya kemampuan pembuluh darah untuk berkontraksi
dan relaksasi, sehingga terjadi penurunan sirkulasi darah terutama pada kaki dengan
gejala, sakit pada tungkai ketika berdiri, berjalan atau beraktivitas fisik; kaki teraba
dingin; kaki terasa nyeri pada waktu istirahat dan malam hari; telapak kaki terasa sakit
setelah berjalan; luka sukar sembuh; tekanan nadi menjadi kecil atau tidak teraba;
perubahan
warna kulit, kaki tampak pucat atau kebiru- biruan ketika dielevasikan.
5. Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah
kenaikan kadar kolesterol total dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL.
Pada penderita diabetes melitus juga sering dijumpai adanya peningkatan kadar
kolesterol plasma dan trigliserida, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45mg/dl). Kadar kolesterol
total ≥ 200mg/dl, trigliserida ≥ 150mg/dl dan HDL ≤ 45mg/dl akan mengakibatkan
buruknya sirkulasi sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera
jaringan yang merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.
6. Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau berlebihan yang
dapat mengganggu kesehatan seseorang, dikatakan obesitas apabila Indeks Massa
Tubuh (IMT) ≥ 23 untuk wanita dan IMT ≥ 25 untuk laki- laki. Hal ini akan membuat
resistensi insulin yang menyebabkan aterosklerosis, sehingga terjadi gangguan
sirkulasi darah pada kaki yang dapat menyebabkan terjadinya kaki diabetik. Hasil
penelitian menyebutkan dimana seseorang yang mempunyai berat badan 20 kg
melebihi berat badan idealnya maka berisiko akan terkena kaki diabetik dengan nilai
RR sebesar 1,2 (95%CI=1,1–1,4).(26) Pada obesitas dengan IMT ≥23kg/m2 (wanita)
dan IMT ≥25kg/m2 (pria) atau BBR lebih dari 120% akan lebih sering terjadi
resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10μU/ml, keadaan ini menunjukkan
hiperinsulinemia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada
vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai
yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi kaki diabetik.
7. Kebiasaan Merokok
Hasil penelitian yang dikutip oleh WHO, pada pasien diabetes melitus yang merokok
mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi kaki diabetik dibanding pasien diabetes
melitus yang tidak merokok. Kesimpulannya, merokok merupakan faktor kuat
menyebabkan penyakit arteri perifer yang mana sudah dibuktikan berhubungan dengan
kaki diabetik. Nikotin yang dihasilkan dari rokok akan menempel pada dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan insufisiensi dari aliran pembuluh darah ke
arah kaki yaitu arteri dorsalis pedis, poplitea dan tibialis menjadi menurun.
8. Deformitas pada Kaki
Faktor mekanikal mempunyai peran penting dalam perkembangan kaki diabetik.
Faktor mekanikal disini adalah pengeluaran non-enzimatik yang membuat pengerasan
pada sekitar sendi yang menyebabkan meningkatnya tekanan pada plantar ketika
melangkah. Kapalan diketahui cenderung meningkatkan tekanan pada plantar kaki
yang cenderung menyebabkan ulserasi. Deformitas adalah kelainan bentuk pada kaki
yang ditandai dengan adanya hammer toe, claw toe,hallus valgus (small bunion, large
bunion), pes planus, pes clavus, dan perubahan destruktif yang terjadi pada kaki
Charcot. Deformitas kaki seperti kaki charcot dan kaki claw juga merupakan faktor
risiko terhadap kaki diabetik.
E. Patofisiologi
1. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada pasien
diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah gangguan metabolisme syaraf sebagai
akibat dari hiperglikemia kronis. Angka kejadian neuropati ini meningkat bersamaan
dengan lamanya menderita penyakit diabetes melitus dan bertambahnya usia penderita.
Tipe neuropati terbagi atas 3 (tiga) yaitu:
a. Neuropati sensorik
Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan saraf sensoris
pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang, yang menyebabkan
distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut saraf tipe A akan
menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada sentuhan ringan, tekanan, vibrasi
dan persarafan motorik pada otot. Secara klinis akan timbul gejala seperti kejang
dan kelemahan otot kaki. Serabut saraf tipe C berperan dalam analisis sensari
nyeri dan suhu. Kerusakan pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan sensasi
protektif. Ambang nyeri akan meningkat dan menyebabkan trauma berulang pada
kaki. Neuropati perifer dapat dideteksi dengan hilangnya sensasi terhadap 10 g
nylon monofilament pada 2-3 tempat pada kaki. Selain dengan 10 g nylon
monofilament, dapat juga menggunakan biothesiometer dan Tunning Fork untuk
mengukur getaran.
b. Neuropati motorik
Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan kerusakan motor
end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang paling sering terkena dan
menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki. Atropi dari otot intraosseus
menyebabkan kolaps dari arcus kaki. Metatarsal-phalangeal joint kehilangan
stabilitas saat melangkah. Hal ini menyebabkan gangguan distribusi tekanan kaki
saat melangkah dan dapat menyebabkan kallus pada bagian-bagian kaki dengan
tekanan terbesar. Jaringan di bawah kalus akan mengalami iskemia dan nekrosis
yang selanjutnya akan menyebabkan ulkus. Neuropati motorik menyebabkan
kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer toe, dan lesi pada nervus
peroneus lateral yang menyebabkan foot drop. Neuropati motorik ini dapat diukur
dengan menggunakan pressure mat atau platform untuk mengukur tekanan pada
plantar kaki.
c. Neuropati otonom
Neuropati otonom menyebabkan keringat berkurang sehingga kaki menjadi
kering. Kaki yang kering sangat berisiko untuk pecah dan terbentuk fisura pada
kalus. Neuropati otonom juga menyebabkan gangguan pada saraf-saraf yang
mengontrol distribusi arteri-vena sehingga menimbulkan arteriolar-venular
shunting. Hal ini menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun sehingga terjadi
iskemi pada kaki, keadaan ini mudah dikenali dengan terlihatnya distensi vena-
vena pada kaki.
2. Kelainan Vaskuler
Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi makrovaskular dari
diabetes melitus. Penyakit arteri perifer ini disebabkan karena dinding arteri banyak
menumpuk plaque yang terdiri dari deposit platelet, sel-sel otot polos, lemak,
kolesterol dan kalsium. PAP pada penderita diabetes berbeda dari yang bukan diabetes
melitus. PAP pada pasien diabetes melitus terjadi lebih dini dan cepat mengalami
perburukan. Pembuluh darah yang sering terkena adalah arteri tibialis dan arteri
peroneus serta percabangannya. Risiko untuk terjadinya kelainan vaskuler pada
penderita diabetes adalah usia, lama menderita diabetes, genetik, merokok, hipertensi,
dislipidemia, hiperglikemia, obesitas. Pasien diabetes melitus yang mengalami
penyempitan pembuluh darah biasanya ada gejala, tetapi kadang juga tanpa gejala,
sebagian lain dengan gejala iskemik, yaitu :
a. Intermitten Caudication
Nyeri dan kram pada betis yang timbul saat berjalan dan hilang saat berhenti
berjalan, tanpa harus duduk. Gejala ini muncul jika Ankle-Brachial Index < 0,75.
b. Kaki terasa dingin
c. Nyeri
Terjadi karena iskemi dari serabut saraf, diperberat dengan panas, aktivitas, dan
elevasi tungkai dan berkurang dengan berdiri ata u kaki menggantung.
d. Nyeri iskemia nokturnal
Terjadi malam hari karena perfusi ke tungkai bawah berkurang sehingga terjadi
neuritis iskemik.
e. Pulsasi arteri tidak teraba
f. Pengisian vena yang terlambat setelah elevasi tungkai dan Capillary Refilling
Time
(CRT) yang memanjang
g. Rambut di kaki dan ibu jari yang mulai menghilang
h. Kuku menebal, rapuh, sering dengan infeksi jamur
F. Manifestasi Klinis
1. Gambaran
neuropatik
- gangguan sensorik
- perubahan trofik kulit
- ulkus plantar
- atropati degeneratif (sendi Charcot)
- pulsasi sering teraba
- sepsis (bakteri/jamur)
2. Gambaran iskemik
- nyeri saat istirahat
- ulkus yang nyeri disekitar daerah yang tertekan
- riwayat klaudikasio intermiten
- pulsasi tidak teraba
- sepsis ( bakteri/jamur)
Iskemia Neuropati
Tak ada
Palpasi perubahan tropic
Dingin
Ulkus / gangrene
G. Diagnosis
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren panas karena
walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal.
gejala tidak khas (semutan atau geringgingan), stadium II; terjadi klaudikasio intermiten,
stadium III; timbul nyeri saat istirahat dan stadium IV; berupa manifestasi kerusakan
jaringan karena anoksia (ulkus).
1. Pemeriksaan Fisik
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena
berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan
deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang
melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler perifer, trauma atau
deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk
menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk
dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang
dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna
kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III, lesi
sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit
dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi,
dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan
bantuan probe steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui
ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus
tersering adalah di permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan
tumit: 37%) dan daerah dorsum pedis (11%).
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela
jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka
dan kemudian mengalami infeksi.
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki
bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2
sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang
dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6
dapat diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan.
2. Pemeriksaan Penunjang
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau
apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital
subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis
dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila
intervensi endovascular menjadi pilihan terapi.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada
tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran destruksi tulang dan
osteolitik
H. Penatalaksanaan
1. Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki diabetika.
Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan
nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan
nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang.
Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau
pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam
tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, dan
debridement bedah. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen
secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu-residu
protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis
debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin. Debridemen
autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan
makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan
nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan
kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang
melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla
serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung
menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah
merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah
adalah untuk:
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi lokal
3. Perawatan Luka
Perawatan luka moderen menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar
luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat
dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan
kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing
merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi.
Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus,
ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada
beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya.
a. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
b. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu yang
akan
diobati
c. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering selama
sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
d. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan
maserasi pada luka
e. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak sering
diganti
f. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka sehingga
dapat meminimalisasi invasi bakteri
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat
4. Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur
dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada
kaki diabetik yang terinfeksi. Pada kaki diabetika ringan/sedang antibiotika yang
diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat
(limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup
bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada
infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate,
piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime+clindamycin, fluoroquinolone +
clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection
dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +
aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole +
ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole.
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila
ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh.
Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan
reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6
minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan
nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian
antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
5. Revaskularisasi
Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian hari akan
menyerang tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukan
revaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak akan
memberikan hasil optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak dihilangkan.
Tindakan endovaskular (Angioplasti Transluminal Perkutaneus (ATP) dan
atherectomy) atau tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkan jumlah dan panjang
arteri femoralis yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di arteri femoralis satu sisi dengan
panjang atherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri politea, maka tindakan yang
dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifat multipel dan mengenai arteri
poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang direkomendasikan adalah bedah vaskular
(by pass). Berdasarkan penelitian revaskularisasi agresif pada tungkai yang
mengalami iskemia dapat menghindakan amputasi dalam periode 3 tahun sebesar
98%.
6. Tindakan Bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya ulkus
diabetes melitus. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen,
amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik. Intervensi bedah
pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat kelas I (elektif), kelas II
(profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency). Tindakan elektif ditujukan
untuk
menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti pada kelainan spur tulang, hammer
toes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya
ulkus
atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi
yang dilakukan adalah melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon.
Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan
konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskular
(angioplasti dengan menggunakan balon atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu
dilakukan bedah vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada
keadaan ini jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat,
sinus dan rongga mati harus dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk
menghilangkan penekanan kronis yang mengganggu proses penyembuhan. Tindakan
tersebut dapat berupa exostectomy, artroplasti digital, sesamodectomy atau reseksi
caput metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan, yang
diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi. Tindakan bedah
emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik. Dari sudut
pandang seorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus terinfeksi dapat dibagi
menjadi infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi
yang mengancam tungkai (grade 3 dan 4).
Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan dengan tujuan untuk:
drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan jaringan yang
menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk mengambil sampel
kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren,
jaringan terinfeksi,
untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang mengalami
ulkus berulang.
I. Komplikasi
Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien diabetes melitus adalah fasciitis nekrotika
dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa
amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu
fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat mengancam jiwa
sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi amputasi pada kaki diabetika:
J. Pencegahan
Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta penggunaan
alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita datang untuk
kontrol.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses kepera#atan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu:
1. Pengumpulan data
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis
b. Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanyaluka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengandefisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
26
2. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum, meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara,
tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludahmenjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur
4 ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban danshu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
g. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dannyeri, adanya gangren di ekstrimitas
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi
27
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut:
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki
C. Intervensi Keperawatan
28
b. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran
darah
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada
waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: Meningkatkan melannarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema
c. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa:
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi
Rasional: Kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek
dari stres
d. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian
vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen
Rasional: Pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas
Tujuan: Tercapainya proses penyembuhan luka
Kriteria hasil:
Berkurangnya oedema sekitar luka
Pus danjaringan berkurang
Adanya jaringan granulasi
Bau busuk luka berkurang
Rencana tindakan:
a. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
29
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya
b. Rawat luka dengan baik dan benar: membersihkan luka secara
aseptik menggunakan laruran yang tidak iritatif, angkat sisa balutan
yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati
Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi yang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus, pemeriksaan gula darah, pemberian antibiotik
Rasional: Insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang tepat
untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui
perkembangan penyakit.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan
Tujuan: Rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil:
Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang
Pergerakan penderita bertambah luas
Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal (S: 36-
37,5°C, N: 60-80x/menit, T: 100-130 mmHg, RR: 18-20x/menit)
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien
Rasional: Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
b. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri
Rasional: Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangiketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk
diajak bekerjasama dalam melakukantindakan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional: Rangasangan yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
30
d. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien.
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
Rasional: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
f. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka
Rasional: Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran
pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan
rasa nyaman.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
Rasional: Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
Tujuan: Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal
Kriteria hasil:
Pergerakan pasien bertambah luas
Pasien dapat melaksanakn aktivitas sesuai dengan kemampuan
(duduk, berdiri, berjalan)
Rasa nyeri berkurang
Pasien dapat memenuhi kebutuhan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan
Rencana tindakan:
a. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien
Rasional: Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien
b. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk
menjaga kadar gula dalam keadaan normal
Rasional: Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat
kooperatif dalam tindakan keperawatan
c. Anjurkan pasien untuk menggerakkakn/ mengangkat ekstremitas
bawah sesuai kemampuan
Rasional: Untuk melatih otot-otot kai sehingga berfungsi dengan baik
31
d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
Rasional: Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi
e. Kerja sama dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian
analgesik) dan tenaga fisioterapi
Rasional: Analgetik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untyk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan
benar
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
Berat badan dan tinggi badan ideal
Pasien mematuhi dietnya
Kadar gula darah dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia
Rencana tindakan:
a. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan
Rasional: Untuk mengetahui tentang keadaann dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat
b. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah di programkan
Rasional: Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinya hipoglikemi/hiperglikemi
c. Timbang berat badan setiap seminggu sekali
Rasional: Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi mementukan diet)
d. Identifikasi perubahan pola makan
Rasional: Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yang ditetapkan
e. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan
diet diabetik
Rasional: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
32
dalam jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang
sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah
komplikasi
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh
Tujuan: Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secara positif
Kriteria hasil: Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan.
Tanpa rasa malu dan rendah diri. Pasien yakin akan kemampuan yang
dimiliki
Rencana tindakan:
a. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang
berfungsi secara normal
Rasional: Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya
b. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan
pasien
Rasional: Memudahkan dalam menggali permasalahan pasien
c. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien
Rasional: Pasien akan merasa dirinya di harga
d. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
Rasional: Dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi
e. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan
Rasional: Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang
normal
f. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien
Rasional: Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki
Tujuan: Gangguan pola tidur pasien akan teratasi
33
Kriteria hasil:
Pasien mudah tidur dalam waktu 30-40 menit
Pasien tenang dan wajah segar
Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup
Rencana tindakan:
a. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
b. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah
Rasional: Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketikatidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
c. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti
cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai
Rasional: Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik
relaksasi
Rasional: Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil: Perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan
2. Tercapai sebagian: Pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukandalam pernyataan tujuan
3. Belum tercapai: Pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yangdiharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan
34
DAFTAR PUSTAKA
ADA, 2011, Standards of Medical Care for Patients With Diabetes Mellitus,
Diabetes Care 25.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI,
2013. Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta : Laporan Nasional.
Black & Hawks, 2009. Medical Surgical Nursing, 7thed, St.Louis, Elsevier
Saunders.
Bustan, M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Cetakan Kedua,
Edisi Revisi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Kristianto, Heri. 2014. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik Sistem Endokrin.
Materi Kuliah.
Malang
PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe2 di
Indonesia 2011
Smeltzer& Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 8,
Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Soegondo, S, dkk., 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
35
FORMAT PENGKAJIAN DATA DASAR
Nama Mahasiswa : Hendi Wijayanto Tempat Praktik : IRNA 3A
NIM 1801100520 Tanggal Praktik: 28-09-2020
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
No. RM : 206575
Usia : 50 tahun
Tanggal MRS : 27 September 2020
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl. Pengkajian : 28 September 2020
Alamat : Mondoroko Perum Banjararum Singosari
Sumber Informasi : Keluarga dan Pasien
No Telp : 082531695115
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Diagnosa Medis : Diabetic Foot (Post Op Debridement)
Nama Penanggung Jawab : Nining
Status : Istri
Alamat : Mondoroko Perum Banjararum Singosari
No. Telp : 082531695115
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
36
B. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
a. Saat MRS: Pasien datang dengan keluhan ada luka di kaki kanan
di jari pertama dan kedua. Luka sudah 2 minggu yang lalu dirawat
dirumah sendiri karna takut ke RS. Pasien memeriksakan ke IGD
Rs Prima Husada tgl 27-09-2020 jam 22.00 dan dokter
menyarankan untuk segera dilakukan tindakan operasi, karna luka
di kakinya sudah menghitam. Pasien direncanakan operasi dengan
tindakan debridement necrotomy pada tgl 28-09-2020 jam 06.00.
Mual (-), Muntah (-), Demam (+), Bapil (-)
b. Saat pengkajian: Pasien mengatakan nyeri pada bekas luka
operasi dan badan terasa lemas masih belum bisa melakukan
gerakan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang: Post OP Debridemen Hari 1
C. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1) Penyakit yang pernah dialami:
a. Kecelakaan: Tidak pernah
b. Operasi: Post OP Debridemen + amputasi kaki kanan digiti 3
dextra tahun 2019
c. Penyakit: RPD HT (+), DM (+) terkontrol untuk DM nya
2) Alergi: tidak ada
3) Kebiasaan
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok Berhenti - Baru 2 tahun
Minum Kopi Setiap pagi hari 1 gelas sedang Sudah dari remaja
37
Amlodipin Tidak teratur 10 mg pagi
Glucui 3 tahun 2x30 mg sebelum makan
D. Riwayat Keluarga
Genogram:
Keterangan
E. = Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
F. Pola Aktivitas-Latihan
Jenis Di Rumah Di RS
Makan/ Minum Mandiri Dibantu
Mandi Mandiri Hanya di seka
Berpakaian/ Berdandan Mandiri Dibantu
Toiletting Mandiri Belum BAB selama di RS dan untuk
BAK menggunakan DC (dower
cateter)
Mobilitas di tempat tidur Mandiri Mandiri
Berpindah Mandiri Mandiri
Berjalan Mandiri Masih belum bisa berjalan dengan
sendiri karena masih post OP hari 1
Naik tangga Mandiri Belum bisa
Masalah : Aktivitas dan latihannya membutuhkan bantuan sebagian dari
38
keluarga dan perawat
G. Pola Nutrisi-Metabolik
Jenis Di Rumah Di RS
Jenis diet/ makanan Makanan apapun yang NasitimDM (bubur kasar)
dimasak dengan tidak
yang manis-manis
Frekuensi/ pola 3 kali dalam sehari, terkadang 3x1
2 kali
Porsi yang dihabiskan Selalu habis Habis ½ porsi untuk Ntim (bubur kasar)
Komposisi menu Ada sayur dan lauk Lenkap namun tidak dengan teh
Pantangan Manis dan asin Rendah garam rendah lemak dan rendah
gula
Nafsu makan Cukup Cukup
Fluktuasi BB 6 bulan Terjadi penurunan dari awal Terjadi penurunan dari awal berat badan
terakhir berat badan 75 Kg 75 Kg sekarang menjadi 70 Kg
sekarang menjadi 70 Kg
Sukar menelan (padat/ Normal Normal
cair)
Pemakaian gigi palsu Tidak ada Tidak ada
(area)
Riwayat masalah Luka sembuh lama tidak Luka sembuh lama tidak seperti orang
penyembuhan luka seperti orang normal normal lainnya
lainnya
Masalah: Pola makan dan minum selama di rumah baik dan selama di RS tidak
ada perubahan pola makan, namun ada sedikit perubahan kandungan dan
menu makanan di RS karena sudah dihitung kalorinya sesuai dengan
kondisi pasien.
H. Pola Eliminasi
Jenis Di Rumah Di RS
BAB
Frekuensi/ pola 1 kali dalam sehari Belum BAB sama sekali
selama rawat inap
Konsistensi Padat -
Warna dan bau Kuning, biasa -
Kesulitan Tidak sulit, biasa Terasa keras saat mau
BAB
Upaya mengatasi - Minum air putih dan
makan yang berserat
BAK
Frekuensi/ pola 3 kali – 5 kali dalam Menggunakan DC (dower
sehari cateter)
39
Konsistensi Cair Cair
Warna dan bau Kuning jernih Kuning jernih
Kesulitan Tidak sulit Tidak terasa
Upaya mengatasi - -
Masalah: Pasien belum BAB sudah 2 hari dari mulai hari pertama MRS.
I. Pola Tidur-Istirahat
Jenis Di Rumah Di RS
Tidur siang
Lamanya Jarang tidur siang Bisa sampai 1 jam 3 jam
di siang hari
Jam 12.00 s/d 15.00 Tidak ada Mulai tidur jam 10.00 s/d
jam 14.00
Kenyamanan setelah Nyaman Nyaman, tetapi masih
tidur sering terbangun
Tidur malam
Lamanya 7 jam 9 jam
Jam 21.00 s/d 05.00 Sekitar jam 22.00 Sekitar dari jam 20.00
s/d jam 05.00 s/d jam 05.30
Kenyamanan setelah Nyaman Nyaman, tetapi masih
tidur sering terbangun
Kebiasaan sebelum Menonton TV Tidak ada
tidur
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Upaya yang dilakukan - -
Masalah: tidak ada masalah
40
K. Pola Toleransi-Koping Stres
a. Pengambilan Keputusan: Dibantu orang lain yaitu keluarga
b. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit: Untuk
masalah pembiayaan, pasien menggunakan asuransi kesehatan BPJS
sesuai kelas yang semuanya ditanggung oleh BPJS. Untuk masalah
penyakit, ini merupakan penyakit yang menurut pasien menyusahkan
orang lain, karena dalam beraktifitas saja pasien masih membutuhkan
bantuan dari orang lain.
c. Yang biasa dilakukan apabila stress/ mengalami masalah: Berdiam diri
d. Perubahan yang dirasa setelah sakit: Pasien masih harus beradaptasi
pasca operasi ini.
Masalah: Pasien merasa harga dirinya terganggu karena untuk saat ini
membutuhkan bantuan untuk melakukan ADL.
L. Pola Peran-Hubungan
a. Peran dalam keluarga: Pasien berperan sebagai kepala rumah tangga
b. Sistem pendukung: Ada istri
c. Kesulitan dalam keluarga: Tidak ada kesulitan dalam keluarga
d. Masalah tentang peran: Hubungan dengan keluarga selama perawatan
di RS: Baik
e. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi: Tidak ada
Masalah: Tidak ada masalah dalam pola peran-hubungan
M. Pola Komunikasi
a. Bicara: Normal, Bahasa utama: Jawa
b. Tempat tinggal: Bersama keluarga (Suami dan Anak)
c. Kehidupan keluarga:
Adat istiadat yang dianut: Tidak ada
41
Pantangan adaptasi dan agama yang dianut: Agam Islam dan tidak
ada pantangan
Penghasilan keluarga: Kisaran Rp. 2.500.000 – Rp. 3.500.000
N. Pola Seksualitas
Tidak ada masalah dalam hubungan seksual, masih aktif namun juga jarang
berhubungan.
P. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Kesadaran: Compos Metis
b. TTV: TD: 140/70 mmHg, RR: 20x/menit, Suhu: 36,4°C, Nadi:
102x/menit
c. Tinggi badan: 170 cm, Berat Badan: 80 Kg
2. Kepala dan Leher
a. Kepala
Bentuk: Normo Chepal
Distribusi rambut: DBN
Keluhan pusing/sakit kepala/migrain/lainnya: Tidak ada
Massa: Tidak teraba
Warna kulit kepala; DBN
b. Mata: DBN
c. Hidung: DBN
d. Mulut dan Tenggorokan
42
Warna bibir: DBN
Ulkus: Tidak ada
Massa: Tidak ada
Perdarahan gusi Tidak ada
Kesulitan menelan: Tidak
Sakit tenggorokan: Tidak
Pemeriksaan gigi terakhir: Hari ini
Mukosa: Lembab
Lesi: Tidak ada
Warna lidah: DBN
Karies: Tidak ada
Gigi geligi: Tidak ada
Gangguna bicara: Tidak ada
e. Telinga: DBN
f. Leher: DBN
3. Dada
Inspeksi dan palpasi dada: DBN
a. Jantung
Inspeksi: Simetris
Palpasi: Pengembangan dada simetris, tidak ada ictus cordis,
fremitus raba simetris, tidak ada benjolan
Perkusi: Sonor
Batas kanan : ICS 4 parastrernal dextra
Batas kiri : ICS 5-6 anterior axsilaryline sinistra
Auskultasi: Suara jantung S1 S2 tunggal, reguler, murmur
gallop negatif
b. Paru
Inspeksi: Simetris
Palpasi: Pengembangan dada simetris, tidak ada ictus cordis,
fremitus raba simetris, tidak ada benjolan
Perkusi: Sonor
Auskultasi:
43
Rh - - Wz - -
- - - -
- - - -
4. Payudara dan Ketiak: DBN
5. Abdomen
Inspeksi: Bentuk flat
Auskultasi: Bising usus normal
Palpasi: Supel, Lien tidak teraba
Perkusi: Timpani
6. Genetalia: DBN
7. Ekstremitas
Kekuatan otot : 5 5
5 5
Luka: Pedis dextra digiti 1 dan 2
8. Kulit dan Kuku: DBN
44
2. (BUN)
3. Kreatinin
4. GDA 33,6 mg/dL 10-50
C. Lain-Lain 15,7 mg/dL 5-23
1. Rapid test 2,05 mg/dL L: 0,6-1,1 P: 0,5-0,9
covid 250 mg/dL
Non Reaktif
28 GDA 160 mg/dL
September
2020
17. Radiologi
Tanggal 27 September 2020 dilakukan Thorax AP dengan hasil bacaan
Normal
D. Pengobatan
IVFD: NaCL 0,9% 8 tpm makro
Injeksi: Ceftriaxon 2x1 gr, Ketorolax 3x30 mg
PO: Glucuidon 2x30 mg
Hendi Wijayanto
NIM: 1801100520
45
FORMAT ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan
1.DS : Pasien mengatakan nyeri Pengalaman sensorik Nyeri akut
pada bekas luka operasi atau emosional yang dx. 1. Nyeri akut
DO : berkaitan dengan 2. Resiko infeksi
RR : 20x/mnt kerusakan jaringan aktual 3. Ketidakstabilan
T: 140/90 mmHg atau fungsional, dengan kadar gula darah
N: 102x/menit onset mendadak atau 4. Perifer jaringan
Wajah meringis lambat dan berintensitas
Pasien mengatakan ringan hingga berat yang
tidurnya terganggu saat berlangsung kurang dari
di RS 3 bulan
P: Prosedur operasi
Q: Perih terasa agak Agen pencendera fisik
panas (prosedur operasi)
R: Kaki yang di
operasi, di jari Kondisi pembedahan
S: 4 menggunakan
wong baker Nyeri akut
T: terasa nyeri terus
menerus, kurang lebih
30 menitan
2. DS : - Berisiko mengalami Risiko infeksi
DO : peningkatan terserang
Terdapat luka di bagian organisme patogenik
kaki setelah di operasi
Kerusakan integritas
kulit
Risiko infeksi
3. DS : Pasien mnegatakan Ketidak cukupan energi Intoleransi aktivitas
badan masih lemas belum untuk melakukan
bisa melakukan gerakan aktivitas sehari-sehari
DO :
RR : 20x/mnt Immobilitas
T: 140/90 mmHg
N: 102x/menit (kondisi Gangguan metabolik
istirahat/ diam)
Pasien hanya bisa Intoleransi aktivitas
berbaring di tempat tidur
46
4. DS : - Perubahan fungsi tubuh Gangguan citra tubuh
DO : pasien terlihat
murung Kondisi pasca operasi
Pasien tidak fokus
Amputasi pedis digiti 1,2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ruang : Irna 3A
Nama pasien : Tn. S
Diagnosa : Diabetic Foot (Post Op Debridement)
47
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Nyeri akut b.d prosedur Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama A. Manajemen nyeri
operasi d.d tampak wajah 3x24 jam, pengalaman sensorik atau emosional Observasi
meringis yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
atau fungsional, dengan onset mendadak atau frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan 2. Identifikasi skala nyeri
konstan ekspektasi menurun. 3. Identifikais respon nyeri non verbal
KH : 4. Identifikais faktor yang memperberat dan
1. Keluhan nyeri : memperingan nyeri
Meningkat 1 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Cukup Meningkat 2 tentang nyeri
Sedang 3 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
Cukup Menurun 4 nyeri
Menurun 5 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
2. Meringis : 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
Meningkat 1 yang sudah diberikan
Cukup Meningkat 2 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Sedang 3 Terapeutik
Cukup Menurun 4 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Menurun 5 mengurangi rasa nyeri (misal, TENS, hipnosis,
3. Kesulitan tidur akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
Meningkat 1 pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
Cukup Meningkat 2 kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Sedang 3 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Cukup Menurun 4 nyeri (misal, suhu ruangan, pencahayaan,
Menurun 5 kebisingan)
4. Frekuensi nadi 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
48
Memburuk 1 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
Cukup Memburuk 2 pemilihan strategi meredakan nyeri
Sedang 3 Edukasi
Cukup Membaik 4 5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Membaik 5 6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
5. Tekanan darah 7. Anjurkan memonitor nyeri secraa mandiri
Memburuk 1 8. Anjurkan menggunakan analgetic yang tepat
Cukup Memburuk 2 9. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
Sedang 3 mengurangi nyeri
Cukup Membaik 4 Kolaborasi
Membaik 5 1. Kolaborasi pemberian alnalgetic, jika perlu
B. Pemberian analgetik
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (misal,
pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgetik (misal,
narkotik, non-narkotik, atau NSAIO) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
5. Monitor efektifitas analgetik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgetik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau
bolus opiod untuk mempertahankan kadar
49
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgetik untuk
mengoptimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek
analgetik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, jiak perlu
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 Perawatan Luka
Ketidaktahuan proses
jam, pasien mengerti proses perawatan Observasi
perawatan luka
penyakitnya, dengan kriteria hasil: 1. Monitor karakteristik luka
- Pasien mampu menjelaskan proses 2. Monitor tanda-tandainfeksi
perawatannya
Terapeutik
- Pasien menerapkan perilaku sesuai
3. Lepaskan balutan dan plester secara
anjuran perlahan
4. Bersihkan dengan cairan NaCl
- Persepsi terhadap perilaku yang salah
5. Bersihkan jaringan nekrotik
menurun(4-5)
6. Berikan salep gentamycin dan sufratul
7. Pasang kassa steril tutup dengan plester
hypavik
8. Pertahankan Teknik steril saat rawat luka
9. Lakukan perawatan luka 3 haris ekali
Edukasi
50
10. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
11. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
12. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian antibiotik
51
Cukup Memburuk 2 gejala kelelahan tidak berkurang
Sedang 3 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
Cukup Membaik 4 kelelahan
Membaik 5 Kolaborasi
4. Frekuensi nafas : 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
Memburuk 1 meningkatkan asupan makanan.
Cukup Memburuk 2
Sedang 3
Cukup Membaik 4
Membaik 5
Gangguan Citra tubuh b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. PROMOSI CITRA TUBUH ( I.09305)
perubahan fungsi tubuh 1x24 jam, harapan pasien meningkat dapat
menerima perubahan fungsi tubuh. 1. Observasi
KH : o Identifikasi harapan citra tubuh
berdasarkan tahap perkembangan
o Identifikasi budaya, agama, jenis
kelami, dan umur terkait citra tubuh
o Identifikasi perubahan citra tubuh
yang mengakibatkan isolasi sosial
o Monitor frekuensi pernyataan kritik
tehadap diri sendiri
o Monitor apakah pasien bisa melihat
bagian tubuh yang berubah
2. Terapiutik
o Diskusikan perubahn tubuh dan
fungsinya
o Diskusikan perbedaan penampilan
fisik terhadap harga diri
52
o Diskusikan akibat perubahan pubertas,
kehamilan dan penuwaan
o Diskusikan kondisi stres yang
mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
penyakit, pembedahan)
o Diskusikan cara mengembangkan
harapan citra tubuh secara realistis
o Diskusikan persepsi pasien dan
keluarga tentang perubahan citra
tubuh
3. Edukasi
o Jelaskan kepad keluarga tentang
perawatan perubahan citra tubuh
o Anjurka mengungkapkan gambaran
diri terhadap citra tubuh
o Anjurkan menggunakan alat
bantu( mis. Pakaian , wig, kosmetik)
o Anjurkan mengikuti kelompok
pendukung( mis. Kelompok sebaya).
o Latih fungsi tubuh yang dimiliki
o Latih peningkatan penampilan diri
(mis. berdandan)
o Latih pengungkapan kemampuan diri
kepad orang lain maupun kelompok
53
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
54
prosedur 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, S: Pasien mengatakan nyeri pada bekas luka
operasi d.d kualitas, intensitas nyeri (PQRST) operasi
tampak wajah 2. Mengidentifikasi skala nyeri O: KU: Cukup, RR : 20x/mnt, T: 140/90
meringis 3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal mmHg, N: 102x/menit, Wajah meringis,
4. Mengidentifikais faktor yang memperberat dan merasa tidur tidak nyaman sering terbangun
memperingan nyeri (menanyakan kapan saat nyeri P: Prosedur operasi
muncul terasa berat dan riangan saat kaki digerakkan Q: Perih terasa agak panas
terasa semakin nyeri dan jika tidak digerakkan tidak R: Kaki yang di operasi, di jari
nyeri) S: 4 menggunakan wong baker
5. Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup T: terasa nyeri terus menerus, kurang lebih
(menurut pasien, nyeri yang dialami mengganggu sekali) 30 menitan
6. Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang KH Sebelum Sesudah
sudah diberikan (terapi komplementer yang diberikan Keluhan nyeri 2 4
adalah relaksasi nafas dalam) Meringis 2 4
10. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi Kesulitan tidur 2 4
rasa nyeri (terapi yang diberikan adalah relaksasi nafas Frekuensi nadi 2 4
dalam) Tekanan darah 2 4
11. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(menyarankan untuk yang menunggu pasien hanya 1 A: Masalah teratasi sebagian
orang saja) P: Intervensi lanjut
12. Memfasilitasi istirahat dan tidur 1 s/d 15
13. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
14. Menganjurkan memonitor nyeri secraa mandiri (jika
nyeri datang bisa melakukan teknik relaksasi nafas dalam
yang sudah diajarkan)
15. Berkolaborasi pemberian alnalgetic (pasien mnedapatkan
terapi analgetic injeksi Ketorolac 3x30mg)
16. Memonitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
55
pemberian analgetik
17. Memonitor efektifitas analgetik
29-9-2020
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri (PQRST)
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikais respon nyeri non verbal
4. Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan (cukup berhasil)
5. Mengulangi memberikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (terapi yang diberikan adalah
relaksasi nafas dalam)
6. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri (jika 29-9-2020
nyeri datang bisa melakukan teknik relaksasi nafas dalam S: Pasien mengatakan nyeri pada luka post
yang sudah diajarkan pasien sudah bisa melakukan) operasi sudah berkurang
7. Berkolaborasi pemberian alnalgetic (pasien mnedapatkan O: KU cukup, RR: 18x/menit, SpO2: 99% T:
terapi analgetic injeksi Ketorolac 3x30mg) 150/80 mmHg, N: 90x/menit, S: 36,2°C,
8. Memonitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah wajah meringis <<, tidur sudah cukup
pemberian analgetik nyaman
9. Memonitor efektifitas analgetik (efektif, pasien setelah P: Prosedur operasi
diberikan injeksi antinyeri, merasa nyeri berkurang) Q: Perih terasa agak panas
R: Kaki yang di operasi, di jari
S: 2 menggunakan wong baker
T: terasa nyeri hilang timbul, kurang lebih 10-15
menitan
KH Sebelum Sesudah
Keluhan nyeri 3 4
Meringis 3 5
56
Kesulitan tidur 4 5
Frekuensi nadi 3 4
Tekanan darah 2 4
57
1. Memonitor kelelahan fisik dan emosional
2. Memonitor pola dan jam tidur
29-9-2020
S: Pasien mengatakan sudah bisa bergerak
sedikit-sedikit
O: KU cukup, RR: 18x/menit, SpO2: 99% T:
150/80 mmHg, N: 90x/menit, S: 36,2°C.
Rentang gerak bebas
KH Sebelum Sesudah
Frekuensi nadi 2 1
Keluhan lelah 4 5
Tekanan darah 3 3
Frekuensi nafas 4 5
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
Risiko infeksi 28-9-2020 1. 28-9-2020
b.d kerusakan S: -
58
integritas kulit O: KU cukup, RR: 20x/menit, SpO2: 99%,
1. Memonitorkarakteristikluka
T: 140/80 mmHg, N: 102x/menit, S: 36,2°C.
2. Memonitortanda-tandainfeksi Tampak balutan luka bersih
3. Melepaskanbalutan dan plestersecaraperlahan
A: Masalah teratasi sebagian
4. Membersihkandengancairan NaCl
P: Intervensi lanjut
5. Membersihkanjaringannekrotik
1 s/d 11
6. Memberikansalep gentamycin dan sufratul
7. Memasangkassasteriltutupdenganplesterhypavik
8. Mempertahankan Teknik sterilsaatrawatluka
9. Melakukanperawatanluka 3 harisekali
10. Menjelaskantanda dan gejalainfeksi
11. Menganjurkanmengkonsumsimakanantinggikalori
dan protein
12. Mengajarkanprosedurperawatanlukasecaramandiri
2. 29-9-2020
13. Melakukankolaborasipemberianantibiotik
S: -
29-9-2020 O: KU cukup, RR: 18x/menit, SpO2: 99% T:
1. Memonitorkarakteristikluka 150/80 mmHg, N: 90x/menit, S: 36,2°C.
Tampak balutan luka bersih
2. Memonitortanda-tandainfeksi
3. Melepaskanbalutan dan plestersecaraperlahan A: Masalah teratasi sebagian
4. Membersihkandengancairan NaCl P: Intervensi lanjut
5. Membersihkanjaringannekrotik 1 s/d 11
6. Memberikansalep gentamycin dan sufratul
7. Memasangkassasteriltutupdenganplesterhypavik
8. Mempertahankan Teknik sterilsaatrawatluka
9. Melakukanperawatanluka 3 harisekali
10. Menjelaskantanda dan gejalainfeksi
59
11. Menganjurkanmengkonsumsimakanantinggikalori
dan protein
12. Mengajarkanprosedurperawatanlukasecaramandir
i
13. Melakukankolaborasipemberianantibiotik
60
bisa diajak komunikasi
KU cukup, RR: 18x/menit, SpO2: 99% T:
150/80 mmHg, N: 90x/menit, S: 36,2°C. GCS:
456,
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
F.
61
Perencanaan Pulang (Discharge Planning)
62