Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

DENGAN SISTEM PERSYARAFAN (FRAKTUR BASIS CRANII)

Oleh :
KELOMPOK 2
1. Afni Nur Ainy (1801100506)
2. Hendi Wijayanto (1801100520)
3. Lianda Agnes P (1801100523)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Keperawatan Kritis dengan judul “Manajemen dan Asuhan Keperawatan Pasien
Dengan Sistem Persarafan (Fraktur Basis Cranii)”.

Malang, 03 Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau


tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang (Nurarif &
Kusuma, 2013). Salah satufraktur yang sering terjadi yaitu fraktur basis
cranii. Fraktur basis cranii adalah suatufraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak. Fraktur ini sering kali disertaidengan robekan pada
duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racun eyes sign (fraktur basiskrani
fossa anterior), atau othorhea dan battle sign (fraktur crani fossa media)
(Kowalak,2011).

Cedera pada susunan saraf pusat masih merrupakan penyebab


utama tingginyaangka morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh
dunia. Pada tahun 1998 sebanyak 148.000 orang di amerika meninggal
akibat berbagai jenis cedera.Traumakapitis menyebabkan 50.000
kematian.Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumahsakit dan tingkat
mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk.Sebanyak 22%
pasientrauma kapitis meninggal akibat cederannya.Sekitar 10.000 – 20.000
kejadian medullaspinalis setiap tahunnya (Kowalak, 2011).

Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan


kasus fraktur linearsederhana, yang merupakan jenis yang paling umum,
terutama pada anak usia dibawah 5tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak
15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulangtengkorak, dan fraktur basis
crani sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lainfrontoparietal (75%),
temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain
(10%).Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%).
Insiden frakturtulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0,02%),
atau 42.409 orangsetiaptahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang
banyak, terutama pada anakusia dibawah 5 tahun amerika serikat.

Akibat dari fraktur basis cranii akan menimbulkan beberapa


masalah, salah satunya perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat
kedaruratan harus dapat mengkaji secara adekuat pasien fraktur basis cranii
dan memulai tindakan keperawatannya. Meskipun peran perawat dalam
program pencegahan amat penting, perannya dalam mengenali danmerawat
pasien fraktur basis cranii juga tidak kalah pentingnya (Oman, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah


sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep teori dari fraktur basis cranii ?


2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien fraktur basis
cranii ?
1.3 Tujuan

Memberikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Fratur Basis Cranii

1.4 Manfaat
Makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur basis cranii
ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam
bidang ilmu keperawatan khususnya penyakit sisitem persyarafan
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Fraktur Basis Cranii

Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tengkorak yang tebal. Fraktur ini sering disertaidengan robekan ada
duramater. Fraktur basis crania seringterjadi ada 2 lokasi anatomi tertentu
yaitu region temporal danregion occipital condylar (Kowalak, 2011).

Fraktur basis crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur


fossa anteriordan fraktur fossa posterior. Fraktur basis crania meruakan
yang aling serius terjadi karenamelibatkan tulang – tulang dasar tengkorak
dengan komplikasi otorrhea cairanserebrosinal ( cerebrospinal fluid ) dan
rhinorrhea (Engram, 2007).

Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan fraktur basis


cranii adalahsuatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang tengkorak yang
biasanya terjadi karenaadanya benturan secara langsung merupakan fraktur
akibat benturan langsung ada daerahdasar tulang tengkorak (oksiput,
mastoid, supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada
wajah atau mandibula.

2.2 Klasifikasi Fraktur Basis Cranii

Menurut Kowalak (2011), fraktur basis cranii dapat diklasifikaikan sebagai


berikut:

1. Fraktur petrosa os temporal


Fraktur petrous os temporal ini meluas dari bagian skuamosa
tulang temporalterhadap piramida petrosa dengan sering keterlibatan
sendi temporomandibular.Fraktur oblik ini sering mengakibatkan
gangguan pendengaran konduktif akibat dislokasi incudostapedial.
Hematotimpanum dan otorea juga sering terjadi padafraktur oblik.
Keterlibatan saraf fasialis kurang umum daripada pada
frakturtransversal.
2. Fraktur longitudinal os temporal
Fraktur longitudinal os temporalFraktur longitudinal terjadi pada
regio temporoparietal dan melibatkan bagiansquamousa pada os
temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dantegmen
timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior
atau posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada
fossa cranii mediadekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells.
Fraktur longitudinalmerupakan yang paling umum dari tiga suptipe (70-
90%). Fraktur transversaldimulai dari foramen magnum dan
memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada fossa
cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsurdari kedua
fraktur longitudinal dan transversal
3. Fraktur transversal os tempora
Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu
panjang dari piramida petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul
oksipital atau temporoparietal.Fraktur ini melibatkan dari foramen
magnum melalui fosa posterior, melalui pyramid petrosa, termasuk
kapsul otik dan ke dalam fosa kranial tengah. Kapsulotik dan kanalis
auditorius internal sering terlibat juga.
4. Fraktur condylar os oksipital
Fraktur condylar os oksipital dengan garis fraktur meluas di hampir
segala arah di bagian basal tengkorak mungkin dapat dilihat. Akhir-
akhir ini, juga terdapat peningkatan tren untuk menggolongkan fraktur
tulang temporal menjadi perenggangan kapsul otik (otic capsule
sparing/OCS) dan kerusakan kapsul otik(otic capsule disrupting/OCD),
yang menunjukkan korelasi lebih baik terhadapsekuel klinis (Ho dan
Makishima, 2010). Fraktur OCS lebih sering terjadi (>90%)daripada
OCD, dan OCD berkaitan dengan tingginya insidensi cedera saraf
fasialis(30-50%), SNHL, dan kebocoran cairan serebrospinal (2-4 kali
lebih tinggidaripada OCS).
2.3 Etiologi Fraktur Basis Cranii

Menurut Kowalak (2011), Etologi fraktur basis cranii dapat meliputi :

1. Kecelakaan kendaraan atau transportasi.


2. Kecelakaan terjatuh.
3. Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga.
4. Kejahatan dan tindak kekerasan.

2.4 Manisfestasi Klinis Fraktur Basis Cranii

Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala fraktur basis cranii


berdasarkanklasifikasi sebagai berikut :

1. Fraktur petrous os temporal


a) Otorrhea
b) Battle sign (Memar pada mastoids)
c) Rhinorrhea
d) Raccoon eyes (Memar di sekitar palpebral)
e) Kehilangan kesadaran dan GCS dapat bervariasi tergantung pada
kondisi patologis intracrania
2. Fraktur longitudinal os temporal
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya
tulang pendengarandan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB
yang berangsung lebih dari 6 – 7 minggu. Tuli sementara yang akan
baik kembali dalam waktu kurang dari 6-7minggu disebabkan karena
hemotympanum dan oedema mukosa di fossa tmpany.Facial palsy,
nygtagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder
dariketerlibatan nervus cranialis V, VI, VII.
3. Fraktur tranversal os temporal
Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan
lairin, sehinggamenyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan
pendengaran permanen(permanent neural hearing loss)
4. Fraktur condylar os oksipital
Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan
serius.Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital,
terutama dengan tipe III, beradadalam keadaan koma dan terkait cedera
tulang belakang serviklis.Pasien ini jugamemperlihatkan cedera lower
cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia

2.5 Patofisiologi Fraktur Basis Cranii

Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada


daerah-daerahdasar tulang tengkorak(oksiput, mastoid, supraorbital),
tansmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau mandubula,
atau efek “remote” dai benturan pada kepala(“gelombang tekanan”) yang
dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak) (Corwin,
2009).

Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture,
karena area inimengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak
dimana spinal cord lewat.Ring fracture komplit biasanya segera berakibat
fatal akibat cedera batang otak. Ringfracture in komplit lebih sering
dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu cedera batan otak
disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada
dasartengkorak (Corwin, 2009).

Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk


benturandari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat
beban inersia pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya
baban inersia, misalnya, ketikadada pengendara sepeda motor berhenti
secara mendadak akibat mengalami benturandengan sebuah objek misalnya
pagar. Kemudian secara tiba – tiba mengalami percepaatangerakan namun
pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum,
beban inersia tersebut kemudian menyebabkan ring fracture. Ring fracture
juga dapatterjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah
benturan dari inferiorditeruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda
paksa dari ara superior kemudianditeruskan kearah acciput atau
mandibular.

2.6 Penatalaksanaan Fraktur Basis Cranii

2.6.1 Medis (Kowalak, 2011)

1. ABC
a) Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke
belakang dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang
oropharyngeal tube ataunasopharyngeal tube.
b) Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasanmisalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask,
Mask Nonrebreating,Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c) Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme
sebanyak 2-2,5kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme
protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya
kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah dan akan bertambah
bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan perenteral
pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik
bisadimulai, sebanyak 2000-3000
2. Medikasi
1) Diuretik osmotik(manitol 20%)Dosisnya 0,5-1 g/kgBB,diberikan
dalam 30 menit.Pemberian diulang setelah6 jam dengan dosis 0,25-
0,5/kgBB dalam 30 menitUntuk mencegah rebound
2) Loop diuretic(furosemid)Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya
bersama manitol, karena mempunyai efek sinergisdan
memperpanjang efekosmotik serum mannitol
3) Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan bisa diulang sampai 3 kali bila
masih kejangDiberikan bila ada kejang
4) Analgetik(asetaminofen)Dosisnya 325 atau 500 mgsetiap 3 atau 4
jam, 650 mgsetiap 4-6 jam, 1000 mg setiap 6 Untuk mengurangi
demam serta mengatasi nyeri ringan sampai sedang akibat sakit
kepala
5) Analgetik(kodein)30-60 mg, tiap 4-6 jamsesuai kebutuhUntuk
mengobati nyeriringan atau cukup parah
6) Antikonvulsan(fenitoin)Dosisnya 200 hingga 500mg perhatiUntuk
mencegahserangan epilepsi
7) ProfilaksisantibioticBiasanya digunakansetelah 24 jam pertama,lalu
2 jam pertama, dan 4 jam berikutnyaTindakan yang sangat penting
sebagai usaha untuk mencegah terjadinya infeksi pasca operasi
3. Pembedahan

Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau


mengambil fragmenfraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan
untuk mengambil benda asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko
infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut akibatfraktur dapat dikurangi.

4. Imobilisasi

Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan


pemasanganservical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga
tubuh khusus untukleher. Alat ini digunakan untuk mencegah
pergerakan tulang servical yang dapatmemperparah kerusakan tulang
servical yang patah maupun pada cedera kepala.Alat ini hanya
membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada


gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala
tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada
organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)


nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien
dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang


berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama
yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga


sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya
GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks
babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk,
hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai
batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji
nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d cedera sekunder.


2. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis. Fraktur
basis cranii).
3. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
3.3 Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Edema Serebral
jaringan otak b.d cedera keperawatan selama 1.Monitor tanda-tanda vital
sekunder 2x24diharapkan aliran 2.Monitor adanya kebingungan,
darah melalui pembuluh perubahan pikiran, keluhan
darah otak untuk pusing, pinsan
mempertahankan fungsi 3.Monitor status neurologi
otak tercukupi dengan ketat dan bandingkan
Dengan KH: dengan nilai normal
1.Tekanan intracranial 4.Monitor karakteristik cairan
dalam kisaran normal serebrospinal :
2.Tekanan darah sistolik warna,kejernihan,konsistensi
dalam kisaran normal 5.Monitor TIK
3.Tekanan darah diastolic 6.Posisikan tinggi kepala
dalam kisaran normal tempat tidur 30 derajat atau
4.Tidak ada sakit kepala lebih
5.Tidak ada penurunan 7.Batasi cairan
tingkat kesadaran 8.Dorong keluarga/orang yang
penting untuk bicara pada
pasien
9.Kolaborasi pemberian obat
2 Ketidakefektifan pola napas Tujuan: Manajemen jalan napas
b.dgangguanneurologis Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
(mis.,trauma kepala) keperawatan selama 2x24 2. Monitar aliran oksigen
diharapkan pola napas 3. Buka jalan napas dengan
kembali efektif tekhnik chin lift atau jawthrust
Dengan KH: 4.Posisikan pasien untuk
1.Kedalaman inspirasi memaksimalkan ventilasi
dalam kisaran norma l(RR : 5.Masukkan alat nasoparyngeal
16-24 x/menit) airway atau oropharyngeal
2.Kepatenan jalan napas airway
dalam kisaran normal,klien 6. Informasikan pada pasiendan
tidak merasa tercekik, tidak keluarga tentang teknikrelaksasi
ada suara nafas abnormal untuk memperbaiki pola nafas
3.Frekuensi dan irama 7. Kolaborasi dengan dokter
pernapasan dalam keadaan dalam pemberian terapi obatdan
normal pemberian oksigen
3 Gangguan rasanyaman Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
nyeri b.d gejala terkait keperawatan selama 2x 24 1. Lakukan pengkajian nyeri
penyakit jam diharapkan rasa secara komprehensif
nyaman kembali 2.Tingkatkan istirahat
Dengan KH: 3. Kontrol lingkungan yang
1.Mengontrol dapat mempengaruhi nyeri
nyeri(mengetahui seperti suhu ruangan,
penyebabnyeri, mengetahui pencahayaan, dan kebisingan
caramengurangi nyeri) 4.Ajarkan tentang tekniknon
2.Rasa nyaman tidak farmakologi
terganggu 5.Kolaborasi dengan dokter
3.Mengontrol gejala nyeri pemberian analgetik

DAFTAR KEPUSTAKAAN

American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam:


Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,
penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193.

Bedong MA. Cedera Jaringan Otak : Pengenalan dan Kemungkinan


Penetalaksanaannya. Mei 2001 [31 Agustus 2007];. Diunduh dari:
http://www.tempo.ci.id/medica/arsip/052001/sek-1.htm

Coskey,Mc, et all.2007.Diagnosa Keperawatan NOC-NIC St-Louis . sumber :

Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier
Saunders, 2006; 685-97.
Hartanto, Hurawati.2009. Kamus Saku Mosby. Jakarta. EGC

Mc Khann GM, Copass MK, Winn HR. Prehospital Care of the Head-Injuried
Patient. Dalam : Textbooks of Neurotrauma. Mc Graw Hill. 103-112

Rappaport WA, Brannan S. Head injury. Dalam: Surgery. Mosby Elsevier, 2005;
216-18.

Singh J. Head Trauma. 25 September 2006 [20 September 2007]; Topic 929: [11
screens]. Diunduh dari: http://www.emedicine.com/ped/topic929.htm

Anda mungkin juga menyukai