Oleh:
1
2
LAPORAN PENDAHULUAN
Menurut Kowalak (2011), fraktur basis cranii dapat diklasifikaikan sebagai berikut
:
1. Fraktur petrosa os temporal
Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu panjang dari
piramida petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul oksipital atau
temporoparietal. Fraktur ini melibatkan dari foramen magnum melalui fosa
posterior, melalui pyramid petrosa, termasuk kapsul otik dan ke dalam fosa kranial
tengah. Kapsul otik dan kanalis auditorius internal sering terlibat juga.
4. Fraktur condylar os oksipital
Fraktur condylar os oksipital dengan garis fraktur meluas di hampir segala arah di
bagian basal tengkorak mungkin dapat dilihat. Akhir-akhir ini, juga terdapat
peningkatan tren untuk menggolongkan fraktur tulang temporal menjadi
4
perenggangan kapsul otik (otic capsule sparing/OCS) dan kerusakan kapsul otik
(otic capsule disrupting/OCD), yang menunjukkan korelasi lebih baik terhadap
sekuel klinis (Ho dan Makishima, 2010). Fraktur OCS lebih sering terjadi (>90%)
daripada OCD, dan OCD berkaitan dengan tingginya insidensi cedera saraf fasialis
(30-50%), SNHL, dan kebocoran cairan serebrospinal (2-4 kali lebih tinggi
daripada OCS).
Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala fraktur basis cranii berdasarkan
klasifikasi sebagai berikut :
1. Fraktur petrous os temporal
a. Otorrhea
b. Battle sign (Memar pada mastoids)
c. Rhinorrhea
d. Raccoon eyes (Memar di sekitar palpebral)
e. Kehilangan kesadaran dan GCS dapat bervariasi tergantung pada kondisi
patologis intracranial
2. Fraktur longitudinal os temporal
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang pendengaran
dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berangsung lebih dari 6 –
7 minggu. Tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 6-7
minggu disebabkan karena hemotympanum dan oedema mukosa di fossa tmpany.
Facial palsy, nygtagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari
keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII.
3. Fraktur tranversal os temporal
5
Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan lairin, sehingga
menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen
(permanent neural hearing loss)
4. Fraktur condylar os oksipital
Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan
serius.Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama
dengan tipe III, berada dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang
serviklis.Pasien ini juga memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan
hemiplegia atau guadriplegia.
Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbital), tansmisi energy yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandubula, atau efek “remote” dai benturan pada
kepala (“gelombang tekanan”) yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan
bentuk tengkorak) (Corwin, 2009).
Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini
mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal cord lewat.
Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring
fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu cedera
batan otak disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar
tengkorak (Corwin, 2009).
Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk
benturan dari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat beban inersia
pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya baban inersia, misalnya,
ketika dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami
benturan dengan sebuah objek misalnya pagar. Kemudian secara tiba – tiba mengalami
percepaatan gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh
foramen magnum, beban inersia tersebut kemudian menyebabkan ring fracture. Ring
fracture juga dapat terjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah
benturan dari inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari ara
superior kemudian diteruskan kearah acciput atau mandibular.
Kecelakaan
1.6 Pathway kendaraan/transportasi Kecelakaan olahraga
Kecelakaan terjatuh
1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi
antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam
darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan
perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa
dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2. Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah
(manitol 20%) diberikan dalam 30 menit. rebound
Pemberian diulang setelah
6 jam dengan dosis 0,25-
0,5/kgBB dalam 30 menit
2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
(furosemid) manitol, karena
mempunyai efek sinergis
dan memperpanjang
efek osmotik serum
mannitol
3 Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan Diberikan bila ada kejang
bisa diulang sampai 3 kali
bila masih kejang
4. Analgetik Dosisnya 325 atau 500 mg Untuk mengurangi
(asetaminofen) setiap 3 atau 4 jam, 650 demam serta mengatasi
6
7
3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil fragmen
fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda asing
dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut akibat
fraktur dapat dikurangi.
4. Imobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
Menurut Kowalak (2011), Komplikasi utama dari fraktur basis cranii yaitu :
1. Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
2. Perdarahan
3. Kejang
4. Infeksi (trauma terbuka)
5. Depresi pernapasan dan gagal napas
6. Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran
7. Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan
menyebabkan meningitis.
8. Sindrom vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii yang
terkait dengan gangguan nervus IX, X, dan XI.
9. Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang banyak berdampak
terhadap nervus IX, X, dan XII.
9
Pada fraktur basis cranii fossa anterior dan media, prognosis baik selama tanda
tanda vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan tindakan sedini
mungkin apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan profilaksis antibiotic untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada fraktur basis cranii posterior,
prognosis buruk dikarenakan fraktur pada fossa posterior dapat mengakibatkan
kompresi batang otak (Corwin, 2009).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN FRAKTUR BASIS CRANII
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar daripada
risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga 24 tahun,
10
dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fraktur basis cranii adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang
tengkorak yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan
fraktur akibat benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau mandibular.
Penyebab dari fraktur basis cranii yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi,
Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, Kejahatan dan tindak
kekerasan. Manifestasi klinis dari fraktur basis cranii yang umum yaitu terjadi penurunan
kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya
Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi (trauma terbuka),
Depresi pernapasan dan gagal napas, dan paralisis otot-otot paralisis.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan,
dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv,
adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat
pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan
dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.
19
3.2 Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah
agar dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang
berhubungan dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai fraktur basis cranii
karena di dalam makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA