Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN JURNAL POIN 7-9

Central line-associated blood stream infection


Pemasangan kateter vena sentral (CVC) banyak dilakukan di IGD untuk pemberian
resusitasi cairan terutama pada pasien trauma, pemberian obat-obatan dengan konsentrasi
pekat atau iritatif termasuk terapi awal pada pasien sepsis, dan ketika akses vaskular perifer
tidak memungkinkan. Namun, penggunaan CVC dapat menjadi port de entry
mikroorganisme yang menimbulkan infeksi apabila tidak dilakukan pemasangan atau
perawatan sesuai prosedur yang tepat atau sering disebut Central line-associated blood
stream infections (CLABSI). CLABSI sering disebut sebagai IADP (Infeksi Aliran Darah
Primer). CLABSI dapat memperpajang masa perawatan pasien di rumah sakit dan
meningkatkan angka kematian hingga 30%.
Berdasarkan penelitian dari Yunus tahun 2012 di RS Darmais dijelaskan bahwa kasus
terjadinya infeksi karena pemasangan CVC sebanyak 67,9% mengalami infeksi CVC
dengan kasus terbanyak pada wanita usia 15-24 tahun dengan penyakit mayoritas adalah
AML dan ALL. Angka pemasangan CVC di RS Bangil..................... Angka kejadian
CLABSI...................

CLABSI terjadi karena kesalahan prosedur pemasangan baik dari skill cara memasang,
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri seperti gaun bedah, sarung tangan steril,
masker dan topi. Adanya CVC kit juga memudahkan proses pemasangan CVC di IGD
dengan tetap menjaga teknik aseptik. Adanya standar operasional prosedur yang jelas,
adanya supervisi tentang maintenance alat yang digunakan, supervisi prosedur
pemasangan CVC hingga pemberhentian tindakan apabila terjadi kesalahan dinilai efektif
utuk mengurangi terjadinya CLABSI pada jurnal ini.

CLABSI banyak terjadi di ICU daripada di ruang lainnya, di IGD CVC jarang dilakukan dan
lebih memilih menggunakan akses vena perifer. Pemasangan infus melalui akses vena
perifer banyak dilakukan oleh perawat. Ketepatan prosedur maupun kebersihan tangan
menjadi poin utama untuk menghindari adanya infeksi seperti flebitis. Di IGD RS Bangil,
setiap pasien mendapatkan terapi intravena melalui akses vena perifer, sedangkan angka
kepatuhan cuci tangan pada perawat sebesar...........................

Angka kejadian plebhitis.....


Catheter-associated urinary tract infection
Kateter urin umumnya digunakan di IGD untuk kasus retensi urin akut, obstruksi kandung
kemih, atau hematuria yang berhubungan dengan gumpalan serta untuk memantau
keluaran urin pada pasien yang sakit kritis serta pada pasien bedrest. Jika dibiarkan dalam
waktu lama, atau prosedur pemasangan yang kurang tepat dalam pemasangan cateter urin
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih terkait kateter (CAUTI) dan sepsis.
Penggunaan kateter urin di IGD sangat sering dilakukan, terutama pada lansia. Namun
terkadang pemasangan kateter tidak sesuai indikasi, seperti atas kemauan pasien sendiri,
demensia Di satu rumah sakit, 73% pasien yang menjalani pemasangan kateter urin di IGD
berusia 65 tahun atau lebih yang berjumlah 277 lansia, 24 mengalami CAUTI (8,7%), di
mana 11 orang (4%) dikarenakan pemasangan kateter yang tidak sesuai.

Berdasarkan penelitian Kausuhe tahun 2017 di RSU GMIM Pancaran Kasih didapatkan hasil
bahwa dari 30 responden yang terpasang cateter urin sebangak 66.7% (20 orang) terkena
infeksi saluran kemih. Responden yang mengalami CAUTI 82.6% (19 orang) penyebabnya
adalah pemasangan kateter urin yang tidak sesuai dengan standar. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Marlina tahun 2012 bahwa CAUTI merupakan infeksi urutan ke-3 dari
HAis di rumah sakit.

Berdasarkan data yang diperoleh dari ..... di IGD RS Bangil..... CAUTI, dengan indikasi .....
Berdasarkan hasil observasi pemasangan kateter urin di IGD selama 4 minggu, prosedur
perineal hygiene tidak dilakukan oleh perawat sebelum pemasangan kateter......

Ventilator-associated pneumonia (VAP)


Pemasangan intubasi endotrakeal secara darurat sering diperlukan pada pasien di IGD saat
mengalami gagal napas, baik dari gangguan ventilasi atau oksigenasi, atau untuk
melindungi jalan napas pasien dalam keadaan trauma atau penyakit kritis lainnya.
VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam setelah intubasi
endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. VAP menyebabkan morbiditas dan mortalitas.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pasien trauma memerlukan intubasi di IGD
karena adanya keparahan cedera, ketidakstabilan hemodinamik. Beberapa intervensi yang
dapat dilakukan termasuk suction rutin di atas manset endotrakeal, meninggikan kepala
tempat tidur setidaknya 30 derajat, dan membersihkan mulut dengan larutan hidrogen
peroksida 1,5% dapat segera diimplementasikan di IGD dengan tambahan supervisi yang
ketat.
Berdasarkan data yang didapat, kejadian VAP di IGD RS Bangil..........................

Anda mungkin juga menyukai