Anda di halaman 1dari 23

BAB 5

AKSES VASKULAR
o Hemodialisa
o Definisi
Akses vaskular adalah suatu alat yang memudahkan untuk mengambil atau memasukan
obat secara langsung ke pembuluh darah. Akses vaskular digunakan pada pasien yang rutin
dilakukan tindakan pada pembuluh darahnya, antara lain pasien dengan gagal ginjal, pasien cancer
yang memerlukan tindakan kemoterapi dan pasien kritis di perawatan intensif (ICU). Pemasangan
akses vaskular bertujuan untuk pemberian obat-obatan, therapy cairan, mengambil darah, serta
untuk tindakan hemodialisa pada pasien HD. Secara umum akses vascular terbagi menjadi 3 yaitu
1. Chemoport
Chemoport merupakan akses vaskular pada pasien kanker. Chemoport dipasang
pada pembuluh darah vena di leher. Alat ini sangat membantu untuk kemoterapi yang rutin
dijalani pasien, karena pasien tidak perlu ditusuk berulang-ulang dan dapat mengurangi
risiko pecahnya pembuluh darah. Chemoport digunakan untuk pasien yang memerlukan
pengobatan intravena jangka panjang, misalnya pemberian obat kemoterapi berulang,
nutrisi parenteral, transfusi, infus, suntikan, dan mengambil sampel darah. Indikasi
pemasangan chemoport pada pasien cancer karena obat kemoterapi dapat merusak dinding
vena perifer dan cepat mengakhiri akses perifer. Menurut rekomendasi terkini dari
Masyarakat Eropa untuk Nutrisi Parenteral dan Enteral (ESPEN), infus dengan osmolaritas
rendah (<850 mOsm/L) dapat diberikan melalui infus vena perifer. Komplikasi
pemasangan, menurut definisi, adalah komplikasi yang timbul antara 24 jam hingga 4
minggu setelah pemasangan. sedangkan komplikasi lanjut adalah komplikasi yang timbul
lebih dari 4 minggu setelah pemasangan. Komplikasi pemasangan chemoport adalah
infeksi, penyempitan kaliber vena, dan oklusi trombotik yang dapat menyebabkan akses
pada vena perifer sulit untuk ditemukan. Komplikasi pemasangan chemoport dibagi
menjadi komplikasi prosedural yang timbul selama pemasangan, komplikasi kateter, dan
komplikasi vaskular.
Pemasangan chemoport dapat dilakukan pada rawat inap atau rawat jalan. Dokter
yang melakukan pemasangan harus melakukan pemeriksaan fisik, ultrasonografi vena di
lokasi yang diinginkan dan memberikan edukasi pra operasi pada pasien mengenai
prosedur
Penyebab umum obstruksi pada chemoport adalah bekuan darah, sisa nutrisi parenteral,
dan obat-obatan yang pekat. Untuk menentukan jenis penyebab obstruksi, dengan melakukan
pengkajian kepada pasien penggunaan terkhir chemoport. Komplikasi yang dapat menyebabkan
tidak lancarnya aliran chemoport yaitu terdapat obstruksi pada lumen, ujung kateter tertekuk atau
tergeser, pembentukan selubung fibrinosa di sekitar kateter, Dislokasi ujung kateter dapat terjadi
beberapa bulan setelah implantasi, Fraktur dan kebocoran kateter dapat disebabkan oleh
terjepitnya kateter di antara tulang rusuk pertama dan tulang selangka (“pinch-off syndrome”),
Dislokasi ujung kateter dapat terjadi beberapa bulan setelah pemasangan, Malposisi ujung kateter
di mediastinum merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat menyebabkan masuknya
larutan infus ke dalam mediastinum atau rongga pleura, Trombosis yang berhubungan dengan
port-kateter dapat menyebabkan oklusi vena sentral dan bahkan sindrom vena cava superior,
Langkah – langka yang dapat dilakukan untuk mengatasi obstruksi pada chemoport yaitu :
- Pertama, 100 IU heparin dalam 5 mL saline 0,9% disuntikkan dan disedot tanpa tekanan
melalui spuit 5 mL. Jika masih terdapat obstruksi larutkan 10.000 IU urokinase dalam 2
mL larutan garam 0,9% dan masukan ini kedalam lumen chemoport selama 20 menit,
larutan ini disedot keluar dari port dan port dibilas dengan 20 mL saline 0,9%. Prosedur ini
dapat diulang hingga tiga kali
- Lakukan dengan menggunakan kontras radiografi. Media kontras disuntikkan melalui port,
dan lakukan fluoroskopi.
- Jika perawatan chemoport dilakukan dengan rutin dan benar, chemoport dibilas dengan
20 mL saline 0,9% sebelum setiap infus, pasien akan menyadari masalah melalui sensasi
tekanan dan rasa terbakar pada tingkat kerusakan. Suntikan kurang dari 10 mL tidak boleh
diberikan di port, karena tekanan yang lebih tinggi saat penyuntikan tersebut dapat
menyebabkan terlepasnya atau robeknya kateter. Jika ini terjadi, sistem yang rusak harus
diperbaiki. Pasien terkadang mengeluhkan tekanan pada vena leher selama infus.

2. Kateter Vena Sentral (CVC)


Kateter vena sentral (CVC) adalah perangkat yang umum digunakan pada pasien sakit
kritis dan memiliki berbagai tujuan. Akses vena penting untuk pemberian obat-obatan dan
cairan serta untuk mengambil sampel darah yang diperlukan untuk analisis laboratorium. CVC
dapat dipasang di berbagai lokasi, biasanya di vena subklavia (SCV), vena jugularis interna
(IJV), dan vena femoralis (FV). CVC memerlukan persiapan dan teknik yang cermat untuk
mengurangi komplikasi prosedur selama pemasangan (misalnya perdarahan atau
pneumotoraks), kewaspadaan dan pengawasan juga diperlukan untuk mencegah morbiditas
yang terkait dengan penggunaannya (misalnya infeksi, trombosis vena).
Indikasi pemasangan CVC yaitu :
(a) Pemantauan tekanan vena sentral
(b) Infus vesicant
(c) Kegagalan akses vena perifer
(d) Kebutuhan garam elektrolit tertentu, cairan hiperosmolar, zat vasoaktif, zat sitotoksik,
dan beberapa antibiotik.
(e) Membutuhkan resusitasi cepat atau banyak
Komplikasi pemasangan CVC meliputi masalah prosedur, infeksi, trombosis, dan
malposisi. Infeksi dan trombosis cenderung bersifat subakut atau kronis, sedangkan
komplikasi prosedural biasanya muncul lebih cepat. Malposisi dapat terjadi awal atau akhir
setelah pemasangan. Pengalaman teknis berdampak signifikan terhadap komplikasi dan
kegagalan pemasangan.
o AKSES VASKULAR HEMODIALISIS
Akses vaskular adalah istilah yang berasal dari bahasa lnggris yang berarti jalan untuk
memudahkan mengeluarkan darah yang diperlukan dari pembuluhnya, kegunaan akses
vaskular dalam kasus gagal ginjal menahun adalah untuk keperluan hemodialisa (cuci darah).
Akses vaskular hemodialisa adalah jalur/tempat masuk ke pembuluh darah yang diperlukan
selama proses cuci darah (hemodialisa) pada pasien-pasien gagal ginjal (Noor, 2022).
Pemakaian akses HD standar dengan AV shunt menempati proporsi terbanyak (75,2%)
walaupun penusukan langsung pada vena femoralis masih dilakukan (10,5%). Penggunaan
akses langsung ini tidak dapat dihindarkan di Indonesia dengan berbagai keterbatasan pada
beberapa unit (PERNEFRI, 2019).
Pasien gagal ginjal mengalami masalah dimana ginjalnya tidak bisa membuang
produk sisa tubuh dan cairan yang berlebihan. Produk sisa dan cairan tubuh yang berlebihan
ini berbahaya bagi kesehatan. Hemodialisa adalah suatu prosedur untuk mengambil produk
sisa tubuh dan cairan tubuh yang berlebihan tersebut. Hemodialisa dilakukan rutin 2-3 kali
seminggu tergantung kebutuhan pasien. Akses vaskular membantu proses cuci darah tersebut.
Dengan adanya kateter hemodialisa maka darah dapat ditarik ke mesin cuci darah untuk
dibuang produk sisa dan cairan yang berlebihan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh.
Akses vaskular yang adekuat (baik) adalah akses vaskular yang dapat memberikan aliran
darah minimal 200-300 mL/menit. Akses tersebut memerlukan perawatan agar bebas dari
infeksi, stenosis tromboembolik dan aneurisma.
Akses vaskuler dipakai sebagai sarana hubungan sirkulasi antara sirkulasi darah di
tubuh pasien dengan sirkulasi darah ekstrakorporeal (di luar tubuh pasien). Pada tindakan HD,
dibutuhkan 2 kanulasi/2 lubang/site aliran darah pada setiap akses vaskuler, yaitu sebagai
aliran inlet dan outlet. Aliran inlet adalah aliran yang membawa darah dari akses vaskuler
tubuh pasien menuju dialiser/ginjal buatan. Aliran outlet adalah aliran darah dari
dialiser/ginjal buatan menuju akses vaskuler tubuh pasien. Sirkulasi ekstrakorporeal
merupakan sirkulasi yang ada di Arterial Venous Blood Line (AVBL) dan kompartemen
darah pada dialiser.
Menurut Nikmah, (2015) terdapat 2 kategori tempat inserting hemodialisis yaitu :
o Akses vaskuler Permanen
Akses vaskuler Permanen, dipakai terus menerus dan menetap untuk jangka waktu
panjang. Ada tiga tipe Akses vaskuler yang dapat dipakai jangka panjang untuk tindakan
HD, yaitu:
a) AV shunt atau AV Fistula
Arteriovenous fistulae (AVF) dikerjakan melalui prosedur operasi anastomisis
antara arteri brakhialis dan vena sefalika pada tangan kiri pasien. Kecepatan aliran
darah berkisar antara 800-1000 mL/menit. AVF dapat dilakukan 34 bulan sebelum
hemodialisis diberikan dengan tujuan agar terjadi proses kematangan jaringan pada
daerah anastomisis saat hemodialisis dilakukan (Nikmah, 2015).
AV shunt dibuat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas fungsi dialisis dan
mengurangi risiko serta komplikasi yang dapat terjadi pada akses vaskuler lainnya dasar
pemasangan kateter vena sentral (RSUP Dr. Sardjito, 2022). Sambungan yang dilakukan
dengan AV shunt akan meningkatkan aliran darah dengan cepat. Hal ini mengakibatkan
perbesaran pada arteri dan vena. Selain itu terjadi juga penebalan dinding terutama pada
pembuluh darah vena. Setelah dilakukan operasi AV shunt mengalami peningkatan
kecepatan aliran darah. Aliran darah yang awalnya 21,6 ± 20,8 ml/menit meningkat
menjadi 208 ± 175 ml/menit setelah operasi. Aliran ini dapat meningkat hingga 600
sampai 1200 ml/menit (Sebayang & Hidayat, 2020).
Indikasi pasien yang harus dilakukan A-V Shunt adalah pasien yang memerlukan
tindakan hemodialisis yang berulang dan dalam jangka waktu yang panjang (National
Kidney Foundation, 2022). Kontra indikasi A-V Shunt adalah pada vena yang telah
dilakukan penusukkan jarum untuk akses cairan intravena, vena seksi, dan trauma. Selain
itu, kontra indikasi A-V Shunt adalah pada vena yang telah mengalami pengapuran/
kalsifikasi dan apabila dilakukan tes Allen, terdapat hasil abnormal pada aliran arteri
(Wicaksono & Sagiran, 2015). Allen test Tes Allen digunakan untuk menilai aliran darah
kolateral ke tangan.

Kapan dan Apa alasannya Perawat Harus Menyarankan Pasien Operasi AV – Shunt
Sarankan pasien secepat mungkin untuk dilakukan AV-Shunt setelah dinyatakan menderita gagal
ginjal tahap akhir dan harus HD tetapi biasanya pasien sudah disarankan oleh dokter penyakit
dalam bahkan sebelum HD dimulai. Dengan harapan memudahkan ahli bedah untuk memilih
pembuluh darah yang baik karena belum terkena trauma akses saat HD atau pengobatan intravenus
yang lain, selain itu pemakaian area femoralis untuk akses HD sangat beresiko untuk jangka
panjang.
Dengan operasi AV-Shunt sedini mungkin diharapkan juga pembuluh darah arteri dan vena belum
terkena komplikasi lebih lanjut dari penyakit seperti hipertensi dan diabetes melitus yang dapat
menyebabkan ding-ding pembuluh darah menjadi tebal dan mengalami diseksi.
Penebalan pembuluh darah biasanya terjadi karena arterosklerosis dan hiperplasia sel pada
pembuluh darah akibat penyakit kronis. Diseksi terjadi karena adanya ploriferasi intima yang
disebabkan oleh vasokontriksi pembuluh darah seperti pada hipertensi yang akhirnya terjadi
tekanan tinggi pada tunika media sehingga bagian tunika intima dan adventisia menjadi terpisah.
Pada pemotongan pembuluh darah yang mengalami diseksi terlihat seperti adanya dua ding-ding
pembuluh darah.

Persiapan Yang Harus Dilakukan Perawat Sebelum Operasi AV – Shunt


Berikan informasi yang jelas pada pasien karena sering terjadi kesalah pahaman. Pasien sering
menganggap Operasi AV-Shunt adalah pemasangan alat untuk HD padahal hanya
menyambungkan pembuluh darah yang ada pada tubuh pasien.
Penting untuk perawat untuk menghindari akses vaskular ( outlet ) pada tangan yang akan
dilakukan operasi.
Lakukan program free heparin sebelum dilakukan operasi, menurut literatur sebaiknya heparin
tidak diberikan 6-8 jam sebelum operasi dan diharapkan tidak diberikan kembali setelah 12 jam
post operasi atau dikondisikan sampai luka operasi mengering.
Latihan dibutuhkan pada pasien yang mempunyai pembuluh darah yang sangat kecil saat di
insfeksi atau palpasi.
Sebelum operasi perawat HD bisa melakukan palpasi pada arteri radialis dan ulnaris untuk
merasakan kuat tidaknya aliran darah arterinya kemudian dilaporkan ke ahli bedah.bila salah satu
arteri (a.radilis/a.ulnaris ) tidak teraba dan tidak ditemukan dengan alat penditeksi ( dopler ) maka
kontra indikasi untuk dilakukan AV-Shunt. ( Ronco : 2004, Sumer DS, 1987, Suzane C,2002 ).

o Faktor-faktor Pertimbangan Pembuatan Akses Vaskular Banyak faktor pertimbangan dalam


membuat akses vascular pada pasien HD, tergantung pada klinis dan apakah GGA atau GGK.
Faktor - faktor pertimbangan pembuatan akses vaskular antara lain:
- Usia
- Derajat gangguan dan kemungkinan pulih tidaknya fungsi ginjal
- Tekanan darah dan status hidrasi
- Adanya komplikasi
- Keadaan pembuluh lengan
- Derajat kedaruratan untuk memulai dialysis
o Keuntungan dan kerugian AV-shunt
Keuntungan pemakaian AV shunt dapat digunakan untuk waktu beberapa tahun,
sedikit terjadi infeksi, aliran darahnya tinggi dan memiliki sedikit komplikasi seperti
thrombosis. Sedangkan kerugiannya adalah memerlukan waktu cukup lama sekitar 6 bulan
atau lebih sampai fistula siap dipakai dan dapat gagal karena fistula tidak matur atau karena
gangguan masalah kesehatan lainnya (Nikmah, 2015).
4. Perawatan Post Operasi AV Shunt

• Penting mengkaji (termasuk deteksi madiri oleh pasien): flow, thrill, kekenyalan
pembuluh (manual maupun dengan pencitraan/USG,dopler) , observasi area op terhadap
resiko infeksi dan komplikasi lainnya.
• Pasien diminta melatih tangan (KDOQI merekomendasikan penggunaan seluruh tangan
dari pada hanya menggerakan jari- jari tangan, gunakan untuk aktifitas biasa_ latihan
fisik secara wajar)
• Bergerak bebas namun hati-hati supaya tidak terbentur
• Area anastomosis jangan tertindih pada saat tidur
• Hindari pemakaian aksesoris di area AVF, pakaian terlalu ketat
• Hindari infud dan mengukur TD di area AVF
• Menjaga kebersihan area AVF
• Kondisi hipovolemia sedapat mungkin dihindari karena berisiko terhadap pematangan
dan kematian AVF karena thrombosis
• Catat kondisi dan maturasi AV Fistula
• Perubahan dibandingkan dengan ekstremitas sebelah

o Komplikasi
Komplikasi pemasangan AV-shunt menurut Sebayang dan Hidayat (2020) adalah
gagal pirau, stenosis pada kaki vena proksimal (48%), thrombosis (9%), aneurisma (7%),
gagal jantung karena pirau terlalu besar (lebih besar dari 20% cardiac output), arterial steal
syndrome dan iskemia distal (1,6%), hipertensi vena distal dari shunt pembengkakan,
hiperpigmentasi, indurasi kulit dan terkadang terjadi ulserasi. Beberapa Komplikasi pada AV
Shunt yaitu :
- Trombosis Pada Awal Pasca Bedah (early thrombosis)
Terjadi aneurisma vena dan trombosis sebagai komplikasi tusukan jarum
hemodialisa berkali-kali di tempat yang berdekatan.Tusukan jarum hemodialisa
berkali-kali di tempat yang terlalu dekat, akan mengganggu kesembuhan dinding vena
di tempat itu, sehingga menimbulkan kelemahan dinding berupa anerisma, trombosis,
clan perdarahan karena anerisma yang pecah. Pada kasus ini dilakukan penutupan AV
shunt dengan melakukan ligasi menggunakan benang silk 1-0 pada pembuluh vena
dekat anastomosis. Sering timbul sumbatan trombus yang terjadi awal pada beberapa
jam sampai 1- 2 jam pascaoperasi. Hal tersebut umumnya akibat kesalahan teknik
operasi (penjahitan yang menimbulkan penyempitan lumen pembuluh, pemilihan
pembuluh yang terlalu kecil dan berdinding tipis (biasanya vena yang di dekat
permukaan), kualitas pembuluh yang tidak baik karena sudah ada thrombus - trombus
pada pembuluh tersebut). Walaupun demikian trombosis dapat pula terjadi akibat
penurunan volume darah intravaskular sehingga menimbulkan hipotensi. Bila volume
yang menurun tersebut tidak segera diperbaiki maka trombosis akan menimbulkan
penyumbatan menetap. Hipotensi dapat pula disebabkan penarikan cairan tubuh pasien
oleh hemodialisis, muntah-muntah, diarrhea, yang selanjutnya menimbulkan trombosis
yang menyumbat AV shunt.
- Sumbatan trombus yang terjadi belakangan ( Late Trombosis)
Biasanya beberapa bulan sampai beberapa tahun pascaoperasi, dapat terjadi
dengan sebab yang ditunjukkan di atas, tetapi bukan oleh kesalahan teknik operasi.
Biasanya disebabkan:
(1) Hipotensi akibat kehilangan darah, infark miokard, oleh muntah-muntah, mencret,
clan lain-lainnya atau seperti diterangkan di atas.
(2) Penyempitan pembuluh vena oleh hiperplasia endothelium akibat tekanan darah
tinggi pada bagian vena dekat anastomosis.
(3) Penyempitan akibat trauma tusukan jarum hemodialisis, trauma tekanan misalnya
oleh tensimeter atau tertindih saat beristirahat/tidur.
(4) Anerisma vena akibat tekanan aliran darah tinggi, menimbulkan arus turbulen
sehingga memudahkan terbentuknya trombus. Thrombus juga dapat terjadi karena
penurunan volume darah intravascular yang menimbulkan hipotensi.
(Gallieni:2013, Yuwono:2009). Terjadinya thrombus juga dapat dicegah dengan
anamneses yang baik terhadap kematangan dan menghindari resiko kegagalan
dalam melakukan akses vaskuler, evaaluasi yang baik oleh ahli bedah dan perawat
HD|.Robin and colleagues (2003) mengatakan bahwa perawat memiliki keakuratan
dalam mengidentifikasi kematangan AVFistula sebagai akses vaskuler HD.
Thrombosis terjadi sekitar 17% pada pasien dengan AV-Fistula (Beathard :2003)
Bila AV shunt tersebut tersumbat oleh trombus (trombosis), maka harus dibuat lagi
AV-Fistula yang baru, karena biasanya penderita terlambat (setelah beberapa hani)
memberitahukannya kepada dokter. Dalam keadaan tertentu di mana tidak dapat
ditemukan vena yang baik, maka harus digunakan pembuluh darah buatan
(prosthesis, protesa) seperti politetrafluoroetilen (PTFE, Goretex). Keadaan yang
memaksa untuk menggunakan protesa pembuluh darah adalah pada penderita
Diabetes mellitus (pada kasus di mana gula darah tidakterkontrol sehingga dapat
terjadi arteri dan vena pada lengan telah tersumbat di beberapa tempat oleh proses
endapan lemak clan trombus, sehingga AVshunt yang dibuat akan tersumbat pula)
kegemukan (pada kásus mi lemak subkutis—di bawah kulit—terlalu tebal sehingga
walaupun vena cukup besar akan menjadi kendala bagi perabaan vena tersebut
ketika hemodialisis), pembuluh sudah banyak digunakan pada operasi sebelumnya
(trauma operasi pada jaringan mengakibatkan proses jaringan parut berupa fibrosis
yang menimbulkan kesulitan untuk menemukan pembuluh darah yang diperlukan).

o Aneurisma vena
Aneurisma vena adalah pelebaran dinding vena akibat dinding vena tersebut yang
tipis yang mendapat aliran darah bertekanan tinggi. Aneurisma mi adalah perubahan yang

wajar yang terjadi pada setiap penderita yang memiliki AV shunt, karena sebelum vena
dihubungkan dengan arteri, tekanan darah yang mengalir dalam vena bertekanan rendah.
Setelah vena tersebut dihubungkan dengan arteri, maka darah yang mengalir di dalam vena
adalah berasal dari anteri yang bertekanan tinggi. Komplikasi ini sering dialami setelah
beberapa bulan pascabedah, tetapi tidak memerlukan tindakan bedah bila kulit di atasnya
masih cukup kuat, atau bila tidak pecah/ruptur.
Aneurisma ini dapat ditusuk jarum dialysis tanpa menimbulkan ruptur bila dilakukan hati-
hati, yaitu ditusuk pada bagian yang kulit di atasnya masih cukup kuail tebal. Bila anerisma
menjadi terlalu besar clan menimbulkan keluhan nyeri, anerisma tersebut harus dilakukan reparasi
melalui operasi untuk memperbaiki pelebaran dinding vena tersebut. Aneurisma banyak terjadi
pada pasien dengan hipertensi sedang-berat, dengan adamya aliran yang tinggi ke area venus hasil
anastomosis maka endotel vascular akan mengalami hyperplasia dan hipertropi sebagai
kompensasasi, aneurisama sebenarnya tidak bermasalah jika memang tidak terlalu besar,
menimbulkan sakit dan memiliki resiko rupture. Aneurisma juga terjadi disertai dengan adanya
stenosis karena adanya invasi fistula yang berulang terutama jika akses dilakukan pada tempat
yang sama.
o Arterial Steal Syndrome (ASS)
Steal (aliran darah arteri tercuri) menyebabkan dingin pada perabaan tangan, nyeri clan
kesemutan, otot lemah pada jar-jar tangan di bagian distal dari luka operasi AV shunt. Gejala
tersebut semakin terasa pada saat dilakukan hemodialisis. Bila steal mi dibiarkan, dapat
menimbulkan kerusakan menetap jaringan neuromuscular tangan, karena steal tersebut
menyebabkan jumlah darah berkurang yang mengalir ke bagian distal dari lokasi operasi AV shunt
sehingga menimbulkan iskhemia jaringan, dan kemudian terjadi luka pada ujung-ujung jar
(nekrosis, gangren). Diagnosis arterial steal syndrome dilakukan dengan beberapa cara atau
gabungan dari beberapa cara yaitu : pemeriksaan fisik dan anamnesa riwayat, pemeriksaan dengan
Doppler dan arteriogram (J Vasc Nurs:2012). Arterial steal syndrom di tegakan dengan adanya
tanda tanda klinis pada bagian distal AV Fistula seperti kepucatan, hilang atau menurunnya nadi,
gejala gejala persarapan seperti kesemutan, rasa terbakar, mati rasa, kematian dan tanda - tanda
iskemik jaringan atau jari-jari tangan ( Zamani et.al (2009). Untuk mengatasinya harus segera
menutup AV shunt. Kemudian membuat AV shunt yang baru di tempat lain dengan harapan tidak
terjadi steal di tempat baru tersebut (diusahakan agar jangan di tempat yang sama, sebaiknya dari
pergelangan pindah ke tempat yang lebih proksimal atau di Fossa cubiti atau pindah ke lengan
lainnya, lubang anastomosis antara arteri dan vena jangan terlalu besar). Pengalaman operasi AV
shunt yang dikerjakan oleh penulis pada pasien di berbagai kota di Indonesia, belum pernah
sekalipun menemukan komplikasi semacam mi dari hasil operasi yang dilakukan penulis. Steal
tersebut dapat dicegah bila diameter anastomosis (antara arteri dan vena) tidak melebihi diameter
arterinya (sebaiknya 75% diameter arteri). Steal lebih sering dijumpal pada anastomosis
menggunakan A.Brachialis (di lengan atas) dari pada anastomosis di pergelangan tangan
(A.Radialis).

o Hipertensi vena
Komplikasi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah vena bagian distal dan lokasi operasi
anastomosis AV, sehingga menimbulkan pembengkakan jaringan. Keadaan ini dapat pula
menimbulkan infeksi bakteri akibat adanya gangguan drainase vena (terhambatnya aliran vena
akan memudahkan timbulnya infeksi), atau infeksi bakteri yang terjadi primer menimbulkan
pembengkakan (edema) jaringan yang mengganggu aliran darah vena, akibatnya akan terjadi
hipertensi vena. Dengan' pemberian antibiotika yang cukup, biasanya infeksi bakteri teratasi,
pembengkakan pun mereda.
Adapun gejala hipertensi pada vena yaitu pembengkakan, perubahan warna kulit dan
hiperpigmentasi. Penyebabnya stenosis, obstruksi pada vena, ulserasi dan nyeri. Bila hipertensi
vena disebabkan oleh adanya gangguan drainase vena (aliran darah vena tidak menuju ke arah
jantung, tetapi akibat adanya sumbatan maka aliran menjadi berbalik menuju tangan), sehingga
menimbulkan pembengkakan tangan yang akut, dan menyebabkan tangan menjadi kaku serta
nyeri. Pada kasus tersebut penanggulangannya adalah dengan melakukan operasi untuk menutup
AVshunt (cukup dengan melakukan operasi ligasi atau mengikat vena pada AV shunt sehingga
tidak ada lagi aliran darah dari arteri ke vena).
o Infeksi
lnfeksi bakteri dapat terjadi dengan gejala pembengkakan, kulit berwarna kemerahan, nyeri,
peningkatan suhu di tempat tersebut. Keadaan daya tahan imunologi penderita gagal ginjal
menahun biasanya relatif rendah, sehingga mudah mengalami infeksi. Pencegahannya adalah
dengan tindakan aseptik (kain steril, duk bolong) dan antiseptik (povidon-iodine 10% atau
Betadine, alkohol 70%) ketika penusukan jarum dialisa. Tetapi bila infeksi sudah terjadi harus
diberikan antibiotik, analgetika selama paling sedikit 5 hari. Untuk membantu mempercepat
berkurangnya pembengkakan dapat diberikan tablet Diosmin Hesperidin (Ardium, sehari 2 X 1
tablet sesudah makan, selama 7 hari berturut - turut).
o Stenosis
Stenosis ini disebabkan oleh hiperplasia intima dan fibromuskular pada saluran aliran vena.
Penyebab :
o Pseudoaneurysma
o Cedera dinding/ intima vaskular k/ tusukan jarum t.u k/ ketidak tepatan
penusukan/kegagalan penusukan, adanya efek iskemik, cedera akibat kanulasi berulang
dan fibrosis.
o Turbulensi aliran darah
Tanda stenosis AV-Fistula :
🞂 Area yang mengeras di sepanjang pembuluh darah
🞂 Pembekuan ekstrakorporeal : Clooting berulang
🞂 Bruit hanya di area anstomosis
🞂 Perubahan bruit , termasuk penyebaran bruit ke luar area venus anastomosiskan
🞂 Nilai Kt / V menurun (Nilai Resirkulasi > 10 %)
🞂 Pendarahan pasca dialisis yang berkepanjangan.
🞂 Penempatan jarum yang sulit.
🞂 Tekanan yang meningkat pada venus monitor mesin HD (tergantung cabang vaskular di
sekitar aliran outlet/venus.

⮚ Cara Mengatasi Cedera pada kanulasi :


Untuk setiap infiltrasi (ditandai pembengkakan ringan) lakukan penekanan dng es selama
minimal 10 menit dan, jika dialisis tetap dilanjutkan QB jangan dulu di naikan. Jika dianggap
infiltrasi sedang : jarum harus di lepas dan penekanan manual dilakukan di area infiltrasi. Jika
infiltrasi besar dan dialisis tetap harus dilanjutkan maka pemindahan akses ke bagian proksimal
dpt dilakukan , jika ini tdk mungkin maka lepaskan akses dan lakukan penekanan manual dengan
es selama 30 menit. Jika hematom berkembang maka penilaian area akses harus dilakukan
pengukuran pembengkakan, bruit, sirkulasi ke bagian distal dari anastomosis. Penggunaan
ultrasound/dopler dapat membantu arah dan penempatan jarum saat kanulasi untuk menghindari
cedera.

⮚ Pelepasan Fistula :
- Di tekan dengan media steril seperti deper/kasa.
- Penekanan tidak terlalu kuat , secukupnya dan tidak di koyak atau di putar-putar.
- Tdk menekan saat semua jarum masih masuk di dlm pembuluh darah, biarkan jarum keluar
lebih dari ½ nya baru di tekan/ setelah ujung jarum di tarik secepatnya di tekan.
- Penekanan ± 5 menit baru di evaluasi, masihkah keluar darah, jangan terlalu cepat
mengangkat tekanan/dep
- Penting mengevaluasi pembengkakan dan respon nyeri setelah pelepasan fistula.

⮚ Perawatan Av-Fistula
1. Jaga agar tetap kering sebelum luka sembuh.
2. Perhatikan adanya perdarahan.
3. Tanyakan kepada dokter kapan bisa mulai melakukan latihan, seperti meremas
bola karet, untuk membantu akses matang dan siap digunakan.
4. Hubungi dokter jika :
a. Perhatikan kemerahan, nyeri, bengkak, atau perasaan hangat area akses
b. Merasa sesak napas
c. Memiliki gejala mirip flu
d. Memiliki suhu tinggi
e. Tanyakan perawat di rumah sakit untuk menunjukkan cara memeriksa AV
Fistula baik selama di rumah : untuk getaran (disebut "sensasi") atau untuk suara
(disebut "bruit" diucapkan ).Jika getaran (thrill) atau suara (bruit) dari akses Anda
tidak ada atau tampak berbeda, hubungi tim perawatan dialisis. Ini bisa berarti
akses tidak bekerja dengan baik.
5. Cuci akses setiap hari dengan sabun antibakteri.
6. Jangan garuk akses menggunakan kuku, karena kuku sumber infeksi.
7. Melakukan desinfeksi sebelum melakukan akses.
8. Perawat atau teknisi seharusnya pakai masker bedah, pelindung wajah,
9. Gunakan sarung tangan saat melakukan inisiasi
10. Hindari batuk atau bersin selama melakukan perawatan akses
11. Tekanan pasca dicabutnya fistula tidak perlu terlalu kuat dan harus tepat diatas
bekas jarum fistula.
12. Beritahukan tim perawatan dialisis jika area aksesnya sakit, bengkak, merah, atau
terasa panas. Ini bisa menjadi tanda infeksi.
13. Jangan biarkan siapa pun mengukur tekanan darah pada area akses AF Fistula.
14. Jangan biarkan siapa pun mengambil darah dari lengan akses ketika tidak dalam
proses dialisis.

b) AV Graft
Arteriovenous Graft adalah suatu pembedahan dengan menempatkan graft
polytetrafluooethylene pada lengan bawah atau lengan atas. Keuntungannya adalah graft ini dapat
dipakai dalam waktu setelah 4 minggu, kerugiannya adalah dapat terjadi thrombosis, stenosis dan
infeksi lebih tinggi dari pemakaian AV shunt (KDOQI, 2019). Berbeda degan AV fistula yang
menggunakan pembuluh darah asli yang memerlukan waktu untuk matang sekitar 2 sampai 3
bulan, alat ini hanya memerlukan waktu 2 sampai 4 minggu sebelum dapat digunakan. Tetapi AV
graft ini sering mengalami kegagalan dalam bentuk trombus dan infeksi. Trombus sering terbentuk
didalam graft sehingga terjadi hambatan aliran darah kemesin HD. Diperlukan perawatan yang
lebih telaten untuk akses vaskular yang menggunakan graft.

KANULASI AVG

⮚ Lakukan kanulasi dengan “teknik aseptik”


⮚ Sintetic graf yang paling populer adalah Polytetrafluoroethylene (PTFE) atau Teflon graf
⮚ Graf yang lurus (Straight grafs): menghubungkan antara arteri radialis dan vena basilica
dekat fossa antecubiti. Kedua ujung graf terletak pada bagian sisi vena dan sisi arteri
⮚ Graf yang lengkung (Loop grafs): umumnya dipasang pada lengan bawah yaitu antara vena
basilica dan arteri brachialis, namun bisa juga dipasang ditempat lain
⮚ Graf ini tidak bisa segera dipakai, biarkan 2-4 minggu, harus dilakukan oleh perawat yang
berpengalaman dan penuh pengawasan, dengan menggunakan sudut 45°.
Akses vaskuler Temporer
Akses yang dipakai hanya dalam jangka waktu tertentu /jangka pendek dan tidak menetap.
Akses perkutaneus menggunakan kanula atau kateter yang dimasukkan ke vena mayor atau vena
besar. Kateter digunakan sementara apabila anastomosis fistula belum matang. Pemasangan
kateter dapat berupa satu atau dua lumen yang dimasukkan dengan menggunakan anastesi lokal
atau general. Ketepatan posisi kateter dapat dicek melalui sinar X-ray (Pratama, 2017).
Penggunaan Akses vaskuler ini dapat dilakukan melalui kanulasi Femoralis (arteri atau vena),
kanulasi arteri brakhialis, dan kanulasi dengan menggunakan kateter HD non cuffed pada Vena
sentral dan Central Venous Catheter HD/CVC HD jenis Tunneled Cuffed double lumen Catheter.
CVC adalah akses vaskuler yang paling sering digunakan untuk HD pada pasien anak di Amerika
Utara, ada 78,9 % dengan CVC, 12,3 % dengan AVF dan sisanya dengan AVG (Chand Deepa H.,
et al, 2009).Kateter HD memiliki 2 kategori, yaitu :

2.1 Komplikasi CVC HD secara umum

Komplikasi
Segera Jangka panjang
Tertusuk arteri Stenosis vena sentral
Pneumothoraks Trombosis
Hemothorax Infeksi
Disritmia Vascular Stricture
Emboli Udara Trauma pleksus brachialis

Perforasi vena atau cardiac chamber N. recurrent Laryngeal

Tamponade Pericardial (Bila pemasangan di kiri)

Infeksi kateter vena sentral


Infeksi dapat menjadi penyebab kateter HD dilepas dan menyebabkan peningkatan angka
kesakitan dan angka kematian. Menurut US Renal Data System (2006), penyebab paling sering
CVC cuff dilepas karena adanya infeksi dan angka kejadian sepsis karena CVC mendekati 80 per
100 orang per tahun.Infeksi juga karena penggunaan kateter merupakan masalah utama. Infeksi
terjadi akibat migrasi mikroorganisme dari kulit pasien melalui lokasi tusukan kateter dan turun
ke permukaan luar kateter atau dari kateter yang terkontaminasi selama prosedur hemodialisis.
Infeksi kateter HD dapat disebabkan karena migrasi flora kulit dari pasien melalui exit site atau
ujung kateter pada saat insersi yang menyebabkan terjadinya kolonisasi bakteremia. Kontaminasi
melalui lumen serta tutupnya pada saat flushing, (Pre-Post HD) dan koneksi HD.
Menurut National Kidney Fondation and Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(NKF K/DOQI) (2006), faktor predisposisi infeksi aliran darah pada pasien HD adalah adanya
diabetes, atherosklerosis perifer, durasi penggunaan kateter yang lama, riwayat infeksi yang sama
sebelumnya, Infeksi lokal dan Staphilococcus Aureus di saluran hidung, proses pembedahan dan
iron overload. Kejadian Infeksi CVC/Kateter HD diantaranya dapat melalui :
1. Infeksi
- Infeksi Exit Site, yang ditandai dengan adanya erythema dan atau adanya krustae atau
cairan yg tidak purulen, lekositosis, suhu badan > 38°C dan hasil kultur darah positif.
- Infeksi Tunnel, yang ditandai adanya eksudat yang purulen/bernanah keluar dari exit site,
panas dan nyeri tekan pada sepanjang tunnel.
- Infeksi Sistemik
Tipikal dari infeksi ini adalah adanya peningkatan suhu badan yang tinggi durante HD,
tidak selalu disertai adanya tanda-tanda infeksi CVC dan terjadi leukositosis. Pada jam pertama
pasien HD, Leukositosis dapat pula terjadi karena penggunaan membran celluloce, namun pada
kasus ini kemungkinan itu harus disingkirkan. Untuk memastikan hal itu karena adanya infeksi
kateter HD, lakukan kultur darah dengan mengambil darah dari vena perifer dan melalui vena dari
kateter HD.
Manajemen Infeksi kateter vena sentral
Penggunaan antibiotik vancomicin dan gentamicin. Vancomycin intravena dengan dosis
20 mg/kg diberikan / minggu, sedangkan gentamicin , sedangkan gentamicin dengan dosis 1 – 2
mg/kg diberikan setiap selesai HD. Penggunaan vancomycin yang berlebihan menyebabakan
resistensi yang cukup tinggi. Lakukan kultur darah ulang setelah pemberian 2 – 4 hari antibiotik,
bila hasil kutur masih positif makan kateter vena sentral harus dilepas, harus dilakukan evaluasi
adanya komplikasi yang ditimbulkan seperti endokarditis atau metastatic infection.
Pencabutan kateter dilakukan apabila setelah pemberian antibiotik yang adekuat > 5 hari
tetapi hasil kultur masih positif, apabila disertai infeksi exit site atau tunel yang ditandai adanya
warna merah dan pus yang keluar dari exit site, infeksi disebab kan oleh jamur atau fungsi kateter
sudah tidak baik atau tidak lancar dikarenakan bekuan darah atau trombus terinfeksi harus
dicurigai apabila ada keluhan menggigil pada saat vena kateter digunakan.
Durasi penggunaan kateter HD merupakan salah satu faktor risiko yang kuat untuk
terjadinya infeksi. Untuk mengurangi terjadinya risiko infeksi, NKF-K/DOQI, merekomendasikan
bahwa kateter HD temporer maksimum penggunaannya hanya 7 hari, dan jika diinsersikan di
jugularis maksimum penggunaannya adalah selama 3 minggu (White J.J., et al, 2008). Gunakanlah
kateter HD jenis tunnel cuff, jika durasi penggunaannya ingin lebih lama.NKF- K/DOQI (2006)
dalam American Journal of Kidney Diseases (2006), juga merekomendasikan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan kateter HD dan cara perawatan exit site kateter HD :
- Gunakanlah teknik aseptik Lakukan cuci tangan dengan benar dengan 6 langkah, sebelum
melakukan tindakan terhadap kateter HD
- Pakai masker baik untuk staf maupun pasien
- Gunakanlah sarung tangan steril tiap tindakan
- Area yang sudah didesinfeksi/dibersihkan dengan antiseptik jangan disentuh “teknik non
touch”. Ulangi prosedur desinfeksi jika area tersebut tersentuh
- Jangan biarkan lumen terbuka pada setiap tindakan, pastikan tutup atau spuit selalu
terpasang dikedua ujung lumen. antiseptik yang bisa digunakan adalah: chlorhexidine 2 %
dan alkohol 70 % atau chlorhexidine aqueous atau povidone Iodine (sesuai protokol
institusi masing-masing)
- Lakukan desinfeksi kulit di area insersi dengan tahapan sebagai berikut:
- Lakukan swab/desinfeksi kulit secara melingkar dari dalam (area insersi) ke arah luar
- Diameter desinfeksi adalah 10 cm
- Ulangi desinfeksi (2 x swab) dengan desinfeksi yang beda/baru
- Jangan di swab dengan kasa kering, biarkan desinfektan sampai kering
- Tutup dengan kasa bethadine atau plester transparan
- Lakukan desinfeksi area ujung kateter antara kateter dan tutupnya dengan 2 kali swab:
Swab antara kateter dan tutup, Swab juga kateter sampai dengan 10 cm kearah kateter, dan
jangan ditaruh/dilepas setelah didesinfeksi
PRINSIP PERAWATAN CVC HD
- Selalu menggunakan teknik aseptik, “non touch” saat melakukan perawatan kateter HD.
- Kateter HD sebaiknya hanya untuk tindakan dialisis saja, tidak untuk yang lain.
- “Larutan pengunci” selalu digunakan pada akhir HD. Larutan yang dipakai sangat
bervariasi tergantung dengan panduan praktek masing-masing institusi
- “Larutan pengunci” harus dikeluarkan/diaspirasi sebelum tindakan dialisis, kemudian
dilakukan bilas dengan NaCl 0,9 %.
- Lakukan pembilasan sebelum dan setelah HD dengan NaCl 0,9 % minimum 10 ml atau
sampai dengan jernih. Pembilasan ini dilakukan setelah aspirasi “larutan pengunci” dan
sebelum memberikan “larutan pengunci” di akhir HD.
Kateter HD
- Harus selalu menempel pada kulit pasien
- Jangan menarik kateter
- Jahitan pada kateter non tunnel harus selalu ada selama kateter masih dipakai
- Jahitan pada tunnel dilepas setelah 10-20 hari
- Perawatan exit site:
- Balutan/kasa pada exit site harus diganti jika kotor, lembab, terbuka dan basah.
- Perhatikan tanda-tanda infeksi exit site: bengkak, kemerahan, terasa panas, nyeri dan
adanya cairan eksudat
- Edukasi pasien:
- Bila pasien pulang masih terpasang kateter HD, anjurkan pasien untuk merawat kateternya
agar tidak basah, tidak kotor dan balutan tidak terbuka.
- Pastikan pasien dan keluarganya paham pentingnya perawatan kateter HD.
- Anjurkan pasien untuk melaporkan jika terjadi masalah yang berhubungan dengan kateter
HD.
MANAJEMEN KOMPLIKASI AKSES VASKULER
Komplikasi pada akses vaskuler hemodialisis dapat terjadi pada saat HD berlangsung, pre-
HD, maupun post HD. Manajemen untuk mengatasi komplikasi ini tergantung dari tipe akses
vaskulernya, bentuk komplikasinya, kapan terjadinya, dan faktor yang menyebabkan komplikasi
itu terjadi. Secara umum komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut
● BLEEDING/INFILTRASI/HEMATOMA
Bleeding (perdarahan), bisa terjadi pada tipe akses vaskuler apa saja, dan kejadian
ini seringkali diikuti dengan adanya infiltrasi dan hematoma pada jaringan di bawah kulit.
Pada AVF, AVG dan kanulasi femoralis, bleeding bisa terjadi pre treatment (saat kanulasi),
selama treatment, post treatment (saat pelepasan jarum fistula), baik inlet maupun outlet.
Bleeding bisa terjadi karena, rapuhnya dinding pembuluh darah, trauma kanulasi,
ketidakadekuatan penekanan pada area exit site fistula.
Manajemen komplikasinya adalah sebagai berikut:
● Upaya pencegahan saat kanulasi:
● Jarum fistula tidak boleh diputar
● Hindari penggunaan vena kecil
● Bilas dengan normal salin (NaCl 0,9 %) untuk meyakinkan bahwa posisi jarum sudah tepat
masuk pada pembuluh darah dan tidak ada hematoma atau pembengkakan
● Upaya pencegahan saat treatment:
● Fiksasi jarum fistula dengan benar dan kuat
● Edukasi pasien untuk mengurangi aktivitas/gerakan pada ekstrimitas yang ada jarum
fistulanya
● Lakukan monitoring dengan baik area akses vaskuler selama HD berjalan
● Upaya pencegahan saat pelepasan jarum fistula:
● Hindari penekanan yang terlalu kuat pada kasa desinfeksi diarea exit site.
● Lakukan pelepasan jarum dengan sudut yang sama seperti saat insersi.
● Lakukan penekanan pada area exit site jarum fistula dengan 2-3 jari tangan.
● Lakukan penekanan 10-12 menit (jangan diintip sebelum 10 menit).
● Upaya perawatan jika terjadi infiltrasi:
● Jika terjadi pada AVF atau AVG, posisikan tangan lebih tinggi dari jantung (posisi elevasi).
● Kompres dingin dengan es setelah terjadi infiltrasi/hematoma, dan dilakukan setiap 20
menit (20 menit dingin, 20 menit off) selama 24 jam.
● Kompres hangat setelah 24 jam
● Fistula diistirahatkan terlebih dahulu
● Kolaborasikan dengan tim HD dan juga dengan dokter bedah ataupun nephrologist, jika
terjadi hematoma berulang
● Edukasi pasien cara mengatasi perdarahan dirumah (jika terjadi perdarahan lagi di rumah),
yaitu:
● Tambahkan kasa steril atau ganti kasa pada area perdarahan dan lakukan penekanan
dengan 2-3 jari
● Beritahu pasien tipe dan lokasi akses vaskuler yang mengalami perdarahan
● Beritahu dan berikan nama serta no telepon dokter ahli bedah yang bisa dihubungi
● Beritahu alamat rumah sakit terdekat yang bisa dihubungi jika terjadi
perdarahan yang sulit berhenti

STENOSIS, THROMBOSIS, ANEURISMA


Komplikasi stenosis, thrombosis dan aneurisma paling sering terjadi karena adanya kerusakan
dinding pembuluh yang diakibatkan adanya trauma dinding pembuluh. Trauma dinding pembuluh
bisa menimbulkan thrombus, dan penyempitan dinding pembuluh (stenosis). Stenosis bisa
menyebabkan aliran balik dan terjadilah ketegangan dan kerapuhan dinding pembuluh dan
terjadilah aneurisma. Pada aneurisma, pada saat pelepasan jarum fistula terjadilah
ketidakadekuatan pembekuan darah sehingga terjadilah lesi yang lebih besar dan ekstravasasi
pembuluh darah. Manajemen komplikasinya adalah sebagai berikut :
Upaya Pencegahan
● Hindari terjadinya trauma pembuluh darah, baik karena kanulasi atau pada saat
pembedahan
● Lakukan kanulasi dengan cara berputar pada area akses vaskuler (“Rope Ladder”)
● Lakukan monitoring akses vaskuler dengan baik saat tindakan
hemodialisis berlangsung
● Lakukan pelepasan jarum fistula dengan benar
● Upaya Perawatan
● Jika terjadi stenosis, thrombosis ataupun aneurisma, kolaborasikan dengan dokter Bedah
dan Nephrologist
● Lakukan kanulasi bukan pada area stenosis, thrombosis, maupun aneurisma (hindari area
tersebut)
STEAL SINDROM
Komplikasi steal sindrome bisa terjadi kapan saja dan umumnya terjadi pada akses vaskuler AVF
dan AVG. Pada jaringan tangan terjadi hipoksia oksigen. Jika diketahui tanda- tanda adanya steal
sindrome, segera kolaborasikan dengan dokter bedah.
ALIRAN DARAH TIDAK ADEKUAT
Aliran darah yang tidak adekuat pada AVF, AVG maupun femoralis bisa disebabkan karena:
Posisi atau lokasi jarum yang tidak tepat saat kanulasi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat
diatasi dengan merubah posisi jarum atau merubah lokasi dan arah jarum fistula. Pembuluh darah
yang kecil atau rapuh, jika hal ini terjadi kolaborasikan dengan dokter bedah. AVF atau AVG yang
tidak matur/belum matur, kolaborasikan dengan dokter bedah dan segera lakukan exercise.
Apabila aliran darah yang tidak adekuat terjadi pada akses vaskuler dengan menggunakan CVC
HD, kemungkinan bisa disebabkan karena malposisi kateter. Manajemen untuk mengatasi hal
tersebut adalah:
● Atur posisi pasien dan upayakan pasien untuk nafas dalam.
● Kolaborasi dengan dokter untuk foto rongent
● Adanya oklusi (thrombus, stenosis, formasi fibrin, kingking, kelipat), Jika terjadinya
kingkin atau kelipat di lumen luar dapat dimanipulasi dengan membetulkan lipatan lumen
atau kingking.
● Jika terjadi oklusi trombus atau formasi fibrin, bisa diberikan obat trombolitik (al:aktivator
plasminogen atau urokinase) dengan dikolaborasikan ke dokter yang melakukan insersi.

INFEKSI
Komplikasi infeksi dapat terjadi pada semua akses vaskuler, namun demikian infeksi CVC HD
lebih sering terjadi, kemudian AVG dan AVF. Manajemen komplikasi infeksi adalah sebagai
berikut:
- Upaya pencegahan

⮚ Selalu gunakan teknik aseptik “non touch” pada setiap tindakan


⮚ Penggunaan APD dengan benar
⮚ Selalu lakukan cuci tangan 6 langkah: setiap kali berhubungan dengan pasien,
antara satu pasien ke pasien lain, setelah dari pasien, setelah kontak dengan pasien
dan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan
⮚ Lakukan perawatan akses vaskuler dengan benar.
Upaya terapi dan perawatan

⮚ Infeksi sistemik pada CVC HD, kolaborasikan dengan dokter untuk:


⮚ Pengambilan sampel darah untuk kultur dari darah perifer dan dari lumen
⮚ Pemberian antibiotik
⮚ Infeksi Tunnel dan Exit site, kolaborasikan dengan dokter untuk:
⮚ Pengambilan kultur cairan dari exit site
⮚ Dressing exit site dengan antiseptik apabila balutan basah
⮚ Pemberian antibiotik
⮚ Infeksi AVF dan AVG:
⮚ Dressing/ganti balutan dengan teknik aseptik, jika ada luka
⮚ Kolaborasi dokter untuk pemberian antibiotik
⮚ Pengambilan sampel darah untuk kultur
⮚ Pengambilan kultur cairan jika ada luka basah
Survival rate dan life time dari akses vaskuler dipengaruhi oleh faktor mekanik dan faktor
medik. Pemilihan tipe akses vaskuler, penentuan kapan harus dilakukan akses, kondisi pasien,
riwayat penyakit, kompetensi pembuat akses, kompetensi pemakai atau kanulator serta
penggunaan maupun perawatan yang benar dari akses vaskuler itu sendiri mempunyai pengaruh
yang sangat besar dengan life time akses vaskuler yang adekuat untuk Hemodialisis. Life time
akses vaskuler akan menjamin pasien mendapatkan HD yang adekuat sehingga akan didapatkan
peningkatan kualitas dan harapan hidup yang optimal pada pasien- pasien yang menjalani HD. HD
bekerja dengan menggunakan prinsip osmosis dan filtrasi, Untuk pelaksanaan HD diperlukan
suatu akses jangka panjang yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai