Nim : P07524419061
Kelas : 1B
Prodi : D-IV
TERAPI INTRAVENA
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan
obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien. Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan
merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini risiko tinggi
terjadinya infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAIs) yang
akan menambah tingginya biaya perawatan dan waktu perawatan. Tindakan pemasangan
infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang
telah ditetapkan. Pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai kondisi
penderita di semua lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapi
utama. Sebanyak 70% pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi cairan infus
(Jeli, 2014). Dalam tindakan pemasangan infus, prinsip hubungan sosial, resiprositas
(hubungan timbal balik) dan validasi sosial juga tidak kalah penting dan berpengaruh
terhadap sebuah kepatuhan. Dalam hal ini erat kaitannya dengan dukungan rekan kerja
maupun atasan. Aspek yang dinilai pada dukungan rekan kerja meliputi komunikasi dan
kesediaan rekan kerja serta atasan dalam membantu pelaksanaan pemasangan infus. Pada
penelitian ini didapatkan semua responden tidak patuh terhadap SOP pemasangan infus
(Jeli, 2014). Menurut Baradero (2013) Standar Operasional Prosedur (SOP) memasang
selang infus yang digunakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia adalah cuci
tangan, dekatkan alat, jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan
dirasakan selama pemasangan infus, atur posisi pasien berbaring, siapkan cairan dengan
menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan pada standar infus,
menentukan area vena yang akan ditusuk, pasang alas, pasang tourniket pembendung ±
15 cm diatas vena yang akan ditusuk, pakai sarung tangan, desinfeksi area yang akan
ditusuk dengan diameter 5-10 cm, tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap
ke jantung, pastikan jarum IV masuk ke vena, sambungkan jarum IV dengan selang infus,
lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi, tutup area insersi dengan kasa kering
kemudian plester, atur tetesan infus sesuai program medis, lepas sarung tangan, pasang
label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana, tanggal dan jam pelaksanaan,
bereskan alat, cuci tangan, dan observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada
dokumentasi keperawatan Pemasangan infus atau terapi intravena yang dilakukan secara
terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan meningkatkan
terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah flebitis. Flebitis
merupakan peradangan pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan oleh iritasi
mekanik, kimia atau sumber bakteri (mikro organisme) yang dapat menyebabkan
pembentukan trombus (Jeli, 2014). Infeksi nosokomial (INOS) merupakan infeksi yang
diperoleh atau terjadi di rumah sakit. Kejadian infeksi nosokomial belum diimbangi
dengan pemahaman tentang bagaimana mencegah dan mengatasi secara baik. Karena itu
perlu pemahaman yang baik tentang cara penyebaran infeksi yang mungkin terjadi di
rumah sakit. Penyebaran infeksi nosokomial di rumah sakit umumnya terjadi melalui tiga
cara yaitu melalui udara, percikan dan kontak langsung dengan pasien. Hal ini dapat
dicegah melalui perilaku cuci tangan (hand hygiene) petugas kesehatan di rumah sakit
(Fauzia, 2018). Perawat profesional yang bertugas dalam memberikan pelayanan
kesehatan tidak terlepas dari kepatuhan perilaku perawat dalam setiap tindakan
prosedural yang bersifat invasif seperti halnya pemasangan infus.
Rute intravena adalah cara tercepat untuk mengirimkan obat - obatan dan penggantian
cairan ke seluruh tubuh, karena dimasukkan langsung ke dalam sirkulasi . Terapi
intravena dapat digunakan untuk penggantian volume cairan, untuk memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit , untuk memberikan obat-obatan, dan untuk transfusi darah .
Jenis akses
Sistem intravena dapat dikategorikan berdasarkan jenis vena yang dimasukkan tabung,
yang disebut kateter, bermuara.
Garis tepi
Garis tengah
Jalur IV sentral memiliki kateter yang dimajukan melalui vena dan bermuara di vena
sentral yang besar (vena di dalam batang tubuh), biasanya vena kava superior , vena kava
inferior, atau bahkan atrium kanan jantung.
Indikasi untuk jalur sentral di atas jalur IV perifer yang lebih umum biasanya mencakup
akses vena perifer yang buruk untuk PIV. Indikasi umum lainnya adalah ketika pasien
memerlukan infus dalam jangka waktu lama, seperti terapi antibiotik selama beberapa
minggu untuk osteomielitis. Indikasi lain adalah bila zat yang akan diberikan dapat
mengiritasi lapisan pembuluh darah seperti nutrisi parenteral total , yang kandungan
glukosanya tinggi dapat merusak pembuluh darah, dan beberapa
regimen kemoterapi . Ada lebih sedikit kerusakan pada pembuluh darah karena vena
sentral memiliki diameter yang lebih besar daripada vena perifer, memiliki aliran darah
yang lebih cepat, dan akan menjadi encer karena dengan cepat didistribusikan ke seluruh
tubuh. Vasopresor (seperti norepinefrin, vasopresin, epinefrin, fenilefrin, dan lain-lain)
biasanya diinfuskan melalui jalur sentral untuk meminimalkan risiko ekstravasasi .
Keuntungan lain adalah bahwa beberapa obat dapat diberikan sekaligus, bahkan jika obat
tersebut tidak kompatibel secara kimiawi dalam satu tabung karena ada ruang untuk
beberapa kompartemen paralel (lumina) di dalam kateter. Secara umum diyakini bahwa
fluida dapat didorong lebih cepat melalui jalur sentral; akan tetapi, diameter setiap lumen
seringkali lebih kecil daripada diameter kanula perifer berdiameter besar. Pengasuh juga
dapat mengukur tekanan vena sentral dan variabel fisiologis lainnya melalui jalur
sentral. Mereka juga lebih panjang dan, seperti yang dicerminkan oleh hukum Poiseuille ,
membutuhkan tekanan lebih tinggi untuk mencapai aliran yang sama, semua variabel lain
dianggap sama.
Ada beberapa jenis akses IV sentral, tergantung pada rute yang diambil kateter dari luar
tubuh ke vena.
PICC dapat memiliki tabung dan konektor tunggal (lumen tunggal), dua kompartemen
(lumen ganda) atau tiga (lumen tiga), masing-masing dengan konektor eksternalnya
sendiri. PICC yang dapat diinjeksi daya sekarang tersedia juga. Dari luar, PICC lumen
tunggal menyerupai garis IV perifer, kecuali bahwa tubingnya sedikit lebih lebar.
Tempat penyisipan membutuhkan perlindungan yang lebih baik daripada jalur IV perifer,
karena risiko infeksi serius yang lebih tinggi jika bakteri berjalan ke atas kateter. Namun,
PICC memiliki risiko infeksi sistemik yang lebih kecil dibandingkan dengan jalur IV
sentral lainnya, karena tempat penyisipan biasanya lebih dingin dan lebih kering daripada
situs yang biasanya digunakan untuk jalur sentral lainnya. Ini membantu memperlambat
pertumbuhan bakteri yang dapat mencapai aliran darah dengan berjalan di bawah kulit di
sepanjang bagian luar kateter.
Keuntungan utama PICC dibandingkan jenis jalur sentral lainnya adalah lebih aman
untuk dipasang dengan risiko perdarahan tak terkendali yang relatif rendah dan pada
dasarnya tidak ada risiko kerusakan paru-paru atau pembuluh darah utama. Meskipun
pelatihan khusus diperlukan, PICC tidak memerlukan tingkat keahlian seorang dokter
atau ahli bedah. Ini juga tidak mengganggu secara eksternal, dan dengan kebersihan dan
perawatan yang tepat dapat dibiarkan selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun jika
diperlukan untuk pasien yang membutuhkan perawatan jangka panjang.
Kerugian utama adalah bahwa itu harus dimasukkan dan kemudian berjalan melalui vena
perifer yang relatif kecil yang dapat mengambil jalur yang kurang dapat diprediksi
menuju vena kava superior dan oleh karena itu agak lebih memakan waktu dan lebih sulit
secara teknis untuk ditempatkan pada beberapa pasien. . Saat PICC berjalan melalui
ketiak, ia juga dapat tertekuk, menyebabkan fungsi yang buruk.
Garis Terowongan
Garis Hickman, sejenis kateter terowongan, yang dimasukkan melalui kulit di dada dan
dimasukkan melalui terowongan untuk dimasukkan ke dalam vena jugularis di
tenggorokan
Sementara beberapa jalur sentral kateternya melewati kulit dan kemudian langsung ke
vena, jalur sentral lain yang disebut "kateter terowongan" masuk melalui kulit dan
kemudian melewati atau "terowongan" jarak yang signifikan sebelum dimasukkan ke
dalam vena. Ini mengurangi risiko infeksi, karena bakteri dari permukaan kulit tidak
dapat masuk langsung ke pembuluh darah. Kateter ini sering dibuat dari bahan yang
tahan infeksi dan pembekuan. Ini termasuk jalur Hickman atau kateter Broviac.
Jenis ketiga adalah kateter garis tengah yang dimasukkan ke dalam vena perifer dan
masuk melalui vena, mirip dengan jalur IV perifer, tetapi tidak sampai ke vena sentral.
Alternatif
Jika akses intravena tidak tersedia, infus intraoseus dapat digunakan sebagai rute
pemberian alternatif.
Jenis infus
Infus kontinyu
Sekunder IV
Tubing dari kantong cairan yang diberikan yang terhubung langsung ke pasien disebut
pipa primer. Setiap IV tambahan yang akan diberikan dihubungkan ke pipa primer dan
disebut IV sekunder, atau piggyback IV; ini dilakukan daripada menempatkan banyak
kateter pada pasien. Saat memberikan pengobatan IV sekunder, kantong primer dipegang
lebih rendah dari kantong sekunder sehingga obat sekunder dapat mengalir ke dalam
tabung primer, daripada cairan dari kantong primer yang mengalir ke tabung
sekunder. Cairan dari kantung primer diperlukan untuk membantu menyiram sisa obat
dari IV sekunder dari selang ke pasien.
IV push
Beberapa obat juga diberikan melalui IV "push" atau bolus. Jarum suntik yang berisi obat
dihubungkan ke port akses di pipa utama dan obat diberikan melalui port
tersebut. Plunger jarum suntik ditekan perlahan, jika dapat mengiritasi vena atau
menyebabkan efek yang terlalu cepat. Obat-obatan tertentu, seperti kalium, tidak boleh
diberikan dengan dorongan IV karena lonjakan obat dalam darah dari dorongan IV bisa
berakibat fatal. Setelah obat disuntikkan ke dalam aliran cairan dari tabung IV, harus ada
cara untuk memastikan bahwa obat tersebut masuk dari tabung ke pasien. Biasanya, hal
ini dilakukan dengan membiarkan aliran cairan mengalir secara normal dan dengan
demikian membawa obat ke dalam aliran darah; Namun, suntikan cairan kedua kadang-
kadang digunakan, "siram", setelah suntikan untuk mendorong obat ke dalam aliran darah
lebih cepat.
Penggunaan medis
Kantong IV pada tiang yang terhubung ke jalur IV
Zat yang dapat diinfuskan secara intravena termasuk pembesar volume, produk berbasis
darah, pengganti darah, obat-obatan dan nutrisi.
Pembesar volume
Ada dua tipe utama dari volume expander: kristaloid dan koloid. Kristaloid adalah larutan
air garam mineral atau molekul larut air lainnya. Koloid mengandung molekul tidak larut
yang lebih besar, seperti gelatin . Darah adalah koloid.
Cara terbaik untuk menentukan apakah seseorang akan mendapat manfaat dari cairan
adalah dengan melakukan peningkatan kaki pasif diikuti dengan mengukur keluaran dari
jantung . [3]
Pengobatan
Obat dapat dicampur ke dalam cairan yang disebutkan di atas. Dibandingkan dengan jalur
pemberian lainnya , seperti obat oral , jalur intravena adalah cara tercepat untuk
mengantarkan cairan dan obat ke seluruh tubuh. Ketersediaan hayati obat IV adalah
100%, tidak seperti obat oral di mana banyak obat hilang dalam pencernaan sebelum
memasuki sirkulasi. Jenis obat tertentu hanya dapat diberikan secara intravena, seperti
bila tidak ada serapan yang mencukupi oleh rute administrasi lain
seperti enteral . Contohnya termasuk imunoglobulin intravena dan propofol .
Pengganti darah (juga disebut 'darah buatan' atau 'pengganti darah') adalah zat buatan
yang bertujuan untuk memberikan alternatif produk berbasis darah yang diperoleh dari
donor. Pengganti darah utama yang digunakan saat ini adalah pembesar volume seperti
kristaloid dan koloid yang disebutkan di atas. Juga, muncul 'pengganti pembawa oksigen'.
Solusi penyangga
Peralatan
Set infus IV standar terdiri dari wadah cairan yang telah diisi sebelumnya dan steril (botol
kaca, botol plastik, atau kantong plastik) dengan penutup yang memungkinkan cairan
mengalir satu tetes pada satu waktu, sehingga mudah untuk melihat laju aliran ( dan juga
mengurangi gelembung udara); tabung steril panjang dengan penjepit untuk mengatur
atau menghentikan aliran; konektor untuk dipasang ke perangkat akses; dan Y-set untuk
memungkinkan "piggybacking" dari infus lain diatur ke baris yang sama, misalnya,
menambahkan dosis antibiotik ke tetesan cairan yang terus menerus.
Pompa infus
Pompa infus memungkinkan kontrol yang tepat atas laju aliran dan jumlah total yang
dikirimkan. Volume yang akan diinfuskan (VTBI) dari kantung IV jalur utama biasanya
diprogram untuk sekitar 50 mililiter kurang dari volume kantung IV yang dinyatakan
untuk menghindari saluran infus atau tabung mengering. VTBI untuk tas sekunder atau
piggybag biasanya harus diprogram untuk 30 sampai 50 mililiter lebih dari yang
dinyatakan dalam kantong IV obat, untuk memastikan bahwa selain kantong
dikosongkan, seluruh dosis obat disiram melalui infus pipa dari tas arus utama. Karena
desainnya, saluran IV sekunder yang pendek tidak bisa kering. Dengan demikian,
perawat terdaftar memprogram pompa IV untuk kantong 50 mililiter volume antibiotik
IV yang akan diinfuskan (VTBI) untuk setidaknya 80 mililiter. Kantong antibiotik 100
mililiter biasanya membutuhkan VTBI sekitar 140 mililiter. Dalam kasus di mana
perubahan laju aliran tidak akan berdampak serius, atau jika pompa tidak tersedia, tetesan
sering dibiarkan mengalir hanya dengan menempatkan kantong di atas ketinggian pasien
dan menggunakan penjepit untuk mengatur laju; ini adalah titik gravitasi.
jarum suntik
Bentuk akses intravena yang paling sederhana adalah dengan
memasukkan jarum berlubang melalui kulit langsung ke vena. Jarum ini dapat
dihubungkan langsung ke semprit (digunakan baik untuk mengeluarkan darah atau
mengirimkan isinya ke dalam aliran darah) atau dapat dihubungkan ke pipa yang panjang
dan dari situ sistem pengambilan atau infus mana pun yang diinginkan.
Tempat yang paling nyaman seringkali adalah lengan, terutama vena di punggung tangan,
atau vena kubital median di siku, tetapi vena yang dapat diidentifikasi dapat
digunakan. Seringkali perlu menggunakan tourniquet yang membatasi drainase vena pada
ekstremitas dan membuat vena membengkak. Setelah jarum terpasang, biasanya jarum
suntik ditarik kembali sedikit untuk menyedot darah, sehingga memverifikasi bahwa
jarum benar-benar ada di pembuluh darah. Torniket harus dilepas sebelum penyuntikan
untuk mencegah ekstravasasi obat.
Ruang tetes
Kanula perifer
Untuk membuat prosedur lebih dapat ditoleransi untuk anak-anak, staf medis dapat
mengoleskan anestesi lokal topikal (seperti EMLA atau Ametop ) ke kulit area
venipuncture yang dipilih sekitar 45 menit sebelumnya.
Bagian kateter yang tetap berada di luar kulit disebut hub penghubung; dapat
dihubungkan ke semprit atau jalur infus intravena, atau ditutup dengan
kunci heplock atau saline, sambungan tanpa jarum yang diisi dengan sejumlah kecil
larutan heparin atau larutan garam untuk mencegah pembekuan, di antara penggunaan
kateter. Kanula porting memiliki port injeksi di bagian atas yang sering digunakan untuk
pemberian obat.
Dalam kasus syok, kateter vena sentral, kateter sentral yang dimasukkan secara perifer
(PICC), pemotongan vena atau infus intraoseus mungkin diperlukan.
Jika kanula tidak ditempatkan dengan benar, atau vena sangat rapuh dan pecah, darah
dapat keluar ke jaringan sekitarnya, situasi ini dikenal sebagai vena yang pecah atau
"jaringan". Menggunakan kanula ini untuk memberikan obat
menyebabkan ekstravasasi obat yang dapat menyebabkan edema , menyebabkan nyeri
dan kerusakan jaringan, dan bahkan nekrosis tergantung pada obatnya. Orang yang
mencoba mendapatkan akses harus menemukan lokasi akses baru yang berada di dekat
area "ledakan" untuk mencegah ekstravasasi obat melalui vena yang rusak. Untuk alasan
ini, disarankan untuk menempatkan kanula pertama di vena paling distal yang tepat.
Jika pasien membutuhkan akses vena yang sering, vena dapat meninggalkan parut dan
menyempit, membuat akses di masa mendatang sangat sulit atau tidak mungkin.
IV perifer tidak dapat ditinggalkan di vena untuk waktu yang tidak ditentukan karena
khawatir akan risiko infeksi dan flebitis, di antara komplikasi potensial lainnya. Namun,
penelitian terbaru menemukan bahwa tidak ada peningkatan risiko komplikasi pada
pasien yang infusnya diganti hanya ketika diindikasikan secara klinis dibandingkan
pasien yang infusnya diganti secara rutin. Oleh karena itu, mengganti IV hanya menjadi
lebih umum jika diindikasikan secara klinis. Tidak perlu mengganti IV perifer lebih
sering dari 72-96 jam selama IV dipasang secara aseptik.
Pemotongan kateter adalah komplikasi yang sangat jarang terjadi, tetapi bahaya yang
sangat nyata. Pemotongan terjadi ketika bagian dari kateter dipotong oleh tepi trochar
yang miring tajam. Bagian yang dicukur mungkin benar-benar terpisah dari badan utama
kateter, dan menjadi mengambang bebas di aliran darah. Sebagian besar waktu, ini
disebabkan oleh teknik yang buruk, tetapi terkadang kateter yang diproduksi dengan
buruk dapat putus dari hub atau geser. Infeksi dan emboli benda asing adalah dua
ancaman bagi pasien. [ butuh rujukan ]
Kantong tekanan
Infuser cepat dapat digunakan jika pasien membutuhkan laju alir tinggi dan alat akses IV
memiliki diameter yang cukup besar untuk menampungnya. Ini bisa berupa manset tiup
yang ditempatkan di sekitar kantung cairan untuk memaksa cairan masuk ke dalam
pasien atau perangkat listrik serupa yang juga dapat memanaskan cairan yang diinfuskan.
Terapi intra vena digunakan untuk mengobati berbagai kondisi penderita disemua
lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapi utama. Terapi
intravena bermanfaat untuk memperbaiki atau mencegah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh manusia. Terapi intravena perifer digunakan untuk memberikan
terapi cairan pada klien sakit akut atau kronis (Potter & Perry,2006). Sistem terapi ini
berefek langsung, lebih cepat, lebih efektif, dapat dilakukan secara kontinu dan
penderitapu merasa lebih nyaman jika dibandingkan dengan cara yang lainnya.
Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering
dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan
menambah tingginya biaya perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas
apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang ditetapkan
(Priharjo,2008). Sebanyak 70% pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi
cairan infus. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam jangka
waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi dari
pemasangan infus, salah satunya adalah infeksi (Hindley,2004). Salah satu infeksi yang
sering ditemukan dirumah sakit adalah plebitis, HAI’s ( Health Care Infections)
mengatakan plebitis tersebut diakibatkan oleh prosedur diagnosis yang sering timbul
diantaranya plebitis. Keberhasilan pengendalian HAI’s pada tindakan pemasangan infus
bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh perilaku
petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar. Secara sederhana plebitis
berarti peradangan vena. Plebitis berat hampir selalu diikuti beku darah atau tombus pada
vena yang sakit. Plebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi
tromboplebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika
trombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk kejantung maka dapat
menimbulkan gumpalan darah seperti katub bola yang bisa menyumbat atrioventrikular
secara mendadak dan menimbulkan,kematian.
Efek merugikan
Nyeri
Suntikan secara inheren menyebabkan rasa sakit saat kulit rusak dan secara medis
invasif . Dalam kasus di mana pilihan antara terapi intravena dan pengobatan oral dapat
dibuat untuk mencapai hasil yang sama, seperti dalam kasus pengobatan dehidrasi ringan
atau sedang (dengan asumsi terapi rehidrasi oral adalah pilihan), maka seseorang harus
menghindari penggunaan terapi intravena di tempat opsi oral yang kurang invasif. Anak-
anak di unit gawat darurat yang dirawat karena dehidrasi, khususnya, memiliki hasil yang
lebih baik dengan perawatan oral karena tidak menyebabkan rasa sakit atau risiko
komplikasi suntikan.
Infeksi
Flebitis
Infiltrasi / ekstravasasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan infus atau obat secara tidak sengaja memasuki
jaringan di sekitarnya dan bukan ke pembuluh darah. Ini dapat terjadi ketika vena itu
sendiri pecah (orang tua sangat rentan terhadap vena yang rapuh karena kurangnya
jaringan pendukung), ketika vena rusak selama penyisipan perangkat akses intravaskular,
ketika perangkat tidak ditempatkan dengan benar, dari peningkatan vena porositas atau
ketika titik masuk alat ke dalam vena menjadi jalur yang resistensinya paling rendah
(misalnya jika kanula berada di dalam vena untuk beberapa waktu, vena dapat
meninggalkan bekas luka dan menutup dan satu-satunya cara agar cairan keluar adalah di
sepanjang bagian luar kanula di mana ia memasuki vena). Infiltrasi adalah pemberian
larutan / obat nonvesikan secara tidak sengaja ke dalam jaringan, yang sering terjadi
ketika tourniquet tidak dilepas tepat pada waktunya. Infiltrasi ditandai dengan kesejukan
dan pucat pada kulit serta pembengkakan atau edema yang terlokalisasi. Ini diobati
dengan melepas perangkat akses intravena dan mengangkat anggota tubuh yang terkena
sehingga cairan yang terkumpul dapat mengalir keluar. Terkadang
suntikan hyaluronidase dapat digunakan untuk mempercepat penyebaran cairan /
obat. Infiltrasi adalah salah satu efek samping yang paling umum dari terapi IV dan
biasanya tidak serius kecuali cairan infiltrasi adalah obat yang merusak jaringan di
sekitarnya, paling sering berupa agen vesikan atau kemoterapi , dalam hal ini
disebut ekstravasasi dan ekstensif. nekrosis bisa terjadi.
kelebihan cairan
Ini terjadi ketika cairan diberikan dengan kecepatan yang lebih tinggi atau volume
yang lebih besar daripada yang dapat diserap atau dikeluarkan oleh sistem. Konsekuensi
yang mungkin terjadi termasuk hipertensi , gagal jantung , dan edema paru .
Hipotermia
Ketidakseimbangan elektrolit
Pemberian larutan yang terlalu encer atau terlalu pekat dapat mengganggu
keseimbangan natrium, kalium, magnesium, klorida, dan elektrolit pasien lainnya. Pasien
rumah sakit biasanya menerima tes darah untuk memantau level ini. Ketidakseimbangan
ini penting untuk diperbaiki jika terjadi, karena dapat menyebabkan gejala
klinis ketidakseimbangan elektrolit , yang jika tidak ditangani dapat
menyebabkan asidosis / alkalosis , dan akhirnya kematian.
Embolisme
Gumpalan darah atau massa padat lainnya, serta gelembung udara, dapat dikirim
ke sirkulasi melalui infus dan akhirnya menghalangi pembuluh; ini
disebut emboli . Hampir tidak mungkin untuk menyuntikkan udara melalui infus perifer
pada tingkat yang berbahaya. Risikonya lebih besar dengan infus sentral.
Salah satu alasan vena lebih disukai daripada arteri untuk pemberian intravaskular
adalah karena alirannya akan melewati paru-paru sebelum melewati tubuh. Gelembung
udara dapat meninggalkan darah melalui paru-paru. Seorang pasien dengan pirau kanan-
ke-kiri rentan terhadap emboli dari jumlah udara yang lebih sedikit. Kematian akibat
emboli udara jarang terjadi, meskipun hal ini mungkin terjadi karena sangat sulit untuk
menentukan kapan penyebab kematian tersebut.
Glukosa
DAFTAR PUSTAKA
http://journals.umkt.ac.id/index.php/jik/article/download/98/59
file:///C:/Users/ACER/Downloads/175-489-1-PB.pdf
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Intravenous_therapy
TRANFUSI DARAH
Darah adalah cairan di dalam tubuh yang berfungsi untuk mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel- sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh
dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan
penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Hari Donor Darah Sedunia (World Blood Donor Day) diperingati setiap tanggal 14 Juni
sejak tahun 2004. Tanggal 14 Juni dipilih sebagai peringatan Hari Donor Darah Sedunia
karena pada tanggal tersebut merupakan hari kelahiran dari Karl Landsteiner, pemenang
hadiah Nobel yang menemukan sistem golongan darah A-B-0. Tujuan peringatan Hari
Donor Darah Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mendonorkan darahnya secara teratur, selain itu sebagai cara untuk berterima kasih
kepada pendonor darah atas penyumbangan darahnya untuk menyelamatkan nyawa, dan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas kebutuhan penyumbangan darah secara
sukarela dan teratur untuk menjamin kualitas, keamanan dan ketersediaan darah dan
produk darah bagi pasien yang membutuhkan.
Pelayanan darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia
sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial (Pasal
86 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 7 Tahun 2011
tentang Pelayanan Darah). Pelayanan darah dalam arti luas mencakup kepentingan publik
yang mendasar dan menjangkau kebutuhan jutaan manusia. Oleh karena itu kebijakan
pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini harus dilaksanakan dengan tetap
berlandaskan pada asas perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif serta
norma agama.
Proses transfusi darah harus memenuhi persyaratan yaitu aman bagi penyumbang darah
dan bersifat pengobatan bagi resipien. Transfusi darah bertujuan memelihara dan
mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis darah atau komponen –
komponennya agar tetap bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume darah
yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah), mengganti kekurangan
komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki
fungsi hemostatis, tindakan terapi kasus tertentu (PMI, 2007).
Tidak semua orang dapat menjadi donor, supaya transfusi tidak membahayakan donor
dan juga melindungi resipien dengan menjamin bahwa darah yang didonorkan adalah
darah yang sehat, maka darah donor harus diseleksi terlebih dahulu seperti: tidak
menderita penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C, dan orang yang tidak beresiko karena
seks bebas (Hutomo, 2011).
Transfusi darah adalah penginjeksian darah dari seseorang (yang disebut donor) ke dalam
sistem peredaran darah seseorang yang lain (yang disebut resipien). Transfusi darah tidak
pernah terjadi kecuali setelah ditemukan adanya sirkulasi darah yang tidak pernah
berhenti dalam tubuh (Abdul, 2007).
Tahun 1665 Dr. Richard Lower ahli anatomi dari Inggris berhasil mentransfusikan darah
seekor anjing pada anjing yang lain. Dua tahun kemudian Jean Baptiste Denis seorang
dokter, filsuf dan astronom dari Perancis berusaha melakukan transfusi darah pertama
kali pada manusia. Beliau mentransfusikan darah seekor anak kambing ke dalam tubuh
pasiennya yang berusia 15 tahun. Hasilnya adalah bencana yaitu kematian anak tersebut
dan dia sendiri dikenai tuduhan pembunuhan. Sejak ssat itu, terjadi stagnasi panjang
dalam bidang transfusi darah terapan (Fikih, 2007).
Sekitar 150 tahun kemudian, tepatnya tahun 1818 Dr. James Blundell dari Rumah Sakit
St, Thomas and Guy berhasil melakukan transfusi darah dari manusia ke manusia untuk
pertama kali. Beliau berhasil melakukannya setelah menemukan alat transfusi darah
secara langsung dan mengingatkan bahwa hanya darah manusia yang dapat
ditransfusikan ke manusia. Akan tetapi alat yang diciptakan oleh Dr. Lower itu baru bisa
digunakan secara umum tahun 1901. Tepat pada tahun itu, Karl Landsteiner ilmuwan dari
Wina berhasil menemukan jenis-jenis darah. Menurut temuan ini, jika jenis darah yang
ditransfusikan tidak cocok maka terjadi penggumpalan sel darah merah, yang akan
berlanjut pada kerusakan masing-masing darah tersebut (Abdul, 2007).
1.Kehilangan darah akut, bila 20–30% total volume darah hilang dan perdarahan masih
terus terjadi.
2.Anemia berat.
3.Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan
sebagai tambahan dari pemberian antibiotik).
Keputusan melakukan transfusi harus selalu berdasarkan penilaian yang tepat dari segi
klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium. Seseorang membutuhkan darah bila
jumlah sel komponen darahnya tidak mencukupi untuk menjalankan fungsinya secara
normal. Sel darah merah indikatornya adalah kadar hemoglobin (Hb). Indikasi transfusi
secara umum adalah bila kadar Hb menunjukkan kurang dari 7 g/dl (Hb normal pada pria
adalah 13-18 g/dl sedangkan pada perempuan adalah 12-16 g/dl).
1. Sebelum transfusi
Dokter harus menentukan jenis serta jumlah kantong darah yang akan diberikan. Oleh
karena itu klien harus menjalani pemeriksaan laboratorium darah lengkap terlebih dahulu,
untuk mengetahui kadar Hb. Dokter dapat menentukan secara pasti apakah klien
menderita anemia atau tidak berdasarkan keadaan klinis klien serta pemeriksaan darah,
selain itu juga untuk menentukan jenis transfusi. Misalnya klien dengan kadar trombosit
yang sangat rendah jenis transfusi yang akan dipilih adalah transfusi trombosit. Selain itu
klien juga ditimbang berat badannya karena menentukan jumlah darah yang akan
diberikan. Dokter juga perlu menetapkan target kadar Hb yang ingin dicapai setelah
transfusi. Hal tersebut disebabkan karena selisih antara target kadar Hb dengan Hb
sebelum ditransfusi berbanding lurus dengan jumlah darah yang akan ditransfusi.
1. Selama transfusi
Dalam pemberiannya transfusi harus diberikan secara bertahap, sedikit demi sedikit,
karena dapat menyebabkan gagal jantung akibat beban kerja jantung yang bertambah
secara mendadak.
1. Golongan darah dan rhesus
Golongan darah dan rhesus harus sama antara pendonor dan resipien.
darah atau tipe. Golongan darah terdiri dari A, B, AB, dan O. Seseorang memiliki
antibodi terhadap plasma dari golongan darah yang lain. Seseorang dengan
lain. Rhesus ada dua jenis yaitu rhesus positif dan rhesus negatif. Orang Indonesia
kebanyakan rhesusnya positif (+). Darah donor yang tidak cocok dengan darah
resipien (penerima) maka dapat terjadi reaksi yang dapat membahayakan klien.
Whole blood atau darah lengkap pada transfusi adalah darah yang diambil
dari donor menggunakan container atau kantong darah dengan antikoagulan yang
steril dan bebas pyrogen. Whole blood merupakan sumber komponen darah yang
utama (Anonim, 2002). Whole blood diambil dari pendonor ± 450-500 ml darah
Packed Red Cell (PRC) adalah suatu konsentrat eritrosit yang berasal dari
sebanyak 100 ml yang berisi salin, adenin, glukosa, dengan atau tanpa manitol
1. Trombosit
Trombosit dibuat dari konsentrat whole blood (buffy coat), dan diberikan pada
pasien dengan perdarahan karena trombositopenia. Produk trombosit harus
Fresh Frozen Plasma (FFP) adalah plasma segar yang dibekukan dalam waktu 8
jam dan disimpan pada suhu minimal -20°C dapat bertahan 1 tahun, yang berisi
kekurangan faktor koagulasi yang masih belum jelas dan defisiensi anti-
thrombin
III. FFP berisi plasma, semua faktor pembekuan stabil dan labil, komplemen
dari protein plasma. Volume sekitar 200 sampai 250 ml. Setiap unit FFP
% pada orang dewasa, dosis inisial adalah 10-15 ml/kg (Harlinda, 2006 ).
Darah yang diambil langsung dari donor yang disebut whole blood bercampur dengan
antikoagulan yang sudah tersedia dalam kantong darah. Darah lengkap mempunyai
komponen utama yaitu eritrosit, trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Satu
unit kantong darah lengkap berisi 450 ml darah dan 63 ml antikoagulan. Di Indonesia, 1
kantong darah lengkap berisi 250 ml darah dengan 37 mlantikoagulan, ada juga yang 1
unit kantong berisi 350 ml darah dengan antikoagulan. Suhu simpan antara 2-4ºC. Satu
unit darah (250-450 ml) dengan antikoagulan sebanyak 15 ml / 100 ml darah (Sudoyo,
2009).
Masa penyimpanan whole blood ada dua, yaitu darah segar (fresh blood), darah yang
disimpan kurang dari 6 jam, masih lengkap mengandung trombosit dan faktor
pembekuan labil, serta darah yang disimpan (stored blood), yaitu darah yang sudah
disimpan lebih dari 6 jam. Darah dapat disimpan maksimal sampai dengan 35 hari.
Whole blood berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit dan plasma secara
bersamaan. Dilakukannya transfusi whole blood harus melalui uji cocok serasi mayor
dan minor antara darah donor dan pasien. Peningkatan hemoglobin post transfusi 450
mL darah lengkap adalah sebesar 0.9-1.2 g/dl dan peningkatan hematokrit 3-4 %
(Chunaeni, 2012).
Indikasi
WB harus dicadangkan untuk pendarahan medis atau bedah yang parah, misalnya
selama pendarahan saluran makanan yang cepat atau pada trauma mayor saat diperlukan
pemulihan daya angkut oksigen, volume, dan faktor pembekuan. Bahkan pada syok
hemoragik, kombinasi sel darah merah dan larutan kristaloid atau koloid biasanya
efektif, pada keadaan darurat, pergantian volum secara cepat biasanya mendahului
penggantian sel darah merah dan cairan resusitasi bebas sel harus digunakan apabila
jenis darah resipien sedang ditentukan, bila deficit sel darah merah kritis, diindikasikan
pemberian sel darah merah tipe O atau untuk spesifik tipe yang tidak dicocokkan
terlebih dahulu. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah
dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan, misalnya pada pendarahan aktif
dengan kehilangan darah lebih dari 25-30 % volume darah total (Sudoyo, 2009).
Kontra Indikasi
Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia kronik yang
PRC merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan dengan
berarti menghilangnya 125-150 ml plasma dari satu unitnya. PRC merupakan pilihan
utama untuk anemia kronik karena volumenya yang lebih kecil dibandingkan dengan
whole blood. Setiap unit PRC mempunyai volume kira-kira 128-240 ml, tergantung
volume kadar hemoglobin donor dan proses separasi komponen awal. Volume darah
PRC dibuat khusus di dalam kantong plastik pada saat segera setelah donasi darah
diputar secara khusus sehingga terpisah dari komponen-komponen lain, jauh lebih baik
dan lebih tahan lama disimpan. Packed cells dibuat dengan cara pengendapan darah
didalam botol lalu bagian plasmanya disedot keluar tidak menghasilkan komponen yang
ideal karena sudah terbuka resiko kontaminasi pada waktu penghisapan. Waktu
penyimpanannya hanya sampai 24 jam didalam alat pendingin darah (Depkes RI, 2008).
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan hemoglobin klien tanpa menaikkan
kemungkinan penularan penyakit dan reaksi imunologis, volume darah yang diberikan
lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang serta komponen darah lainnya
Indikasi
PRC digunakan pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume darah,
misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik, leukemia akut,
leukimia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal kronis, dan perdarahan-
perdarahan kronis yang ada tanda “oxygen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi,
pusing dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxygen need hilang, biasanya pada
hemoglobin 8-10 gr/dl. Transfusi PRC hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb < 7
g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik atau
penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat
diterima.Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila
laboratorium.Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada
lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung
iskemik berat).
Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah molekul protein yang ada dalam eritrosit yang berfungsi membawa
oksigen keseluruh jaringan tubuh, memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan
dengan oksigen membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah, melalui fungsi ini
senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara
kimia dan jumlah Hb/100 ml darah digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa
Sebuah molekul hemoglobin memiliki empat gugus hem yang mengandung besi fero
dan empat rantai globin Satu molekul hem mengandung satu atom besi, satu protein
globin yang hanya dapat mengikat satu molekul hem. Hemoglobin berada di dalam
eritrosit yang berfungsi mengikat oksigen di paru- paru dan melepaskan oksigen tersebut
Hemoglobin berfungsi antara lain untuk mengikat dan membawa oksigen dari paru paru
ke seluruh jaringan tubuh, mengikat dan membawa CO2 dari seluruh jaringan tubuh ke
paru paru, memberi warna merah pada darah, dan mempertahankan keseimbangan
Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran- butiran darah
merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml
darah disebut “100 persen” (Evelyn, 2009).
Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar
hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO telah menetapkan
batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin. Nilai normal untuk
kadar hemoglobin antara 13-18 g/dl untuk laki-laki dan 12-16 g/dl untuk wanita atau
8.1-11.2 milimol/L untuk laki-laki dan 7.4-9.9 milimol/L untuk wanita (WHO dalam
Arisman, 2004).
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin
diantaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.
Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu
sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains
dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau
yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk
dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Hemoglobin pada
manusia dewasa berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), terdiri dari masing-
masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara non kovalen. Subunit-subunitnya
mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat
molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi
sekitar 64,000 Dalton.Pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan
porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/loka ikatan
oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin
empat molekul oksigen. Molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan
oksigen bergantung pada keberadaan gugus prastitik yang disebut heme. Gugus heme
yang menyebabkan darah berwarna merah, terdiri dari komponen anorganik dan pusat
atom besi. Komponen organik yang disebut protoporfirin terbentuk dari empat cincin
pirol yang dihubungkan oleh jembatan meterna membentuk cincin tetra pirol. Empat
gugus mitral dan gugus vinil dan dua sisi rantai propionol terpasang pada cincin ini
darah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan
sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal inilah yang menjadi
alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan anemia. Jika nilainya kurang
dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan
Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh
dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru- paru untuk dikeluarkan
dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen dalam menerima, menyimpan
dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh
tubuh.
kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin.
Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia
(Widayanti, 2008).
anemia gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan
kandungan hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien essensial dalam
tubuh, untuk diekskresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom, dan komponen lain
pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase.
Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam
sel otot. Kandungan ± 0,004 % berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang
disimpan sebagai feritin di dalam hati, hemosiderin didalam limfa dan sumsum tulang
(Zarianis, 2006).
Menurut Wirakusumah (2004), besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat
berjumlah lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau
hemoglobin (lebih dari 2,5 g), mioglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limfa
dan sumsum tulang (> 200-1500 mg).Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian
fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian yang merupakan
cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan non hem adalah
bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan, sedangkan besi
cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg
berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan yang biasanya
terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri
(Zarianis, 2006).
Mekanisme penderita anemia dalam keadaan hemoglobin yang rendah, untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen maka akan terjadi peningkatan denyut jantung.
Peningkatan dan pelepasan O2 oleh hemoglobin sangat tergantung dari konsentrasi 2–3
difosfogliserida (2-3DPG). Afinitas oksigen pada hemoglobin akan berkurang
2,3- difosfogliserat (2,3 DPG), setelah transfusi kadar 2,3 DPG kembali normal dalam
24 jam. Fakor pembatas dalam menentukan simpanan sel darah merah bank darah
adalah kemampuan sel darah merah beredar normal menjadi sferis karena perubahan
dalam metabolisme energi. Hal ini disertai peningkatan kekakuan sel darah merah dan
setelah beberapa lama kerusakan sel menjadi tidak reversibel, jika sel darah merah
ditransfusi pada saat penyimpanan maksimum sampai 20-30%, sel darah merah dapat
rusak dalam 24 jam, sisanya memperlihatkan umur hampir normal, sehingga dibutuhkan
waktu untuk pemeriksaan hemoglobin pasca transfusi darah pasien diambil pada 6 jam
Resiko Transfusi
Reaksi transfusi cepat, yang timbul selama transfusi sampai 48 jam sesudahnya.
Reaksi transfusi lambat, yang timbul setelah lebih dari 48 jam pasca transfusi.
2.Penularan penyakit
1.Reaksi panas
2.Reaksi alergi
3.Reaksi anafilaktik
5.Reaksi septik
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/ACER/Documents/KDPK/Pelayanan-darah-di-indonesia-2018-
final.pdf
file:///C:/Users/ACER/Documents/KDPK(KETERAMPILAN%20DALAM
%20PRAKTIK%20KEBIDANAN)/BAB%20II.pdf
https://www.slideshare.net/singgihkuyuz/tranfusi-kebidanan