Anda di halaman 1dari 33

1

MAKALAH PSIKOLOGI
Judul:
ASUHAN KEBIDANAN TERHADAP PSIKOLOGI IBU
HAMIL DI ERA PANDEMIK COVID-19
Dosen Pengampu:

1. Suryani,SST,M.Kes

DISUSUN OLEH :

Nama : Hillary Uur Uli Sianipar


NIM : (P075244019061)

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


JURUSAN KEBIDANAN
T.A 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga penulis bisa
membuat makalah yang berjudul “ASUHAN KEBIDANAN TERHADAP
PSIKOLOGI IBU HAMIL DI ERA PANDEMIK COVID-19”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu yang selalu


memberikan dukungan serta bimbingannya dan teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Medan, 15 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah..................................................................... 4

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................... 5

A. Pengertian Psikologi, Persalinan Dan Pasca Bersalin............... 5

B. Perubahan Psikologi Ibu Bersalin Dan Pasca Bersalin............. 6

C. Gambaran Kecemasan Ibu Bersalin.......................................... 14

D. Pertanyaan yang akan sering muncul dari ibu bersalin di

era pandemic COVID-19………………..………………… 18

E. Upaya yang di lakukan pada ibu bersali di era COVID-19 24

BAB III : PENUTUP................................................................................... 25

A. Kesimpulan............................................................................... 25

B. Saran.................................................................................……. 26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bencana non alam yang disebabkan oleh Corona Virus atau COVID-19 telah
berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya
cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek
sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan bencana non
alam ini sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Republik
Indonesia
Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Dalam situasi normal, kematian ibu dan kematian neonatal di Indonesia masih
menjadi tantangan besar, apalagi pada saat situasi bencana. Saat ini, Indonesia
sedang menghadapi bencana nasional non alam COVID-19 sehingga pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal menjadi salah satu layanan yang terkena dampak
baik secara akses maupun kualitas. Dikhawatirkan, hal ini menyebabkan adanya
peningkatan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir.
Dalam situasi pandemi COVID-19 ini, banyak pembatasan hampir ke semua
layananrutin termasuk pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Seperti ibu
hamil menjadi enggan ke puskesmas atau fasiltas pelayanan kesehatan lainnya
karena takut tertular, adanya anjuran menunda pemeriksaan kehamilan dan kelas
ibu hamil,serta adanya ketidaksiapan layanan dari segi tenaga dan sarana
prasarana termasuk Alat Pelindung Diri.
Pedoman ini merupakan acuan bagi ibu dan keluarga serta tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan ANC, persalinan dan PNC di masa pandemi
COVID-19.

1
Diharapkan ibu dan bayi tetap mendapatkan pelayanan esensial, faktor risiko
dapat dikenali secara dini, serta mendapatkan akses pertolongan kegawatdaruratan
dan tenaga kesehatan mendapatkan perlindungan dari tertular COVID-19.
Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya,
tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yangmembahayakan
ibu maupun janinya sehingga memerlukan pengawasan,pertolongan dan
pelayanan dengan fasilitas yang memadai (Manuaba, 1998, dikutip dalam buku
prawirohardjo Psikologi Kehamilan, 2001).Beberapa penyesuaian dibutuhkan
oleh perempuan dalam menghadapiaktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada
minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik
maupun segi psikologis.
Sebagian perempuan berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi
sebagianlainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-
gangguanpsikologis dengan berbagai gejala atau sindroma (Iskandar, 2009).Salah
satu yang harusdipersiapkan ibu menjelang persalinan yaitu hindari kepanikan
danketakutan dan bersikap tenang, dimana ibu hamil dapat melalui saat-
saatpersalinan dengan baik dan lebih siap serta meminta dukungandari orang-
orang terdekat, perhatian dan kasih sayang tentu akanmembantu memberikan
semangat untuk ibu yang akan melahirkan.Keluarga baik dari orang tua maupun
suami merupakan bagianterdekat bagi calon ibu yang dapat memberikan
pertimbangan sertabantuan sehingga bagi ibu yang akan melahirkan merupakan
motivasitersendiri sehingga lebih tabah dan lebih siap dalam
menghadapipersalinan dan pasca bersalin/nifas (Sjafriani, 2007).
Pada proses pasca bersalin juga membutuhkan dukungan yang lebih dari
keluarga dekat karena ibu pasca bersalin memiliki tingkat emosional yang lebih
sensitif sehingga dapat menimbulkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan
gangguan psikologis pascapersalinan adalah 1) adanya perasaan cemas, khawatir
ataupun was-was yangberlebihan, sedih, murung dan sering menangis tanpa ada
sebab. 2) seringmerasa kelelahan dan sakit kepala seperti migren. 3)

2
perasaanketidakmampuan misalnya mengurus si kecil dan 4) adanya perasaan
putusasa (Panji, 2009).Gangguan-gangguan emosional yang biasanya terjadi
pasca persalinansecara umum dikelompokkan menjadi tiga yaitu post-partum
blues, depresipasca partum, psikosis pascapartum dan skizofrenia (Bobak, dkk,
2005).Gangguan yang ringan seperti post partum blues bisa terjadi pada hari-
haripertama pasca persalinan (masa nifas) dan umumnya akan membaik
dengansendirinya dalam beberapa jam atau beberapa hari. Tapi umumnya
terjadisetelah pasien pulang dari rumah sakit, sekitar dua minggu atau lebih
setelahmelahirkan (Murwati,dkk, 2014). Masa nifas ini dimulai setelah plasenta
lahir danberakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil.Masa nifas ini berlangsung sekitar 6 minggu (Prawiroharjdo, 2001).
Selain itu dimasyarakat banyak kepercayaan-kepercayaan yang
dikontstruksikan dalam kehidupan ibu bersalin dan nifas. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak membawa
perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup
maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan ibu dan anak yang sering
dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan
budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu
(Bobak, 2005).
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya
dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial
dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative bagi ibu pada saat
proses persalinan maupun pasca bersalin.Dengan demikian dalam makalah ini, akan
membahas tentang perubahan psikologi ibu bersalin dan pasca bersalin serta kultur
atau budaya masyarakat dalam menghadapi proses bersalin dan pasca bersalin.
Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada bersalin, di masyarakat meliputi
universal precaution dengan selalu cuci tangan memakai sabun selama 20 detik atau

3
hand sanitizer, pemakaian alat pelindung diri, menjaga kondisi tubuh dengan rajin
olah raga dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang seimbang, dan mempraktikan
etika batuk-bersin.Sedangkan prinsip-prinsip manajemen COVID-19 di fasilitas
kesehatan adalah isolasi awal, prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi
oksigen, hindari kelebihan cairan, pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan
risiko sekunder akibat infeksi bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan
infeksi penyerta yang lain, pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis
lebih dini apabila terjadi gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan
persalinan berdasarkan pendekatan individual / indikasi obstetri, dan pendekatan
berbasis tim dengan multidisiplin.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat kami jadikan sebagai rumusan masalah,
adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan psikologi, persalinan dan pasca bersalin
(nifas) ?
2. Bagaimanakah perubahan psikologi ibu bersalin dan pasca bersalin ?
3. Bagaimanakah gambaran kecemasan ibu bersalin ?
4. Bagaimanakah kultur atau budaya masyarakat dalam menghadapi proses
bersalin dan pasca bersalin ?
5. Pertanyaan apasajakah yang akan muncul oleh ibu bersalin di era covid-19?
6. Upaya pencegahan umum apa yang dapat di lakukan oleh ibu bersalin di era
covid-19?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi, Persalinan Dan Pasca Bersalin


1. Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi dari rahim ibumelalui jalan
lahir atau dengan jalan lain, yang kemudian janin dapat hidup didunia luar. Persalinan
normal (WHO) adalah dimulai secara spontan (dengankekuatan ibu sendiri dan
melalui jalan lahir), beresiko rendah pada awalpersalinan dan presentasi belakang
kepala pada usia kehamilan antara 37-42minggu setelah persalinan ibu maupun bayi
berada dalam kondisi baik.Asuhan yang dapat diberikan bidan kepada ibu adalah
memberikaninformasi, memberikan dorongan semangat, menyiapkan ruangan
untukpersalinan, teman yang mendukung, mobilisasi, makan dan minum
selamapersalinan, buang air kecil dan besar, kenyamanan, dan kebersihan (Depkes
RI,2000).
a. Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar (Sarwono, 1999: 180).
b. Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uteri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain
tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 1998: 134).
c. Proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42
minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2001 : 180).
d. Proses membuka dan menipisnya serviks dan janin ke dalam jalan lahir.
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan
lahir. Jadi persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang

5
terjadi pada kehamilan cukup bulan 37-40 minggu. Lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Sarwono, 1999: 1000)
2. Pasca bersalin (Nifas)
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketikaalat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifasberlangsung selama kira-kira 6
minggu. Asuhan masa nifas diperlukandalam periode ini karena merupakan masa
kritis ibu maupun bayinya.Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelahpersalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama(Saifuddin, 2010).
Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat dengan tidurtelentang selama 8 jam
pascapersalinan. Setelah itu, ibu boleh miring kekanan dan ke kiri untuk mencegah
terjadinya trombosis dantromboemboli, hari kedua ibu diperbolehkan duduk. Pada
hari ketiga ibudianjurkan berjalan-jalan dan pada hari keempat atau hari
kelimadiperbolehkan pulang. Makanan yang dikonsumsi sebaiknyamengandung
protein, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Mochtar, 2013).
3. Psikologi
Psikologi merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan tentang
perilaku, fungsi mental, dan proses mental manusia secara ilmiah. Para praktisi di
bidang psikologi disebut sebagai psikolog. Para psikolog berusaha mempelajari peran
fungsi mental dalam perilaku individu maupun kelompok, selain juga mempelajari
tentang proses fisiologis dan neurobiologis yang mendasari perilaku. (Wikipedia.org)

B. Perubahan Psikologi Ibu Bersalin Dan Pasca Bersalin


1. Psikologi ibu bersalin
Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika ia tidak memahami
apa yang terjadi pada dirinya atau yang disampaikan kepadanya. Wanita bersalin
biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya jika ditanyai. Dari beberapa problem

6
psikologis pra melahirkan yang telah ditemukan dilapangan, maka akan dikorelasikan
dengan yang disampaikan oleh Yanti (2009: 38) yaitu problem pra melahirkan
diantaranya:
1. Meningkatnya kecemasan, semakin meningkatnya kecemasan maka intensitas
nyeri semakin tinggi,
2. Kelelahan, kehabisan tenaga, dan kekhawatiran ibu mengakibatkan intensitas
nyeri semakin kuat mengakibatkan siklus stres-nyeri-stres sehingga ibu tidak mampu
bertahan lagi,
3. Stres melahirkan juga terjadi pada janin yang berakibat makin lamanya proses
persalinan sehingga mengakibatkan kegawatan pada bayi,
4. Meningkatnya plasma kortisol yang berakibat menurunnya respon imun ibu
dan janin sehingga stres bisa membahayakan ibu dan bayi.
Oleh sebab itu, problem yang sering ditemukan sesuai dengan materinya yakni :
Pertama, kecemasan yang berlebihan akan meningkatkan rasa nyeri, itu sesuai dengan
data di lapangan bahwa problem psikologis pasien pra melahirkan yaitu kondisi psikis
yang dipengaruhi oleh kondisi fisik yang tidak baik. Kedua, pada saat melahirkan
tidak didampingi oleh keluarga dan suami, maka akan terjadi stress pada pasien
sehingga akan mempengaruhi stress pada janin yang berakibat semakin lama proses
pesalinan.Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat akan membantu
memperlancar proses persalinan yang sedang berlangsung. Tindakan mengupayakan
rasa nyaman dengan menciptakan suasana yang nyaman dalam kamar bersalin,
memberi sentuhan, memberi penenangan yang non farmakologi, memberi analgesia
jika diperlukan dan yang paling penting berada disisi pasien adalah bentuk-bentuk
dukungan psikologis. Dengan kondisi psikologis yang positif proses persalinan akan
berjalan lebih mudah (Sumarah, 2009, p. 45).
Dalam mengatasi perasaan takut dalam persalinan, ibu dapatmengatasinya dengan
meminta keluarga atau suami untuk memberikansentuhan kasih sayang, meyakinkan
ibu bahwa persalinan dapatberjalan lancar, mengikutsertakan keluarga untuk

7
memberikandorongan moril, cepat tanggap terhadap keluhan ibu/ keluarga
sertamemberikan bimbingan untuk berdoa sesuai agama dan keyakinan.
Menurut hasil penelitian Dr. Roberto Sosa (2001) yang dikutip dari Musbikin tentang
pendamping atau kehadiran orang kedua dalam proses persalinan, yaitu menemukan
bahwa para ibu yang didampingi seorang sahabat atau keluarga dekat (khususnya
suami) selama proses persalinan berlangsung, memiliki resiko lebih kecil mengalami
komplikasi yang memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa
pendampingan. Ibu-Ibu dengan pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung
lebih cepat dan lebih mudah. Dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa
kehadiran suami atau kerabat dekat akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang
ibu dari stress dan kecemasan yang dapat mempersulit proses kelahiran dan
persalinan, kehadiran suami akan membawa pengaruh positif secara psikologis, dan
berdampak positif pula pada kesiapan ibu secara fisik (Musbikin, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian Susianawati (2009) menyatakan bahwa ada pengaruh
yang signifikan dari pendampingan suami terhadap tingkat kecemasan ibu selama
proses persalinan normal. Partisipasi suami yang cukup tinggi dalam pendampingan
istri menunjukkan bahwa suami menyadari akan peran yang bisa dilakukannya
dalammemberikan dukungan fisik dan dorongan moral kepada istri yang sedang
melahirkan. Sehingga diperlukan dukungan suami selama proses persalinan istrinya.
Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para ibu hamil, sebuah
waktu yang menyenangkan namun di sisi lain merupakan hal yang paling
mendebarkan. Persalinan terasa akan menyenangkan karena si kecil yangselama
sembilan bulan bersembunyi di dalam perut anda akan muncul terlahir kedunia. Di
sisi lain persalinan juga menjadi mendebarkan khususnya bagi calon ibu baru, dimana
terbayang proses persalinan yang menyakitkan, mengeluarkan energi yang begitu
banyak, dan sebuah perjuangan yang cukup melelahkan.Gangguan yang terjadi pada
seorang ibu menjelang persalinan, yang bersumber pada rasa takut & sakit pada fisik
yg teramat sangat. Pada ibu hamil banyak terjadi perubahan , baik fisik maupun
psikologis. Begitu juga pada ibu bersalin, perubahan psikologis pada ibu bersalin

8
wajar terjadi pada setiap orang namun ia perlu memerlukan bimbingan dari keluarga
dan penolong persalinan agar ia dapat menerima keadaan yang terjadi selama
persalinan dan dapat memahaminya sehingga ia dapat beradaptasi terhadap perubahan
yang terjadipada dirinya.Perubahan psikologis selama persalinan perlu diketahui oleh
penolong persalinan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendamping atau
penolong persalinan.Perubahan psikologis pada kala satu, beberapa keadaan dapat
terjdi pada ibu dalam persalinan, trauma bagi ibu yang pertama kali melahirkan,
perubahan-perubahan yang di maksud adalah:
a. Perasaan tidak enak.
b. Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang di hadapi.
c. Ibu dalam menghadapi persalinan sering memikirkan antara lain apakah
persalinan berjalan normal atau tidak
d. Menganggap persalinan sebagai cobaan.
e. Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam menolongnya.
f. Apakah bayi normal atau tidak.
g. Apakah ia sanggup merawat bayinya
h. Ibu cemas.
Perlu diketahui, ketika mengandung bahkan setelah melahirkan terjadi “fluktuasi”
hormonal dalam tubuh. Hal inilah yang antara lain menyebabkan terjadinya gangguan
psikologis pada ibu yang baru melahirkan.
a. Kurangnya persiapan mental
Yang dimaksud di sini adalah kondisi psikis atau mental yang kurang dalam
menghadapi berbagai kemungkinan seputar peran ganda merawat bayi, pasangan,dan
diri sendiri. Terutama hal-hal baru dan “luar biasa” yang bakal dialami setelah
melahirkan. Ini tentunya dapat menimbulkan masalah. Penderitaan fisik dan beban
jasmaniah selama berminggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan
banyak gangguan psikis dan pada akhirnya meregangkan jalinan hubungan ibu dan
anak yang semula tunggal dan harmonis. Maka beban inilah yang menjadi latar
belakang dari impuls-impuls emosional yang diwarnai oleh sikap permusuhan

9
terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan jika bayi yang dikandungnya
untuk segera dikeluarkan dari rahimnya.
b. Gangguan bounding attachment
Pengertian bounding attachmet/ keterikatan awal/ ikatan batin adalah suatu proses
dimana sebagai hasil dari interaksi terus menerus antara bayi dan orang tua yang
bersifat saling mencintai, memberikan keduanya pemenuhan emosional dan saling
membutuhkan
(Kartono, 2010)
2. Psikologi ibu nifas (Pasca Bersalin)
Gangguan psikologis pada perempuan pasca melahirkan ini sebenarnyaterjadi pada
sekitar 30-75% ibu melahirkan (Herman, 2009). Tahun 2016,ditemukan 3 kasus
penderita depresi pasca melahirkan dan depresi itu sudahmasuk ke dalam jenis
kelainan jiwa berat. Sementara depresi-depresi yangringan tidak terekspos semua,
sementara di AS, sekitar dua dari 1.000 ibuyang mengalami depresi pasca melahirkan
(postpartum depression) beranjakmenjadi penderita postpartum psychosis yang
ditunjukkan dengan kelainan jiwa.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Anita satriani pada tahun 2013 di Wilayah
Puskesmas DoplangKabupaten Blora dengan melakukan wawancara terhadap 9
perempuan pascamelahirkan, 6 orang merasa senang dan bahagia, 3 di
antaranyamenyatakan bahwa dirinya merasa tertekan dengan kehadiran bayi yang
barudilahirkan. Satu dari tiga ibu tersebut menyatakan bahwa dirinya belum
siapmenerima kelahiran putra pertamanya karena merasa dirinya masih terlalumuda
dengan pernikahan yang dipaksakan oleh orang tua. Responden keduamenyatakan
bahwa kelahiran anak keduanya ini terlalu dekat dengan anakpertama yang hanya
berselisih 16 bulan sehingga merasa takut dan khawatirkalau tidak bisa mengasuh
keduanya, dan responden ketiga merasa sudahcapek mengurusi anak karena kelahiran
kali ini adalah yang keenam. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan rasa tidak
nyaman dalam diri ibu yang barumelahirkan ini. Tanda-tanda perasaan tertekan,

10
susah tidur, rasa malu, rasatakut dan sebagainya juga menunjukkan bahwa ibu-ibu ini
mengalami stresspada persalinannya.
Masa nifas merupakan masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu
berikutnya. Bila ibu gagal beradaptasi terhadap perubahan yang dialamiunya maka
kemungkinan dapat terjadi masalah gangguan kesehatan jiwa, Depresi post partum
adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan berlangsung 30 hari.
Depresi post partum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Depresi post
partum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan
kelelahan , mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido. Tingkat
keparahan depresi post partum bevariasi. Keadaan ekstrim yang paling ringan yaitu
saat ibu mengalami kesedihan sementara yang berlangsung sangat cepat pada masa
awal post partum, yang disebut dengan “baby blues/ maternity blues”. Gangguan post
partum yang paling berat disebut “psikosis/psikosa post partum atau melankolia”.
Diantara dua keadaan ekstrim tersebut terdapat keadaan yang mempunyai tingkat
keparahan sedang yaitu “depressi post partum/neurosa post partum” . (Regina , 2011)
Selain itu Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yangharus dijalani.
Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yangbaru lahir. Dorongan serta
perhatian anggota keluarga lainnyamerupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam
menjalani adaptasisetelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase, adapun fase
adaptasi menurut revan rubi, sebagai berikut :
1) Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode iniberlangsung dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan.Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama
pada dirinya sendiri. Ibuakan berulang kali menceritakan proses persalinan yang
dialaminyadari awal sampai akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya
sendiri.Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti rasamules, nyeri
pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakansesuatu yang tidak dapat
dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlucukup istirahat untuk mencegah gangguan
psikologis yang mungkindialami, seperti mudah tersinggung, menangis. Hal ini

11
membuat ibucenderung menjadi pasif. Pada fase ini petugas kesehatan
harusmenggunakan pendekatan yang empatik agar ibu dapat melewatifase ini dengan
baik. Adapun Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah:
a. Kekecewaan pada bayinya
b. Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
c. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
d. Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya
2). Fase taking hold
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung 3-10 harisetelah melahirkan. Pada
fase ini ibu timbul rasa khawatir akanketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya
dalam merawat bayi.Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah
tersinggungdan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasidengan
ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkankepercayaan diri
ibu.Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakankesempatan yang baik untuk
memberikan berbagai penyuluhan danpendidikan kesehatan yang diperlukan ibu
nifas. Tugas kita adalahmengajarkan cara merawat bayi, cara menyusu yang benar,
caramerawat luka jahitan, senam nifas, memberikan pendidikankesehatan yang
dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.
3). Fase letting go
Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawabakan peran barunya. Fase ini
berlangsung sepuluh hari setelahmelahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
denganketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusuisehingga
siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya.Keinginan untuk merawat diri dan
bayinya sudah meningkat padafase ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani
peran barunya.Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya
akansangat berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan
bayinya.Pada fase ini ibu mengalami 2 perpisahan, yaitu:
a. Mengerti dan menerima bentuh fisik dari bayinya

12
b. Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak, menjadi ibu yang merawat
anak.
Adaptasi lain yang secara psikologis dialami oleh ibu post partum, yakni :
a. Abandonment
Perasaan tidak berarti dan dikesampingkan. Sesaat setelah persalinan, sebagai pusat
perhatian semua orang menanyakan keadaan dan kesehatannya. Beberapa jam
setelah itu, perhatian orang-orang di sekitar mulai ke bayi dan ibu merasa “cemburu”
kepada bayi. Saat pulang kerumah, ayah akan merasakan hal yang sama dengan ibu,
karena istri akan lebih fokus pada bayi. Perawat harus membicarakan hal ini pada
ayah dan ibu secara bersamaan, bagaimanapun juga peran orang tua adalah sama
dalam perawatan bayi. Melakukan perawatan bayi secara bersamaan akan membantu
orang tua memiliki peran yang sama dalam perawatan bayi.
b. Disappointment
Perasaan kecewa terhadap kondisi bayi karena tidak sesuai yang diharapkan saat
hamil. Orang tua yang menginginkan bayi yang putih, berambut keriting, dan selalu
tersenyum akan merasa kecewa ketika mendapati bayinya berkulit gelap, berambut
tipis dan menangis terus. Perawat harus membantu orang tua untuk dapat menerima
bayinya, dengan menunjukkan kelebihan-kelebihan bayi, seperti, sehat, mata yang
bersinar dan kondisi yang lengkap tanpa cacat.
c. Pospartum Blues
• 80% wanita post partum mengalami perasaan sedih yang tidak mengetahui
alasan mengapa sedih.
• Ibu sering menangis dan sensitif. Pospartal blues juga dikenal sebagai baby
blues. Hal ini dapat disebabkan karena penurunan kadar estrogen dan progesteron.
• Pada beberapa wanita dapat disebabkan karena respon dari ketergantugan
pada orang lain akibat kelelahan, jauh dari rumah dan ketidaknyamanan fisik. Jika hal
ini berlanjut maka ibu perlu dikonsulkan ke psikiatri agar tidak berlanjut ke depresi.
Disamping itu adapun masalah- masalah psikologis pada masa nifas, yakni : Baby
Blues, Depresi Post Partum dan Psikosa Post Partum. Maka dari itu dukungan suami

13
dan keluarga masih terus diperlukan olehibu. Suami dan keluarga dapat membantu
merawat bayi,mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu tidak telaluterbebani.
Ibu memerlukan istirahat yang cukup, sehinggamendapatkan kondisi fisik yang bagus
untuk dapat merawat bayinya.

C. Gambaran Kecemasan Ibu Bersalin


Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,
keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang pada saat menghadapi kenyataan
atau kejadian dalam hidupnya. Lefrancois (1980, dalam Kartikasari, 1995)
menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan, adanya hambatan terhadap
keinginan pribadi dan perasaan – perasaan yang tertekan yang muncul dalam
kesadaran. Biasanya perubahan emosi pada ibu hamil muda yang tidak stabil,
umumnya muncul pada usia kehamilan 6-10 minggu pertama. Kemudian kondisi
ini akan membaik menjelang trimester kedua dan muncul lagi pada saat
menjelang persalinan.Hal ini dipicu oleh perubahan hormon dalam kehamilan
yaitu peningkatan kadar hormon progesteron dan hormon estrogen. Hal tersebut
dapat memengaruhi kondisi kimiawi pada otak yang mengatur mood atau suasana
hati.Selain itu, kondisi emosi yang tidak stabil pada ibu hamil juga dapat
disebabkan oleh perubahan metabolisme, stres fisik, ataupun kondisi lingkungan
yang dialami.
Pada dasarnya Menurut Mochtar (1998), terdapat tiga faktor utama dalam
persalinan, yaitu faktor jalan lahir (passage), faktor janin (passenger), dan faktor
tenaga atau kekuatan (power). Selain itu, dalam persalinan dapat ditambahkan
faktor psikis (kejiwaan) wanita menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas.Para
ahli membagi bentuk kecemasan dalam dua tingkat, yaitu :

14
1. Tingkat psikologis; kecemasan yang berwujud sebagai gejala‐gejala
kejiwaan, seperti tegang,bingung, khawatir, sukar konsentrasi, perasaan tidak
menentu dan sebagainya,
2. Tingkat fisiologis; kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud
padagejala‐gejala fisik, terutama pada sistem syaraf, misalnya tidak dapat
tidur, jantung berdebar‐debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
Sue, dkk (dalam Kartikasari, 1995) menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan
terwujud dalam empat hal yaitu :
a. Manifestasi kognitif, terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali
memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi,
b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak
menentu seperti gemetar.
c. Perubahan somatik, muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki
kaku, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan
lain‐lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan
detak jantung, peningkatan respirasi, ketegangan otot, peningkatan tekanan
darah dan lain‐lain.
d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, perasaan tegang yang berlebihan.
Efek dari kecemasan dalam persalinan dapat mengakibatkan kadar
katekolamin yang berlebihan pada Kala 1 menyebabkan turunnya aliran darah ke
rahim, turunnya kontraksi rahim, turunnya aliran darah ke plasenta, turunnya
oksigen yang tersedia untuk janin serta dapat meningkatkan lamanya Persalinan
Kala 1. Selain itu ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan Kala 1
yang meliputi faktor pengetahuan yaitu hasil dari tahu dan terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan di mana
seorang ibu mengalami kecemasan dengan tidak diketahuinya tentang persalinan
dan bagaimana prosesnya.

15
Pada primigravida tidak ada bayangan mengenai apa yang akan terjadi
saat bersalin sehingga ibu merasa ketakutan karena sering mendengar cerita
mengerikan tentang pengalaman saat melahirkan dan ini mempengaruhi ibu
berfikiran proses persalinan yang menakutkan. Bisa ibu belum mengerti dan
belum pernah mengalami persalinan, ibu akan merasa cemas dan gelisah, kalau
ibu sudah punya pengetahuan mengenai hal ini, biasanya ibu akan lebih percaya
diri menghadapinya. Ketenangan jiwa penting dalam menghadapi persalinan,
karena itu dianjurkan bukan saja melakukan latihan-latihan fisik namun juga
latihan kejiwaan untuk menghadapi persalinan. Walaupun peristiwa kehamilan
dan persalinan adalah suatu hal yang fisiologis, namun banyak ibu-ibu yang tidak
tenang, merasa khawatir akan hal ini. Untuk itu, penolong persalinan harus dapat
menanamkan kepercayaan kepada ibu hamil dan menerangkan apa yang harus
diketahuinya karena kebodohan, rasa takut, dan sebagainya dapat menyebabkan
rasa sakit pada waktu persalinan dan ini akan mengganggu jalannya persalinan,
ibu akan menjadi lelah dan kekuatan hilang. Untuk menghilangkan cemas harus
ditanamkan kerja sama pasien-penolong (dokter, bidan) dan diberikan penerangan
selagi hamil dengan tujuan menghilangkan ketidaktahuan, latihan-latihan fisik
dan kejiwaan, mendidik cara-cara perawatan bayi, dan berdiskusi tentang
peristiwa persalinan fisiologis. Bila persalinan dimulai, interaksi antara passanger,
passage, power, dan psikis harus sinkron untuk terjadinya kelahiran pervaginam
spontan.Kecemasan menjelang persalinan umum dialami oleh ibu. Meskipun
persalinan adalah suatu hal yang fisiologis, namun didalam menghadapi proses
persalinan dimana terjadi serangkaian perubahan fisik dan psikologis yang
dimulai dari terjadinya kontraksi rahim, dilatasi jalan lahir, dan pengeluaran bayi
serta plasenta yang diakhiri dengan bonding awal antara ibu dan bayi (Saifuddin,
2001). Beberapa determinan terjadinya kecemasan pada ibu bersalin, antara lain :
a. Cemas sebagai akibat dari nyeri persalinan,
b. Keadaan fisik ibu,
c. Riwayat pemeriksaan kehamilan (riwayat ANC),

16
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan,
e. Dukungan dari lingkungan sosial (suami/keluarga dan teman) serta latar
belakang psikososial lain dari wanita yang bersangkutan, seperti tingkat
pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, sosial
ekonomi (Aryasatiani, 2005).
Selama persalinan teruama bagi ibu yang melahirkan sendiri tanpa
pendamping, ibu cenderung merasa takut dan cemas. Menurut Klaus dan Kennel
(1993), ibu bersalin yang didampingi selama persalinan memberikan banyak
keuntungan, antara lain menurunkan sectio caesarea (50%), waktu persalinan
lebih pendek (25%), menurunkan pemberian epidural (60%), menurunkan
penggunaan oksitosin (40%), menurunkan pemberian analgesik (30%) dan
menurunkan kelahiran dengan forcep (40%). Dilaporkan juga bahwa dengan
kehadiran suami selama proses persalinan secara bermakna lama persalinan
menjadi lebih pendek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kehadiran
suami atau anggota keluarga lain yang mendampingi ibu saat bersalin banyak
memberi dampak positif bagi ibu khususnya dalam mengurangi kecemasan dan
ibu akan menjadi lebih nyaman sehingga mendukung kelancaran proses
persalinan. Ketenangan yang seharusnya didapatkan ibu selama persalinan tidak
tercapai, semua ini dapat diatasi dengan menanamkan kepercayaan pada diri ibu
dan kepada petugas kesehatan baik dokter maupun bidan agar memberi perawatan
selama kehamilan dan memberi perhatian kepada ibu dengan penuh kesabaran.

17
D. Pertanyaan yang akan sering muncul dari ibu bersalin di Era
pandemic COVID-19
1. Apakah seorang ibu hamil menghadapi tantangan yang lebih besar terkena
COVID-19?
Sejauh ini, menurut American College of Obstetricians and Gynecologists,
data COVID-19 tidak menunjukkan seorang ibu yang hamil memiliki risiko
yang lebih tinggi terkena virus.

Meski begitu, seperti yang telah kita ketahui dari penyakit flu, mereka
berisiko dalam bahaya yang lebih besar ketika terjangkit infeksi saluran
pernapasan. Kehamilan menyebabkan berbagai perubahan dalam tubuh dan
menghasilkan sedikit gangguan kekebalan tubuh yang dapat menyebabkan
infeksi hingga menimbulkan lebih banyak rasa sakit, cedera, dan kerusakan.

2. Apakah dengan memiliki virus corona dapat menimbulkan risiko


keguguran atau persalinan prematur yang lebih besar?
Penelitian belum dilakukan untuk menunjukkan apakah memiliki COVID-19
selama masa kehamilan meningkatkan risiko keguguran, namun terdapat
beberapa bukti dari penyakit lain. Selama pandemi virus corona SARS pada
2002 hingga 2003, seorang perempuan dengan virus tersebut ditemukan
memiliki risiko sedikit lebih tinggi mengalami keguguran, tapi ini terjadi
hanya mereka yang sangat parah mengidapnya.

Memiliki infeksi virus pernapasan selama kehamilan, seperti flu, telah


dikaitkan dengan masalah seperti berat badan bayi yang lahir rendah dan
kelahiran prematur. Selain itu, memiliki demam tinggi pada awal kehamilan
dapat meningkatkan risiko cacat lahir tertentu, meski jumlah keseluruhan
kejadian cacat tersebut masih rendah.

18
3. Bisakah seorang ibu dengan COVID-19 menularkan virus kepada bayinya
di dalam rahim?
Data terkait ini berkembang dengan cepat. Dua makalah yang dipulikasikan
pada 26 Maret menemukan terdapat antibodi virus corona pada 3 bayi baru
lahir dari ibu dengan COVID-19. Ini bisa menunjukkan bahwa mereka
terpapar virus di dalam rahim, meski virus itu sendiri tidak terdeteksi dalam
darah tali pusar dan peneliti telah menyelidiki mengenai jenis tes apa yang
digunakan.

Para peneliti dalam studi sebelumnya tidak menemukan bukti COVID-19


dalam cairan ketuban atau darah tali pusar pada enam bayi lain yang lahir dari
perempuan yang terinfeksi. Sementara makalah penelitian ini hanya
mencakup sejumlah kecil kasus, kurangnya penularan vertikal –dari ibu ke
anak di dalam rahim– sesuai dengan apa yang sudah terlihat dengan penyakit
virus pernapasan lainnya pada kehamilan, termasuk influenza.

Ada beberapa laporan tentang bayi baru lahir yang hanya berumur beberapa
hari namun sudah terkena infeksi. Kendati demikian, dalam kasus tersebut, ini
diyakini bahwa ibu atau anggota keluarga menularkan infeksi kepada bayi
melalui kontak dekat setelah melahirkan. Virus ini dapat ditularkan melalui
batuk atau bersin yang dapat menyebarkan tetesan (droplet) kepada bayi yang
baru lahir.

4. Bagaimana pemeriksaan kehamilan berubah?


Perawatan sebelum kelahiran mungkin terlihat berbeda untuk sementara
waktu karena pengendalian penyebaran COVID-19 di antara pasien, perawat,
dan staf medis.

19
Biasanya, seorang perempuan hamil memiliki sekitar 14 kunjungan periksa
sebelum melahirkan. Jumlah tersebut mungkin akan berkurang setengahnya
dan membuat perawatan jarak jauh atau telemedicine akan berperan penting.

Telemedicine sudah disetujui oleh American College of Obstricians and


Gynecologist (ACOG) untuk pasien di daerah pedesaan. Sekarang, pandemi
membuat solusi perawatan virtual menjadi alat yang sangat diperlukan.
Perempuan hamil dapat melakukan beberapa pengecekan di rumah, seperti
untuk tekanan darah tinggi, diabetes, dan konstraksi, bahkan pengobatan jarak
jauh dapat digunakan oleh konsultan kehamilan, seperti ahli endokrinologi
dan konselor genetik.

Frekuensi pertemuan untuk sonogram (gambar yang dihasilkan dari


pemeriksaan ultrasonik) juga dapat berubah. Perhimpunan Kedokteran Janin
atau The Society of Maternal Fetal Medicine mengatakan bahwa mengurangi
pemeriksaan ultrasound (USG) rutin aman dilakukan pada waktu seperi ini
tanpa membahayakan kesehatan dan keselamatan kehamilan. Tentu saja,
beberapa pasien dengan kondisi khusus seperti kembar atau bayi yang diduga
memiliki kecacatan mungkin memerlukan tindak lanjut yang lebih tradisional.

Ketika pandemi coronavirus menyebar melalui Wuhan, Cina pada awal 2020,
perempuan hamil menghadapi risiko baru karena rumah sakit mulai
kekurangan pasokan. Di AS, beberapa rumah sakit mulai membatasi
pengunjung selama persalinan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran
penyakit.
5. Apa yang seharusnya saya harapkan ketika kelahiran?
Rumah sakit melakukan apa yang mereka bisa untuk meminimalkan
penularan antar manusia dan mungkin proses lahiran akan terlihat berbeda

20
juga. Beberapa rumah sakit menyaring semua staf medis mereka, termasuk
dengan cara pemeriksaan suhu tubuh pada awal shift kerja.

Pengunjung juga dibatasi. Baru-baru ini, sebuah rumah sakit di New York
memberlakukan kebijakan tidak ada pengunjung, termasuk bagi mereka yang
merupakan sanak keluarga dari pasangan suami-istri yang akan melahirkan
dengan alasan risiko penyebaran virus corona. Ini jelas bukan suasana yang
diharapkan oleh perempuan untuk persalinan mereka, tapi dengan keadaan
penyakit menular yang terus meluas, ini merupakan kenyataan yang harus
diterima.

6. Jika saya terkena COVID-19, apakah saya perlu operasi sesar?


Tidak. Memiliki COVID-19 bukan alasan untuk melakukan operasi sesar.
Tidak ada bukti bahwa metode apa pun, baik kelahiran normal atau sesar,
lebih aman dalam hal terkena COVID-19. Meskipun data masih terbatas,
infeksi virus corona lainnya belum diketahui ada yang menular ke seorang
anak yang lahir secara normal.

Baik American College of Obstetricians dan Gynecologist dan Society of


Maternal Fetal Medicine yakin, dalam banyak kasus, waktu kelahiran
seharusnya tidak ditentukan oleh diagnosis COVID-19 seorang ibu.
Perempuan yang terinfeksi pada awal kehamilan dan mampu pulih seharusnya
tidak mengubah jadwal melahirkan mereka.

Untuk perempuan yang terinfeksi pada akhir kehamilan, masuk akal untuk
mencoba menunda kelahiran, selama tidak ada alasan medis lain yang
muncul, sampai seorang ibu tersebut menerima hasil tes negatif virus corona.

21
7. Berapa lama saya akan berada di rumah sakit setelah melahirkan dan
bagaimana jika saya memiliki COVID-19?
Anda dapat mengharapkan keluar lebih cepat dari rumah sakit. Untuk
membatasi risiko terpapar dan infeksi yang tidak disengaja, ACOG
mengatakan pemulangan mungkin dapat dipertimbangkan setelah 12-24 jam
untuk perempuan yang melahirkan dengan normal, lebih singkat dibandingkan
dalam keadaan biasa yakni 24 hingga 48 jam, dan setelah dua hari untuk
perempuan dengan kelahiran sesar, yang ini pula juga tergantung pada status
kesehatan mereka.

Untuk seorang ibu yang positif mengidap COVID-19, Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) AS menyarankan agar bayi diisolasi dari ibu
mereka, meski hal ini dimengerti bukan hal yang ideal. Itu bisa berarti dengan
menyediakan tirai antara ibu dan bayi dan menjaga jarak mereka setidaknya 2
meter. CDC menyarankan untuk melanjutkan pemisahan hingga 72 jam
setelah demam seorang ibu hilang. Jika tidak ada orang dewasa sehat lain di
ruangan tersebut untuk merawat bayi yang baru lahir, seorang ibu yang positif
COVID-19 harus memakai masker wajah dan mempraktikkan kebersihan
tangan sebelum setiap menyusui atau kontak dekat dengan bayinya.

8. Apakah melahirkan di rumah sekarang lebih aman dibandingkan di rumah


sakit?
Jika seorang perempuan memilih untuk melahirkan bayinya di rumah sakit
atau pusat persalinan, dia akan memiliki tim khusus penyedia layanan
kesehatan yang terlatih untuk melindungi dia dan bayinya dari COVID-19 dan
menangani komplikasi yang mungkin tidak terduga terjadi.

Ada beberapa kekhawatiran tentang paparan COVID-19 antarorang jika


persalinan dilakukan di rumah karena dengan mudah membatasi pengunjung.

22
Meskipun ACOG belum membuat pernyataan khusus tentang risiko ini,Royal
College of Obstetricians and Gynecologists Inggris memiliki sebuah
pernyataan yang menasihati untuk melakukan persalinan di rumah untuk
perempuan yang telah positif terpapar COVID-19.

9. Dapatkah saya menyusui bayi saya jika saya terkena COVID-19?


Pada kasus terbatas yang dilaporkan hingga saat ini, tidak ada bukti virus
corona ditemukan pada air susu ibu (ASI) dari perempuan yang terinfeksi
COVID-19. Namun, tindakan pencegahan masih disarankan untuk dipatuhi.
Menyusui dianjurkan dan merupakan sumber perlindungan antibodi yang
penting bagi bayi.

CDC merekomendasikan bahwa selama pemisahan sementara dengan


bayinya, perempuan yang ingin menyusui harus diminta untuk bisa
mempertahankan persediaan ASI. Seorang ibu juga harus mencuci tangannya
sebelum menyentuh alat pompa ASI atau bagian botol yang nanti digunakan
oleh bayi. Jika memungkinkan, disarankan juga untuk meminta seseorang
yang sehat untuk memberi makan kepada bayi tersebut.

Memiliki anak merupakan peristiwa penting yang harus dirayakan, termasuk


selama pandemi seperti ini. Lakukan bagian Anda untuk menjaga diri Anda
tetap sehat. Cuci tanga, jaga jarak sosial, dan tetap dekat dengan penyedia
layanan kesehatan Anda selama kehamilan. Mungkin itu bukan yang Anda
bayangkan, tapi Anda akan punya cukup cerita untuk disampaikan kepada
anak-anak Anda pada masa depan.

23
E. Upaya yang di lakukan pada ibu bersalin di era Covid-19
BAGI IBU BERSALIN
1. Ibu tetap bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan. Segera
ke fasilitas kesehatan jika sudah ada tanda-tanda persalinan.
2. Rujukan terencana untuk ibu hamil berisiko.
3. Tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan:
a. Kondisi ibu sesuai dengan level fasyankes penyelenggara pertolongan
persalinan.
b. Status ibu ODP, PDP, terkonfirmasi COVID-19 atau bukan
ODP/PDP/COVID-19.
4. Ibu dengan status ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 bersalin di
rumah sakit rujukan COVID-19,
5. Ibu dengan status BUKAN ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19
bersalin di fasyankes sesuai kondisi kebidanan (bisa di FKTP atau FKTRL).
6. Saat merujuk pasien ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 sesuai
dengan prosedur pencegahan COVID-19.
7. Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur,
diutamakan menggunakan MKJP.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehamilan, persalinan dan kelahiran bayi pada umumnya memberikan arti
emosional yang besar pada setiap wanita, dan juga pada kedua orang tuanya.
Wanita-wanita hamil pada umumnya dihinggapi keinginan-keinginan dan
kebiasaan yang aneh-aneh serta irrasional, yang disebut sebagai peristiwa
"mengidam". Peristiwa ini biasanya disertai emosi-emosi yang kuat, oleh sebab
itu wanita yang bersangkutan jadi sangat perasa, sehingga mudah terganggu
keseimbangan mentalnya (Kartono, 2007)
Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses
melahirkan layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama
pada ibu primipara, dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan.
Rasa cemas, panik, dan takut yang melanda ibu dengan semua ketidakpastian
serta rasa sakit yang luar biasa yang dirasakan ibu dapat mengganggu proses
persalinan dan mengakibatkan lamanya proses persalinan. Rasa cemas dapat
timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan
bayinya.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peran penting
dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial
budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu
daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir.
Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative
bagi ibu pada saat proses persalinan maupun pasca bersalin.
Psikologi kesehatan ibu dan bayi di era pandemic covid-19 ini tentu akan
sangat mempengaruhi bagi kesehatan,terutama pada proses persalinan yang akan
berlangsung.Teruntuk ibu yang sedang hamil di sarankan untuk melakukan tes

25
atau pemeriksaan dini mengenai kesehatan ibu dan janin nya agar pada saat
proses persalinan berjalan dengan baik dan lancar.Dimana kondisi ibu dan banyi
yang di lahirkan dalam keadaan sehat tanpa ada kekurangan suatu apapun.

B. Saran
Dalam proses menghadapi persalinan dan nifas, untuk menghindari
terjadinya gangguan psikologi maka diperlukan dukungan keluarga atau suami
untuk memberikan sentuhan kasih sayang, meyakinkan ibu bahwa persalinan dan
nifas dapat berjalan lancar, mengikutsertakan keluarga untuk memberikan
dorongan moril, cepat tanggap terhadap keluhan ibu/ keluarga serta memberikan
bimbingan untuk berdoa sesuai agama dan keyakinan.
Yang perlu dilakukan agar lebih tenang menghadapi persalinan
Agar Anda mampu mengatasi kecemasan dan ketakutan menghadapi
proses persalinan di tengah pandemi ini, ada beberapa hal yang dapat Anda
lakukan, seperti di bawah ini:

Menurut Kecia Gaither, MD, MPH, FACOG, direktur layanan prenatal di


NYC Health + Hospitals / LINCOLN, Anda harus mendiskusikan situasi dan
kondisi diri dengan dokter terlebih dahulu. Ini diperlukan agar rumah sakit dapat
memenuhi kebutuhan Anda sebelum tiba di sana dan saat persalinan. Pasalnya,
wanita hamil yang kemungkinan memiliki gejala coronavirus juga harus
disiapkan untuk ditempatkan di area isolasi untuk pengecekan.
Jika Anda positif COVID-19, Anda akan ditempatkan di ruang isolasi, dan
begitu bayi lahir, ia akan diisolasi dan diuji untuk COVID-19, menurut Kecia.
Dokter kandungan dan dokter anak akan membimbing Anda lebih banyak tentang
hal-hal spesifik, sambil menunggu situasi klinis Anda.
Pelajari tanda-tanda persalinan agar Anda dapat menunda kunjungan ke
rumah sakit sampai benar-benar diperlukan.

26
Kecia juga menyarankan ibu yang akan bersalin untuk bersikap fleksibel
mengenai rencana kelahiran yang sudah dibuat. Yang utama saat ini adalah
mengikuti anjuran dokter Anda dan peraturan rumah sakit.
Bila Anda perlu melakukan kontrol kehamilan berkala, diskusikan dengan
dokter Anda via telepon atau messenger tentang seberapa perlu Anda kontrol ke
rumah sakit.
Cobalah untuk membahas tentang rencana persalinan Anda pada dokter
Anda dan mintalah informasi padanya soal apa yang perlu dilakukan serta yang
tidak di tengah pandemi ini dalam mendukung kelancaran proses persalinan Anda
nanti.
Saran lain dari Kecia adalah, semua ibu hamil harus mencari cara untuk
memaksimalkan sistem kekebalan tubuhnya. Di antaranya, mencukupi kebutuhan
harian vitamin D dan nutrisi lainnya.
Jangan lupa untuk mematuhi saran dari pemerintah untuk menghindari
keramaian, tetap #dirumahsaja, dana menjaga kebersihan diri (terutama tangan).
Jika Anda butuh dukungan moral dari keluarga dan orang-orang terdekat
Anda saat akan menghadapi proses persalinan dan setelahnya, hubungi mereka
melalui media sosial dan video call.
Yang terakhir dan terpenting, tetaplah yakin bahwa rumah sakit dan dokter
Anda beserta tim medisnya akan melakukan segalanya untuk menjaga keamanan
serta keselamatan Anda serta bayi Anda.

27
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Pedoman%20bagi
%20Ibu%20Hamil,%20Bersalin,%20Nifas%20dan%20BBL%20di
%20Era%20Pandemi%20COVID%2019.pdf

Bobak, dkk, 2005.Psikologi Pada Persalinan Dan Postpartum Edisi 4. Penerbit :


EGC. Jakarta

Dayakisni & Yuniardi, 2012. Bebas Stress Usai Melahirkan. Penerbit : Javalitera.
Jogjakarta

Kartono. 2010.Budaya bersumber dari cerita turun menurun dalam masyarakat


kepercayaan.Penerbit : Alfabeta. Bandung

Supiati, Murwat. 2014. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi depresi
postpartum. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan.Volume 3 No 2 November 2014,
hlm 106-214.

Herman. 2009. Prevalence Of Depression Among Postpartum Women. Journal of


Nursing

Iskandar. 2009. Penerapan Edinburgh Postpartum Depression Scale sebagai alat


deteksi resiko depresi nifas pada primipara dan multipara.
JurnalKeperawatan Indonesia Vol.14, no 2, juli 2011; hal 95-100.

Sosa, Roberto. 2001.yang dikutip dari Musbikin tentang pendamping atau kehadiran
orang kedua dalam proses persalinan,

Wikipedia.org. 2015. Diakses tanggal 05 Maret 2018

Mochtar. 2013. Postpartum Depression In Asian Culture . Journal ofNursing studies.

28
Saifuddin. 2001. Problem Psikologis Pasien Pra dan Pasca Melahirkan dan
Solusinya dengan Bimbingan Rohani Islam. Skripsi. Universitas Walisongo

Sjafriani, 2007. Psikologi Ibu Dan Anak P. 45k. Penerbit : Fitramaya. Yogyakarta

Aryasatiani. 2005. Asuhan kebidanan persalinan. Penerbit : Pustaka Rihama.


Yogyakarta:

Susianawati. 2009.Pengaruh pendampingan suami terhadap tingkat kecemasan ibu


selama proses persalinan normal.

https://www.parentstory.com/blog/bagaimana-proses-persalinan-di-tengah-wabah-
covid-19-simak-penjelasan-pakar-ini

29

Anda mungkin juga menyukai