Anda di halaman 1dari 6

FRAKTUR BASIS CRANII

Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang tebal. Fraktur
ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi
anatomi tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar.
Fraktur basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi fraktur fossa anterior,
fraktur fossa media, dan fraktur fossa posterior.
Jenis fraktur lain pada tulang tengkorak yang mungkin terjadi yaitu :
a. Fraktur linear yang paling sering terjadi merupakan fraktur tanpa pergeseran, dan umumnya tidak
diperlukan intervensi.
b. Fraktur depresi terjadi bila fragmen tulang terdorong kedalam dengan atau tanpa kerusakan pada scalp.
Fraktur depresi mungkin memerlukan tindakan operasi untuk mengoreksi deformitas yang terjadi.
c. Fraktur diastatik terjadi di sepanjang sutura dan biasanya terjadi pada neonatus dan bayi yang suturanya
belum menyatu. Pada fraktur jenis ini, garis sutura normal jadi melebar.
d. Fraktur basis merupakan yang paling serius dan melibatkan tulang-tulang dasar tengkorak dengan
komplikasi rhinorrhea dan otorrhea cairan serebrospinal (Cerebrospinal Fluid).

Jenis jenis fraktur tulang tengkorak :


Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvarium (atap tengkorak), disebut Fraktur Calvarium dan fraktur
pada basis cranium (dasar tengkorak), disebut Fraktur Basis Cranium.
a. Fraktur Calvarium.
Beberapa contoh fraktur calvarium
Fraktur Liniair
Bila fraktur merupakan sebuah garis (celah) saja. Fraktur liniair yang berbahaya ialah fraktur yang melintas os
temporal; pada os temporal terdapat alur yang dilalui Arteri Meningia Media. Bila fraktur memutuskan Arteri
Meningia Media maka akan terjadi perdarahan hebat yang akan terkumpul di ruang diantara dura mater dan
tulang tengkorak , disebut perdarahan epidural.
Fraktur Berbentuk Bintang (Stellate Fracture)
Bila fraktur berpusat pada satu tempat dan garis garis frakturnya nya menyebar secara radial.
Fraktur Impressie
Pada fraktur impressie ,fragment-fragment fraktur melekuk kedalam dan menekan jaringan otak.
Fraktur bentuk ini dapat merobek dura mater dan jaringan otak di bawahnya dan dapat menimbulkan

prolapsus cerebri (jaringan otak keluar dari robekan duramater dan celah fraktur) dan terjadi
perdarahan.
b. Fraktur basis tengkorak
Fraktur atap orbita
Fraktur akan merobek dura mater dan arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal (LCS) bersama darah keluar
melalui celah fraktur masuk ke rongga orbita ; dari luar disekitar mata tampak kelopak mata berwarna kebiru
biruan . Bila satu mata disebut Monocle Hematoma, bila dua mata disebut Brill Hematoma / Raccoons eyes
Fraktur melintas Lamina Cribrosa
Fraktur akan menyebabkan rusaknya serabut serabut saraf penciuman ( Nervus Olfactorius)
sehinggan dapat terjadi gangguan penciuman mulai berkurangnya penciuman (hyposmia) sampai
hilangnya penciuman (anosmia). Fraktur juga merobek dura mater dan arachnoid sehingga LCS
bercampur darah akan keluar dari rongga hidung (Rhinorrhoea)
Fraktur Fossa Media
Fraktur Os Petrossum
Puncak (Apex ) os petrosum sangat rapuh sehingga LCS dan darah masuk kedalam rongga telinga tengah dan
memecahkan Membrana Tympani; dari telinga keluar LCS bercampur darah (Otorrhoea).
Fraktur Sella Tursica
Di atas sella tursica terdapat kelenjar Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars anterior dan pars posterior (Neuro
Hypophyse). Pada fraktur sella tursica yg biasa terganggu adalah pars posterior sehingga terjadi gangguan sekresi
ADH (Anti Diuretic Hormone) yang menyebabkan Diabetes Insipidus.
Sinus Cavernosus Syndrome.
Syndrome ini adalah akibat fraktur basis tengkorak di fossa media yang memecahkan Arteri
Carotis Interna yang berada di dalam Sinus Cavernosus sehingga terjadi hubungan langsung arteri
vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari Arteri Carotis Interna dan Sinus Cavernsus > Carotid
Cavernous Fistula).
Mata tampak akan membengkak dan menonjol, terasa sakit , conjunctiva berwarna merah. Bila
membran stetoskop diletakkan diatas kelopak mata atau pelipis akan terdengar suara seperti air
mengalir melalui celah yang sempit yang disebut Bruit ( dibaca BRUI ).
Gejala-gejala klinis sebagai akibat pecahnya A.Carotis Interna didalam Sinus Cavernosus , yang
terdiri atas : mata yang bengkak menonjol , sakit dan conjunctiva yang terbendung (berwarna
merah) serta terdengar bruit , disebut Sinus Cavernosus Syndrome,
Fraktur Fossa Posterior.
Fraktur melintas os petrosum
Garis fraktur biasanya melintas bagian posterior apex os petrossum sampai os mastoid,
menyebabkan LCS bercampur darah keluar melalui celah fraktur dan berada diatas mastoid
sehingga dari luar tampak warna kebiru biruan dibelakang telinga , disebut Battles Sign.
Fraktur melintas Foramen Magnum
di Foramen Magnum terdapat Medula Oblongata, sehingga getaran fraktur akan merusak Medula
Oblongata , menyebabkan kematian seketika.
1.1 PATOFISIOLOGI
Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang
tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau
mandibula; atau efek remote dari benturan pada kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik
benturan atau perubahan bentuk tengkorak).
Fraktur basis cranii telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk benturan dari arah mandibula
atau wajah dan kubah tengkorak, atau akibat beban inersia pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash).
Terjadinya beban inersia, misalnya, ketika dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat
mengalami benturan dengan sebuah objek misalnya pagar. Kepala kemudian secara tiba tiba mengalami
percepatan gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum, beban inersia
tersebut kemudian meyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat terjadi akibat ruda paksa pada benturan
tipe vertikal, arah benturan dari inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari arah superior
kemudian diteruskan ke arah occiput atau mandibula.
Peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hipotesis bahwa ruda paksa pada
mandibula saja biasanya hanya menyebabkan fraktur mandibula. Selanjutnya, complete dan partial ring type BSF

membutuhkan ruda paksa temporo-mandibular yang secara tidak langsung menghasilkan pembebanan pada
daerah sekitar foramen magnum.
Pada EDH, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan durameter. Perdarahan ini lebih sering
terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila
fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah
besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak ke arah
bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran
tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla
oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius).
Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respon motorik kontralateral, refleks
hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi
otak akan terdorong ke arah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda
lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan
fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama
makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar
kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian
kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi
kecelakaan disebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan
trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah
mengalami fase sadar.
Sumber perdarahan :

Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

MAXILLOFACIAL
Pathophysiology
The kinetic energy present in a moving object is a function of the mass multiplied by the square of its velocity. The
dispersion of this kinetic energy during deceleration produces the force that results in injury. High-impact and lowimpact forces are defined as greater or lesser than 50 times the force of gravity. These parameters impact on the
resultant injury because the amount of force required to cause damage to facial bones differs regionally. The
supraorbital rim, the maxilla and the mandible (symphysis and angle), and frontal bones require a high-impact force to
be damaged. A low-impact force is all that is required to damage the zygoma and nasal bone.
The face is made up of vertical and horizontal buttresses where bone is thicker to neutralize forces applied to it.
Reduction and fixation of these key areas are the basis of maxillofacial reconstruction [5] .

Frontal bone fractures: usually result from a high velocity blunt trauma to the forehead (e.g. MVA). The anterior
and/or posterior table of the frontal sinus may be involved. More than one-third of patients with frontal sinus fractures
are likely to have concomitant intracranial injury [6] .
Orbital floor fractures: Injury to the orbital floor can result in an isolated fracture or can be accompanied by a
medial wall fracture. There are three recognized theories regarding mechanism of injury; globe-to-wall theory,
hydraulic theory and bone conduction theory. Most injuries are associated with traumatic injury through interpersonal
violence, sport or road-traffic collision [7] .
Nasal fractures: Because of the prominence of the nose and its central location on the face, nasal fractures are
the most common facial fracture [8] .
Nasoethmoidal fractures (NOE): As the incidence of high-speed, high-force accidents has increased over the
decades, so too has the number of such fractures. Due to the degree of force and the vectors involved, NOE fractures
rarely occur as isolated events. Associated injures often include central nervous system injury, cribriform plate
fracture, cerebrospinal fluid rhinorrhea, and fractures of the frontal bone, orbital floor, and middle third of the face, as
well as injury to the lacrimal system [9] .
Zygomaticomaxillary complex fractures (ZMC): These fractures result from direct trauma. Fracture lines extend
through zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, and zygomaticomaxillary sutures and the articulation with the greater
wing of the sphenoid bone. The majority of these fractures result from trauma inflicted in altercations followed by
MVA [10] .
Maxillary fractures: These are classified as Le Fort I, II, or III [5] .
o
LeFort I fracture is a horizontal maxillary fracture across the inferior aspect of the maxilla and
separates the alveolar process containing the maxillary teeth and hard palate from the rest of the maxilla. The
fracture extends through the lower third of the septum and includes the medial and lateral maxillary sinus walls
extending into the palatine bones and pterygoid plates.
o
LeFort II fracture is a pyramidal fracture starting at the nasal bone and extending through the ethmoid
and lacrimal bones; downward through the zygomaticomaxillary suture; continuing posteriorly and laterally through
the maxilla, below the zygoma; and into the pterygoid plates.
o
LeFort III fracture or craniofacial disjunction is a separation of all of the facial bones from the cranial
base with simultaneous fracture of the zygoma, maxilla, and nasal bones. The fracture line extends posterolaterally
through ethmoid bones, orbits, and pterygomaxillary suture into the sphenopalatine fossa. See the image below.

LeFort fractures of the


maxilla.

Mandibular fractures: These can occur in multiple locations secondary to the U-shape of the jaw and the weak
condylar neck. Fractures occur secondary to direct or indirect facial injury, including motor vehicle accidents, falls,
sports, and assaults with blunt weapons or guns. Close to half of all patients with maxillofacial injuries have
concomitant mandibular fractures [11] .
Alveolar fractures: These can occur in isolation from a direct low-energy force or can result from extension of
the fracture line through the alveolar portion of the maxilla or mandible [12] .
Panfacial fractures: These usually are secondary to a high-energy mechanism resulting in injury to the upper
face, midface, and lower face [13] . These fractures must be composed of at least 3 of the possible 4 facial units in
order to be labeled panfacial. See the image below.

Patofisiologi
Gaya yang menyebabkan cidera dapat dibedakan jadi 2, yaitu high impact atau low impact. Keduanya dibedakan apakah
lebih besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi. Setiap region pada wajah membutuhkan gaya tertentu hingga
menyebabkan kerusakan dan masing masing region berbeda beda. Margo Supraorbital, maxilla, dan mandibula (bagian
syimphisis dan angulus) dan frontal membutuhkan gaya yang high impact agar bias mengalami kerusakan. Sedangkan os
zygoma dan os nasal dapat mngalami kerusakan hanya dengan terkena gaya yang low impact.
Berikut ini masing masing penyebab fraktur pada maxilla facial trauma :

Fraktur os frontal : Disebabkan oleh pukulan yang keras pada bagian dahi. Mencangkup Tabula anterior dan
tabula posterior sinus frontalis. Apabila tabula posterior mengalami fraktur, diperkirakan akan menyebabka luka
pada dura mater (meninges). Selain itu sering juga terjadi kerusakan duktus naso frontal

Fraktur dinding bawah / lantai orbita : cidera pada lantai orbita dapat terjadi sebagai fraktur yang sendiri, namun
dapat juga menyebabkan fraktur dinding medial. Adanya fraktur tersebut menyebabkan adanya peningkatan
tekanan pada intraorbita yang dapat merusak aspek terlemah dari dinding orbit, yaitu dinding medial dan lantai.
AKibatnya herniasi dari struktur yang terdapat didalam orbita ke dalam sinus maxillary dapat terjadi dan insidensi
yang tinggi pada cidera mata, namun bulbus oculi jarang sapai rupture.

Fraktur nasoethmoidal : perluasan dari tulang nasal hingg tulang etmoid dan dapat mnyebabka kerusakan
canthus medial mata, apparatus lacrimal ata ductus nasofronta lis. Dapat juga menyebabkan laserasi pada
lamina cribrosa os frontal

Fraktur nasal : disebabkan oleh gaya yang ditransmisikan oleh trauma langsung

Fraktur arcus zygomaticus : disebabkan karena pukulan langsung pada arcus zygomaticus dapat mnyebabkan
fraktur pada sutura zygomaticotemporal

Fraktur kompleks zygomaticomaxilla : fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung. Garis fraktur meluas melalui
sutura zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, zygomaticomaxlla dan artikulasi dengan ala magna os sphenoid.
Garis fraktur biasanya meluas hingga foramen intraorbita dan lantai orbita. Cidera ocular yang bersamaan juga
sering terjadi.

Fraktur maxilla : Diklasifikasikan menjadi Le Fort I, II atau III

1.

Fraktur Le Fort I merupakan fraktur maxilla horizontal yang menyilangi aspek inferior maxilla dan memisahkan
procesus alveolar yang mengandung gigi maxilla dan palatum durum dari bagian lain maxilla. Fraktur meluas
melalui 1/3 bawah septum dan mecangkup sinus maxilla medial dan lateral meluas ke os alatum dal pterigoid

2.

Fraktur Le Fort II merupakan fraktur pyramidal yang dimulai dari os nasal dan meluas melalui os etmoid dan os
lacrimal, turun kebawah melalui sutura zygomaticofacial, berlanjut ke posterior dan lateral melalui maxilla,
dibawah zygomaticus dan kedalam pterigoid

3.

Fraktur Le Fort III atau disebut juga craniofacial dysjunction merupakan terpisahnya semua tulang muka dari
basis crania dengan fraktus simultan zygoma, maxilla, dan os nasal. Garis fraktur meluas ke posterolateral
melaui os etmoid, orbits, dan sutura pterygomaxilla samapi kedalam fossa sphenopalatina.

Fraktur Mandibula : Dapat terjadi pada banyak lokasi disebabkan bentuknya yang seperti huruf U dan
lemahnya condylar neck. Fraktur dapat terjadi bilateral pada tepat yang terpisah dari tempat mengalami trauma
langsung.

Fraktur Alveolar : dapat terjadi akibat gaya Low impact atau dapat disebabkan dari perluasan garis fraktur melalui
porsio alveolar dari maxilla dan mandibula

Poladandistribusifrakturbergantungpadabesardanarahgaya(dariarahfrontalataulateral).Kontraksimuskular
memegangperananyangkurangpentingdalamdisplacementmaksiladibandingkandenganyangterlibatdalamfraktur
mandibula.Ketikafrakturmaksiladihubungkandenganfrakturzygoma,ototmassetermemegangperananpentingdalam
displacementsegmenfrakturkarenaperlekatannyayangkuatpadabadanzygoma.Padafrakturmaksilaatas,sistem
nasolakrimaldapatpulaterlibat.Kanalnasolakrimalseringkaliterpotongolehgarisfraktur.Padabeberapakasusfungsi
drainaselakrimaldapattergangguakibatmalalignmentfrakturatauproliferasitulangsekunderterhadapproses
penyembuhan.2

Anda mungkin juga menyukai