REFERAT
Pembimbing
dr. Yulia Fitriani, Sp. M
Disusun oleh:
Gabriella Cereira Angelina
G4A015080
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
Disusun Oleh :
Gabriella Cereira Angelina G4A015080
Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, hidayah
dan inayah-Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul Gangguan Lapang Pandang
ini dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu
Penyakit Mata. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan
penulisan di masa yang akan datang.
Penulis
4
I. PENDAHULUAN
Cahaya yang tiba di retina diterima oleh batang dan kerucut sebagai
gelombang cahaya. Gelombang ini mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh
serabut-serabut sel di stratum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi ke
makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya di luar makula
menghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi suatu benda yang terlihat oleh
7
kedua mata terletak pada tempat di kedua makula secara setangkup. Apabila
proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan
terlihat gambaran penglihatan yang kembar (diplopia). Fovea hanya memiliki
sel kerucut, yang berproyeksi ke sel sel bipolar dan lapisan neuronal
berikutnya. Sedangkan bagian retina lainnya mengandung sel batang dan sel
kerucut (Baehr & Frotscher, 2012; Mardjono & Sidharta, 2010).
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di
depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan
tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian terpisah lagi dan melanjutkan
perjalanannya ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior. Tempat
kedua nervi optisi bergabung menjadi satu berkas dinamakan kiasma. Di
serabut-serabut nervus optikus yang mengantarkan impuls visual dari belahan
nasal dari retina menyilang garis tengah. Sedangkan serabut-serabut nervus
optikus yang mengantarkan impuls dari belahan temporal dari retina tetap
pada sisi yang sama. Setelah mengadakan pergabungan tersebut, nervus
optikus melanjutkan perjalanannya menjadi traktus optikus (Mardjono &
Sidharta, 2010).
Serabut-serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale
merupakan jaras visual, sedangkan yang berakhir di kolikus superior
mengantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks optosomatik.
Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran impuls visual
selanjutnya dilaksanakan oleh serabut-serabut genikolokalkarina, yaitu juluran
neuron korpus genikulatum laterale yang menuju ke korteks kalkarinus
(Gambar 2.2) .Korteks tersebut ialah korteks periseptif visual primer (area 17).
Setibanya impuls visual disitu terwujudlah suatu perasaan (sensasi visual
sederhana). Dengan perantaraan korteks area 18 dan 19 perasaan visual itu
mendapat bentuk dan arti, yakni suatu penglihatan (Snell, 2010).
8
Ga
mbar 2.3. Vaskularisasi jaras visual (Walsh, 2011)
C. Etiologi
Jalur penglihatan merupakan saluran saraf dari retina ke pusat penglihatan
pada lobus oksipital otak. Gangguan pada jalur penglihatan ini dapat
menyebabkan gangguan lapang pandang. Membesarnya bintik buta fisiologik
dapat terlihat pada papil edema, glaucoma, dan myopia progresif.
Penyempitan lapang pandang juga dapat terjadi pada glaucoma, papilitis,
keracunan obat, dan hysteria (Ilyas & Yulianti, 2015). Beberapa etiologi dari
gangguan lapang pandang dijelaskan dalam table 2.1.
Other Neurological
Anatomical
Visual Phenomena and Medical Possible Etiologies
Location
Findings
Central serous
Impaired visual acuity Metamorphopsia chorioretinopathy,
macular degeneration
Ipsilateral visual loss
Optic neuritis,
(decreased acuity,
Optic atrophy, optic ischemic optic
Optic nerve decreased color vision,
disc swelling neuropathy,
central scotoma, altitudinal
compressive lesions
field defect)
Pituitary adenoma,
Bitemporal hemianopsia,
Optic craniopharyngioma,
decreased acuity and color Optic atrophy
chiasm optic glioma,
vision
meningioma, aneurysm
Contralateral relative
Pituitary adenoma,
Contralateral incongruous afferent pupillary
Optic tract craniopharyngioma,
homonymous hemianopia defect, bowtie
aneurysm
optic atrophy
Preserved visual
acuity, intact
pupillary response,
Optic Contralateral homonymous MCA stroke, temporal
decreased OKN to
radiations hemianopia or parietal mass lesion
side of lesion,
sensory loss,
hemiparesis
Contralateral congruous
homonymous hemianopia
(with or without macular PCA stroke, migraine,
Occipital sparing), quadrantic field Usually isolated Alzheimer's,
lobe defect, homonymous deficits hypertensive
hemianopic central encephalopathy
scotoma, cortical blindness
(if bilateral)
Association Cerebral Lingual and fusiform
cortex hemiachromatopsia gyri lesion
Left occipital lobe and
Alexia without agraphia splenium of corpus
callosum lesion
Bilateral medial
Visual agnosia,
occipitotemporal
prosopagnosia
lesions
Defective motion Lateral
perception occipitotemporal lesion
(Brodmann area 39)
12
Other Neurological
Anatomical
Visual Phenomena and Medical Possible Etiologies
Location
Findings
Auditory and tactile
Left hemifield visual
neglect in left Right parietal lesion
neglect
hemifield
Balint's syndrome (optic
Bilateral
ataxia, simultanagnosia,
occipitoparietal lesions
ocular apraxia)
Temporo-occipital
Palinopsia
lesion(s)
D. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan biasanya adalah hilangnya penglihatan yang sering disebut
fenomena negative seperti penglihatan kabur atau mendung. Fenomena
positif juga mungkin dikatakan pasien seperti silau atau cahaya berwarna
(fotopsia), garis bergerigi, halusinasi visual (Goetz, 2007).
Pasien mungkin memiliki gejala subjektif dan dapat mendeskripsikan
gangguan lapang pandang (skotoma) terutama jika onset akut atau sub
akut. Hal ini terutama terjadi pada gangguan pada retina seperti pelepasan
retina atau age related macular (ARM) ketika pasien mendeksripsikan
gangguan sebagai lebih gelap dibandingkan pemandangan sekeitarnya
(scotoma positif). Pasien dengan perubahan macula menunjukkan
perubahan ireguler dari retina yang dideskripsikan sebagai distorsi
pengelihatan sentral yang terkait dengan scotoma positif. Hal ini dapat
dinilai dengan kisi kisi amsler. Pada beberapa kasus yang mempengaruhi
jalur dari N. opticus menuju korteks pengelihatan gangguan lapang
pandang sering diabaikan atau diterima sebagai bagian yang hilang dari
pemandangan sekitar (Walsh, 2011). Berikut pernyataan yang sering
dikeluhkan pasien.
a. Pasien mengatakan hidung tampak tertutup kabut bulat sedangkan
sekitarnya jelas. Ini menunjukkan scotoma sentral yang bersifat positif.
Keadaan ini sering terjadi pada retinopati serosa sentralis
13
yang lebih besar seperti jari yang bergerak, atau kemampuan mnghitung
jari pada empat kuadran lapang pandang (Ginsberg, 2005).
Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang
pertengahan antar pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar
ke dalam. Jika pasien sudah melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus
memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Bila
terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu
melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua
arah (atas, bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-
masing mata. Dengan latihan, dapat diidentifikasi scotoma sentral.
Scotoma adalah daerah fokal dalam lapang pandang dengan sensitivitas
yang berkurang, dikelilingi oleh area yang lebih sensitive (James, Chew, &
Bron, 2005 ;Lumbantobing, 2010).
Pin berkepala putih ukuran 3 mm lebih akurat digunakan untuk
menguji skotoma hemianopsia dan arcuata. Skotoma arkuata biasanya
ditemukan pada pasien glaukoma dengan bentuk lebih besar pada bagian
nasal ke arah superior (Crick & Khaw, 2003).
Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa
sudah dapat melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien
menyempit. Kedua mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang
tiap mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi pada
susunan nervus optikus (Ilyas & Yulianti, 2015).
3. Perimeter
Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya
pada bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan
keadaan sewaktu pemeriksaan sama dengan kampimeter. Alat ini
berbentuk setengah bola dengan jari jari 30 cm, dan pada pusat parabola
20
b. Perimeter statik
Atau perimeter profil dan perimeter curve differential treshold, di
mana pemeriksaan dengan tidak menggerakkan objek akan tetapi
dengan menaikkan intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien.
Contoh dari perimeter jenis ini adalah Friedmann Visual Field
Analyser MkI (semi-automated) dan Modern (automated) static
perimeter seperti Octopus, Zeiss-Humphrey (Gambar 2.10)
21
Adalag daerah macula (sentral yang masih baik pada pasien dengan
hemianopsia homonym dan dapat disebabkan oleh lesi korteks visual
yang tidak mengenai kutub oksipital yang merupakan representasi daerah
macula.
e. Pengelihatan seperti terowongan (tunnel vision)
hilangnya lapang pandang perifer dengan dipertahankannya daerah sentral
yang disebabkan oleh beberapa penyebab, antara lain penyakit
oftalmologi, yaitu glaukoma kronik sederhana, retinitis pigmentosa, dan
penyakit korteks, yaitu hemianopia homonim bilateral dengan makula
yang masih baik (macular sparing).
f. Hilangnya lapang pandang perifer dengan dipertahankannya daerah sentral
yang dapat penyebabnya antara lain :
1) Penyakit oftalmologi, contohnnya glaucoma kronik
2) Penyakit retina, contohnya retinitis pigmentoa
3) Penyakit korteks contohnya hemianospia homonym bilateral dengan
macula yang masih baik (macular sparing)
Akan tetapi secara umum, hal ini merupakan fenomena yang
fungsional atau yang disimulasi pada pasien tanpa penyakit neurologis
maupun oftalmologis. Dalam hal ini, lapang pandang yang baik tidak
akan meluas pada jarak pandang yang lebih jauh. Seperti yang
diperkirakan dalam hokum geometri.
g. Inatensi visual
Dapat terdeteksi dengan memberikan pasien stimulus secara simultan
di kedua separuh lapang pandang, ketika kedua mata pasien terbuka.
Stimulus yang kontra lateral dari lokasi hemisfer serebri yang terkena
kelainan (biasanya hemisfer non dominan) akan tidak terlihat bahkan pada
lesi parieto-oksipital ringan yang tidak terlalu luas ntuk menyebabkan
defek lapang pandang hemianopsia.
2) Epidemiologi
Pada dewasa, neuritis optic demielinatif biasanya bersifat unilateral
dan banyak mengenai wanita (3;1) dengan awitan terbanyak pada
decade ketiga dan keempat. Penyakit ini hingga 85% dilaporkan
berkaitan dengan sclerosis multiple dan bergantung pada beberapa
factor di antaranya jenis kelamin, asal ras, dan lama follow up.
Anak anak lebih sering terkena pada kedua mata dan menimbulkan
papillitis, tetapi risiko perburukan menuju sclerosis multiple lebih
kecil pada anak kecil.
3) Diagnosis
Pada penyebab idiopatik, hilang penglihatan biasanya bersifat
subakut berkisar antara 2-7 hari. Penglihatan warna dan sensitivitas
kontras juga terganggu, nyeri dan diperburuk dengan gerakan mata.
Hampir semua defek lapang pandang dapat terjadi, tapi paling
sering dilaporkan adalah scotoma sentral bentuk sirkular, difus.
Perluasan scotoma ke perifer mengarahkan kecurigaan kea rah
kompresi. Reflex cahaya pupil melambat, dan dapat terjadi papilitis
(35% pasien)
27
nonarteritik
2. Arteritis sel raksasa (Neuropati
iskemik anteruir arteritik)
3. Vasculitis sistemik Lupus eritematosus sistemik
Sindrom antibody
Anti-fosfolipid
Poliarteritis nodosa
Vasculitis Churg Strauss
Sindrom Sjogren
Takayasu disease
4. Migraine
5. Defek koagulasi herediter Defisiensi protein C
Defisiensi protein S
Defisiensi antitrombin III
Resistensi protein C teraktivasi
(mutasi factor V Leiden)
6. Papilopati diabetic
7. Neuropati radio optica
8. Kehilangan darah masif akut Contoh : perdarahan ulkus
peptikum
2) Diagnosis
Neuropati optic iskemik anterior ditandai dengan edema
diskus pucat, yang disertai dengan hilangnya penglihatan secara
akut, sering ditemukan satu atau dua bercak perdarahan peripapilar.
Kelainan ini disebabkan oleh infark N. opticus retrolaminar akibat
penyumbatan atau penurunan perfusi A. ciliaris posterior brevis.
Penyakit ini biasanya didahului oleh adanya kelainan darah atau
pembuluh darah seperti hipertensi, diabetes mellitus, atau
vasculitis.
3) Terapi
Penyebab nya hars diatasi terlebih dahulu. Kemudian bisa
dilaksanakan terapi bedah, radioterapi, atau oksigen hiperbarik.
c. Peningkatan tekanan intracranial (papilledema)
1) Etiologi
Massa intracranial Tumor serebral, abses, hematoma
subdural
Malformasi arteriovena
Perdarahan subarachnoid
Meningitis atau ensefalitis
Hydrocephalus didapat
Pseudotumor serebri
Oklusi sinus vena serebral
Pseudotumor serebri sekunder Oklusi sinus vena serebral
Pseudotumor serebri sekunder
29
2) Diagnosis
Secara definisi, papilledema adlaah kongesti diskus optikus
akibat peningkatan tekanan intrakranial sehingga kelainan ini
ditandai dengan peningkatan intrakranial. Trias peningkatan
tekanan intrakranial adalah nyeri kepala, muntah proyektil, dan
papilledema.
Papilledema akut kemungkinan terjadi aakibat oeningkatan
tekanan intrakranial yang cepat atau bermakna, terdapat perdarahan
dan bercak cutton-wool di diskus optikus dan sekitarnya, yang
menandai suatu dekompensasi vascular dan aksonal disertai risiko
kerusakan nervus oticus dan defek lapang pandang. Mungkin
terdapat edema peripapiller, eksudat retina, dan lipatan koroid.
Pada papilledema kronik, kemungkinanbesar terjadi akibat
peningkatan tekanan intrakranial moderate yang berkepanjangan.
Secara perlahan diskus yang meninggi dan hiperemis menjadi putih
keabuan sebagai akibat gliosis astrositik dan atrofi neuron dengan
konstriksi sekunder pembuluh darah retina.
3) Terapi
Terapi papilledema harus diarahkan langsung pada penyebab yang
mendasarinya.
d. Kompresi nervus opticus
1) Etiologi
Penyakit intrakranial Meningioma, adenoma hipofisis
kraniofaringioma, aneurisma karotis
interna supraklinoid, karsinomatosis
meningeal, meningitis basalis
Penyakit orbita Neoplasma orbita, abses orbita
Meningioma selubung N. opticus
2) Diagnosis
Edema diskus jarang terjadi. Untuk mengecek fungsi N. II
dilakukan reflex pupil aferen. Untuk memastikan diperluka CT dan
MRI.
3) Terapi didasarkan pada penyebabnya
30
2) Diagnosis
Tampilan klinis neuropati toksik atau nutrisional yang biasa
ditemukan adalah penurunan penglihatan progresif subakut yang
simetris, disertai dengan defek lapang pandang sentral, buruknya
penglihatan warna, dan pemucatan bagian temporal diskus.
Anamnesis menjadi penting dalam kasus ini.
3) Terapi
Terapi bergantung pada penyebabnya.
f. Trauma
1) Etiologi
a) Trauma N. opticus langsung
b) Trauma N. opticus tidak langsung
c) Avulsi N. opticus
2) Diagnosis dan terapi
Diagnosis didasarkan pada adanya tanda klinis kerusakan N. II.
Terapi untuk trauma berupa tindakan bedah. Sedangkan untuk
avulsi N. opticus tidak ada terapi yang efektif.
g. Atrofi optic herediter
h. Ilfiltrasi neoplastic
i. Kelainan nervus opticus
j. Neuropati optic glaukomatosa
k. Atrofi optic akibat penyakit retina
2. Kiasma opticum
Lesi pada bagian lateral khiasma optikum akan
menyebabkan hemianopsia binasal , sedangkan lesi pada bagian medial
kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang
disebut hemianopsia bitemporal. Kelainan seperti ini banyak disebabkan
oleh lesi khiasma, seperti tumor dan kista intrasellar, erosi dari processus
clinoid seperti yang terjadi dengan tumor atau aneurisma dorsal dari sella
31
tursica, kalsifikasi di antara atau di atas sella tursika seperti yang terjadi
dengan kista dan aneurisma kraniofaringioma, dan juga pada meningioma
suprasellar. Juga dapat disebabkan oleh trauma dan tumor pada regio
khiasma. Hemianopsia bitemporal bisa didapatkan pada
kista suprasellar.Bisa juga ditemukan pada pasien dengan tumor pituitari
tapi bersifat predominan parasentral.Pada adenoma pituitari juga bisa
terkadi kebutaan atau anopsia pada salah satu mata dan hemianopsia
temporal pada mata yang lainnya.Lesi pada traktus optikus akan
menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral . Serabut-serabut dari
retina pada bagian temporal akan rusak, bersamaan dengan serabut dari
bagian nasal retina mata yang lain yang bersilangan. Lesi pada radiasio
optika bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim
kontralateral (no.7), sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan
menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral.
Quadroanopsia atau kuadranopia biasanya terjadi pada lesi yang terdapat
pada bagian temporo-parietal. Lesi pada bagian posterior radiasio optika
akan mengakibatkan hemianopsia homonim yang sama dan sebangun
dengan mengecualikan penglihatan makular (no.5).
3. Lesi retrokiasma
Lesi pada lobus occipital dapat menyebabkan gangguan lapang
pandang terkait perubahan beberapa atau semua dari tiga bagian anatomi
yaitu
a. Radiatiooptica
b. Korteks visual primer
c. Korteks visual sekunder.
Permukaan medial dari lobus occipital dibatasi anterior oleh sulcus
parietoocipital, yang bersinggungan dengan bagian anterior dari fisura
calcarinus yang membagi lobus occipital menjadi bagian superior dan
inferior.
32
III.KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2016, Desember 17). Barnell. Retrieved Maret 4, 2017, from Tangent
Screen: https://www.bernell.com/category/972
Ari, B. (2011, Maret 17). Nervus Optikus. Retrieved April 4, 2017, from Nervus
Optikus: http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/nervus-
optikus_files-of-drsmed.pdfCogan
Baehr, M., & Frotscher, M. (2012). Diagnosis Topik Neurologi Duus. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Crick, R. P., & Khaw, P. T. (2003). A text Book of Clinical Ophtalmology. 3rd
Edition. Singapore: World Scientific.
Eva, P. R., & Whitcher, J. P. (2009). Vaughan & Asbury : Oftalmologi Umum.
Edisi ke-17. Jakarta: EGC.
Ilyas, S., & Yulianti, S. R. (2015). Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
James, B., Chew, C., & Bron, A. (2005). Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi
kesembilan. Jakarta : Erlangga.
Kedar, S., Ghate, D., & Cobert, J. J. (2011). Visual Fields in Neuro-Ophtalmology.
Indian Journal Ophtalmology. 59(1), 103-109.
Madge, S. N., Kersey, J. W., Hawker, M. J., & Lamont, M. (2007). Clinical
Techniques in Ophthalmology. New York: Elsevier.
Mardjono, M., & Sidharta, P. (2010). Saraf Otak dan Patologinya dalam
Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.