Anda di halaman 1dari 15

Meet The Expert

DIAGNOSIS ABLASIO RETINA EKSUDATIF

Oleh:

Vilza Maharani Syahnel 2140312156

Nurul Hafiyya 2140312157

Preseptor:

dr. Weni Helvinda Sp.M(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. M. DJAML PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Meet The Expert yang berjudul “Ablasio Retina
Eksudatif” ini dapat penulis selesaikan.
Makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan
pembaca mengenai Ablasio Retina Eksudatif, serta menjadi salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)
sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran,
perbaikan, dan bimbingan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman tentang Ablasio Retina Eksudatif.

Padang, 13 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................iii
BAB 1.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Batasan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................2
1.4 Metode Penulisan.......................................................................................................2
1.5 Manfaat Penulisan......................................................................................................2
BAB 2.......................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................3
2.1 Anatomi Retina..........................................................................................................3
2.2 Ablasio Retina............................................................................................................5
2.2.1 Definisi................................................................................................................5
2.2.2 Klasifikasi...........................................................................................................5
2.3 Ablasio Retina Eksudatif............................................................................................6
2.3.1 Definisi................................................................................................................6
2.3.2 Epidemiologi.......................................................................................................6
2.3.3 Etiologi................................................................................................................6
2.3.4 Patogenesis..........................................................................................................6
2.3.5 Diagnosis.............................................................................................................6
2.3.6 Tatalaksana.........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata 3

Gambar 2.2 Lapisan-lapisan Retina 4

Gambar 2.3 Exudative retinal detachment with shifting fluid 8

Gambar 2.4 Exudative retinal detachment caused by a choroidal melanoma 8

Gambar 2.5 Leopard spot 8

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ablasio retina merupakan keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina, lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen
epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.1 Insiden ablasio
retina cukup banyak terjadi, setiap tahunnya sekitar 1 sampai 2 dari 10.000 orang mengalami
ablasio retina.2 Tanda dini retina terancam untuk lepas adalah adanya floater atau seperti
benda kecil berterbangan di depan lapang penglihatan, disusul dengan pijaran kilat terang
disertai turunnya penglihatan.1

Berdasarkan gambaran klinis dan etiologinya, ablasio retina diklasifikasikan menjadi 3


yaitu ablasio retina regmatogenosa, ablasio retina eksudatif dan ablasio retina traksi
(tarikan). Pada ablasio retina regmatogenesa terjadi robekan pada retina sehingga cairan
masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina.1 Ablasio retina regmatogenosa
memiliki insiden kejadian tertinggi diantara ketiga jenis ablasio retina yaitu 6,3 sampai 17,9
dari 10.000 kasus per tahun.3

Faktor risiko utama terjadinya ablasio retina adalah miopia tinggi atau miopia patologis
yaitu sekitar 67%. Selain itu riwayat operasi katarak, riwayat keluarga dengan ablasio retina,
diabetes yang tidak terkontrol serta trauma tumpul pada mata juga dapat mempengaruhi
terjadinya ablasio retina.3

Menemukan robekan dengan segera dan menutup robekan yang ada pada retina adalah
prinsip utama penatalaksanaan ablasio retina, dapat dilakukan dengan pembedahan scleral
buckle, pneumatic retinopexy ataupun vitrectomy. Prognosis pasca-bedah tergantung dari
keadaan makula. Apabila makula sudah terlepas, sulit untuk mendapatkan hasil yang
sempurn. Jika makula masih melekat dan dilakukan tindakan bedah dengan segera, biasanya
didapatkan hasil yang lebih baik.1

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang Ablasio Retina Eksudatif
1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah pengetahuan
penulis mengenai Ablasio Retina Eksudatif.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode diskusi dan tinjauan kepustakaan yang
merujuk dari berbagai literatur berupa buku teks, jurnal, dan makalah ilmiah.

1.5 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi dan
pengetahuan mengenai Ablasio Retina Eksudatif

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Anatomi Retina
Retina merupakan jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi
bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior
hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serata dengan tepi yang tidak rata.4

Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata

Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina,
sehingga juga berhubungan dengan membran Brunch, koroid dan sklera. Lapisan-lapisan
epitel pada permukaan dalam corpus ciliare dan permukaan posterior iris merupakan
perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior.4
Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas
lapisan1,4 :
1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps
3
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf
optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan
kecil.
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana
Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan
inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina
sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.

Gambar 2.2 Lapisan-lapisan Retina4

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior.
Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula yang merupakan area sentralis, yang
secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari
satu lapis. Makula lutea mengandung pigmen luteal kuning xantofil. Fovea merupakan zona
avaskular retina pada angiografi fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah
yang mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim Iain. Hal ini
terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan
lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan-dalam retina lepas secara
4
sentrifugal. Di tengah makula, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm, yang secara
klinis tampak dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus.
Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung
fotoreseptor kerucut. Foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang
ekstraselular retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di makula. Penyakit
yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan
penebalan daerah ini atau edema makula.4

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu (1) koriokapilaris yang berada tepat di
luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta (2) cabang-cabang
dari arteria centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Sedangkan fovea
seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat
diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel
yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina.4

2.2 Ablasio Retina


2.2.1 Definisi
Ablasio retina merupakan pemisahan retina sensorik, yaitu lapisan fotoreseptor dan
jaringan bagian dalam dari epitel pigmen retina di bawahnya. Lepasnya retina atau sel
kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi
retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan
gangguan fungsi yang menetap.1

2.2.2 Klasifikasi

2.3 Ablasio Retina Eksudatif

5
2.3.1 Definisi

2.3.2 Epidemiologi

2.3.3 Etiologi

2.3.4 Patogenesis

2.3.5 Diagnosis

Mengetahui ablasio retina bersifat eksudatif atau tidak sangat penting, karena tidak
seperti jenis ablasio retina lainnya, penanganan ablasio retina eksudatif tidak memerlukan
tindakan bedah. Ablasio retina eksudatif terjadi ketika salah satu pembuluh darah retina
bocor atau RPE rusak, sehingga memungkinkan cairan masuk ke ruang subretina. Neoplasia
dan penyakit inflamasi adalah penyebab utama ablasio retina eksudatif.5

Manifestasi Klinis

Gejala tergantung dari penyebab yang mendasari. Pada ablasio retina eksudatif fotopsia
tidak ditemukan. Fotopsia adalah sensasi yang dirasakan pasien seperti melihat kilatan
cahaya akibat tarikan vitreus terhadap retina. Jika tarikan tersebut berlangsung cukup kuat
maka akan terjadi robekan retina. Gejala dapat dirasakan sepanjang waktu, tetapi paling
terasa saat suasana gelap. Kilatan cahaya (flashes) biasanya terlihat pada lapangan pandang
perifer.6,7 Pada ablasio retina eksudatif tidak terdapat tarikan vitreoretina sehingga gejala
fotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Retina yang robek dapat
menyebabkan pigmen dari retinal pigmen ephitelium (RPE) terlepas dan masuk ke dalam
rongga vitreus sehingga menimbulkan gejala floaters. Floaters adalah sensasi melihat objek
berwarna coklat kehitaman dengan kelainan retina yang berkaitan dengan proliferasi
membran neovaskular, sebagai respon kondisi iskemik retina. Gejala yang ditimbulkan yaitu
titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang, titik hitam yang bertambah besar dan
muncul tiba tiba menjadi tanda signifikan suatu keadaan patologis. Pada beberapa kasus,
pasien menggambarkan gejala ini seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini mungkin
karena adanya kombinasi gejala ini dan kilatan cahaya. 6,7

Pasien juga akan mengeluhkan penurunan tajam penglihatan, penglihatannya sebagian


seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan lebih lanjut, dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat. Cairan eksudat akan bergerak mencari
tempat yang rendah, maka pasien merasakan seolah-olah melihat suatu tirai yang bergerak

6
ke suatu arah. Bila terjadi dibagian temporal, dimana terletak makula lutea, maka visus
sentral lenyap. Sedangkan bila terdapat dibagian nasal, visus sentral lebih lambat terganggu.
Selain itu juga dapat mempengaruhi lapang pandang, dimana dapat terjadi defek lapang
pandang secara tiba-tiba dan berkembang dengan cepat.5

Pemeriksaan

Keluhan penurunan penglihatan pada ablasio retina dideskripsikan oleh pasien sebagai
penglihatan yang tertutup sebagian, atau seperti tertutup tirai. Pemeriksaan penting untuk
mendiagnosis pada ablasio retina adalah funduskopi dengan menggunakan oftalmoskop
direk dan indirek. Ablasio yang melibatkan bagian retina perifer, tajam penglihatan sentral
pasien biasanya normal (visus 6/6) tetapi terdapat lapang pandang yang terganggu dengan
kesan tertutup tirai di sisi lapang pandangan yang bersesuaian dengan retina yang
mengalami ablasi. Tetapi jika ablasio mengenai makula, pasien akan mengalami penurunan
tajam penglihatan drastis mencapai 1/60 sampai 1/~.9

Funduskopi dilakukan dalam keadaan pupil dilatasi agar pemeriksaan dapat mencapai
retina bagian perifer. Pada fundusopi terlihat hilangnya refleks fundus akibat hilangnya
transparansi lapisan retina yang terlepas. Retina tampak keabuan, “terangkat”, berbentuk
bulosa dengan pembuluh darah yang tampak bergelombang mengikuti pemukaan retina
yang terangkat dan terlepas.9

Pada pemeriksaan oftalmologi, ablasio retina eksudatif memiliki bentukan yang konveks
dengan permukaan yang halus dan berombak. Retina yang terlepas bersifat mobile sehingga
menimbulkan fenomena “shifting fluid”(Gambar 2.3). Dalam posisi tegak subretinal fluid
akan terkumpul dibawah retina inferior, saat posisi terlentang beberapa menit, retina inferior
akan mendatar. Selain itu juga dapat ditemukan “Leopard spots” yaitu area penggumpalan
pigmen subretina yang tersebar setelah terjadi ablatio retina.

7
Gambar 2.3 Exudative retinal detachment with shifting fluid. (A) Inferior collection of subretinal
fluid with the patient sitting; (B) the subretinal fluid shifts upwards when the patient assumes
the supine position8

Gambar 2.4 Exudative retinal detachment caused by a


choroidal melanoma8

Gambar 2.5 ‘Leopard spot’ pigmentation following resolution of


exudative retinal detachment8

8
Pemeriksaan menyeluruh dilakukan pada kedua mata, pemeriksaan pada mata yang tidak
bergejala dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab dari ablasio retina pada mata
yang lainnya. Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan10 :

a. Pemeriksaan segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma.


b. Pemeriksaan pupil untuk menententukan ada atau tidaknya defek pupil aferen.
c. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.
d. Pemeriksaan konfrontasi lapangan pandang.
e. Pemeriksaan metamorfopsia dengan tes Amsler Grid.
f. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus
(Shafer’s sign).
g. Pemeriksaan tekanan bola mata.
h. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam keadaan dilatasi).
Retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema serta kehilangan sifat
transparansinya. Pada ablasio regmatogenosa, robekan retina berwarna merah
terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian atas retina pada
regio degenerasi ekuator. Pada ablasio tipe traksi, ablasio bullosa akan terlihat
bersamaan dengan untaian retina berwarna abu- abu. Pada tipe eksudatif akan
terlihat adanya deposit lemak masif dan biasanya disertai dengan perdarahan
intraretina.11

i. Pemeriksaan USG dilakukan untuk menampilkan gambaran echo morfologi


retina yang terlepas seperti pada ablasio traksional dan ablasio yang
berbentuk bulosa. Pada pemeriksaan USG mata, jika retina tidak dapat tervisualisasi
karena katarak atau perdarahan, maka ultrasound A dan B- scan dapat membantu
mendiagnosis ablasio retina dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior.
USG dapat membantu membedakan regmatogen dari non regmatogen. Pemeriksaan
ini sensitif dan spesifik untuk ablasio retina tetapi tidak dapat membantu untuk
menentukan lokasi robekan retina yang tersembunyi.9,10

2.3.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan diberikan berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Beberapa kasus

9
dapat sembuh spontan. Pada kondisi yang disebabkan oleh inflamasi seperti pada penyakit
Harada dan skleritis posterior maka pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan. Jika
disebabkan oleh keganasan, maka terapi radiasi dapat dilakukan. Pada korioretinopati
bulosa sentral serosa dapat dilakukan laser fotokoagulasi argon. Pada infeksi diberikan
antibiotik.8 Kelainan vaskular dapat diterapi dengan laser, krioterapi, aviterktomi.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. Sari Ilmu Penyakit Mata. cetakan ke 5. Gaya Baru
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2016 hal 192-5
2. Chang Huan J. In : Retinal Detachment. The Journal Of The American Medical
Association. 2012. JAMA. 2012;307(13):1447
3. Nemet A, Moshiri A, Yiu G, Loeweinstein A, Moisseive E. A Review of
Innovations in Rhegmatogenous Retinal Detachment Surgical Techniques.
Journal of Ophthalmology: 2017.
4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. Oftalmologi Umum. edisi 17,
Alih Bahasa Tambajong J, Pndit UB. Widya Medika Jakarta : 2010 hal.196-8
5. American Academy of Ophthalmology Staff. 2020-2021b. Retina and Vitreous. United
State of America: American Academy of Ophthalmology. p. 325
6. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. In : Common Eye Disease
And Their Management. 3 rd ed. London : Springer-Verlag. 2006. Page 103-10
7. Sitorus,Ritaetal.BukuajaroftalmologiFKUI,Edisi1.Jakarta:BadanPenerbitFKUI.
2017.
8. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach.
7th ed. Elsevier, 2011
9. Sitorus,Ritaetal.BukuajaroftalmologiFKUI,Edisi1.Jakarta:BadanPenerbitFKUI.
2017.
10. Chern KC. In : Emergency Opthalmology A Rapid Treatment Guide. New
York : McGrawHill. 2002.
11. Kwon O.W., Roh M I., Song J.H. Retinal Detachment and Proliverative
Vitreoretinopathy. In. Retinal Pharmacotheraphy. Britain: Saunders-Elsevier.
2010. Page 148-51.

11

Anda mungkin juga menyukai