Anda di halaman 1dari 7

Nefritis Lupus

Definisi
Nefritis lupus adalah komplikasi ginjal pada lupus erimatosus sitemik (LES). Lupus
erimatosus sistemik (LES) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya
inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit
ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan. Diagnosis nefritis lupus ini ditegakkan bila pada lupus erimatosus
sistemik (SLE) terdapat tanda-tanda proteuniria dalam jumlah lebih atau sama dengan
1gram/24jam atau dengan hematuria (>8 eritrosit/LPB) atau dengan penurunan fungsi ginjal
sampai 30%.

Epidemiologi
Prevalensi LES di Amerika serikat adalah 1:2000 kasus pada populasi umum. Karena
sulitnya mendiagnosis dan kemungkinan kasus LES tidak terdeteksi, para peneliti menduga
prevalensinya kemungkinan 1 kasus per 500-1000 populasi umum. Prevelansi penyakit LES
di Indonesia belum dapat dipastikan secara tepat, karena sistem pelaporan masih berupa
laporan kasus dengan jumlah terbatas. Penyakit LES dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi paling sering pada usia 15-45 tahun dan 90% penderitanya adalah wanita. Rasio
insidensi penyakit LES pada wanita dibandingkan dengan pria meningkat sesuai dengan
pertambahan umur, dengan perbandingan 2:1 pada anak-anak dan 9:1 pada dewasa muda,
namun pria dengan LES insidens terjadinya nefritis lupus lebih tinggi walaupun tidak berbeda
bermakna dengan perempuan. Anak-anak dengan LES mempunyai resiko lebih besar terkena
penyakit ginjal dibandingkan orang dewasa. Orang Asia dan kulit hitam lebih sering
mengalami nefritis lupus dibandingkan dengan ras lainnya.

Etiologi
Nefritis lupus terjadi ketika antibody (antinuklear antibody) dan komplemen terbentuk
di ginjal yang menyebabkan terjadinya peradangan. Hal tersebut biasanya mengakibatkan
terjadinya sindrom nefrotik (eksresi protein yang besar) dan dapat progresi cepat menjadi
gagal ginjal. Produk nitrogen sisa terlepas kedalam aliran darah, lupus erimatosus sistemik
(SLE) menyerang berbagai struktur internal dari ginjal, meliputi nefritis intertitial dan
glomerulonefritis membranosa.
Patogenesis
Pathogenesis timbulnya LES diawali oleh adanya interaksi antara faktor predisposisi
genetic (seperti HLA-β haplotipe, antigen DRW2 dan DRW5, defesiensi c2-inborn, HLA-
DR2 dan HLA-DR3) dengan faktor lingkungan, faktor hormone seks, dan faktor sistem
neuroendrokin. Interaksi faktor-faktor ini akan mempengaruhi dan mengakibatkan terjadinya
respon imun yang menimbulkan peningkatan auto-antibodi (DNA-antiDNA). Sebagian auto-
antibodi akan membentuk komplek imun bersama nukleosom (DNA-histon), kromatin, C1q,
laminin, Ro (SS-A), ubiquitin, dan ribosom, yang kemudian akan membentuk deposit
(endapan) sehingga terjadi kerusakan jaringan. Pada sebagian kecil NL tidak ditemukan
deposit komplek imun dengan sediaan imunofluoresen atau mikroskop elektron.
Gambaran klinik kerusakan glomelurus berhubungan dengan lokasi terbentuknya
deposit komplek imun. Deposit pada mesangium dan subendotel letaknya proksimal terhadap
membran basalis glomerulus sehingga mempunyai akses dengan pembuluh darah. Deposit
pada daerah ini akan mengaktifkan komplemen yang selanjutnya akan membentuk
kemoatraktan C3a dan C3a, yang menyebabkan terjadinya influx sel neutrofil dan sel
mononuclear.
Deposit pada mesangium dan subendotel secara histopatologis memberikan gambaran
mesangial, proliferatif fokal, dan proliferative difus, secara klinis memberikan gambaran
sedimen urin yang aktif (ditemukan eritrosit, leukosit,silinder sel, dan granula), proteinuria,
dan sering disertai penurunan fungsi ginjal.
Sedangkan deposit pada subepitel tidak mempunyai hubungan dengan pembuluh
darah karena dipisahkan oleh membrane basalis glomerulus sehingga tidak terjadi influx
neutrofil dan sel mononuclear. Secara histopatologis memberikan gambaran nefropati
membranosa dan secara klinis hanya memberikan gejala proteinuri.

Gejala Klinis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, NL adalh komplikasi ginjal pada LES dan
ditemukan pada 25-50% dari semua pasien LES. Diagnosis LES ditegakkan berdasarkan
criteria American Rheumatism Association yang telah dimodifikasi pada tahun 1997.
Ditemukan 4 dari 11 kriteria mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 96% untuk LES,
criteria tersebut meliputi:
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema menetap, datar atau menonjol, pada malar eminence
dan lipat nasolabial
Ruam diskoid Bercak eritema menonjol dengan gambaran SLE keratotik dan
sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut
atrofik
Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar
matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh
dokter pemeriksa
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat
oleh dokter pemeriksa
Atritis non-erosif Melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh rasa
nyeri, bengkak dan efusi
Pleuritis atau a. Pleuritis  riwayat nyeri pleuritik atau pleuritik friction rub
perikarditis yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pleura
atau
b. Perikarditis  bukti rekaman EKG atau pericardial friction
rubyang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi
perikardial
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau > +3, atau
b. Sedimen urin (bisa eritrosit, hemoglobin, granular, tubular,
atau gabungan)
Gangguan Kejang atau psikosis tanpa sebab yang jelas
neurologi
Gangguan Anemia hemolitik atau leukopenia (<4000 /µL) atau limfopenia
hematologi (<1500 /µL) atau trombositopenia (<100.000 /µL) tanpa
disebabkan oleh obat-obatan
Gangguan Anti-dsDNA, anti-Sm, dan/atau anti-fosfolipid
imunologik
Antibodi Titer abnormal imunoflouresensi ANA
antinuklear

Tabel 1. Kriteria ARA untuk diagnosis SLE


Tanda-tanda gangguan ginjal dapat berupa
Gejala %
Proteinuria 100
Sindrom nefrotik 45-65
Silinder granular 30
Silinder eritrosit 10
Hematuria mikroskopik 80
Hematuria makroskopik 1-2
Penurunan fungsi ginjal 40-80
Penurunan fungsi ginjal yang cepat 30
Gagal ginjal akut 1-2
Hipertensi 15-50
Hiperkalemi 15
Abnormalitas tubulas 60-80

Tabel 2. Gambaran Klinis Nefritis Lupus


Manifestasi klinis nefritis lupus sangat bervariasi. Pada nefritis lupus klas I WHO didapatkan
adanya proteinuria tanpa adanya kelainan pada sedimen urin. Pada NL klas II WHO
didapatkan kelainan ginjal yang ringan. Biasanya hanya didapatkan anti-dsDNA yang positif
dan kadar komplemen serum yang rendah. Sedimen urin tidak aktif, tanpa hipertensi,
proteinuria ± 1 gram/24jam, dan kadar kreatinin serum serta laju filtrasi glomerulus (LFG)
normal. Pada NL klas III WHO biasanya didapatkan sedimen urin yang aktif. Proteinuria
lebih dari 1 gr/24 jam, kira-kira 25-35% pasien dengan proteinuria >3 gr/24 jam. Peningkatan
kreatinin serum didapatkan pada 25% pasien. Pada sebagian pasien juga didapatkan
hipertensi.
Pada nefritis lupus klas IV WHO ditemukan sedimen urin yang aktif pada seluruh
pasien. Proteinuria >3gr/24 jam didapatkan pada 50% pasien, dan hipertensi ditemukan pada
hamper semua pasien, dan penurunan fungsi ginjal sangat tipikal. Pada pasien nefritis lupus
klas V WHO secara klinis ditemukan sindrom nefrotik, sebagian dengan hematuria dan
hipertensi, akan tetapi fungsi ginjal masih normal sedangkan pada nefritis lupus klas VI
WHO dijumpai penurunan fungsi ginjal yang progresif lambat, dengan urin yang relatif
normal.
Secara skematis, hubungan antara gejala klinis dan kelainan histopatologi dapat
dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Hubungan gejala klinis dan kelainan histopatologi nefritis lupus

Diagnosis
Diagnosis klinis NL ditegakkan bila pada pasien LES (minimal terdapat 4 dari 11
kriteria ARA) didapatkan proteinuria ≥ 1gr/24 jam dengan/atau hematuria (>8 eritrosit/LPB)
dengan/atau penurunan fungsi ginjal sampai 30% sedangkan diagnosis pasti nefritis lupus
ditegakkan dengan biopsy ginjal. Proteinuria umumnya diperiksa dengan cara mengukur
jumlah secara kuantitatif dengan mengumpulkan urin selama 24 jam. Cara lain yang lebih
praktis dan sekarang mulai banyak dilakukan ialah dengan mengukur rasio protein dengan
kreatinin pada sampel urin sewaktu (ekskresi kreatinin normal 1000 mg/24jam/1,75m2; rasio
protein-kreatinin normal <0,2). Pemeriksaan ini lebih mudah dikerjakan, dan terutama
diperiksa untuk menilai perubahan jumlah protein urin setelah dilakukan pengobatan.
Pemeriksaan serologik yang biasa digunakan pada pasien NL:
1. Tes ANA. Tes ini sangat sensitif untuk LES, tapi tidak spesifik. ANA juga ditemukan
pada pasien dengan arthritis rematoid, scleroderma, sindrom syrogen, polimiositis dan
infeksi HIV. Titer ANA tidak mempunyai korelasi yang baik dengan berat kelainan
ginjal pada LES dan tidak dapat digunakan untuk memantau respon terapi dan
prognosis.
2. Tes anti dsDNA (anti double-stranded DNA), lebih spesifik tapi kurang sensitive
untuk LES. Tes ini positif pada kira-kira 75% pasien LES aktif yang belum diobati.
Dapat diperiksa dengan teknik Radioimunoassay Farr atau teknik ELISA (enzyme-
linked immunosorbent assay). Anti dsDNA mempunyai korelasi yang baik dengan
adanya kelainan ginjal.
3. Pemeriksaan lain adalah antibody anti-ribonuklearseperti anti-Sm dan anti-nRNP.
Antibody anti-Sm meskipun sangat spesifik untuk LES, tapi hanya ditemukan pada
25% pasien lupus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibody anti-Sm
mempunyai hubungan dengan peningkatan insidens yang buruk. Antibody anti-nRNP
ditemukan pada 35% pasien LES, juga pada penyakit-penyakit rematologik terutama
jaringan ikat.
4. Kadar komplemen serum menurun pada saat fase aktif LES, terutama pada NL tipe
proliferatif. Kadar C3 dan C4 serum sering sudah dibawah normal sebelum gejala
lupus bermanifestasi. Normalisasi kadar komplemen dihubungkan dengan perbaikan
NL. Defisiensi komplemen lain seperti C1r, C1s, C2, C3q, C5a dan C8 juga
didapatkan pada LES. Kadar komplemen total kemungkinan tetap dibawah normal
meskipun penyakit dalam keadaan inaktif.

Pemeiksaan serologis penting untuk menentukan diagnosis nefritis lupus karena


menunjukkan adanya produksi auto-Ab yang abnormal tetapi kurang tepat untuk menentukan
adanya kelainan ginjal, menilai prognosis maupun tindak lanjut terapi.

Klasifikasi WHO pada tahun 2003 membagi NL dalam 6 kelas. Skema ini
berdasarkan hasil biopsi spesimen yang didapat dari mikroskop elektron.
Penatalaksanaan

Tabel 6. Rekomendasi Terapi Nefritis Lupus

Anda mungkin juga menyukai