Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah penyakit yang ditandai dengan adanya neuropati nervus optikus
yang berkaitan dengan kelainan lapangan pandang yang khas dan salah satu faktor
risikonya adalah peningkatan tekanan intraokular.1 Glaukoma merupakan penyebab
kebutaan kedua setelah katarak, dan merupakan salah satu penyebab kebutaan yang
irreversible.2
Pengaruh yang serius dari adanya peningkatan tekanan intraokular pada penderita
glaukoma adalah atrofi papil nervus optikus yang bersifat progresif. Teori lain
mengatakan bahwa gangguan aliran darah terhadap nervus optikus dapat menyebabkan
timbulnya neuropati optik glaukomatosa. Neuropati optik glaukomatosa merupakan
suatu kelainan nervus optikus yang disebabkan oleh glaukoma, dengan gambaran
khasnya terdapat penggaungan pada papil nervus optikus. Tingkat keparahan dari
neuropati optik glaukomatosa biasanya berhubungan dengan luas defek lapangan
pandang.3
Kelainan papil nervus optikus pada glaukoma dianggap sebagai penyebab
penurunan penglihatan yang irreversible, sehingga pemahaman mengenai neuropati
optik glaukomatosa penting diketahui untuk diagnosis dan penatalaksanaan glaukoma.
Neuropati optik glaukomatosa merupakan tanda penting yang memiliki spesifisitas dan
nilai diagnostik tinggi dalam diagnosis glaukoma secara dini.3,4
Tinjauan pustaka ini akan membahas kelainan papil nervus optikus pada
glaukoma. Pentingnya mendiagnosis glaukoma secara dini melalui penilaian papil
nervus optikus sangat membantu klinisi dalam mencegah perjalanan penyakit menjadi
lebih progresif. Diharapkan melalui penulisan tinjauan pustaka ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca terutama dalam mendiagnosis suatu glaukoma.

BAB II
PEMERIKSAAN PAPIL NERVUS OPTIKUS

Neuropati optik glaukomatosa merupakan tanda penting pada glaukoma. Oleh


karena itu penting untuk mengevaluasi dan mencatat gambaran papil nervus optikus
sehingga dapat segera diketahui apabila terjadi perubahan-perubahan sekecil apapun. 5
Adapun tujuan evaluasi papil nervus optikus adalah :6
1. Melakukan penilaian akson sel ganglion retina sehingga dapat membedakan
antara yang normal dengan yang mengalami kelainan.
2. Mengelompokkan pasien glaukoma menurut kategorinya (mild, moderate
dan advanced glaukoma).
3. Melakukan pengawasan terhadap setiap perubahan yang terjadi pada papil
nervus optikus sehingga progresifitasnya dapat dinilai.
Pemeriksaan papil nervus optikus dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Pemeriksaan yang baik seharusnya dengan pembesaran yang tepat dan stereoskopis.6

II.1. Slit-lamp Biomikroskop


Pemeriksaan dengan slit-lamp biomikroskop lebih disukai dalam menilai papil
nervus optikus. Metode ini dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis lensa bantu. 6
Dalam penggunaannya lensa bantu dapat dibedakan atas dua macam yaitu lensa bantu
kontak dan lensa bantu non kontak. Lensa bantu kontak digunakan untuk diagnostik
maupun terapeutik. Sedangkan lensa bantu non kontak digunakan untuk pemeriksaan
segmen posterior termasuk papil nervus optikus. Lensa ini terdiri atas condenser lens
dan Hruby lens.5
Pemeriksaan papil nervus optikus dengan condenser lens dapat menggunakan
lensa bikonveks kekuatan + 60 D, + 78 D maupun + 90 D. 5,6 Karakteristik bayangan
yang dihasilkan ialah nyata, diperbesar, terbalik dan stereoskopis. Semakin besar
kekuatan dioptri lensa yang digunakan maka bayangan yang dibentuk akan semakin
kecil namun lapang pemeriksaan semakin luas.5

Condenser lens dengan kekuatan + 60 D menghasilkan bayangan papil dan


makula yang baik, namun untuk menghasilkan bayangan yang jelas, posisi slit-lamp
biomikroskop harus ditarik sejauh mungkin ke belakang. Condenser lens + 78 D
merupakan salah satu lensa yang paling sering digunakan karena dapat menghasilkan
pembesaran bayangan sedang dan lapangan pemeriksaan yang cukup luas. Lensa ini
dapat menghasilkan bayangan dengan pembesaran 10 kali, mudah dipegang dan tidak
membutuhkan manipulasi slit-lamp yang besar, sehingga sering digunakan bagi para
pemula. Sedangkan condenser lens + 90 D menghasilkan bayangan dengan pembesaran
7,5 kali dan lapangan pemeriksaan yang paling luas sehingga dapat digunakan walau
pupil kecil.5,6

Gambar 1. Condenser Lens + 78 D dan + 90 D6

Hruby lens adalah lensa konkaf dengan kekuatan - 55 D. Hruby lens biasanya
sudah ada pada setiap slit-lamp biomikroskop sebagai asesoris. Penggunaan lensa ini
dengan meletakkannya di depan mata pasien dengan posisi bagian yang cekung
menghadap pasien dengan jarak sekitar 10-20 mm dari mata yang diperiksa.
Kelemahan utama dari metode ini adalah lapang pemeriksaan yang lebih kecil
dibandingkan metode pemeriksaan yang lain. Fiksasi pasien yang kurang baik, sulitnya
mengatur posisi slit-lamp pada pasien dengan pupil yang sulit lebar, dan kekeruhan
media refraksi yang bermakna akan menyebabkan hasil pemeriksaan yang tidak
optimal.5,6
Penggunaan lensa kontak seperti Goldmann three-mirror memerlukan anestesi
topikal dan cairan viscous untuk melindungi kornea. Penggunaan lensa ini untuk
penjaringan (screening) tidak praktis sebab membutuhkan proses pemeriksaan yang
lama dan memerlukan persiapan yang lebih rumit.5,6

II.2. Oftalmoskop Direk


Pemeriksaan oftalmoskopi direk menghasilkan lapang pemeriksaan dua dimensi
yang cukup besar namun tidak stereoskopis. Walaupun demikian, oftalmoskop direk
tetap merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai neuropati optik
glaukomatosa. Alat ini mudah dibawa sehingga pemakaiannya cukup membantu dalam
screening.6

II.3. Oftalmoskop Indirek


Pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop indirek menghasilkan lapang
pemeriksaan yang stereoskopis namun bayangan yang dibentuk kecil dan terbalik
sehingga cukup sulit digunakan dan tidak direkomendasikan untuk menilai perubahanperubahan pada papil nervus optikus.6

II.4. Teknik Pencatatan


Dua cara yang umum dipakai dalam mencatat gambaran neuropati optik
glaukomatosa yaitu pencatatan secara tertulis atau gambar (fundus drawing) dan
fotografi. Kedua teknik pencatatan ini sangat penting mengingat glaukoma merupakan
penyakit yang berjalan progresif sehingga perubahan-perubahan sedikit demi sedikit
akan terus terjadi. Pencatatan tertulis meliputi perubahan CDR, daerah penggaungan,
posisi vasa, splinter hemorrhages bahkan perubahan-perubahan peripapil. Pencatatan
tertulis dianggap sebagai pendukung pencatatan dengan fotografi.5
Suatu cara yang mungkin lebih dapat dipercaya untuk mencatat ekskavasio papil
dan aspek-aspek lain dari neuropati optik glaukomatosa adalah dengan fotografi
berwarna. Salah satunya ialah melalui foto fundus.5

Gambar 2. Foto fundus papil nervus Optikus7

BAB III
PAPIL NERVUS OPTIKUS NORMAL

III.1. Anatomi Papil Nervus Optikus


Secara anatomis nervus optikus berawal dari diskus optikus, tetapi secara
fisiologis dan fungsional berawal dari lapisan sel ganglion yang menutupi seluruh
retina. Jumlah akson sel ganglion retina yang membentuk nervus optikus kurang lebih
1-1,2 juta dan membentang sampai ke khiasma optikum.4
Panjang nervus optikus bervariasi dari 35 mm sampai 55 mm dengan rata-rata 40
mm. Nervus optikus dapat dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu intraokular, intraorbita,
intrakanalikular dan intrakranial. Bagian intraokular dari saraf ini yang tampak pada
pemeriksaan oftalmoskopi adalah optic nerve head atau diskus optikus.4,8
Diskus optikus disebut juga papil nervus optikus. Ukuran papil nervus optikus
ditentukan oleh besarnya ukuran foramen skleralis posterior, dimana akson-akson
nervus optikus keluar dari bola mata. Gambaran funduskopi dari papil nervus optikus
umumnya vertikal oval, meskipun terdapat banyak variasi dan bentuk. Diameter
horizontal papil rata-rata antara 1,5-1,8 mm dan diameter vertikal rata-rata antara 1,72,0 mm.4,8
Pada bagian tengah papil terdapat cekungan atau cup yang berbentuk corong
pendek dikenal sebagai ekskavasio fisiologis, warnanya lebih pucat dari bagian papil
lainnya. Hal ini menunjukkan tidak adanya akson pada daerah tersebut. Dari cup
muncul arteri dan vena retina sentralis. Batas antara cup dan batas luar papil disebut
neuroretinal rim. Neuroretinal rim berwarna kuning sampai merah muda, terdiri dari
akhiran-akhiran akson.1,4
Ukuran luas papil nervus optikus sangat bervariasi antara 1,4-2,9 mm 2. Ukuran
papil nervus optikus lebih besar pada laki-laki daripada wanita.8

Gambar 3. Papil Nervus Optikus Normal9

Papil nervus optikus dapat dibagi menjadi 4 lapisan yaitu :


1.

Lapisan serabut saraf superfisial.


Lapisan ini merupakan lanjutan dari serabut saraf retina. Akson-akson sel

ganglion retina masuk ke papil nervus optikus dengan susunan sesuai dengan susunan
dari retina. Pada papil nervus optikus, serabut saraf dari retina bagian superior akan
berada di atas dan serabut saraf dari retina bagian inferior akan berada di bawah.
Serabut dari temporal retina akan berada di lateral dan serabut saraf berasal dari sisi
nasal retina akan berada di medial. Serabut-serabut makula terletak di lateral, serabutserabut fovea terletak di perifer dan serabut-serabut peripapiler akan terletak di sentral.4
2. Lapisan prelaminar.
Bagian ini berada di posterior lapisan serabut saraf superfisial, berdekatan
dengan koroid peripapiler, dimana batas belakangnya adalah lamina kribosa. Jaringan
yang dominan pada lapisan ini adalah neuron tetapi dengan jumlah sel-sel glia yang
meningkat.1
3. Lapisan laminar.
Pada lapisan ini terdapat lamina kribosa yaitu bagian dari sklera yang memiliki
fenestra atau lubang-lubang tempat dilaluinya berkas-berkas serabut saraf. Lamina
kribosa terdiri dari lamela-lamela jaringan ikat dengan jumlah fenestra 200 sampai 300.
Ukuran fenestra bervariasi, fenestra yang ukurannya lebih besar dan terletak di sentral
dilalui oleh arteri dan vena retina sentralis. Secara histologis fenestra lamina kribosa
digambarkan lebih besar di bagian superior dan inferior dibandingkan dengan bagian
nasal dan temporal nervus optikus.1,4
7

4. Lapisan retrolaminar.
Lapisan ini berada di posterior lamina kribosa yang merupakan tempat awal
akson bermyelin dan diselubungi oleh meningen dari sistem saraf pusat. Hal inilah yang
meningkatkan ukuran diameter nervus optikus dari 1,5 mm pada papil menjadi 3 mm.1,4

Gambar 4. Penampang Papil Nervus Optikus10


(A : lapisan serabut saraf superfisial, B : lapisan prelaminar,
C : lapisan laminar, D : lapisan retrolaminar)

III.2. Ekskavasio Fisiologis


Pada individu normal ukurannya sangat bervariasi, rata-rata antara 0,6-0,7 mm 2.
Ukuran ekskavasio fisiologis dibentuk secara genetik dan berhubungan dengan ukuran
papil. Bentuk normalnya oval horizontal. Ukuran diameter horizontal rata-rata 0,650,80 mm, sedang diameter vertikal rata-rata 0,70-0,77 mm.11
Cup disk ratio (CDR) adalah perbandingan antara ukuran cup terhadap diameter
diskus optikus. CDR dipengaruhi oleh diameter disc dan cup, dimana disc yang besar
akan diikuti cup yang besar. Pada individu normal ukurannya dapat bervariasi, dari 0,0
sampai 0,8 dan hanya 1 % yang mempunyai CDR lebih dari 0,8. Ekskavasio fisiologis
8

cenderung simetris antara kedua mata pada satu individu. Perbedaan CDR lebih dari 0,2
antara kedua mata dijumpai hanya pada 1 % populasi. CDR mungkin sedikit bertambah
dengan bertambahnya usia, juga mungkin lebih besar ukurannya pada orang kulit hitam
dan penderita miopia.1,11

Gambar 5. Cup berukuran kecil (7a), sedang (7b) dan besar (7c)12

III.3. Neuroretinal Rim


Ukuran neuroretinal rim berbanding lurus dengan ukuran papil nervus optikus.
Jadi individu dengan ukuran papil besar cenderung mempunyai neuroretinal rim besar.
Ukuran luas rata-rata neuroretinal rim pada mata sehat adalah antara 1,2-2,2 mm 2,
ukuran bertambah dengan bertambahnya ukuran papil.8,11
Lebar dari neuroretinal rim tergantung dari jumlah akson sel-sel ganglion yang
memasuki nervus optikus. Karena letak fovea yang sedikit lebih inferior dari pusat
papil, dan karena pola akson-akson di lapisan serabut saraf retina, maka neuroretinal
rim paling lebar adalah di kuadran inferior, menyusul di kuadran superior, nasal dan
temporal (ISNT).4,11

Warna neuroretinal rim secara klinik adalah oranye kemerahan atau kuning
kemerahan. Warna ini disebabkan komponen yang dijumpai di neuroretinal rim (akson,
vasa dan jaringan glia) dan susunan anatomis komponen-komponen tersebut.11
Neuroretinal rim yang pucat mungkin disebabkan oleh penurunan aliran darah
(iskemia) maupun kerusakan susunan dari komponen-komponen yang menyusunnya.11

Gambar 6. ISNT rule pada neuroretinal rim13

III.4. Vaskularisasi Papil Nervus Optikus


1. Arteri
Lapisan serabut saraf superfisial disuplai oleh cabang-cabang dari arteri retina
sentralis. Pada lapisan ini juga terdapat jaringan kapiler (capillary network) dari lapisan
serabut saraf sampai ke lapisan retrolaminar. Beberapa cabang arteri siliaris posterior
brevis di koroid juga memberi vaskularisasi di lapisan serabut saraf superfisial, yang
diantaranya disebut arteri silioretina.4
Lapisan prelaminar disuplai oleh arteri siliaris posterior brevis dan arteri-arteri
koroidal rekuren, walaupun kontribusinya masih dalam perdebatan. 4 Lapisan laminar
mendapat suplai dari arteri siliaris posterior brevis, yang membentuk jaring anastomosis
dengan cabang-cabang dari koroid. Pada lapisan ini tidak ada suplai darah dari arteri
retina sentralis.4,11 Lapisan retrolaminar terutama mendapat suplai dari pembuluhpembuluh pial dan arteri siliaris posterior brevis, sebagian dari arteri retina sentralis dan
arteri septal. Kadang juga ada suplai dari arteri-arteri koroid.4
2. Vena
Aliran balik di papil nervus optikus terutama melalui vena retina sentralis,
meskipun sebagian mengalir ke vena-vena di koroid, dengan demikian terjadi hubungan
antara retina dan koroid. Kadang-kadang vena yang menghubungkan retina dan koroid
membesar dan membentuk vena retinosiliaris.4,11
10

Gambar 7. Vaskularisasi Papil Nervus Optikus4


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Keterangan gambar :
Pembuluh darah pial
Arteri siliaris posterior brevis rekuren
Arteriol longitudinal dari pembuluh pial
Pembuluh darah pial besar
Cabang-cabang arteri retina sentralis
Arteri siliaris posterior brevis bagian sklera
Cabang-cabang arteri siliaris posterior brevis yang memasuki nervus
Suplai koroidal
Anastomosis koriokapiler dengan cabang-cabang arteri retina sentralis
Cabang-cabang arteri retina sentralis anastomosis dengan pembuluh
darah prelaminar di daerah ini

11

BAB IV
NEUROPATI OPTIK GLAUKOMATOSA

IV.1. Patogenesis Neuropati Optik Glaukomatosa


Patogenesis neuropati optik glaukomatosa sampai abad ke-19 masih merupakan
kontroversi. Pada tahun 1858 Muller mengemukakan bahwa tekanan intraokular yang
tinggi menyebabkan kompresi atau penekanan langsung pada neuron, sehingga
menimbulkan kematian sel ganglion retina. Teori ini dikenal sebagai teori mekanik.
Sementara Vonjaeger berpendapat bahwa sistem vaskular abnormal yang menyebabkan
timbulnya atrofi, yang kemudian dikenal sebagai teori vaskular. Pada tahun 1968,
diperkenalkan konsep tentang peran transpor akson pada terjadinya neuropati optik
glaukomatosa yang mendukung teori mekanik tetapi tidak menyingkirkan kemungkinan
pengaruh dari iskemia.3
Pada penelitian transpor akson, kenaikan tekanan intraokular menyebabkan
obstruksi transpor akson di lamina kribosa baik aliran antegrad maupun retrograd.
Tinggi dan lamanya kenaikan tekanan mempengaruhi onset, distribusi dan derajat
obstruksi akson di papil nervus optikus.14
Bagaimana mekanisme kenaikan tekanan intraokular menyebabkan obstruksi
transpor akson belum jelas, tetapi ada 2 teori yaitu mekanik dan vaskular yang mungkin
dapat menjelaskan fenomena ini. Teori mekanik menekankan pada pentingnya tekanan
langsung serabut saraf nervus optikus terhadap lamina kribosa menyebabkan gangguan
transpor akson. Dukungan terhadap teori ini terlihat pada kenaikan tekanan intraokular
yang menyebabkan blokade transpor akson. Teori vaskular menduga bahwa iskemia
memainkan peran pada terjadinya blokade transpor akson sebagai respons terhadap
kenaikan tekanan intraokular. Gangguan aliran arteri siliaris posterior brevis dilaporkan
dapat memblokade transpor akson.1,3,14 Pemikiran terakhir tentang kerusakan glaukoma
dianggap sebagai suatu variasi dari faktor-faktor mekanik dan vaskular yang mungkin
bersama-sama merusak nervus optikus di lamina kribosa.1,14
Pada glaukoma terdapat lamina kribosa yang kolaps, dimana hal ini akan
menyebabkan penyusutan dari akson sel ganglion ketika melalui lamina kribosa.
12

Penyusutan akson sel ganglion ini akan menyebabkan gangguan pada transport
aksoplasmik baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsekuensi lain adanya
penyusutan ini adalah meningkatnya sensitivitas sel tersebut terhadap eksotoksin pada
lingkungan matriks ekstraseluler dan meningkatnya reaksi radikal bebas. Eksotoksin
dan radikal bebas ini merupakan suatu stimulasi terhadap sel neuron dan akan
mempercepat timbulnya apoptosis dan bila berlangsung lama dan terus menerus akan
menimbulkan kerusakan sel neuron.3,14
Neuropati optik glaukomatosa juga berhubungan dengan iskemia sistemik.
Berkurangnya autoregulasi dari pembuluh darah yang memberikan nutrisi pada nervus
optikus telah diketahui sebagai penyebab neuropati. Pada glaukoma lamanya iskemia
akan menyebabkan apoptosis.3,14
Sel membran mempunyai reseptor yang sensitif terhadap eksotoksin seperti NMethyl, D-Aspartat dan glutamat (NMDA). Reseptor ini memungkinkan kalsium
channel menjadi aktif, dan memasukkan kalsium. Kalsium akan merangsang sel organ
untuk memulai apoptosis. Kalsium juga menyebabkan mitokondria dan fungsi intra
seluler lainnya merusak signal fungsi transport dari sel ganglion. Penghambat glutamat
atau N-Methyl D-Aspartat telah diketahui cup menghambat apoptosis.3
Genetik juga memegang peranan penting pada kasus glaukoma. Mereka yang
membawa gen yang mengalami mutasi sejak lahir, kemungkinan besar akan menderita
glaukoma. Contohnya mutasi pada mycocillin gen akan menyebabkan kerusakan pada
sel trabekuler dan nervus optikus. Adanya kerusakan trabekuler akan meningkatkan
peningkatan tekanan intraokular serta akan lebih mudah mengalami apoptosis.3,14

IV.2. Gambaran Neuropati Optik Glaukomatosa


Ada beberapa karakteristik yang dapat membantu kita dalam menentukan suatu
neuropati optik glaukomatosa yaitu dengan menilai scleral ring, neuroretinal rim, retina
nerve fiber layer, disc hemorrhages dan peripapillary atrophy (5R).1,2
1. Scleral ring atau disc.
Ukuran disc berhubungan secara linier dengan jumlah nerve fiber layer. Atrofi
optikus yang disebabkan oleh glaukoma mengakibatkan kelainan yang khas pada disc,
yang terutama ditandai oleh pembesaran cup. Cup disc ratio (CDR) merupakan hal
13

yang paling umum diperhatikan untuk memperkirakan jaringan neuroretinal. Dikatakan


nervus optikus normal memiliki CDR 0,3 atau kurang. Namun CDR dipengaruhi oleh
diameter disc dan cup, dimana disc yang besar akan diikuti cup yang besar dan
mengandung nerve fiber layer yang lebih banyak, sehingga rasio normal dapat berkisar
antara 0,0 sampai 0,8. Pelebaran CDR ditandai oleh adanya warna kepucatan dan
perubahan pembuluh darah retina yang mengikuti bentuk optic cup. Jika didapatkan
CDR 0,5 atau lebih maka harus dipikirkan kemungkinan glaukoma.1,2,12,15

Gambar 8. Pelebaran cup nervus optikus pada glaukoma16

Suatu penelitian menunjukkan bahwa pelebaran ekskavasio dengan bentuk


konsentris merupakan bentuk dini yang paling sering dijumpai pada ekskavasio
glaukomatosa, oleh karena itu sering sulit untuk membedakan ekskavasio glaukoma
dini dengan ekskavasio fisiologis. Untuk membedakannya perlu membandingkan
dengan ekskavasio mata satunya, atau dengan meneliti serial dokumentasi foto yang
menunjukkan perubahan yang progresif.1
2.

Neuroretinal rim.
Neuroretinal rim merupakan daerah yang dibatasi oleh tepi luar cup dan tepi
dalam disc. Penyempitan neuroretinal rim lebih menggambarkan luasnya defek lapang
pandang dibanding pembesaran CDR. Hilangnya akson pada glaukoma akan
memberikan perubahan pada neuroretinal rim. Daerah neuroretinal rim dipengaruhi
oleh ukuran disc seperti halnya CDR. Disc yang besar cenderung memiliki neuroretinal
rim yang lebar. Rata-rata daerah neuroretinal rim pada mata sehat berkisar 1,2 dan 2,2
mm2 dan dapat meningkat sesuai ukuran optic disc. Hilangnya jaringan neuroretinal rim
secara selektif terutama di kuadran inferior dan superior dan sedikit di kuadran

14

temporal papil nervus optikus menyebabkan pelebaran cup ke arah vertikal atau
oblique.1,12,15

Gambar 9. ISNT break pada glaukoma15

Neuropati optik pada glaukoma dapat tampak sebagai pelebaran fokal atau
menyeluruh dari cup nervus optikus. Perubahan optic disc yang paling sering terjadi
pada glaukoma adalah pelebaran secara konsentris menyeluruh, biasanya lebih sering
terjadi pada glaukoma dengan tekanan intraokular yang tinggi. Pelebaran fokal pada
cup sering dimulai dari defek kecil di neuroretinal rim, biasanya di kuadran inferior
temporal dan disebut sebagai focal notching atau focal notching.1,13

Gambar 10. Notching pada neuroretinal rim bagian inferior17

3. Retina nerve fiber layer (RNFL).


Pada stadium awal glaukoma, umumnya didapatkan defek RNFL yang slit. Defek
wedge-shape merupakan bentuk fokal dari hilangnya RNFL pada tepi disc yang lebih
besar dari diameter cabang utama arteri retina sentralis. Defek RNFL yang difus terjadi
pada glaukoma stadium lanjut. Defek RNFL dapat terjadi sebelum terjadi defek lapang
pandang.12
15

Gambar 11. RNFL normal (atas), defek RNFL slit dan Wedge-shaped (kiri bawah)
dan defek difus RNFL (kanan bawah)18

4. Perdarahan pada disc.


Perdarahan berbentuk splinter pada disc rim berkaitan dengan kerusakan papil
nervus optikus akibat glaukoma yang progresif. Disc hemorrhages ini terjadi apabila
terdapat iskemi pada daerah tersebut. Splinter hemorrhages atau perdarahan berbentuk
serpihan adalah tanda yang umum dijumpai pada glaukoma, biasanya berada di tepi
papil nervus optikus. Tempat paling sering terjadi perdarahan ini adalah kuadran
inferior, meskipun bisa juga dijumpai di kwadran superior dan kuadran lainnya, dan
biasanya berhubungan dengan defek RNFL.12
Meskipun bukan tanda yang patognomosis, perdarahan papil nervus optikus
merupakan tanda yang penting karena merupakan tanda pertama kerusakan glaukoma
16

yang muncul lebih dahulu sebelum muncul kerusakan lain, seperti kerusakan lapisan
serabut saraf, notching di neuroretinal rim dan defek lapang pandang.12
Perdarahan ini dijumpai pada glaukoma dengan tekanan intraokular yang
tinggi, meskipun bisa juga dijumpai pada glaukoma dengan tekanan intraokular yang
tidak terlalu tinggi bahkan pada tekanan intraokular yang rendah. Pada 92 % kasus,
perdarahan ini dapat menghilang sendiri pada minggu keempat.1,12,19

Gambar 12. Splinter hemorrhages pada optic disc 20

5. Atrofi peripapil.
Pada glaukoma mungkin terdapat perubahan-perubahan di jaringan peripapil yang
disebabkan atrofi dari epitel pigmen retina dan penipisan jaringan neuroretinal. Atrofi
peripapil adalah bentuk atrofi pada bagian luar retina yang berbatasan dengan diskus
optikus. Jonas dan Nauman membagi zona atrofi peripapil menjadi 2 zona yaitu zona
alfa dan zona beta. Zona alfa berhubungan secara histopatologi terhadap retina yang
tipis (atrofi epitel pigmentum retina) dan letaknya lebih perifer. Zona yang lebih dekat
dengan diskus optikus disebut zona beta dimana berhubungan dengan atrofi koroid dan
koriokapilaris yang berat. Zona beta juga lebih berhubungan dengan neuropati optik
glaukomatosa.1,12,21

17

pada atrofi peripapil 21

Gambar 13. Zona alfa dan beta

Gambaran klinis lain

yang

perlu

diperhatikan

dalam membedakan papil

nervus optikus yang normal

dengan yang mengalami

kelainan akibat glaukoma

ialah :
A. Asimetri papil nervus
Pada

optikus.

keadaan

normal, cup pada nervus

optikus biasanya simetris

pada kedua mata. Adanya

asimetri cup disc ratio lebih dari 0,2 diameter disc mengarah pada glaukoma. Nervus
optikus dengan cup yang lebih besar mungkin telah mengalami kerusakan.1,8

Gambar 14. Asimetri papil nervus optikus16

B. Perubahan letak vasa di papil nervus optikus.


Hubungan antara lokasi vasa dan ekskavasio mungkin mempunyai nilai
diagnostik pada glaukoma. Yang pertama adalah bayoneting akibat ekskavasio yang
bertambah dalam. Yang kedua adalah nasal displacement of the vessel (medialisasi) dan
ketiga adalah baring of the circumlinear vessel yang diakibatkan perluasan ekskavasio
sehingga vasa terpisah dari tepi ekskavasio.1,12

18

Gambar 15. Baring of the

circumlinear vessel,
medialisasi dan bayoneting22

BAB V
DIAGNOSIS BANDING

Kelainan papil nervus optikus pada miopia tinggi memberikan gambaran yang
mirip dengan neuropati optik glaukomatosa. Pada miopia tinggi, ditemukan
peningkatan ratio CDR yang sesuai dengan axial length. Depigmentasi peripapil yang
sering dihubungkan dengan neuropati optik glaukomatosa, juga bisa dijumpai pada
keadaan miopia tinggi. Depigmentasi ini disebabkan karena hipertrofi dan kadangkadang hiperplasia epitel pigmentum retina.21,23

Gambar 16. (1) Penderita miopia tinggi dengan glaukoma


(2) Penderita miopia tinggi tanpa glaukoma23

Anisometropia dapat memberikan gambaran asimetris papil nervus optikus. Hal


ini dapat ditemukan pada keadaan dimana salah satu mata mengalami kelainan refraksi

19

yang ekstrim sedangkan mata kontralateralnya tidak. Pada anisometropia ini seolaholah terjadi asimetris CDR sehingga harus dibedakan dengan glaukoma.6
Compressive Optic Neuropathy dapat menyebabkan peningkatan CDR namun
biasanya disertai dengan neuroretinal rim yang pucat. Iskemi yang kronik pada papil
nervus optikus juga menyebabkan hilangan jaringan neuroretinal rim, diantaranya
Arteritic Ischaemic Optic Neuropathy (AION),

Non-Arteritic Ischaemic Optic

Neuropathy (NAION). Kelainan nervus optikus lain yang dapat memberikan gambaran
menyerupai neuropati optik glaukomatosa ialah kelainan kongenital pada nervus
optikus, Toxic Optic Neuropathy, dan Traumatic Optic Neuropathy.24
BAB VI
PENUTUP
Glaukoma adalah penyakit yang ditandai dengan adanya neuropati nervus optikus
yang berkaitan dengan kelainan lapangan pandang yang khas dan salah satu faktor
risikonya adalah peningkatan tekanan intraokular.1 Glaukoma merupakan penyebab
kebutaan kedua setelah katarak, dan merupakan salah satu penyebab kebutaan yang
irreversible.2
Kelainan papil nervus optikus pada glaukoma dianggap sebagai penyebab
penurunan penglihatan yang irreversible, sehingga pemahaman mengenai neuropati
optik glaukomatosa penting diketahui untuk diagnosis dan penatalaksanaan glaukoma.
Neuropati optik glaukomatosa merupakan tanda penting yang memiliki spesifisitas dan
nilai diagnostik tinggi dalam diagnosis glaukoma secara dini.3,4
Pemeriksaan papil nervus optikus dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti
slit-lamp biomikroskop, oftalmoskop direk maupun indirek. Pemeriksaan dengan slitlamp biomikroskop lebih disukai dalam menilai papil nervus optikus. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis lensa bantu. Dalam penggunaannya
lensa bantu dapat dibedakan atas dua macam yaitu lensa bantu kontak dan lensa bantu
non kontak. Lensa bantu non kontak terdiri atas Condenser lens dan Hruby lens. Dua
cara yang umum dipakai dalam mencatat gambaran neuropati optik glaukomatosa yaitu
pencatatan secara tertulis (fundus drawing) dan fotografi.5,6

20

Ada beberapa karakteristik yang dapat membantu kita dalam menentukan suatu
neuropati optik glaukomatosa yaitu dengan menilai scleral ring, neuroretinal rim, retina
nerve fiber layer, disc hemorrhages dan peripapillary atrophy (5R). Selain tanda-tanda
di atas, asimetri papil nervus optikus dan perubahan letak vasa pada papil juga perlu
diperhatikan.1,4,11-22
Kelainan nervus optikus lain yang memberi gambaran menyerupai neuropati
optik glaukomatosa anatara lain ialah miopia tinggi, anisometropia, compressive optic
neuropathy, AION, NAION, kelainan kongenital pada nervus optikus, Toxic Optic
Neuropathy, dan Traumatic Optic Neuropathy.6,21-24
Meskipun saat ini telah banyak dikembangkan pemeriksaan dengan alat canggih
dalam mendiagnosis suatu glaukoma, namun pemeriksaan klinis tetap merupakan
pemeriksaan yang paling penting.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. Basic and Clinical Sciense Course.
Section 10: Glaucoma. San Fransisco :The Foundation of American Academy of
Opthalmology : 2011.
2. Eva PR, Witcher JP. Glaucoma. In : Vaughan and Asburys, General
Opthalomology. 17nd ed.USA : The McGraw-Hill Companies : 2008.
3. Stamper RL. Mechanism of Optic Nerve Injury in Glaucoma, Innovations in
Glaucoma, Etiology, Diagnosis and Management. 8th ed. Panama : Highlights of
Opthal : 2002.
4. American Academy of Opthalmology. Basic and Clinical Science Course.
Section 2 : Fundamental and Principles of Opthalmology. San Fransisco : The
Foundation of American Academy of Opthalmology : 2011.
5. Ihsan,Sasono W. Lensa Bantu untuk Pemeriksaan Segmen Posterior dengan
Lampu Celah Biomikroskop. In Jurnal Oftalmologi Indonesia : 2007.
6. Ramakrishnan R, Krishnadas SR. Structural Change in Glaucoma and Clinical
Evaluation of The Optic Nerve Head. In : Diagnosis and Management of
Glaucoma. New Delhi : Ajanta Offset & Packagings Ltd : 2013.
7. Burk

S.

Optic

Nerve

Cupping.

2012.

Available

from

http://www.glaucoma.org/treatment/optic-nerve-cupping.php
8. American Academy of Opthalmology. Basic and Clinical Science Course.
Section 5 : Neuro-Opthalmology. San Fransisco : The Foundation of American
Academy of Opthalmology : 2011.

22

9. Gossman

VM,

Giovannini

J.

Papiledema.

2011.

Available

from

http:/www.emediane medscape.com/article/1217204
10. Garther LP, Hiatt JL. Textbook of Histology. 3 rd ed. Philadelphia : Saunders
Elsevier Co : 2007.
11. Lewis TL, Wing JT. Anatomy and Phisiology of the Optic Nerve. In : Primary
Care of the Glaucoma. 5th ed. Connecticcut : Appleton and Lange, 1997.
12. Chandra SG. Optic Disc Evaluation in Glaucoma. In : Indiana Journal of
Opthalmology. Hyderabad : 1996.
13. Harizman N, Olveira C. The ISNT Rule and Differentiation of Normal from
Glaumatous Eye. 2006. Available from : http://archopht.jamanetwork.com/
article.aspx?articleid=418703
14. Kanski JJ. Clinical Opthalmology, Systemic Approach. 5 th ed. London : Butter
Worth : 2003.
15. Highinbotham EJ, Lee DA. Clinical Guide to Glaucoma Management. Woburn :
Elsevier Inc : 2003.
16. Tsai JC. How to Evaluate the Suspicious Optic Disc. 2005. Available from :
http://www.revophth.com/content/d/cover_focus/i/1315/c/25316/
17. Thomas R, Parikh RS. How to Assess a Patient for Glaucoma. 2006. Available
from :http://www.cehjournal.org/article/how-to-assess-a-patient-for-glaucoma/
18. Nath S, Maclver S. Imaging of Healthy and Diseased Retina. 2011. Available
from : http://www.abstractsonline.com/plan/ViewAbstract.aspx?
mID=2684&sKey=160fac94-5b41-4e21-806b-6f2410565dad&cKey=d8dc76d0034c-4a2e-91f8-ed15b3b97082&mKey=6f224a2d-af6a-4533-8bbb6a8d7b26edb3
19. Airaksinen PJ, Tuulonen A, Werner EB. Clinical Evaluation of The Optic Disc
and Retina Nerve Fiber Layer. In : The Glaucomas. Mosby : 1996.
20. Bourne RR. The Optic Nerve Head in Glaucoma. 2012. Available
from :http://www.cehjournal.org/article/the-optic-nerve-head-in-glaucoma/
21. Harkness ES. Glaucoma-Splinter Optic Disc Haemorrhagis. Available from :
http://www.google.com/search?q=splinter+hemorrhages&source=lnms&tbm
22. Marjanovic I. The Optic Nerve In Glaucoma. 2011. Available from :
http://www.intechopen.com/books/the-mystery-of-glaucoma/the-optic-nerve-inglaucoma

23

23. Karmel M. 2013. Myopia and Glaucoma. Available from :


http://www.aao.org/publications/eyenet/201311/glaucoma.cfm?
RenderForPrint=1&
24. Moster ML, Kay MD. Glaucoma : The Neuro-opthalmologic Differential
Diagnosis. 2012. Available from :
http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?
ID=71&Type=FREE&TYP=TOP&IN=_eJournals/images/JPLOGO.gif&IID=8
&isPDF=NO

24

Anda mungkin juga menyukai