Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

OD Pseudofakia (Z.96.1) + Deep amblyopia (H53.039) +


Eksotropia Sensorik (H50.1)
OS Katarak Kongenital e.c Idiopatik (Q12.0)

Oleh :
dr. Monika Yoke Lusiani

Pembimbing :
dr. Liana Ekowati, Sp.M

Program Pendidikan Dokter Spesialis


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Semarang
2016
LAPORAN KASUS

OD Pseudofakia (Z.96.1) + Deep amblyopia (H53.039) +


Eksotropia Sensorik (H50.1)
OS Katarak Kongenital e.c Idiopatik (Q12.0)
Dibacakan oleh : dr. Monika Y. L
Pembimbing : dr. Liana Ekowati, Sp. M
Dibacakan tanggal : 22 September 2016

I. PENDAHULUAN
Katarak adalah kekeruhan pada lensa sehingga cahaya sulit mencapai
retina. Katarak kongenital adalah katarak yang terjadi segera setelah lahir sampai bayi
berusia 1 tahun. Katarak jenis ini dapat terjadi bilateral maupun unilateral. Penyebab
paling umum adalah idiopatik, mutasi genetik autosomal dominan, penyebab lain
termasuk oleh kelainan kromosom, kelainan metabolik, infeksi intrauterin atau
gangguan penyakit maternal selama masa kehamilan.1,2
Katarak kongenital terjadi pada sekitar 3 pada 10.000 kelahiran hidup.
Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil
bahwa insidensi dari katarak kongenital dan infantil tertinggi pada tahun pertama
kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak. Insidensi kumulatif selama 5 tahun adalah
3,18 per 10.000, meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15 tahun.
Angka kejadian katarak kongenital pada negara berkembang adalah 0,4 % dari
angka kelahiran.1,2,3
Katarak kongenital harus segera mendapatkan intervensi. Tanpa intervensi
yang segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya ambliopia. Keadaan
ambliopia ini kemudian memicu masalah lain seperti nistagmus, strabismus, dan
ketidakmampuan untuk menyempurnakan gambaran terhadap objek. Hal ini akan
sangat mempengaruhi kemampuan belajar, kepribadian, dan penampilan, lebih
jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan anak.4
Laporan kasus ini membahas seorang anak berusia 9 tahun dengan katarak
kongenital kedua mata, namun salah satu matanya sudah dioperasi dan mengalami
ambliopia.

II. IDENTITAS PENDERITA


Nama : An. J
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pegulon Rt 15/ Rw 7, Kendal
Pekerjaan : Pelajar
No.CM : C564623
Tanggal Anamnesis : 2 September 2016

III. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 2 September 2016
Keluhan Utama : Putih-putih di manik mata
Riwayat Penyakit Sekarang :
Usia 4 bulan, mata kanan pasien tampak terdapat putih-putih di manik
mata kanan, tidak merah, tidak nrocos, tidak tampak mengkilat seperti mata
kucing, anak tidak sering rewel, lalu pasien dibawa berobat ke RS. Dokter
mata di RS menyarankan agar pasien segera dioperasi karena matanya
katarak, tetapi ibu pasien menolak untuk operasi. Pasien adalah anak kembar,
lahir cukup bulan secara sectio caesaria di rumah sakit, dengan berat lahir
1400 gram. Saudara kembarnya lahir dengan berat 2500 gram. Dokter
mengatakan mereka berdua sehat secara jasmani, tidak ada kelainan saraf
mata. Riwayat tumbuh kembang kedua anak kembar tersebut dalam batas
normal, tidak ada kelainan jantung, dan tidak ada gangguan pendengaran.
Usia 5 tahun, mata kiri pasien mulai timbul putih-putih di manik
matanya. Keluhan tidak disertai dengan mata merah dan nrocos. Pasien tidak
dibawa oleh orang tuanya ke dokter karena tidak ada keluhan lainnya. Pasien
mulai memasuki usia sekolah dan pasien mengikuti pelajaran sesuai usianya.
Saat pasien menginjak kelas 4 SD (usia 9 tahun), pasien mulai kesulitan
membaca tulisan di papan tulis dan buku. Semakin lama keluhan semakin
berat dan pasien mulai ketinggalan pelajaran di sekolahnya karena kesulitan
membaca. Ibu pasien merasa mata kanan anaknya menjadi agak juling keluar,
tetapi kedua mata pasien tidak kocak. Orangtua pasien memutuskan untuk
kembali ke dokter lagi untuk mengobati mata anaknya.
1 bulan yang lalu pasien dibawa oleh orangtuanya ke rumah sakit,
dokter mata yang memeriksa menyarankan pasien dibawa ke RSDK. Pasien
disarankan untuk operasi oleh dokter yang menangani. Pasien menjalani
operasi pengambilan katarak untuk mata kananya lebih dahulu. Dua hari yang
lalu pasien mendapat telepon untuk rawat inap kembali di RSDK untuk
operasi katarak mata kirinya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat kelahiran cukup bulan, operasi caesar, BBL 1400 gram
Riwayat ibu sakit saat hamil (-)
Riwayat kejang (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat infeksi nenonatus (-)
Riwayat kelainan metabolik (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat sakit mata sebelumnya (-)
Riwayat operasi katarak mata kanan (+) 1 bulan yang lalu
Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama (-)
Riwayat tumbuh kembang tidak ada kelainan
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat gangguan pendengaran (-)
Riwayat Sosial Ekonomi :
Penderita adalah seorang pelajar, ayahnya PNS dan ibunya ibu rumah
tangga, biaya pengobatan ditanggung BPJS dengan NPBI.

Pedigree :

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status Praesen (2 September 2016)
Keadaan umum/ kesadaran : Baik/ compos mentis
Tanda-tanda Vital : Nadi : 96 x/menit, reguler
Respirasi : 24X/menit
Suhu : 36,4C
Berat Badan : 19 kg

Status Generalisata (2 September 2016)


Kepala : mesosefal
Thoraks : tidak didapatkan kelainan
Abdomen : tidak didapatkan kelainan
Ekstremitas : tidak didapatkan kelainan

Status Oftalmologi (2 September 2016)

OD OD OS
OD OS
Visus 1/300 NC 20/160 NC
Bulbus Oculi Hirscberg Test 15 XT OD, nistagmus (-)
Gerak Bola Mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Palpebra Edema(-), Spasme(-) Edema(-), Spasme(-)
Konjungtiva Injeksi (-) Injeksi (-)
Kornea Jernih Jernih
COA VH grade III, cell (-), flare (-) VH grade III, cell (-),flare (-)
Kripte(+), sinekia(-),
Iris Kripte(+), sinekia(-)
koloboma di jam 12
bulat, sentral, reguler, 3mm, bulat, sentral, reguler, 3mm,
Pupil
RP +N RP +N
Keruh tidak merata
Lensa IOL di tempat
(Nukleus)
Fundus Refleks (+) cemerlang (+) suram
TIO dig N N
Funduskopi :
Mata Kanan
Papil NII : Bulat, batas tegas, CDR 0,3, warna kuning kemerahan
Vasa : AVR 2/3, spasme -, perjalanan vasa dalam batas normal
Retina : Edema -, perdarahan -, scar -, eksudat -
Makula : Reflex fovea + cemerlang, eksudat -, scar -, perdarahan -, edema -
Mata Kiri : Sulit dinilai

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah tanggal 2 September 2016
Hematologi Nilai Normal
Hemoglobin : 13,8 gr% 10.00 - 15.00 (N)
Hematokrit : 39,8 % 36.00 - 44.00 (N)
Eritrosit : 5,15 juta/mmk 3,0 - 5.9 (N)
Lekosit : 12,9 ribu/mmk 5 13,5 (N)
Trombosit : 373 ribu/mmk 150.0 - 400.0 (N)
Kimia Klinik
GDS : 78 mg/dl 80 160 (N)
Elektrolit
Natrium : 138 mmol/L 136-145 (N)
Kalium : 3,5 mmol/L 3,5-5,1 (N)
Chlorida : 104 mmol/L 98-107 (N)
VI. USG (2 September 2016)

Hasil USG B-Scan :


Membran like lession (-), mass like lession (-), point like lession (-)

VII.RESUME
Seorang anak usia 9 tahun datang dengan keluhan usia 4 bulan mata
kanan leukokoria, hiperemis (-), epifora (-), lalu pasien dibawa berobat ke RS.
Dokter mata di RS menyarankan agar pasien segera dioperasi karena matanya
katarak, tetapi ibu pasien menolak untuk operasi. Usia 5 tahun, mata kiri
leukokoria, hiperemis (-), epifora (-), pasien tidak dibawa oleh orang tuanya
ke dokter karena tidak ada keluhan lainnya. Pasien mulai memasuki usia
sekolah dan pasien mengikuti pelajaran sesuai usianya. Saat pasien menginjak
kelas 4 SD (usia 9 tahun), visus menurun, pasien mulai kesulitan membaca
tulisan di papan tulis dan buku, strabismus (+), orangtua pasien memutuskan
untuk kembali ke dokter lagi untuk mengobati mata anaknya.
Pemeriksaan
Status Generalisata : dalam batas normal
Status Oftalmologis (2 September 2016)
OD OS
Visus 1/300 NC 20/160 NC
Bulbus Oculi Hirscberg Test 15 XT OD, nistagmus (-)
Gerak Bola Mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Palpebra Edema(-), Spasme(-) Edema(-), Spasme(-)
Konjungtiva Injeksi (-) Injeksi (-)
Kornea Jernih Jernih
COA VH grade III, cell (-), flare (-) VH grade III, cell (-), flare (-)
Kripte(+), sinekia(-), koloboma
Iris Kripte(+), sinekia(-)
di jam 12
bulat, sentral, reguler, 3mm, bulat, sentral, reguler, 3mm,
Pupil
RP +N RP +N
Lensa IOL di tempat Keruh tidak merata (Nukleus)
Fundus Refleks (+) cemerlang (+) Suram
TIO dig N N
Funduskopi Dalam batas normal Sulit dinilai

Pemeriksaan Penunjang
USG B-Scan : dalam batas normal

VIII. DIAGNOSIS BANDING


OD Pseudofakia + Deep Ambliopia + Eksotropia Sensorik
OS Katarak kongenital e.c idiopatik
OS Ablasio Retina
OS Retinoblastoma

IX. DIAGNOSIS KERJA


OD Pseudofakia (Z.96.1) + Deep amblyopia (H53.039) + Eksotropia Sensorik
(H50.1)
OS Katarak Kongenital e.c Idiopatik (Q12.0)

X. PENATALAKSANAAN
Pro OS Ekstraksi lensa+IOL GA

XI. PROGNOSIS
OD OS
Quo Ad Visam Dubia ad malam Dubia ad bonam
Quo Ad Sanam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Vitam Ad bonam
Quo ad Cosmeticam Dubia ad bonam

XII. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa saat ini terdapat
kekeruhan lensa (katarak) di mata kiri pasien.
2. Kekeruhan pada mata tersebut harus dioperasi dan diganti dengan lensa
tanam.
3. Menjelaskan pada penderita dan keluarganya tentang perjalanan
penyakitnya dan komplikasi yang mungkin timbul akibat penyakitnya.
4. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa mata kanannya
mengalami ambliopia, dan memerlukan penanganan lebih lanjut.
5. Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya untuk kontrol rutin
evaluasi penglihatan dan komplikasi jangka panjang.

XIII. FOLLOW UP
Tanggal Status Oftalmologi Penatalaksanaan
02-09-16 OD OS Pro OS
Visus 1/300 NC 20/160 NC Ekstraksi
Bulbus Oculi Hirscberg Test 15 XT OD lensa+IOL
Gerak Bola Bebas ke segala GA
Bebas ke segala arah Check lab darah
Mata arah
Edema(-), rutin, PPT,
Palpebra Edema(-), Spasme(-) PTTK, GDS,
Spasme(-)
Konjungtiva Injeksi (-) Injeksi (-) elektrolit
Kornea Jernih Jernih Prakonsul
VH grade III, cell (-), VH grade III, cell anestesi
COA
flare (-) (-), flare (-)
Kripte(+), sinekia(-), Kripte(+),
Iris
koloboma di jam 12 sinekia(-)
bulat, sentral,
bulat, sentral,
Pupil reguler, 3mm, RP
reguler, 3mm, RP +N
+N
Keruh tidak merata
Lensa IOL di tempat
(SKP)
Fundus Refleks (+) cemerlang -
TIO dig N N
Funduskopi Dalam batas normal Sulit dinilai
04-09-16 Vigamox e.d
OS Ekstraksi Lensa+IOL+Perifer iridektomi / GA 5x/hari OS
dr. Liana Ekowati, SpM
P.Pred e.d 1
4-9-16 / OK 8
gtt/3 jam OS
Hasil EUA :
TIOD : 18,5 mmHg
TIOS : 10,2 mmHg
kornea OD Horizontal 10 mm, vertikal 10 mm
kornea OS Horizontal 11 mm, vertikal 10 mm
Funduskopi dalam batas normal

05-09-16 OD OS Vigamox e.d


Visus 1/300 3/60 5x/hari OS
Bulbus Oculi Hirscberg Test 15 XT OD P.Pred e.d 1
Gerak Bola Bebas ke segala gtt/3 jam OS
Bebas ke segala arah
Mata arah
Edema(-),
Palpebra Edema(-), Spasme(-)
Spasme(-)
Injeksi (-),
Konjungtiva Injeksi (-) SKB(+), jahitan
rapat (+)
Kornea Jernih Jernih
Udara COA,
COA Dalam
hifema(-)
Kripte(+), sinekia(-), Kripte(+),
Iris
koloboma di jam 12 sinekia(-)
bulat, sentral,
bulat, sentral,
Pupil reguler, 3mm, RP
reguler, 3mm, RP +N
+N
Lensa IOL di tempat IOL di tempat
Fundus Refleks (+) cemerlang (+) < cemerlang
TIO dig N N+
Funduskopi Dalam batas normal Membayang
07-09-16 OD OS Vigamox e.d 1
Visus 1/300 NC 20/160 NC gtt/4 jam OS
Bulbus Oculi Hirscberg Test 15 XT OD P.Pred e.d 1
Gerak Bola Bebas ke segala gtt/4 jam OS
Bebas ke segala arah
Mata arah
Patching
Edema(-),
Palpebra Edema(-), Spasme(-) 6jam/hari Mata
Spasme(-)
kiri yang
Injeksi (-), ditutup
Konjungtiva Injeksi (-) SKB(+), jahitan
rapat (+)
Kornea Jernih Jernih
VH grade III, cell (-), Udara COA,
COA
flare (-) hifema(-)
Kripte(+), sinekia(-), Kripte(+),
Iris
koloboma di jam 12 sinekia(-)
bulat, sentral,
bulat, sentral,
Pupil reguler, 3mm, RP
reguler, 3mm, RP +N
+N
Lensa IOL di tempat IOL di tempat
Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlang
TIO dig N N
Dalam batas
Funduskopi Dalam batas normal
normal

XIV. DISKUSI
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa atau keduanya.
Katarak kongenital adalah katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah
kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.1
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal
bersama-sama membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai
permukaan. Penyebab katarak kongenital, yaitu antara lain :1,3
1. Herediter (isolated tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau
sistemik) seperti autosomal dominant inheritance.
2. Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
Kromosom seperti Downs syndrome (trisomy 21), Turners
syndrome.
Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonicdystrophy.
Kelainan sistem saraf pusat seperti Norries disease.
Kelainan ginjal seperti Lowes syndrome, Alports syndrome.
Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental
syndrome.
Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti.
3. Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex,
sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil.
4. Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin
A.
5. Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays.
6. Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia.
7. Idiopatik penyebab terbanyak pada kasus katarak kongenital.
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi adalah
sebagai berikut (gambar 1) :
a. Katarak nuclear (a) adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa
embrio atau janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan
berbentuk serbuk/seperti debu.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik
anterior dan posterior (b) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan
ekstensi radial (c). Katarak lamellar terjadi pada bayi dengan gangguan
metabolik dan infeksi intrauterin.
c. Katarak koroner (supranuclear) (d), katarak terletak di korteks dalam
dan mengelilingi inti seperti mahkota. Biasanya sporadis dan hanya
sesekali yang bersifat herediter.
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea) (e) yang umum dan tidak
berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
e. Katarak sutura (f), di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau
posterior.
f. Katarak polaris anterior (g), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior
(katarak pyramidal (h)). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh
daerah katarak kortikal dan dapat mempengaruhi penglihatan.
Berhubungan dengan katarak polaris anterior termasuk membran pupil
persisten (i), aniridia, anomali Peters dan lenticonus anterior.
g. Katarak polaris posterior (j) kadang-kadang berhubungan dengan sisa-
sisa hyaloid persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous
primer hiperplastik persisten.
h. Katarak central oil droplet (k), khas pada galaktosemia.
i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-
Streiff-Franois sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau
seluruhnya menyerap kembali meninggalkan sisa kapur putih-materi
lensa yang terjepit di antara kapsul anterior dan posterior (l).
a b g h

c d i j

e f k l

Gambar 1. Morfologi Katarak Kongenital

Tanda untuk mengenali katarak kongenital adalah bila pupil atau


bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini
disebut dengan leukoria, pada setiap leukoria diperlukan pemeriksaan yang
teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Walaupun 60 %
pasien dengan leukoria adalah katarak kongenital. Leukoria juga terdapat
pada retinoblastoma, ablasio retina, fibroplasti retrolensa dan lain-lain.1,2,3
Proses masuknya sinar pada saraf mata sangat penting bagi
penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila terdapat gangguan
masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf mata akan
menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan berkembang
sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka biasanya
visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia deprivasi.2,4,5,7
Selain itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala nistagmus,
strabismus dan fotofobia. Apabila katarak dibiarkan maka bayi akan
mencari-cari sinar melalui lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola mata
akan bergerak-gerak terus karena sinar tetap tidak ditemukan.2,6
Katarak kongenital sering terjadi bersamaan dengan kelainan
okular atau kelainan sistemik lainnya. Hal ini didapatkan pada pasien-
pasien dengan kelainan kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan
okular yang dapat ditemukan antara lain mikroptalmos, megalokornea,
aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atofi retina dan lain-lain. Sedangkan
kelainan non okular yang didapati antara lain : retardasi mental, gagal
ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies mongoloid dan
sebagainya.2,3,8
Untuk mendiagnosis suatu katarak kongenital, diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Anamnesa
yang detail sangat diperlukan, yaitu tentang hambatan tumbuh kembang
anak, pola makan anak, kelainan-kelainan perkembangan yang lain serta
riwayat keluarga. Penilaian fungsi visual dapat digunakan untuk
menentukan penanganan terhadap katarak. Kekeruhan kapsul anterior
tidak signifikan secara visual. Kekeruhan sentral/posterior yang cukup
densitasnya, diameter >3 mm, biasanya cukup bermakna mempengaruhi
visual.2,8
Pemeriksaan laboratorium pada katarak kongenital bilateral
sangat diperlukan untuk menegakkan etiologinya. Pemerikasaan
laboratorium yang diperlukan antara lain laboratorium darah rutin,
TORCH titer, Urine Reduksi, Red cell galactokinase. Untuk katarak
unilateral dilakukan pemeriksaan titer TORCH dan tes Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL). 1,2,8
Operasi katarak adalah treatment of choice pada katarak
kongenital. Kebanyakan oftalmologis lebih memilih untuk melakukan
operasi lebih awal, idealnya pada usia kurang dari 2 bulan untuk
mencegah terjadinya ambliopia ireversibel dan nistagmus sensoris pada
kasus katarak kongenital bilateral. Penanganan pada katarak kongenital
sangat tergantung pada jenis katarak, bilateral atau unilateral, adanya
kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak. Kekeruhan lensa
kongenital sering ditemui dan sering secara visual tidak bermakna.2,9,10
Katararak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan
yang bermakna harus dideteksi secara dini. Karena prognosisnya dapat
kurang memuaskan dan mungkin sekali pada mata telah terjadi ambliopia.
Bila terdapat nistagmus, maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk
pada katarak kongenital.2,3
Operasi yang dilakukan berupa ekstraksi lensa, dapat digunakan
beberapa metode. Komplikasinya adalah glaukoma, uveitis, endoftalmitis,
strabismus, ambliopia, nistagmus, dan ablatio retina. 7,10
Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak
(unilateral/bilateral, total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang
menyertai katarak, tindakan operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan
rehabilitasi visus pasca operasi. Dengan menggunakan teknik-teknik bedah
canggih saat ini, penyulit intra-operasi dan pasca-operasi serupa dengan
yang terjadi pada tindakan untuk katarak dewasa. Dengan pengalaman,
ahli bedah katarak anak-anak dapat mengharapkan hasil teknik yang baik
pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik sangat penting bagi bayi.
Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk anak-anak.2,5,11,12
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang
memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien dengan
katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf
optikus atau kelainan retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan.
Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling
buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak
kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.5,10,11,12
Pada monokular katarak yang dibedah dini disertai dengan
pemberian lensa kontak segera akan menghindari gangguan perkembangan
penglihatan, maka sebaiknya katarak kongenital dilakukan pembedahan
sebelum bayi berusia 4 bulan. Beberapa ahli mengatakan waktu yang
optimum untuk pembedahan katarak adalah antara enam minggu hingga
tiga bulan sejak kelahiran bayi.1,10,12
Keadaan ambliopia menunjukkan adanya suatu kegagalan
perkembangan neural pada sistem visual imatur, dan disebabkan
olehgangguan pengalaman visual pada masa awal kehidupan, sebagai
akibat dari salah satu keadaan berikut:4
strabismus,
kelainan refraksi: anisometropia atau kelainan refraksi berat dan
bilateral (isometropia),
deprivasi visual.
Secara klinis, ambliopia didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana tajam penglihatan terbaik < 6/7.5 pada satu mata atau terdapat
perbedaan sebanyak 2 baris antara kedua mata, tanpa disertai kelainan
struktur bola mata maupun jalur visual pathway. Ambliopia diklasifikasi
berdasarkan kelainan klinis utama yang mendasari terjadinya
ambliopia.2,4,6,8,10
1. Ambliopia strabismus
2. Ambliopia anisometropia
3. Ambliopia isometropia
4. Ambliopia deprivasi visual
Derajat berat-ringannya ambliopia didasarkan pada kemampuan
tajam penglihatan;1,13,10
Ambliopia ringan, bila tajam penglihatan 20/25 20/30 (6/7.5 6/9)
Ambliopia sedang, bila tajam penglihatan 20/40 20/100 (6/12 6/30)
Ambliopia berat, bila tajam penglihatan < 20/100
Penatalaksanaan ambliopia disesuaikan terhadap etiologi primer
penyebab ambliopia, yaitu deprivasi dan inhibisi binokuler. Terapi
ambliopia efektif untuk membuat fungsi visual kembali normal atau
mendekati normal dengan cara menghilangkan fiksasi eksentrik dan/atau
meningkatkan input sinaptik pada korteks visual, sehingga memperbaiki
defisit penglihatan monokuler, fiksasi monokuler, akomodasi, dan gerakan
okuler. Tujuan akhir dari penatalaksanaan ambliopia adalah tercapainya
penglihatan binokuler normal.12,13
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah-langkah berikut:4
1. Melakukan koreksi terhadap kelainan refraksi,
2. Memaksakan penggunaan mata yang ambliopia dengan membatasi
penggunaan mata yang sehat,
3. Menyingkirkan setiap hambatan pada aksis visual, misalnya katarak.
Modalitas Penatalaksanaan Ambliopia yang pertama adalah koreksi
kelainan refraksi. Mata dengan ambliopia harus mendapatkan terapi
koreksi refraksi yang paling akurat sebelum diberikan terapi oklusi. Resep
kacamata pada ambliopia diberikan berdasarkan kelainan refraksi setelah
pemberian sikloplegik. Baik ambliopia anisometropia maupun ametropia
dapat membaik dengan koreksi refraksi saja selama beberapa bulan.2,4,10,13
Terapi oklusi (patching) pada umumnya dilakukan untuk
tatalaksana ambliopia unilateral. Mata yang sehat ditutup sehingga
memaksa pasien untuk menggunakan mata yang ambliopia. Oklusi atau
penutupan mata akan menimbulkan rangsang penglihatan terhadap mata
yang ambliopia dan membantu bagian otak yang bertanggung jawab
terhadap penglihatan agar dapat berkembang sempurna. Oklusi dapat
dilakukan dengan memasangkan lembaran berperekat (adhesive patches),
kacamata yang dipasangi okluder, atau lensa kontak yang keruh.4,10,13
Lamanya waktu yang diperlukan untuk terapi bervariasi untuk tiap-tiap kasus, bergantung kepada beberapa faktor,

antara lain derajat berat-ringannya ambliopia, pemilihan dan intensitas pemberian terapi, kepatuhan terhadap terapi, dan usia

pasien.4,11

Tabel 2. Protokol terapi oklusi pada ambliopia

Derajat ambliopia umur (0-7 th) umur (8-12 th)

Ambliopia ringan dan sedang 2 jam/hari* 4-6 jam/hari*


Ambliopia berat 4-6 jam/hari* constantpatching*
*semua terapi patching/oklusi disertai dengan 1 jam aktivitas visual jarak dekat, misalnya:
playstation,komputer, mengerjakan PR.
Pada kasus katarak kongenital, setelah dilakukan ekstraksi perlu diberikan terapi oklusi untuk mencegah terjadinya

ambliopia. Panduan terapi oklusi pada katarak kongenital unilateral setelah pembedahan dapat dilihat pada tabel.10

Tabel 3. Terapi patching pada katarak kongenital unilateral pada masa awal
post-operasi (1 bulan post-operasi)

Umur (bulan) Patching

0 - 1. Tanpa patching
1 - 2. 1 - 2 jam/hari
2 - 4. 2 - 4 jam/hari
4 - 6. 50% dari waktu terjaganya
6 - 12. Hingga 80% sesuai indikasi assessment visual

Metode terapi ambliopia lainnya melibatkan terapi farmakologis


dan/atau degradasi optik pada penglihatan mata yang sehat sehingga
penglihatannya menurun dibandingkan mata ambliopia untuk sementara
waktu, disebut dengan penalisasi. Keuntungan penalisasi dibandingkan
terapi oklusi pada pasien dengan ortotropia atau strabismus dengan deviasi
kecil adalah bahwa pada terapi penalisasi kedua mata diberikan
kesempatan untuk melihat secara binokuler.4
Terapi penalisasi ini terbukti sama efektifnya dengan terapi oklusi
terhadap ambliopia ringan hingga moderat (visus 20/100 atau lebih).
Atropin diberikan tiap hari, dengan follow-up teratur untuk mencegah
terjadinya ambliopia silang. Terapi penalisasi memberikan keuntungan
bagi pasien anak yang gagal dengan terapi oklusi, namun tidak efektif
untuk pasien dengan miopia, karena penglihatan jarak dekat masih baik
walaupun dengan pemberian sikloplegik.4,9
Pada kasus ambliopia ringan dapat diberikan Bangerter filter/foil
sebagai alternatif terapi ambliopia. Bangerter filter/foil merupakan suatu
filter transparan yang dilekatkan pada lensa kacamata pada sisi mata yang
bervisus lebih baik (non-ambliopia). Filter ini digunakan untuk
mengaburkan kualitas bayangan yang terlihat oleh mata non-ambliopia
sehingga memaksa penderita untk menggunakan mata yang ambliopia.
Filter ini tersedia dalam beberapa derajat ketebalan/densitas yang dapat
digunakan sesuai kebutuhan untuk mengaburkan kualitas bayangan
menjadi 20/20 hingga 20/200. Filter ini pada umumnya digunakan sebagai
terapi maintenance setelah terapi awal dengan oklusi atau atropin.14
Terapi bedah dilakukan pada kasus ambliopia deprivasi yang
disebabkan oleh kekeruhan media refrakta yang menyebabkan hambatan
terhadap aksis visual, misalnya katarak, kekeruhan vitreus, atau kekeruhan
kornea. Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera
diekstraksi tanpa penundaan. Ambliopia pada anak-anak dapat terjadi
secara cepat yaitu 1 minggu per usia hidup. Ekstraksi katarak kongenital
unilateral pada 4-6 minggu pertama kehidupan dan katarak kongenital
bilateral pada 6-8 minggu kehidupan perlu dilakukan untuk
mengembalikan penglihatan optimal. Katarak kongenital bilateral pada
kedua mata perlu diekstraksi dengan interval 1-2 minggu antara operasi
pertama dengan yang kedua. Katarak traumatika yang berkembang
menjadi berat secara cepat pada anak usia kurang dari 6 tahun harus segera
diekstraksi dalam beberapa minggu setelah trauma.1,4,510
Terapi oklusi atau penalisasi dapat menimbulkan komplikasi, yaitu
risiko overtreatment, yang dapat memicu timbulnya ambliopia silang pada
mata dengan visus lebih baik. Komplikasi lain adalah kemungkinan
terjadinya strabismus. Pemberian terapi full-time occlusion menimbulkan
risiko tinggi terhadap kejadian ambliopia silang dan strabismus, sehingga
membutuhkan pengawasan ketat.4,13
Ambliopia dapat menyebabkan terjadinya strabismus pada mata
pasien, hal ini disebabkan tidak adanya rangsangan pada salah satu mata.
Strabismus yang terjadi pada salah satu mata dengan visus yang buruk
disebut eksotropia sensorik. Mata yang mengalami penurunan penglihatan
tidak bisa bekerja sama dengan mata sebelahnya. Strabismus sensorik
dapat terjadi pada semua umur. Apabila terjadi penurunan visus secara
permanen, dapat dilakukan operasi strabismus. 10,11
Pasien didiagnosis menderita katarak kongenital sejak usia 4 bulan.
Saat itu ibu pasien melihat putih-putih di manik matanya, lalu membawa
pasien ke dokter mata. Dokter mata yang memeriksa menyarankan untuk
operasi pengambilan katarak sesegera mungkin tetapi orangtua pasien
menolak. Saat pasien berusia 5 tahun, mata kirinya mulai timbul putih-
putih di manik matanya. Pasien tidak dibawa ke dokter mata oleh ibunya
karena tidak memiliki keluhan yang lain.
Pasien mulai memasuki usia sekolah dan pasien mengikuti
pelajaran sesuai usianya. Saat pasien menginjak kelas 4 SD (usia 9 tahun),
pasien mulai kesulitan membaca tulisan di papan tulis dan buku. Semakin
lama keluhan semakin berat dan pasien mulai ketinggalan pelajaran di
sekolahnya karena kesulitan membaca. Ibu pasien merasa mata kanan
anaknya menjadi agak juling keluar. Orangtua pasien memutuskan untuk
kembali ke dokter lagi untuk mengobati mata anaknya. Pasien disarankan
untuk operasi pengambilan katarak, orangtuanya setuju. Seharusnya
operasi katarak dilakukan sesegera dan sedini mungkin. Katarak
kongenital yang terdeteksi pada anak yang semakin muda, berisiko lebih
tinggi untuk terjadinya ambliopia lebih berat. Usia pasien 4 bulan saat
didiagnosis katarak kongenital sebaiknya segera dilakukan operasi, tetapi
orangtua pasien menolak dengan alasan kasihan terhadap anaknya yang
masih kecil. Dokter yang mnyarankan untuk operasi sudah menjelaskan
risiko dan komplikasi bila tidak segera dioperasi.
Usia 5 tahun, mata kontralateralnya mengalami gejala yang sama,
dan orangtuanya tetap tidak membawa anaknya ke dokter. Setelah usia 9
tahun dan mengalami kesulitan dalam membaca baru orangtuanya
membawa pasien untuk operasi. Waktu yang sangat lama itu membuat
pasien mengalami ambliopia berat dan nistagmus.
Dilakukan tindakan ekstraksi lensa dan penanaman lensa
intraokuler untuk membantu pasien memperbaiki penglihatannya. Evaluasi
pasca operasi, mata kanan pasien visusnya hanya 1/300 dan tidak bisa
dikoreksi, hal ini disebabkan oleh ambliopia berat. Kedua mata pasien
memiliki status refraksi yang berbeda, hal ini menyebabkan terjadinya
eksotropi sensorik pada mata dengan visus yang lebih buruk. Pasien masih
harus terus dievaluasi visusnya untuk penanganan ambliopia beratnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Pediatric Ophthalmology and


Strabismus. In: Basic and Clinical Science Course Section 6. San Fransisco:
The Foundation of American Academy of Ophthalmology; 2014-2015: 33-40.
2. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A
Systematic Approach Seventh Edition. UK : Elsevier. 2011.303.
3. Jugnoo S. R., Carol D. Measuring and Interpreting the Incidence of
Congenital Ocular Anomalies: Lessons from a National Study of Congenital
Cataract in the UK. 2001;42:1444-1448.
4. Shrestha UD, Adhikari S. Amblyopia and amblyopia treatment study.
Nepal Journal of Medical Sciences. 2013;2(1):66-72.
5. Khalaj M, Zeidi IM, Gasemi MR, Keshtkar A. The effect of amblyopia on
educational activities of students Aged 9-15. J. Biomedical Science and
Engineering. 2011;4:512-21.
6. Chia A, Dirani M, Chan YH, Gazzard G, Eong KGA, Selvaraj P, et al.
Prevalence of amblyopia and strabismus in young Singaporean Chinese
children. Investigate Ophthalmology & Visual Science. 2010;5(1):3411-7.
7. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach.
7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011: 745-6.
8. Dadeya S, Khurana C. Diagnosis and treatment of childhood amblyopia.
New Delhi: All India Ophthalmological Society; 2009: 9-36.
9. Pediatric Eye Disease Investigator Group. A randomized trial o atropine
versus patching for treatment of moderate amblyopia: follow-up at 15 yearsof
age. JAMA Ophthalmol. 2014;132(7):799-805.
10. American Academy of Ophthalmology Pediatric
Ophthalmology/Strabismus Panel. Preferred Practice Pattern Guidelines.
Amblyopia. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2012.
Available at: www.aao.org/ppp.
11. Al-Zuhaibi S, Al-Harti I, Cooymans P, Al-Busaidi A, Al-Farsi Y, Ganesh
A. Compliance of amblyopic patients with occlusion therapy: A pilot study.
Oman J Ophthalmol. 2009;2(2):67-72.
12. Taylor D, Wright KW, Amaya L, Cassidy L, Nischal K, Eggitt IR. Should
we aggressively treat unilateral congenital cataract?. Br J Ophthalmol.
2001;85:1120-6.
13. Cabi C, Sayman Muslubas IB, Aydin Oral AY, Dastan M. Comparison of
the efficacies of patching and penalization therapies for the treatment of
amblyopia patients. Int J Ophthalmol. 2014;7(3):480-5.
14. Laria C, Pinero DP, Alio JL. Characterization of Bangerter filter effect in
mild and moderate anisometropic amblyopia: predictive factors for the visual
outcome. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2011;249:759-66.

Anda mungkin juga menyukai