Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Eksodeviasi atau juling ke arah luar adalah perubahan posisi bola mata ke
arah luar yang terjadi sebagai akibat adanya hambatan tertentu terhadap
perkembangan penglihatan binokuler atau defek aksi muskulus rektus medial.1,2
Eksodeviasi lebih banyak muncul dalam bentuk laten dan intermiten bila
dibandingan dengan esodeviasi. Berdasarkan kontrol fusi, eksodeviasi dibagi
menjadi eksoforia, eksotropia intermiten dan eksotropia konstan. Eksotropia
intermitent meliputi sekitar 50- 90% dari semua eksotropia, dan pada umumnya
didahului oleh eksoforia dan mempengaruhi sekitar 1% populasi. Eksodeviasi
terjadi lebih banyak di daerah timur tengah, subequatorial Afrika, dan daerah
timur jika dibandingkan dengan Amerika Serikat. Jenkins melakukan suatu studi
observasi yang menyatakan bahwa daerah yang lebih dekat equator mempunyai
angka terjadinya eksodeviasi 2 kali lebih tinggi.1,2,3
Burian membagi eksotropia intermiten berdasarkan konsep fusi konvergen
dan divergen serta berdasarkan pengukuran deviasi jauh dan dekat. Klasifikasi
tersebut adalah basic intermittent exotropia (deviasi jauh 10 prisma dioptri (PD)
dibanding deviasi dekat), convergence insufficiency (deviasi dekat 10 PD lebih
besar dari deviasi jauh) dan divergence excess. Divergence excess dibagi menjadi
true divergence excess ( deviasi jauh lebih besar 10 PD dibanding deviasi dekat,
dan setelah dilakukan tes oklusi, deviasi jauh tetap lebih besar dari deviasi dekat
dengan perbedaan deviasi lebih besar dari 10 PD) dan simulated atau pseudodivergence excess ( deviasi jauh lebih besar dibanding deviasi dekat tetapi setelah
dilakukan tes oklusi, deviasi dekat bertambah >10 PD dibanding deviasi jauh ).3,5,6
Dari semua kasus eksotropia intermiten, 60% kasus di antaranya adalah
tipe divergence excess. Sedangkan kasus terbanyak divergence excess adalah
simulated atau pseudo divergence excess.4,5
Manajemen eksotropia intermiten dibagi menjadi manajemen non bedah
dan manajemen bedah. Manajemen non bedah meliputi koreksi kelainan refraksi,
1

terapi over koreksi lensa minus, terapi oklusi paruh waktu, prismoterapi dan
orthoptic. Manajemen bedah pada eksotropia intermiten tipe true divergence
excess adalah teknik reses bilateral muskulus rektus lateral. Teknik bedah resesresek monokuler (reses muskulus rektus lateral dan resek muskulus rektus medial)
dilakukan pada pasien true divergence excees dengan amblyopia.7,8,9
Pada makalah laporan kasus ini, dibahas suatu kasus eksotropia intermiten
tipe true divergence excess pada seorang anak usia 12 tahun dengan bedah resesresek monokuler.

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien anak perempuan, umur 12 tahun, datang ke poliklinik mata
RSU dr M Djamil Padang dengan:
ANAMNESIS
Keluhan utama:

Mata kanan dirasa juling ke arah luar sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Mata kanan dirasa juling ke arah luar sejak 5 tahun yang lalu, sebelumnya
pasien mengalami kecelakaan. Mekanisme trauma : pasien ditabrak
kendaraan, mata kanan terbentur ke trotoar. Pasien dirawat di RS.Dr. M.
Djamil dan dioperasi ( jenis operasi tidak diketahui ). Setelah kecelakaan,
pasien merasakan mata kanan kadang-kadang juling ke arah luar terutama
bila pasien lelah atau melamun dan saat melihat jauh. Sebelum kecelakaan
mata pasien tidak pernah juling keluar.

Pasien melihat jelas dengan mata kiri sedangkan mata kanan kabur.
Riwayat mata kanan kabur sebelum kecelakaan disangkal

Riwayat pakai kacamata tidak ada.

Riwayat kehamilan dan persalinan: pasien lahir tunggal , anak pertama,


BB tidak diketahui, persalinan normal ditolong oleh bidan. Tidak dirawat
di RS.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
Posisi kepala lurus dan mata kanan kadang terlihat juling ke arah luar,
kadang-kadang lurus.
Status Oftalmologi
OD
Visus

2/60

OS
5/5

S 2.50 5/15 ph (-)

Cc

-0.50

+2.00
+2.00

-0
.50

Palpebra
Konyungtiva
Kornea
COA
Iris
Pupil
Lensa
TIO
Funduskopi

Edem (-)
Hiperemis (-)
Dispersi pigmen (+) endotel
Cukup dalam
Iridoplegi, coklat
Midriasis 7-8 mm, rf + / +
Bening, dispersi pigmen (+)
N (palp)

Edem (-)
Hiperemis (-)
Bening
Cukup dalam
Coklat, rugae (+)
Bulat, Rf +/+ 2-3 mm
Bening
N (palp)

Media

Bening

Bening

Papil

Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

Pembuluh darah

Aa:vv =2:3

Aa:vv=2:3

Retina

Perdarahan (-), eksudat (-)

Perdarahan (-), eksudat (-)

Macula
Posisi

Rf fovea (+)
Kadang-kadang Exotropia 15

Rf fovea (+)
Ortho

Force duction test


Gerak

Kadang-kadang ortho
Negatif
Bebas ke segala arah

Negatif
Bebas ke segala arah,

Diplopia
l

Motorik :
a. Duksi dan Versi

b. Cardinal gaze

Kuantitatif :
1. WFDT

dekat : 2 titik ( 2 merah)


Jauh

2. TNO
3. Amblioskop

: 2 titik( 2 merah)

: Plate 1 tidak bisa


: SP
: objektif (+) pada 26
Subjektif (+) pada 27
Anomaly : 1
Fusi

: (+) pada 24

Stereopsis

: (-)

Kualitatif

OD

1. Cover test
2. Alternate cover test
3. Hirschberg
dekat
Jauh
4. Prisma
dekat
Jauh
5. Tes oklusi
dekat
Jauh

bergulir ke nasal
bergulir ke nasal
eksotropia 15
eksotropia 30
ortho
ortho
ortho
ortho

OS
ortho
ortho
ortho
30 Base In
50 Base In
30 Base In
60 Base In

Kontrol fusi : deviasi terjadi setelah fusi diganggu dan tidak kembali lagi
walaupun sudah berkedip (poor).
Fiksasi : Monokuler
Visuskop : eccentric viewing

Diagnosis

: eksotropia intermiten tipe true divergence excess OD


Iridoplegi OD
Ambliopia ringan OD

Rencana :
1. Strabismus repair reses m.rectus lateral 10 mm resek m.rectus medial 6 mm
2. Koreksi refraksi maksimal.
Persiapan Operasi
Laboratorium: Darah rutin

Hb

: 12,6 gr %

Leukosit

: 7200 /mm

Hematokrit

: 26 %

Trombosit

: 262.000 /mm

PTT

: 11,6 detik

APTT

: 46,9 detik

Hasil konsul Ilmu Kesehatan Anak : tidak ada kontraindikasi untuk tindakan
anestesi umum
Tanggal 8 Februari 2011

Dilakukan operasi strabismus repair reses m. rektus lateral 10 mm dan resek


m.rektus medial 6 mm OD.
Terapi :

Amoksilin 3 x 250 mg

Polydex ed 4 x 1 OD

Parasetamol 3 x 250 mg ( jika sakit)

Kloramfenikol salf mata 2x OD

Nonflamin 3x1

FOLLOW UP
Hari I tanggal 11 2 2011
Status Oftalmologi
OD
Visus

2/60

OS
5/5

Cc
Palpebra
Konyungtiva
Kornea
COA
Iris
Pupil
Lensa
TIO
Funduskopi

S 2.50 5/15 ph (-)


Edem (+)
Hiperemis (+) kemosis (+)
Dispersi pigmen (+) endotel
Cukup dalam
Iridoplegi, coklat
Midriasis 7-8 mm, rf + / +
Bening, dispersi pigmen (+)
N (palp)

Edem (-)
Hiperemis (-)
bening
Cukup dalam
Coklat, rugae(+)
Bulat, Rf +/+ 2-3 mm
bening
N (palp)

Media

Bening

Bening

Papil

Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

Pembuluh darah

Aa:vv =2:3

Aa:vv=2:3

Retina

Perdarahan (-), eksudat (-)

Perdarahan (-), eksudat (-)

Makula
Posisi

Rf fovea (+)
Esotropia 15

Rf fovea (+)
ortho

Diagnosa :
1. esotropia konsekutif post strabismus repair ai eksotropia intermitent tipe
true divergence excess OD
2. iridoplegi OD
7

3. ambliopia OD
Terapi :

Amoksilin 3 x 250 mg

Polydex ed 4 x 1 OD

Parasetamol 3 x 250 mg ( jika sakit)

Kloramfenikol salf mata 2x OD

Nonflamin 3x1

Hari IV tanggal 14 2 2011


Status Oftalmologi
Visus

2/60

OD

OS
5/5

Cc
Palpebra
Konyungtiva
Kornea
COA
Iris
Pupil
Lensa
TIO
Funduskopi

S 2.50 5/15 ph (-)


Edem (+)
Hiperemis (+) kemosis (+)
Dispersi pigmen (+) endotel
Cukup dalam
Iridoplegi, coklat
Midriasis 7-8 mm, rf + / +
Bening, dispersi pigmen (+)
N (palp)

Edem (-)
Hiperemis (-)
bening
Cukup dalam
Coklat, rugae(+)
Bulat, Rf +/+ 2-3 mm
bening
N (palp)

Media

Bening

Bening

Papil

Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

Pembuluh darah

Aa:vv =2:3

Aa:vv=2:3

Retina

Perdarahan (-), eksudat (-)

Perdarahan (-), eksudat (-)

Makula
Posisi

Rf fovea (+)
Esotropia 15

Rf fovea (+)
ortho

Diplopia
1

Diagnosa :
1. esotropia konsekutif post strabismus repair ai eksotropia intermitent tipe true
divergence excess OD
2. iridoplegi OD
3. ambliopia OD
Terapi :

Amoksilin 3 x 250 mg

Polydex ed 4 x 1 OD

Parasetamol 3 x 250 mg ( jika sakit)

Kloramfenikol salf mata 2x OS

Nonflamin 3x1

Hari 11 tanggal 21 2 2011


Status Oftalmologi
Visus

2/60

OD

OS
5/5

Cc
Palpebra
Konyungtiva
Kornea
COA
Iris
Pupil
Lensa
TIO
Funduskopi

S 2.50 5/15 ph (-)


Edem (-)
Hiperemis (+) kemosis (+)
Dispersi pigment (+) endotel
Cukup dalam
Iridoplegi, coklat
Midriasis 7-8 mm, rf + / +
Bening, disperse pigment (+)
N (palp)

Edem (-)
Hiperemis (-)
bening
Cukup dalam
Coklat, rugae(+)
Bulat, Rf +/+ 2-3 mm
bening
N (palp)

Media

Bening

Bening

Papil

Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

Pembuluh darah

Aa:vv =2:3

Aa:vv=2:3

Retina

Perdarahan (-), eksudat (-)

Perdarahan (-), eksudat (-)

Makula
Posisi dekat

Rf fovea (+)
Esotropia 15

Rf fovea (+)
Ortho

Ortho

Ortho

Bebas ke segala arah

Bebas ke segala arah

Jauh
Gerak
Diplopia
1

Diagnosa :

1. esotropia konsekutif post strabismus repair ai eksotropia intermitent tipe true


divergence excess OD
2. iridoplegi OD
3. ambliopia OD
Terapi :

polydex ed 4 x 1 OD

latihan orthoptik 1 x 1 minggu

Tanggal 28 2 2011
Latihan ortoptik selama 15 menit
I.
II.
III.
IV.
V.

fusi pada 28 PD, dipertahankan pada 18 PD


fusi pada 30 PD, dipertahankan pada 26 PD
fusi pada 22 PD, dipertahankan pada 18 PD
fusi pada 22 PD , dipertahankan pada 18 PD
fusi pada 26 PD, dipertahankan pada 24 PD

Tanggal 8 3 2011
OD
Hirschberg
Prisma

dekat

esodeviasi 8

Jauh

ortho

dekat

ortho

OS
ortho
ortho
ortho pada 10 PD base out

Diplopia
1

1
10

Latihan ortoptik selama 15 menit


fusi pada 18 PD , dipertahankan pada 12 PD
fusi pada 18 PD , dipertahankan pada 14 PD
fusi pada 24 PD, dipertahankan pada 20 PD
fusi pada 18 PD, dipertahankan pada 14 PD
fusi pada 22 PD , dipertahankan pada 18 PD

I.
II.
III.
IV.
V.

Tanggal 15 3 2011
OD
Hirschberg
Prisma

dekat

OS

esodeviasi 8

Jauh

ortho

dekat

ortho

ortho
ortho
ortho pada 10 PD base out

Diplopia
1

II.
III.
IV.
V.

Latihan ortoptik selama 15 menit


I.
fusi pada 20 PD, dipertahankan pada 12 PD
fusi pada 22 PD , dipertahankan pada 14 PD
fusi pada 20 PD, dipertahankan pada 12 PD
fusi pada 20 PD, dipertahankan pada 10 PD
fusi pada 24 PD , dipertahankan pada 14 PD

Tanggal 22 3 2011
OD
Hirschberg
Prisma

dekat

esodeviasi 8

Jauh

ortho

dekat

ortho

OS
ortho
ortho
ortho pada 8 PD base out

Diplopia
1

11

Latihan ortoptik selama 15 menit


fusi pada 18 PD, dipertahankan pada 10 PD
fusi pada 16 PD , dipertahankan pada 10 PD
fusi pada 20 PD, dipertahankan pada 12 PD
fusi pada 18 PD , dipertahankan pada 12 PD
fusi pada 16 PD , dipertahankan pada 12 PD

I.
II.
III.
IV.
V.

Tanggal 29 3 2011
OD
Hirschberg
Prisma

dekat

OS

esodeviasi 8

Jauh

ortho

dekat

ortho

ortho
ortho
ortho pada 8 PD base out

Diplopia
1

II.
III.
IV.
V.

Latihan ortoptik selama 15 menit


I.
fusi pada 22 PD, dipertahankan pada 12 PD
fusi pada 16 PD, dipertahankan pada 8 PD
fusi pada 20 PD, dipertahankan pada 10 PD
fusi pada 16 PD, dipertahankan pada 10 PD
fusi pada 14 PD , dipertahankan pada 8 PD

Tanggal 5 4 2011
OD
Hirschberg
Prisma

dekat

esodeviasi 8

Jauh

ortho

dekat

ortho

OS
ortho
ortho
ortho pada 7 PD base out

Diplopia
1

12

Latihan ortoptik selama 15 menit


fusi pada 14 PD, dipertahankan pada 8 PD
fusi pada 18 PD , dipertahankan pada 8 PD
fusi pada 14 PD, dipertahankan pada 6 PD
fusi pada 20 PD, dipertahankan pada 8 PD
fusi pada 14 PD, dipertahankan pada 6 PD

I.
II.
III.
IV.
V.

BAB III
DISKUSI

Eksodeviasi dapat dibagi menjadi eksoforia, eksotropia intermiten dan eksotropia


konstan. Eksotropia intermiten merupakan suatu kondisi dimana mata lurus, tapi

pada suatu waktu tampak divergen terutama saat melihat jauh (fiksasi jauh) atau
sedang melamun.1,6 Duane (1897) menggunakan istilah divergence excess untuk
menggambarkan eksodeviasi yang mempunyai deviasi jauh lebih besar
dibandingkan deviasi dekat.8,9
Pada beberapa kasus, eksotropia intermiten berawal dari eksoforia dan
dapat berkembang menjadi eksotropia konstan. Deviasi awalnya akan muncul
pada saat fiksasi jauh sebelum terjadi deviasi saat fiksasi dekat. Namun tidak
semua eksotropia intermiten progresif.10,11
Etiologi
Penyebab utama terjadinya eksotropia intermiten seperti halnya eksodeviasi
umumnya, masih spekulatif dan kontroversi. Ada beberapa pendapat mengenai
penyebab terjadinya eksotropia intermiten.
1. Faktor mekanikal dan inervasional
Duane menyatakan bahwa eksodeviasi

disebabkan

oleh

adanya

ketidakseimbangan inervasi yang akan memicu terjadinya hubungan antara


konvergen aktif dan mekanisme divergen. Sedangkan Bielschowsky
menyatakan bahwa abnormalitas posisi disebabkan oleh faktor anatomis dan
13

mekanis. Teori mekanikal dan inervasional menggabungkan kedua postulat


tersebut sebagai penyebab terjadinya eksotropia intermiten.2,11,13,14
2. Supresi hemiretina
Teori ini dikemukakan oleh Jampolsky dan Knapp, menjelaskan bahwa
kemampuan untuk menekan penglihatan temporal menyebabkan mata
divergen dan kemungkinan sulit untuk mempertahankan kesegarisan mata.
Kekuatan supresi saat divergen ini sangat variatif.2,12,15
3. Teori chameleon
Teori ini menyatakan bahwa saat relaksasi, mata akan divergen. Namun saat
banyak sinyal penglihatan, dan eksotropia intermiten memerlukan kedua mata
secara bersamaan, maka stereopsis dapat ditingkatkan dengan cara
konvergen.13,16
4. AC/A ratio
Jampolsky dan Parks menyatakan bahwa true divergen excess kemungkinan
disebabkan oleh AC/A ratio yang tinggi. AC/A ratio pada pasien true
divergence excess berada pada rentang normal sampai tinggi.11,17
Klasifikasi
Burian mengklasifikasikan eksotropia intermiten berdasarkan konsep fusi
konvergen dan divergen serta berdasarkan pengukuran deviasi jauh dan dekat,
yaitu : 3,11,12,18
1. Basic intermittent exotropia : deviasi jauh 10 PD dibanding deviasi
2.

3.

dekat
Convergence insufficiency deviasi dekat 10 PD lebih besar dari deviasi
jauh
Divergence excess. Divergence excess dibagi menjadi :
a. True divergence excess : deviasi jauh lebih besar 10 PD dibanding
deviasi dekat, dan setelah dilakukan tes oklusi selama 30 60
menit, deviasi jauh tetap lebih besar dari deviasi dekat dengan
b.

perbedaan deviasi 10 PD)


Simulated atau pseudo-divergence excess : deviasi jauh lebih besar
dibanding deviasi dekat tetapi setelah dilakukan tes oklusi, deviasi
dekat bertambah > 10 PD dibanding deviasi jauh.

Diagnosis

14

Diagnosis eksotropia intermiten tipe true divergence excess dapat


ditegakan berdasarkan temuan dari anamnesis dan pemeriksaan klinis seperti
halnya kelainan strabismus secara keseluruhan. Penting untuk diketahui kapan
onset terjadinya, kapan bermanifestasi dan frekuensi munculnya manifestasi
tersebut.2,7,13
1. Anamnesis

Diperlukan anamnesis yang teliti untuk menentukan diagnosis, prognosis


dan pengobatan. Dari anamnesis, sering didapatkan keterangan bahwa
pasien eksotropia intermiten tipe true divergence excess sering menutup
salah satu matanya saat berada pada ruangan terang atau cahaya langsung.
Pasien juga sering mengeluhkan adanya ketidaknyamanan saat deviasi,
sakit kepala (astenopia), kabur, tidak nyaman untuk lama membaca.2,11,14
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan klinis pasien eksotropia intermiten tipe true divergence
excess seperti halnya pemeriksaan klinis kelainan strabismus secara
keseluruhan. Hanya lebih ditekankan pada pengukuran besarnya deviasi
baik untuk jarak jauh maupun jarak dekat. 2,7,13
a. Tentukan tajam penglihatan dan koreksi refraksi
b. Tentukan adanya deviasi dan besarnya deviasi
c. Pemeriksaan kontrol fusi
Pada pasien eksotropia intermitten, terdapat beberapa kemampuan
kontrol deviasi yang terbagi menjadi :2,7,19
Good : deviasi terjadi setelah dilakukan oklusi dan akan

kembali lagi ke posisi ortho tanpa berkedip


Fair : deviasi terjadi setelah dilakukan oklusi dan akan

kembali lagi setelah berkedip


Poor : deviasi akan terjadi setelah dilakukan oklusi, dan tidak

akan kembali lagi ke posisi ortho walaupun sudah berkedip.


d. Alternate cover test
Pada pasien eksotropia intermitten ditemukan adanya perbedaan
signifikan deviasi jauh dan dekat.2,7
e. Tes oklusi atau dengan penambahan lensa +3D
Tes ini dilakukan untuk mengontrol tonic fusional convergence untuk
membedakan true divergence excess dengan pseudo divergence excess.
Oklusi dilakukan selama 30-60 menit atau penambahan lensa + 3D..
15

Pasien true divergence excess memiliki deviasi jauh tetap lebih besar
dari deviasi dekat dengan perbedaan deviasi lebih besar dari 10 prisma
dioptri. Sedangkan pasien pseudo divergence excess akan mempunyai
deviasi dekat bertambah lebih dari 10 PD dibanding deviasi jauh
setelah dilakukan oklusi.7,19,20
Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan keluhan mata kanan dirasa
kadang-kadang juling ke arah luar sejak 5 tahun yang lalu (saat pasien berusia 7
tahun). Pasien merasakan mata kanan kadang-kadang juling ke arah luar terutama
bila pasien lelah, melamun dan melihat jauh. Mata kanan dirasa juling ke arah luar
setelah mengalami kecelakaan 5 tahun yang lalu. Sebelumnya mata tidak pernah
dirasa juling ke arah luar. Pasien pernah dioperasi matanya setelah kecelakaan,
namun jenis operasi tidak diketahui. Dari anamnesis dapat diketahui onset
terjadinya

manifestasi deviasi disadari oleh pasien dan keluarga saat setelah

terjadinya kecelakaan. Deviasi makin jelas terjadi saat pasien lelah, melamun dan
melihat jauh.
Dengan pemeriksaan deviasi, didapatkan kontrol fusi tipe poor dimana
deviasi terjadi saat fiksasi diganggu dan tidak kembali lagi setelah berkedip.
Pemeriksaan Hirschberg dekat eksotropia 15 dan jauh eksotropia 30, Prisma
dekat 30 Base In, jauh 50 PD Base In. Tes oklusi dekat 30 PD Base In, jauh 60
PD Base In. terdapat perbedaan deviasi jauh yang lebih besar 20 PD dibanding
deviasi dekat, dan setelah dilakukan oklusi selama 60 menit deviasi jauh tetap
lebih besar dibanding deviasi dekat dengan perbedaan 30PD. Kondisi ini sesuai
dengan eksotropia intermiten tipe true divergence excess.
Terapi
Terapi eksotropia intermiten dapat dibagi menjadi terapi non bedah dan
terapi bedah. 7,18,19,20
a. Terapi non bedah
Koreksi kacamata untuk kelainan refraksi
Terapi over koreksi lensa minus, terapi ini didasari prinsip bahwa

stimulasi konvergen aktif dapat mengurangi deviasi.


Part time occlusion, terapi ini dapat bermanfaat pada anak-anak.
Ini merupakan teknik anti supresi pasif. Terapi ini dilakukan

16

dengan cara menutup mata non deviating selama 4 6 jam setiap


hari kemungkinan dapat menyebabkan tropia menjadi foria namun
sering bersifat temporer. Untuk itu dilakukan evaluasi sampai 4
bulan setelah terapi oklusi dilakukan. Jika deviasi berkurang, terapi
oklusi dapat dilanjutkan dan dievaluasi lagi dalam 4 bulan

berikutnya.
Prismoterapi
Terapi ini bukan terapi jangka panjang untuk pasien eksotropia
intermiten. Tapi terapi ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan

kontrol fusi.
Ortoptik
Terapi ini bukan terapi pengganti bedah namun merupakan terapi
tambahan untuk terapi bedah. Tujuan terapi ini adalah untuk

meningkatkan kontrol pasen terhadap manifestasi deviasi.


b. Terapi bedah
Tujuan terapi bedah adalah untuk restorasi fusi binokuler dan kosmetik.
Terapi

bedah

eksotropia

intermiten

dilakukan

sesuai

dengan

klasifikasinya. Basic divergence excess dan simulated or pseudodivergence excess

ditangani dengan bedah reses-resek monokuler,

convergence insufficiency diterapi dengan resek muskulus rektus medial


bilateral dan true divergence excess diterapi dengan reses muskulus
rektus lateral. Pada pasien true divergence excess dapat dilakukan bedah
reses-resek monokuler pada kasus amblyopia. Terapi pasca bedah
dilakukan sesuai dengan kondisi mata post operasi, yaitu :
Posisi ortho
Esotropia konsekutif (overcorrection), esotropia konsekutif kecil
sampai 10 PD merupakan kondisi post operatif yang diharapkan
pada anak-anak. Jika esodeviasi tidak berubah dalam 6-8 minggu,
perlu dipertimbangkan adanya operasi ulang.
Eksotropia residual (undercorrection) , eksotropia residual yang
kecil (< 15 PD), dapat dilakukan terapi non bedah. Koreksi
terhadap semua kelainan refraksi. Dapat juga diberikan prisma
base in dan terapi oklusi. Jika eksodeviasi menetap setelah 6 8
minggu, dapat dilakukan operasi ulang.
Komplikasi dan Prognosis
17

Komplikasi yang dapat terjadi pada eksotropia intermiten adalah ambliopia


dan eksotropia konstan.2,7
Prognosis kombinasi terapi non bedah dan bedah akan memberikan hasil
akhir yang memuaskan namun jika sudah terjadi anomali sensorik dan motorik
serta pada kasus-kasus yang sudah lama terjadi (long standing), maka hasil
pengobatan tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini sering
dijumpai pada penderita eksotropia intermiten berusi remaja.17,18,20
Dilakukan koreksi kacamata dimana dengan koreksi dengan S-2,50 visus
pasien maju dari 2/60 menjadi 5/15 dengan pinhole tidak

maju. Pasien

menyatakan bahwa mata kanan dirasa lebih kabur dibanding mata kiri setelah
kecelakaan. Riwayat mata kabur sebelum kecelakaan disangkal.
Pada pasien ini dilakukan operasi bedah reses-resek monokuler untuk
mengatasi eksotropia intermiten tipe true divergence excess. Dilakukan operasi
strabismus repair reses m. rektus lateral 10 mm dan resek m.rektus medial 6 mm.
Secara umum kasus true divergence excess dilakukan terapi bedah reses muskulus
rektus lateral bilateral, namun pada kasus pasien dengan kelainan ambliopia,
dilakukan bedah reses-resek monokuler. Kemungkinan proses ambliopia pasien
terjadi akibat adanya proses eksotropia intermiten terlebih dulu. Salah satu
komplikasi dari eksotropia intermiten adalah ambliopia. Ambliopia pada pasien
ini direncanakan untuk dilakukan terapi, namun pasien tidak pernah kontrol lagi.
Terapi pilihan untuk ambliopia dapat kita lakukan terapi oklusi, CAM Vision,
menggunakan atropine atau menggunakan lensa kontak.
Posisi mata pasien post operatif pada pasien ini adalah esotropia
konsekutif sebesar 15. Kondisi ini memang diharapkan pada pasien anak-anak.
Dan diharapkan akan dapat berkurang dalam 6-8 minggu. Pada pasien ini kondisi
esotropia konsekutif pada hari pertama terdapat 15. Pada hari ketiga, posisi mata
pasien sudah ortho saat melihat jauh dan esotropia konsekutif 15. saat melihat
dekat. Dan kondisi ini diatasi dengan melakukan terapi ortoptik setiap minggu
selama 15 menit. Ortoptik dilakukan untuk memperluas amplitudo fusi sehingga
dapat memperbaiki kemampuan kontrol fusi pasien. Setelah 6 minggu terapi

18

ortoptik dilakukan, konsekutif esotropia pasien berkurang menjadi 7 saat fiksasi


dekat dan orto saat fiksasi jauh dan didapatkan amplitudo fusi yang cukup luas.

BAB IV
KESIMPULAN

19

1. Pada kasus ini didiagnosis dengan eksotropia intermiten tipe true


divergence excess.
2. Terapi pada kasus ini dilakukan terapi bedah unilateral reses-resek
muskulus rectus medial..
3. Recess m. rektus lateral 10 mm dan resect m.rektus medial 6 mm sesuai
dengan besar devias 15 dan memberikan hasil konsekutive esotropia pada
saat fiksasi dekat
4. Pada pasien ini dilakukan terapi kombinasi dengan terapi orthoptic selama
6 minggu yang menghasilkan semakin besar amplitudo fusi dan
berkurangnya consecutive esotropia menjadi 7.
5. Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan terapi ambliopia, namun
pasien tidak kontrol lagi.

20

Anda mungkin juga menyukai