Anda di halaman 1dari 25

Presentasi Kasus

SEORANG WANITA 71 TAHUN DENGAN ODS


ASTIGMATISMA DAN PRESBIOPIA

Oleh:
Natasha Ninda Pramalista G99162078
Laurita Laras Pratiwi G99162084
Ariyadi Budi Setyoaji G99171008

Pembimbing :
dr. Retno Widiati, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018

0
BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar


pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi
dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada
satu titik yang fokus. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia dan astigmatisma.1
Di Indonesia, prevalensi kebutaan dan gangguan penglihatan akibat
kelainan refraksi mencapai 22,1% dari total populasi, dan sebesar 15%
diantaranya diderita oleh anak usia sekolah. Prevalensi severe low vision dan
kebutaan meningkat pesat pada penduduk kelompok usia 45 tahun ke atas dengan
rata-rata peningkatan sekitar 2-3 kali lipat setiap 10 tahun. Prevalensi severe low
vision dan kebutaan tertinggi ditemukan pada kelompok usia 75 tahun ke atas
sesuai peningkatan proses degeneratif pada usia tua.2,3
World Health Organization (WHO), 2009 menyatakan terdapat 45 juta
orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision.
Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit
sekali ada satu penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat
satu anak mengalami kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan
penglihatan ini hidup di negara-negara miskin dan terbelakang. Prevalensi
kebutaan tersebut disebabkan salah satunya adalah kelainan refraksi yang tidak
terkoreksi, di dunia pada tahun 2007 diperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta orang di
dunia mengalami kelainan refraksi. 4
Astigmatisma adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana sinar yang
sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang
pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik. Ada dua jenis
astigmatisma, yaitu astigmatisma regular dan astigmatisma irregular. Berdasarkan
letak fokusnya terhadap retina, astigmatisma regular dapat di klasifikasikan
sebagai berikut : (1) Simple astigmatism, (2) Compound astigmatism, (3) Mixed
astigmatism. 1

1
Presbiopia merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.1

BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama / No. RM : Ny.S / 01-40-68-XX
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa

2
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Karanganyar, Jawa Tengah
Tgl pemeriksaan : 26 Januari 2018

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Pandangan kedua mata kabur

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan pandangan kabur pada kedua mata
saat melihat. Keluhan pandangan kabur tersebut memberat pada saat
pasien melihat jauh. Keluhan dirasakan sejak 10 tahun yang lalu dan
dirasakan semakin memberat dari awal munculnya keluhan. Pasien tidak
mengeluhkan adanya mata merah, pandangan ganda, silau, keluar air mata,
gatal, cekot-cekot, blobok dan nyeri pada mata.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat DM : disangkal

- Riwayat trauma mata : disangkal

- Riwayat operasi mata : disangkal

- Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

- Riwayat pemakaian kacamata : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat DM : disangkal

- Riwayat pemakaian kacamata : disangkal

3
E. Kesimpulan Anamnesis

OD OS
Proses Pandangan kabur Pandangan kabur
Lokalisasi Media refrakta Media refrakta
Sebab Kelainan refraksi Kelainan refraksi
Perjalanan Kronis Kronis
Komplikasi Belum ada Belum ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup

B. Pemeriksaan Subyektif

OD OS

A. Visus Sentralis

1. Visus sentralis jauh 6/30 6/20

a. pinhole 6/7 6/7

b. dengan kacamata - -

2. Visus sentralis dekat Dilakukan Dilakukan

B. Visus Perifer

1. Konfrontasi test Dalam batas Dalam batas


normal normal

2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. luka Tidak ada Tidak ada

4
c. parut Tidak ada Tidak ada
d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada
e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
2. Supercilia
a. warna Hitam Hitam
b. tumbuhnya Normal Normal
c. kulit Sawo matang Sawo matang
d. gerakan Dalam batas Dalam batas
normal normal
3. Pasangan bola mata
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. strabismus Tidak ada Tidak ada
c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada
d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada
d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
5. Gerakan bola mata
a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada
4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada
b. gerakannya
1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. rima
1.) lebar 10 mm 10 mm
2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada
3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada
d. kulit
1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada
2.) warna Sawo matang Sawo matang
3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada

5
4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) bulu mata Dalam batas Dalam batas
normal normal
7. sekitar glandula lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
8. Sekitar saccus lacrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraokular
a. palpasi Kesan normal Kesan normal
b. NCT 14 12
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. konjungtiva fornix
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) benjolan Tidak ada Tidak ada
d. konjungtiva bulbi
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
e. caruncula dan plika semilunaris
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sclera

6
a. warna Putih Putih
b. tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. ukuran 12 mm 12 mm
b. limbus Jernih Jernih
c. permukaan Licin, regular Licin, regular
d. arcus senilis + +
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan Jernih Jernih
b. kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. warna Hitam Hitam
b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan
c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak
d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran/bentuk 3 mm/bulat 3 mm/bulat
b. letak Sentral Sentral
c. reaksi cahaya langsung Positif Positif
d. tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
16. Lensa
a. ada/tidak Ada Ada
b. kejernihan Jernih Jernih
c. letak Sentral Sentral
e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Reflek fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD OS
A. Visus sentralis jauh 6/30 6/20
B. Visus perifer
1. Konfrontasi tes Dalam batas normal Dalam batas normal
2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola mata dalam Dalam batas normal Dalam batas normal
orbita
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
G. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal

7
H. Kelopak mata Dalam batas normal Dalam batas normal
I. Sekitar saccus lacrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
J. Sekitar glandula lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
K. Tekanan intra okular Dalam batas normal Dalam batas normal
L. Konjungtiva palpebra Dalam batas normal Dalam batas normal
M. Konjungtiva bulbi Dalam batas normal Dalam batas normal
N. Konjungtiva fornix Dalam batas normal Dalam batas normal
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
P. Kornea Arcus senilis (+) Arcus senilis (+)
Q. Camera okuli anterior Kesan normal Kesan normal
R. Iris Bulat, warna hitam Bulat, warna hitam
S. Pupil ø 3 mm, bulat, ø 3 mm, bulat,
sentral sentral
T. Lensa Kesan normal Kesan normal
U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. GAMBARAN KLINIS

Gambar 2. Foto mata pasien

8
Gambar 2. Foto mata kanan pasien Gambar 3. Foto mata kiri pasien

VI. DIAGNOSIS BANDING


ODS Astigmatisma
ODS Miopi
ODS Presbiopi

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Koreksi visus dengan trial lens
2. Fogging test dan astigmat dial

VIII. DIAGNOSIS
ODS astigmatisma
ODS presbiopi

IX. TERAPI
Non Medikamentosa
Koreksi lensa

KANAN KIRI

9
Vitrum Vitrim Axis Prisma Vitrum Vitrim Axis Prisma Distand
spheris cylind basis spheris cylind basis vitror
jauh - - 1.50 90o - - - 1.00 90o - 60
o o
dekat +3.00 - 1.50 90 - +3.00 - 1.00 90 - 58

Edukasi :
o Kaca mata harus selalu dipakai
o Hindari membaca di ruangan yang kurang terang
o Saat membaca buku diselingi istirahat sekitar 5 menit
o Membaca dalam posisi kepala tegak jangan membungkuk

X.PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam Bonam Bonam
Ad sanam Malam Malam
Ad fungsionam Bonam Bonam
Ad kosmetikum Bonam Bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Refraksi
Pembiasan sinar pada mata hasilnya ditentukan oleh media penglihatan
yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola
mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu
melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang
normal disebut juga mata emetropia dan akan menempatkan akomodasi atau
istirahat melihat jauh. 1

Gambar 4. Mata
emetrop
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam
untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka cahaya di retina agar
dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya Pembelokan
sebuah berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika suatu berkas cahaya berpindah
dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium dengan
tingkat kepadatan yang berbeda. Dikenal beberapa titik di dalam bidang
refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana
seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik
terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola
bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata.
5

11
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media
transparan lainnya misalnya kaca dan air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium
dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya
juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru
pada tiap sudut selain tegak lurus.6
Dua faktor penting dalam refraksi, yaitu densitas komparatif antara dua
media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan)
dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang
dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam refraktif
total karena perbedaan densitas pertemuan udara atau kornea jauh lebih besar
dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya.
Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan
kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat
disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat
atau jauh.7,8
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya
terfokus di retina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus
sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai
retina, bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal
dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-
berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari
6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.8
Proses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang
diamati ke dalam mata melaui lensa yang kemudian dibiaskan pada retina
(makula). Terjadi perubahan proses sensasi cahaya menjadi impuls listrik
yang diteruskan ke otak melalui saraf optik untuk kemudian
diinterpretasikan. Kemampuan seseorang untuk melihat tajam (fokus) atau
disebut juga tajam penglihatan (acies visus) tergantung dari media refraktif di
dalam bola mata. 9

12
Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan yang
terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi
otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti
bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap
bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.5
Proses pembentukan bayangan di retina adalah pembiasan sinar atau
cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda
kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aquosus, lensa,
dan humor vitreous. Kemudian, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi
cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
Lalu, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di
retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya
yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk
melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang.
Terakhir, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa
sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat. 1,7,9
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea
mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan
akomodasi atau melihat benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan
sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang
(lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada makula.7
Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan
terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda
pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea.
Akibat akomodasi, daya pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi
akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat
mata harus berakomodasi (mencembung). Akomodasi terjadi akibat kotraksi
otot siliar. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks

13
akomodasi akan meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu
konvergensi atau melihat dekat. 7
Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi
trias akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula
Zinii mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang
dapat difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga
timbul konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot
konstriksi pupil dan timbulah miosis, supaya cahaya yang masuk tak
berlebih, dan terlihat dengan jelas. 1,8

B. Kelainan Refaksi
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar
pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning,
tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada
satu titik yang fokus. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
optik pada mata sihingga menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisma.1
Astigmatisma
a. Definisi Astigmatisma
Astigmatisma atau sering disebut juga mata silindris yaitu suatu kondisi
dengan kurvatura yang berlainan sepanjang meridian yang berbeda-beda
pada satu atau lebih permukaan refraktif mata (kornea, permukaan anterior
atau posterior dari lensa mata). Akibatnya pantulan cahaya dari suatu
sumber atau titik cahaya tidak terfokus pada satu titik di retina.
Astigmatisma merupakan kelainan refraksi yang menyebabkan
penglihatan menjadi kabur karena bentuk kornea atau lensa yang tidak
teratur. 1,10

14
Gambar 5. Astigmatisma

b. Etiologi Astigmatisma5
Etiologi kelainan astigmatisma adalah :
1) Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling
besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatisma,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan
pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior
posterior bola mata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi
karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea,
peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
2) Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin
akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisma.
3) Intoleransi lensa atau lensa kontak pada post keratoplasty.
4) Trauma pada kornea.
5) Tumor

c. Klasifikasi Astigmatisma
Menurut Kaimbo (2012), astigmatisma diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis, yaitu :
1) Berdasarkan axis meridian utama :
a. Astigmatisma Reguler

15
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang
memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang
berlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian
berikutnya. Astigmatisma jenis ini memiliki dua meridian yang
saling tegak lurus. Bayangan yang terjadi pada astigmatisma
regular dengan bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau
lingkaran.1, 11
b. Astigmatisma Ireguler
Astigmatisma irregular merupakan astigmatisma yang terjadi tidak
mempunyai dua meridian saling tegak lurus. Astigmatisma ini
dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang
sama berbeda sehingga bayangan menjadi irregular. Dan
astigmatisma irregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan
distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang
berbeda. 1,11
c. Astigmatisma With-The-Rule
Astigmatisma with the rule merupakan kelengkungan kornea pada
bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih
pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang
horizontal. Pada astigmatisma ini meridian vertikal lebih curam
dari horizontal. Pada astigmatisma lazim ini diperlukan lensa
silinder negatif dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki
kelainan refraksi yang terjadi. 1
d. Astigmatisma Against-The-Rule
Astigmatisma against the rule adalah suatu keadaan kelainan
refraksi astigmatisma yang disebabkan oleh kelengkungan kornea
pada meridian horizontal lebih kuat atau curam dibandingkan
dengan kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan
pada usia lanjut. Pada Astigmatisma tidak lazim ini diperlukan
lensa silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120
derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150
derajat).1
e. Astigmatisma oblique

16
Suatu bentuk astigmatisma regular dimana garis meridian
utamanya tidak tegak lurus tapi miring dengan axis 450 dan 1350.11
2) Berdasarkan titik fokus meridian utama dalam keadaan tanpa
akomodasi, astigmatisma dibagi menjadi
a. Astigmatisma Miopia Simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik V berada di depan retina,
sedangkan titik H berada tepat pada retina (dimana titik V adalah
titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik H adalah titik
fokus dari daya bias terlemah).6,11

Gambar 6.

Astigmatisma Miopia Simpleks

b. Astigmatisma Hiperopia Simpleks


Astigmatisma jenis ini, titik V berada tepat pada
retina, sedangkan titik H berada di belakang retina.11
Gambar 7. Astigmatisma Hiperopia Simpleks

c. Astigmatisma Miopia Kompositus


Astigmatisma jenis ini, titik V berada di depan retina,
sedangkan titik H berada di antara titik V dan retina.11

17
Gambar 8. Astigmatisma Miopia Kompositus

d. Astigmatisma Hiperopia Kompositus


Astigmatisma jenis ini, titik H berada di belakang
retina, sedangkan titik V berada di antara titik H dan retina. 11

Gambar 9. Astigmatisma Hiperopia Kompositus


e. Astigmatisma Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik V berada di depan retina,
sedangkan titik H berada di belakang retina.11

18
Gambar 10. Astigmatisma Mixtus

3) Berdasarkan tingkat kekuatan dioptri astigmatisma dibedakan


menjadi :
a. Astigmatisma Rendah
Astigmatisma yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya
astigmatimusrendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata.
Akan tetapi jika timbulkeluhan pada penderita maka koreksi kacamata
sangat perlu diberikan.
b. Astigmatisma Sedang
Astigmatisma yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75
Dioptri.Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan
kacamata koreksi.
c. Astigmatisma Tinggi
Astigmatisma yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini
sangatmutlak diberikan kacamata koreksi.12
d. Gejala dan Tanda
Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan :
1) Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik
2) Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
3) Penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat
4) Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
5) Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
6) Sakit kepala terutama pada bagian frontal
7) Mata tegang dan pegal
8) Mata dan fisik lelah
9) Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering
mengakibatkan ambliopia. 13

e. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
fisik. Pasien akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas.
Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakkan kartu snellen. Periksa kelainan refraksi myopia atau
hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.12
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna
hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang

19
putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya
derajat astigmat. 1

Gambar 11. Kipas Astigmat

f. Penatalaksanaan
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman
penglihatan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada
astigmatisma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau
pembedahan.
1) Lensa Korektif (Kacamata atau Lensa Kontak)
Koreksi astigmatisma biasanya dilakukan menggunakan kacamata.
Lensa yang digunakan untuk mengoreksi astigmatisma adalah lensa
silindris. Lensa ini digunakan untuk mengoreksi perbedaan antara
kekuatan refraksi dua meridian mata. Alternatif lensa lain adalah lensa
kontak lunak yang disebut lensa toric. Lensa toric lembut memiliki
kekuatan cahaya lentur yang lebih besar dalam satu arah dari yang
lain. Pilihan lain, terutama untuk astigmatisma derajat tinggi adalah
lensa kontak kaku yang bersifat gas permeabel. 14

2) Bedah refraksi
Metode lain untuk mengoreksi astigmatisma adalah mengubah bentuk
kornea melalui operasi mata refraktif atau laser. Operasi refraktif
membutuhkan mata yang sehat yang bebas dari masalah retina, bekas
luka kornea, dan penyakit mata lainnya.14

Presbiopia

20
1. Definisi
Presbyopia berasal dari bahasa Yunani “Presbys” yang berarti
orang tua dan “Opia” artinya mata. Presbiopi merupakan kondisi mata
dimana lensa kehilangan fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak
dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk
gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi
mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Makin bertambahnya
umur maka setiap lensa akan mengalami kemunduran kemampuan untuk
mencembung. Berkurangnya kemampuan mencembung ini akan
memberikan kesukaran melihat dekat, sedang untuk melihat jauh tetap
normal.1,15

2. Etiologi
Berikut adalah penyebab terjadinya presbiopia pada usia lanjut:
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut.
b. Kelemahan otot-otot akomodasi.
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan (sklerosis) lensa.1
3. Patofisiologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya


refraksi mata karenaadanya perubahan keseimbangan antara elastisitas
matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan
kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.1
4. Gejala Klinis
a. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40
tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata
lelah, berair dan sering terasa pedas.

21
b. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin
menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat
huruf dengan cetakan kecil.
c. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya
sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca
lebih jelas.
d. Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35
tahun untuk ras lainnya. 1
5. Pengobatan

Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk


membaca dekat yang berkekuatan sesuai dengan pedoman usia:
+ 1.00 D untuk usia 40 tahun
+1.50 D untuk usia 45 tahun
+2.00 D untuk usia 50 tahun
+2.50 D untuk usia 55 tahun
+3.00 D untuk usia ≥60 tahun
Lensa sferis (+) yang ditambah kandapat diberikan dengan kacamata baca
untuk melihat dekat saja atau kacamata bifokal untuk melihat jauh dan
dekat. Jika koreksi jauhnya tidak dapat mencapai 6/6 maka penambahan
lensa sferis (+) tidak terikat pada pedoman umur, tetapi boleh diberikan
seberapapun sampai dapat membaca cukup memuaskan.1

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas H, Sidarta. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI; 2004.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mata sehat di segala usia untuk
peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia. 11 Agu 2012 [diakses 28
Agu 2016]. Tersedia dari: http://www.depkes.go.id/article/p rint/2082/mata-
sehat-di-segalausia-untuk-peningkatan-kualitashidup-masyarakat-
indonesia.html
3. Rifati L, Rosita T, Hasanah N, Indrawati L. Kesehatan indera. In: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013. h.231-8.

4. Ali, dkk. 2007. Prevalence of Undetected Refractive Errors Among School


Children. Biomedica Volume 23 Juli-Dec 2007/Bio-21.,
http://www.thebiomedicapk. com/articles/118.pdf

5. Vaughan, D.G., Asurt, T., Riordan-Eva, P. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi


ke4. Ahli bahasa: Tambajoong J, Pendi BU. Penerbit Widya Medika. Jakarta.
29-442

6. Sidarta I, dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata Cetakan III. Jakarta. FKUI.

7. Perdami, 2005. Anatomi dan Faal Mata. http//www.perdami.or.id.

8. Wijana N. 1993. Ilmu Penyakit Mata : Refraksi, Astigmatisma. Jakarta.

23
9. Pearce, E. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Terjemahan Sri
Yuliani Handoyo. Penerbit Gramedia. Jakarta

10. American Academy of Ophthalmology. 2005. Pediatric Ophthalmology.


Chapter 5: Amblyopia. Section 6. Basic and Clinical Science Course. P. 63-70.

11. Kaimbo, W. 2012. Astigmatism Definition, Etiology, Classification, Diagnosis


and Non-Surgical Treatment. INTECH Open Access Publisher, 2012

12. Morlet N, et al. 2001. Astigmatism and the analysis of its surgical correction.
Br J Ophthalmol.

13. Hardten D.(2009) Lasik Astigamtsm (on line). Medscape.

14. Yanoff M, Duker JS. 2014. Ophthamology 4th Edition. Elsevier Health
Sciences 2013-12-10, Philadelphia, Pennsylvania

15. Khurana A K. 2007. Chapter 3 Optics and Refraction,Comprehensive


Ophtamology, fourth edition. New Age international, New Delhi

24

Anda mungkin juga menyukai