Anda di halaman 1dari 32

MASSA PADA

HIDUNG
POLIP HIDUNG
ETIOLOGI

• Belum diketahui secara pasti


• Rhinosinusitis kronis, rhinitis alergi, asma, sinusitis jamur
• Faktor genetik
• Cystic fibrosis
• Intoleransi alcohol, aspirin
• Karsinoma nasofaring, ensefalokel, glioma, kista dermoid,
hemangioma, papilloma, limfoma, neuroblastoma, kordoma
• Sindro Kartagener, sindrom Young, sindrom Churg-Strauss
PATOGENESIS

• Teori Bernstein
– Perubahan mukosa hidung karena inflamasi atau turbulensi
udara terutama di kompleks osteomeatal
– Prolaps submucosa disertai re-epitelisasi dan pembentukan
kelenjar baru
– Peningkatan absorpsi Na oleh sel epitel  Retensi cairan
• Teori vasomotor
– Ketidakseimbangan vasomotor  Permeabilitas kapiler
meningkat  Pelepasan sitokin oleh sel mast
• Semua proses tersebut menyebabkan edema mucosa, terutama
di meatus media
• Edema semakin membesar  Mukosa menjadi polip  Turun ke
rongga hidung dengan membentuk tangkai
– Polip yang awalnya sessile berubah menjadi pedunculated
karena efek gravitasi dan bersin yang berlebihan
ANAMNESIS

• Gejala utama • Gejala sekunder


– Hidung tersumbat, – Bernapas melalui mulut
unilateral atau bilateral, – Suara sengau
semakin lama semakin berat – Halitosis
– Sekret jernih atau purulent – Gangguan tidur
– Hiposmia sampai anosmia – Hidung membesar seperti
– Bersin berulang, nyeri katak (frog face deformity)
hidung, nyeri kepala
RHINOSKOPI ANTERIOR

• Massa bertangkai, berbentuk bulat oval, berwarna abu – abu


– Seperti buah anggur yang sudah dikupas dan menggantung
pada tangkainya
• Permukaan halus dan mengkilap, konsistensi kenyal padat
• Mobile, tidak nyeri tekan, tidak mudah berdarah
• Single atau multiple, unilateral atau bilateral
• Tidak mengecil saat diberikan vasokonstriktor
STADIUM

• Stadium 1
– Terbatas pada meatus media
• Stadium 2
– Sudah keluar dari meatus medius tetapi belum memenuhi
cavum nasi
• Stadium 3
– Masif
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Nasoendoskopi
• Foto X ray sinus paranasal
– Penebalan mucosa, gambaran air-fluid level pada sinus
• CT scan merupakan gold standard dengan indikasi
– Tidak merespons terhadap obat
– Terdapat komplikasi sinusitis
– Rencana tindakan operasi, terutama bedah endoskopi
TERAPI

• Terapi konservatif
– Kortikosteroid oral atau intranasal
– Mengontrol alergi dan infeksi
• Pembedahan apabila tidak merespons terhadap obat
– Polipektomi
– Ethmoidektomi intranasal atau ekstranasal
– Operasi Caldwell-Luc
– Functional endoscopic sinus surgert
KARSINOMA NASOFARING
ETIOLOGI

• Faktor genetic
• Infeksi EBV
• Faktor lingkungan
– Polusi udara, asap dari dupa atau kayu bakar, merokok
– Memasak dengan bahan atau bumbu tertentu
– Mengawetkan makanan dengan nitrosamine
– Kekurangan asupan vitamin C, karoten, atau serat
EPIDEMIOLOGI

• Merupakan tumor ganas kepala-leher yang paling sering


ditemukan di Indonesia
• Terutama pada ras Mongoloid
– China selatan, Hongkong, Taiwan, Vietnam, Thailand, Malaysia,
Singapura, Indonesia
• Kebiasaan menggunakan nitrosamine sebagai pengawet
• Umur 50 – 60 tahun, laki – laki lebih sering daripada perempuan
• Lokasi paling sering : Fossa Rossenmulleri
GAMBARAN KLINIS

• Gejala nasofaring • Gejala telinga


– Hidung tersumbat yang – Pendengaran menurun
semakin lama semakin berat – Tinnitus, vertigo
– Sekret bercampur darah – Telinga terasa penuh, otalgia
– Epistaksis berulang – Otitis media serosa
– Rhinolalia
• Gejala mata dan saraf • Gejala metastasis
– Diplopia, oftalmoplegia – Limfadenopati jugular
– Trigeminal neuralgia – Trismus, nyeri leher
– Eksoftalmus, buta – Nyeri tulang, sesak napas
– Paralisis palatum
– Disfagia, disfonia, disartria
– Ageusia, aptyalia
– Sindrom Horner
METASTASIS

• Metastasis local
– Ke anterior melalui choana dan cavum nasi
– Ke inferior melalui orofaring atau laringofaring
– Ke lateral melalui ruang parafaring
– Ke fossa cranii media melalui foramen lacerum dan ovale
– Ke fossa cranii posterior melalui foramen jugularis
• Penyabaran limfogen ke limfonodi cervical
• Metastasis jauh
– Paru, tulang, hepar
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

• CT scan kepala leher dengan kontras untuk menilai


– Ukuran tumor
– Penyebaran tumor ke parafaring, retrofaring, dan intrakranial
– Erosis basis cranii dan clivus
• Foto thoraks untuk mendeteksi metastasis ke paru
• USG abdomen untuk mendeteksi metastasis ke hepar
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

• Nasoendoskopi
• Pemeriksaan biopsi
– Blind biopsy dari hidung atau mulut
– Biopsi aspirasi jarum halus pada limfadenopati cervical
• Pemeriksaan serologi
– IgA anti-EBV, titer DNA EBV
• Pemeriksaan audiometri
– Mendeteksi efek ototoksik dari kemoradiasi
TERAPI

• Stadium I : Radioterapi
– External beam radiation, brachitherapy
• Stadum II dan III : Kemoradiasi
– Cisplastin, 5-fluorouracil
• Stadium IV
– N < 6 cm : Kemoradiasi
– N > 6 cm : Kemoterapi dosis penuh kemudian kemoradiasi
• Pembedahan : Diseksi leher radikal, nasofaringektomi
• Terapi paliatif
ANGIOFIBROMA NASOFARING
DEFINISI

• Tumor jinak dari pembuluh darah nasofaring


• Secara histologi bersifat jinak, tetapi secara klinis bersifat ganas
– Destruksi tulang dan menyebar ke jaringan sekitar seperti sinus
paranasal, pipi, mata, cranium
– Mudah berdarah  Pendarahan massif yang sulit dihentikan
ETIOLOGI

• Etiologi
– Kelebihan estrogen atau kekurangan andogen ?
• Epidemiologi
– Jarang ditemukan, sekitar 0,05% dari tumor kepala-leher
– Terutama pada laki – laki umur 7 – 19 tahun
– Lokasi paling sering : Foramen sphenopalatinum pada dinding
lateral nasopharynx
ANAMNESIS

• Hidung tersumbat unilateral, semakin lama semakin berat


• Epistaksis spontan, berat, dan berulang
• Rhinorrhea kronis unilateral, hiposmia sampai anosmia
• Rhinolalia, pendengaran menurun, otalgia
PEMERIKSAAN FISIK

• Edema palatum, deformitas pipi, deformitas wajah


– Jika mendesak salah atau kedua bola mata, maka akan
menyebabkan proptosis dan frog face deformity
• Rhinoskopi posterior
– Massa tumor dengan konsistensi padat, permukaannya datar
atau berlobus, berwarna abu – abu sampai merah muda
– Hipervaskularisasi mucosa, dapat mengalami ulserasi
• Jangan melakukan palpasi massa dengan jari karena dapat
menyebabkan pendarahan
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Kontraindikasi biopsy karena dapat menyebabkan pendarahan


• CT scan dengan kontras
– Massa hiperdens berlobus pada foramen sphenopalatinum
yang menonjol ke cavum nasi
– Strongly enhancing lesion karena sangat vascular
– Tanda Holman-Miller (antral sign) : Dinding posterior sinus
maxillaris menonjol ke depan
– Erosi tulang di sekitarnya seperti sinus sphenoidalis, ala major
ossis sphenoidalis, fossa infratemporalis, fossa pterygopalatina
• Panah kuning : Strongly
enhancing lesion pada
foramen sphenopalatinum
• Panah merah : Tanda
Holman-Miller
• Panah hijau : Penyebaran
tumor ke fossa cranii media
melalui fissure orbitalis
TERAPI

• Pembedahan dengan metode tertentu


– Tergantung dari lokasi dan penyebaran tumor
• Terapi pre-operatif untuk mengurangi pendarahan
– Embolisasi 48 – 72 jam sebelum operasi
– Estrogen 5 mg 2 kali sehari selama 10 – 15 hari sebelum operasi
• Terapi hormonal dengan anti-testosterone (flutamide)
• Kemoterapi apabila tumor sangat agresif dan rekuren
• Radioterapi apabila tumor menyebar luas ke intrakranial

Anda mungkin juga menyukai