HIDUNG
POLIP HIDUNG
ETIOLOGI
• Teori Bernstein
– Perubahan mukosa hidung karena inflamasi atau turbulensi
udara terutama di kompleks osteomeatal
– Prolaps submucosa disertai re-epitelisasi dan pembentukan
kelenjar baru
– Peningkatan absorpsi Na oleh sel epitel Retensi cairan
• Teori vasomotor
– Ketidakseimbangan vasomotor Permeabilitas kapiler
meningkat Pelepasan sitokin oleh sel mast
• Semua proses tersebut menyebabkan edema mucosa, terutama
di meatus media
• Edema semakin membesar Mukosa menjadi polip Turun ke
rongga hidung dengan membentuk tangkai
– Polip yang awalnya sessile berubah menjadi pedunculated
karena efek gravitasi dan bersin yang berlebihan
ANAMNESIS
• Stadium 1
– Terbatas pada meatus media
• Stadium 2
– Sudah keluar dari meatus medius tetapi belum memenuhi
cavum nasi
• Stadium 3
– Masif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Nasoendoskopi
• Foto X ray sinus paranasal
– Penebalan mucosa, gambaran air-fluid level pada sinus
• CT scan merupakan gold standard dengan indikasi
– Tidak merespons terhadap obat
– Terdapat komplikasi sinusitis
– Rencana tindakan operasi, terutama bedah endoskopi
TERAPI
• Terapi konservatif
– Kortikosteroid oral atau intranasal
– Mengontrol alergi dan infeksi
• Pembedahan apabila tidak merespons terhadap obat
– Polipektomi
– Ethmoidektomi intranasal atau ekstranasal
– Operasi Caldwell-Luc
– Functional endoscopic sinus surgert
KARSINOMA NASOFARING
ETIOLOGI
• Faktor genetic
• Infeksi EBV
• Faktor lingkungan
– Polusi udara, asap dari dupa atau kayu bakar, merokok
– Memasak dengan bahan atau bumbu tertentu
– Mengawetkan makanan dengan nitrosamine
– Kekurangan asupan vitamin C, karoten, atau serat
EPIDEMIOLOGI
• Metastasis local
– Ke anterior melalui choana dan cavum nasi
– Ke inferior melalui orofaring atau laringofaring
– Ke lateral melalui ruang parafaring
– Ke fossa cranii media melalui foramen lacerum dan ovale
– Ke fossa cranii posterior melalui foramen jugularis
• Penyabaran limfogen ke limfonodi cervical
• Metastasis jauh
– Paru, tulang, hepar
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
• Nasoendoskopi
• Pemeriksaan biopsi
– Blind biopsy dari hidung atau mulut
– Biopsi aspirasi jarum halus pada limfadenopati cervical
• Pemeriksaan serologi
– IgA anti-EBV, titer DNA EBV
• Pemeriksaan audiometri
– Mendeteksi efek ototoksik dari kemoradiasi
TERAPI
• Stadium I : Radioterapi
– External beam radiation, brachitherapy
• Stadum II dan III : Kemoradiasi
– Cisplastin, 5-fluorouracil
• Stadium IV
– N < 6 cm : Kemoradiasi
– N > 6 cm : Kemoterapi dosis penuh kemudian kemoradiasi
• Pembedahan : Diseksi leher radikal, nasofaringektomi
• Terapi paliatif
ANGIOFIBROMA NASOFARING
DEFINISI
• Etiologi
– Kelebihan estrogen atau kekurangan andogen ?
• Epidemiologi
– Jarang ditemukan, sekitar 0,05% dari tumor kepala-leher
– Terutama pada laki – laki umur 7 – 19 tahun
– Lokasi paling sering : Foramen sphenopalatinum pada dinding
lateral nasopharynx
ANAMNESIS