Anda di halaman 1dari 16

Faculty of Medicine

AndalasUniversity
Padang, Indonesia

Tumor Nasofaring
Benign and Malignant

Muhammad Reko Danuwirya Date : Agustus 2020


Wahyu Tri Novriansyah

Division of Head and Neck Surgery and Oncology


Department of Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery
Pendahuluan
01 Angiofibroma Nasofaring

02 Karsinoma Nasofaring
PART 01
Angiofibroma Nasofaring
benign tumour of nasopharynx
Pendahuluan

Angiofibroma
• Merupakan tumor vaskuler yang • Bersifat jinak secara histopatolog
langka i
• Sering mengenai laki-laki usia re • Tetapi dianggap ganas berdasark
maja (adolescent) an lokasi
• Sehingga dikenal dengan Juvenil • Cenderung invasi lokal
e Angiofibroma Nasofaring (JNA) • Memiliki kemungkinan untuk rek
urensi
Etiopatogenesis
• Belum ada konsensus yang meny • Pemeriksaan immunostaining da
epakati mengenai etiologi dari J ri beberapa komponen telah me
NA mberikan gagasan bahwa JNA m
• Namun, beberapa laporan menu emiliki asal endokrinologik, wala
njukkan kemiripan dengan hama upun tidak ditemukan patologi e
rtoma atau hemangioma/ malfor ndokrin pada JNA
masi vaskuler dalam hubungann
ya dengan asal perkembanganny
a
Diagnosis Klinis

Gejala Awal Gejala lanjut


• Hidung berdarah baik berupa epi • Sakit kepala
staksis berulang ataupun sputu • Anosmia
m bercampur darah • Rinolalia
• Hidung tersumbat satu sisi • Pembengkakan pada pipi atau langi
• Telinga terasa penuh, t-langit
• Epifora
• Proptosis
• Penurunan penglihatan
Diagnosis Klinis

Rhinoskopi anterior atau endoskopi


• Tampak massa licin, elastis, dapa
t berlobus, polypoid, berwarna k
ekuningan hingga merah atau un
gu yang hipervaskuler
• Massa mulai dari bagian belakan
g konka media yang dapat berge
ser ke lateral dengan ukuran dan
perluasan yang beragam serta o
bstruksi koana
Histologi
• Pemeriksaan mikroskopik dari sp
ecimen JNA menunjukkan strom
a fibrovaskuler longgar dengan k
apiler heterogenous yang berlim
pah
• Terdiri juga dari otot polos yang
beragam tanpa kemampuan vas
okontriksi yang memadai sehing
ga menyumbang pada predisposi
si perdarahan pada JNA
Imaging

CT Scan
• Menunjukkan massa jaringan lun • JNA biasanya melibatkan nasofari
ak tidak berkapsul, berlobus, het ng dan fossa pterigopalatina yang
erodens dengan ukuran beragam menyebabkan melebarnya forame
berpusat pada foramen sfenopal n sfenopalatina dan menurunnya
atina dinding posterior sinus maxilla ( H
olman-Miller sign yang dianggap
patognomonik oleh beberapa ahl
i)
Pola Pertumbuhan

Prinsip Pola
• Dari yang tahanannya paling keci • 1. Through the sphenopalatine fora
l men → nasal cavity, nasopharynx
• Kemudian menyebar ke fossa, fo • 2. Through the vidian canal → sphe
ramen, fissure sebelum terjadi e noid sinus
rosi tulang • 3. Through the superior and inferior
orbital fissures → orbit, cavernous s
inus, intracranially
• 4. Through the maxillary nerve cana
l → parasellar region, intracranially
Pola Pertumbuhan

Pola
• 5. Through the pterygomaxillary fissur
e → infratemporal fossa, cheek
• 6. Sinus walls erosion → maxillary, eth
moid, sphenoid sinuses
• 7. By erosion of the pterygoid process,
greater wing of the sphenoid bone an
d middle cranial fossa floor → intracra
nially
Staging
Staging
Penatalaksanaan

Eksisi Pembedahan
• Pendekatan Endoskopik
• Pendekatan Open
• Rinotomi lateral
• Transfacial
• Midfacial degloving
• Transpalatal
• Le Fort transmaxillary osteotomi
• Infratemporal fossa
• Radioterapi
Penatalaksanaan
2019

THANK YOU !
Enter text here

Reporter : *** Date : 2019.4

Anda mungkin juga menyukai