Anda di halaman 1dari 78

TUMOR KEPALA DAN

LEHER
Oleh
Syadza Salsabila
212011101041

Pembimbing
dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT-KL

SMF/Lab Ilmu Kesehatan THT-KL


RSD dr. Soebandi Jember
2021
TUMOR
 Tumor adalah pertumbuhan massa atau jaringan abnormal dalam tubuh.
Tumor terbagi menjadi 2 yaitu tumor jinak (benign) dan tumor ganas
(maligna).
 Manifestasinya mulai dari lesi kecil, massa atau granulasi sampai
dengan tumor yang telah meluas.
 Diperlukan suatu pendekatan yang sistematis untuk menegakkan
diagnosis serta menentukan rencana penatalaksanaannya, dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan biopsi.
TUMOR JINAK
 Tumor jinak pada leher sering salah diagnosis sebagai infeksi (misalnya, limfadenitis)

atau bawaan (misalnya, kista brakialis) pada pemeriksaan awal.


 Diagnosis semua massa pada leher memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan radiologis, dan biopsi.


 Tumor primer jinak pada leher diantaranya tumor pembuluh darah, seperti hemangioma;

neoplasma saraf perifer, seperti schwannoma atau neurofibroma, dan lipoma.

neurofibrom lipom
a a
NEOPLASMA VASKULER
Di daerah leher, hemangioma biasanya
berjenis kavernosa yang merupakan
benjolan lunak yang mengempis bila
ditekan dan menggelembung saat
dilepaskan lagi.

Tumor ini ditangani dengan ekstirpasi,


bila besar perlu persiapan berupa
arteriografi atau flebografi.
Schwannoma
Tumor yang berasal dari sel Schwann saraf
perifer, biasanya soliter. Secara klinis,
schwannoma leher bersifat massa leher yang
nyeri

Pada pemeriksaan radiologi, schwannoma


biasanya berbatas tegas pada CT-scan kontras.
Pemeriksaan selanjutnya dengan pemeriksaan
histopatologi.

Transformasi maligna dari schwannoma jarang


• Neurofibroma

Neurofibroma adalah tumor jinak


selubung saraf, massa leher soliter
atau beberapa nodul tumor.
Neuofibroma berkaitan dengan
penyakit autosomal dominan von
Recklinghausen.

Neurofibroma soliter mengalami


transformasi maligna dan paling baik
• Lipoma
Lipoma adalah tumor jinak yang
berasal dari jaringan adiposa.
Lipoma dari leher biasanya terdapat
sebagai massa leher yang tidak
nyeri.
Manajemen lipoma adalah dengan
reseksi bedah lengkap untuk alasan
TUMOR GANAS
 Tumor ganas nasofaring, hidung dan sinus
paranasal serta laring merupakan keganasan
yang paling banyak ditemukan pada tumor
ganas kepala dan leher.
 Sekitar 95% tumor ganas pada THT-KL
adalah karsinoma sel skuamous dan
merupakan keganasan epitelial yang agresif.
TUMOR HIDUNG DAN
SINUS PARANASAL
TUMOR HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
 Hidung dan sinus paranasal merupakan rongga yang dibatasi oleh

tulang tulang wajah dan daerah yang terlindung sehingga tumor pada
daerah ini sulit diketahui secara dini.
 Pasien berobat biasanya tumor sudah dalam fase lanjut.

 Rasio laki laki dan perempuan adalah 2:1.

 Etiologi: zat kimia/bahan industri (kulit, debu kayu, formaldehid,

kromium, minyak isopril) serta alcohol, rokok, makanan yang


diasin/diasap dapat meningkatkan keganasan.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala nasal Obstruksi hidung unilateral
Rinorea (sekret bercampur darah atau terjadi epistaksis)
Khas pada tumor ganas, secret berbau
Deformitas hidung
Gejala orbital Diplopia, proptosis (penonjolan bola mata), oftalmoplegia, gangguan visus dan
epifora

Gejala oral Ulkus pada palatum atau pada prosesus alveolaris


Nyeri, goyah pada gigi

Gejala fasial Penonjolan pada pipi


Nyeri dan parestesia pada bagian wajah (mengenai N. Trigeminus)

Gejala intrakranial Sakit kepala hebat, oftalmoplegia, gangguan visus


Likuorea (cairan otak keluar melalui hidung)
Trismus (keterbatasan pergerakan rahang)
Anestesia, parestesia di daerah yang dipersarafi N. Maksilaris dan Mandibularis
MANIFESTASI KLINIS
 Early Stage
• Nyeri pada wajah, obstruksi hidung dan epistaksis.
• Gejala rinosinusistis nasal discharge.
• Late Stage
• Medial menyebar menuju rongga hidung: sumbatan hidung, dan epistaksis.
• Anterior menyebar ke wajah: pembengkakan pipi dan kemudian invasi kulit wajah.
• Penyebaran inferior ke arah alveolus: perluasan alveolus, sakit gigi, melonggarnya gigi, pemasangan gigi
palsu yang buruk, ulserasi gingiva dan pembengkakan di langit-langit keras.
• Penyebaran superior ke orbit: paresthesia wajah/anestesi, proptosis, diplopia, nyeri mata, dan epifora.
• Penyebaran posterior ke fossa pterigomaksila dan infratemporal: trismus karena keterlibatan pterygoid dan
otot.
• Penyebaran intrakranial: melalui ethmoids, cribriform plate atau foramen lacerum.
• Penyebaran limfatik: pembengkakan leher. Metastasis simpul serviks (submandibular dan jugular node atas)
adalah jarang terjadi dan terjadi pada stadium lanjut.
• Sinus maksilaris dan ethmoid mengalir ke dalam node retropharyngeal, yang tidak dapat diakses rabaan.
• Metastasis jauh: meskipun jarang mereka kebanyakan terjadi di paru-paru dan kadang-kadang dalam
tulang.
DIAGNOSIS
 Inspeksi: memperhatikan kesimetrisan

wajah, jika ada proptosis perhatikan


arah pendorongan bola mata (jika
terdorong ke atas  tumor berasal dari
sinus maksila, jika ke bawah dan
lateral  sinus frontal atau etmoid),
rinoskopi untuk melihat bentuk
permukaan tumor.
 Palpasi: nyeri tekan, penonjolan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Naso-endoskopi/Sinus-kopi untuk mendeteksi tumor lebih dini.
 Foto polos sinus paranasal untuk diagnosis awal (melihat erosi
tulang).
 CT scan untuk melihat perluasan tumor.
 MRI untuk membedakan jaringan tumor dengan jaringan normal.
 Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi
(biopsi).
TATALAKSANA
1. Pembedahan
 Endoscopic Resection of Sinonasal Malignancies.
 Open Surgical Intervention.
 Maksilektomi radikal, jika mengenai seluruh dinding sinus maksila dan
masuk ke rongga orbita sehingga pengangkatan maksila dapat dilakukan
secara en bloc disertai eksenterasi orbita.
 Kraniotomi atau reseksi kraniofasial jika tumor sudah masuk ke rongga
intracranial.

2. Kemoterapi
 Untuk tumor yang telah mengalami metastasis.
Tumor Jinak
Polip Nasi
Massa lunak yang tumbuh di dalam
rongga hidung
Polip kebanyakan berasal dari mukosa
sinus etmoid, biasanya multiple dan dapat
bilateral
Polip yang berasal dari sinus maxila sering
tunggal dan tumbuh ke arah belakang,
muncul di nasofaring → polip koanal
Epidemiologi
Eti ologi
Patofi siologi
Diagnosis
 Gejala Klinis  Pemeriksaan Fisik
Bersin-bersin, iritasi hidung, hidung • Deformitas hidung luar
tersumbat, anosmia/hyposmia, nyeri • Rinoskopi anterior  massa pada rongga
kepala, rinore. hidung

 Anamnesis
• Hidung tersumbat, teraba massa
dalam hidung, sukar membuang
ingus
• Gangguan penciuman, sakit kepala,
nyeri muka, suara nasal (bindeng),
mendengkur, gangguan tidur dan
20 penurunan kualitas hidup.
Tata Laksana

 Tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan keluhan,


mencegah komplikasi, dan mencegah rekurensi
 Medikamentosa : kortikosteroid
 Bila tidak membaik dengan medikamentosa, maka dilakukan
tindakan bedah (polipektomi)
• Etmoidektomi untuk polip etmoid
• Caldwell-Luc (CWL) untuk polip sinus maksila

21
Tumor Jinak
Papiloma
Tumor jinak tersering pada hidung
Secara makroskopik mirip dengan polip tetapi lebih
vaskular, padat, dan tidak mengkilat.
2 jenis papiloma : Eksofitik dan endofitik (Papiloma
inverted)
Terapi : Bedah radikal
Papiloma inverted
 Papiloma inverted atau scheniderian papilloma sinonasal merupakan tumor
yang jarang dengan insiden 0,5 – 4% dari semua tumor sinonasal. Tumor ini
merupakan lesi jinak namun seara klinis bersifat agresif local.
 Insiden tertinggi terjadi pada decade kelima dan keenam dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 5:1
 Tumor ini memiliki perilaku yang tidak dapat diprediksi antara lain
kemampuan mendestruksi tulang, mempunya tendensi untuk rekuren dan
dapat berubah menjadi ganas.
Etiologi
Penyebab pasti papiloma inverted belum diketahui. Beberapa teori telah
diajukan, meliputi alergi, inflamasi kronik dan karsinogen berhubungan dengan
pajanan serta infeksi virus papiloma.
 Alergi merupakan penyebab yang sudah agak ditinggalkan, dikarenakan
pasien-pasien penderita papiloma inverted mempunyai riwayat alergi yang
negatif
 Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan polusi udara dan limbah industri
yang bersifat karsinogenik telah dipertimbangkan sebagai kemungkinan
penyebab timbulnya papiloma inverted.
 Beberapa virus telah lama dicurigai sebagai penyebab lesi-lesi neoplastik ini
seperti Human Papiloma Virus (HPV). HPV 11, HPV 6, HPV 16, dan HPV 18
telah dapat diidentifikasi pada papiloma inverted.
Gejala Klinis
 Obstruksi hidung unilateral
 Rinore
 Epistaksis
 Sakit kepala
 anosmia

25
▪ Rinoskopi anterior dan posterior
▪ Endoskopi
Pemeriksaan fisik Inverted papilloma berbentuk ireguler, licin, lunak, tidak
nyeri saat ditekan, biasanya berdarah jika disentuh, berwarna
keabuan, mengisi penuh kavum nasi dan meluas ke
vestibulum dan nasofaring

Pemeriksaan ▪ CT scan dan MRI merupakan pemeriksaan pencitraan

Diagnosis
pilihan yang dapat dilakukan. CT scan dapat digunakan
Radiologik untuk menentukan perluasan tumor dan memprediksi
tempat asalnya tumor. MRI berguna dalam melihat
hubungan tumor dengan struktur sekitar.

Pemeriksaan
• Biopsi dengan bantuan endoskopi harus dilakukan untuk
Patologi Anatomik menegakkan diagnosis definitif.
Tatalaksana
 Prinsip pengobatan Inverted Papiloma adalah pengangkatan tumor secara
keseluruhan, tanpa meninggalkan sisa karena tersisanya tumor akan
menyebabkan rekurensi.
 Pada pasien diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sebelum
dan setelah dilakukan tindakan operasi. Selain itu pasien juga diberikan
antiinflamasi, analgetik berupa natrium diklofenac untuk mengurangi rasa
sakit
 Maksilektomi medial melalui pendekatan rinotomi lateral dianggap sebagai
prosedur paling efektif. Pendekatan rinotomi lateral yang dikombinasi dengan
medial maksilektomi sangat menurunkan angka rekurensi.

27
Tumor Ganas
Tumor ganas tersering adalah karsinoma sel
skuamosa (70%)
Lokasi : Tersering di sinus maksila (65-80%), sinus
etmoid (15-25%), hidung (24%)
Jarang metastase ke kelenjar leher (<5%) serta
metastasis jauh (<10%)
Klasifikasi
T Perluasan tumor primer (Sinus Maksilaris)
1 Terbatas mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang
2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum
dan/atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus
maksilaris dari fossa pterigoid
3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan
subkutaneus, dinding dasar dan media orbita, fossa pterigoid, sinus
etmoidalis
4a Tumor menginvasi dinding anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,
fossa infratemporal, fossa cribiformis, sinus sfenoidalis atau frontal
4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, durameter, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi V2, nasofaring atau
klivus
T Perluasan tumor primer (Cavum nasi dan Sinus etmoid)
1 Terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang
2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan
melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi
tulang
3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris,
palatum atau fossa kribiformis
4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung
atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid,
sinus sfenoidalis atau frontal
4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, durameter, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi V2, nasofaring atau
klivus
N Matastase KGB regional
0 Tidak ditemukan metastases KGB
1 Metastase KGB dengan diameter lebih kecil sama dengan 3
cm
2 Metastase KGB dengan diameter 3-6 cm
3 Metastase KGB dengan diameter lebih dari 6 cm

M Metastase jauh
0 Tidak ada metastasis
1 Ada metastasis
Stadium

Stadium I : T1, N0, M0


Stadium II : T2, N0, M0
Stadium III : T3, N0, M0; T1, N1, M0; T2, N1, M0; T3, N1, M0
Stadium IV : T4, N0-1, M0; T4, N0-1, M1
Tatalaksana
Pembedahan
Kemoterapi
Radiasi
KARSINOMA NASOFARING
KARSINOMA NASOFARING

 Karsinoma yang muncul pada daerah nasofaring (area di atas


tenggorok dan di belakang hidung), yang menunjukkan bukti
adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau
ultrastruktur.
 Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4
setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru.
 Pria usia produktif dan 60% pasien berusia antara 25 hingga
60 tahun. Pasien dengan usia muda memiliki survival rate
lebih baik dibanding usia tua.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala Nasofaring
• Epistaksis ringan
• Sumbatan hidung
Gejala Telinga
• Tinnitus, rasa tidak nyaman sampai rasa nyeri (otalgia)
Gejala Mata
• Diplopia
Gejala intrakranial
• Nyeri kepala
Gejala di Leher (Metastasis)
• Benjolan di leher
Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh,
tinnitus, otalgia, hidung tersumbat, lendir bercampur darah.
Anamnesis Pada stadium lanjut dapat ditemukan benjolan pada leher,
terjadi gangguan saraf, diplopia, dan neuralgia trigeminal
(saraf III, IV, V, VI).

 Rinoskopi posterior
 Nasofaringoskop (fiber/rigid)
Pemeriksaan fisik  Laringoskopi
 Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow
Band Imaging)

Diagnosis  CT scan (berguna untuk melihat tumor primer dan


penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran
Pemeriksaan kelenjar getah bening regional)
Radiologik  USG abdomen (Untuk menilai metastasis organ-organ
intra abdomen)

Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi


nasofaring bukan dari Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH)
Pemeriksaan atau biopsi insisional/eksisional kelenjar getah bening leher.
Patologi Anatomik Dilakukan dengan tang biopsi lewat hidung atau mulut
dengan tuntunan rinoskopi posterior atau tuntunan
nasofaringoskopi rigid/fiber.
KLASIFIKASI
Karsinoma nasofaring dikelompokkan menjadi 4 stadium, yaitu:
a. Stadium I : T1 N0 M0.
b. Stadium II : T2 N0 M0.
c. Stadium III : T1/2/3 N1 M0 atau T3 N0 M0.
d. Stadium IV: T4 N0 M0 atau T1/2/3/4 N2/3 M0 atau T1/2/3/4 N0/1/2/3 M1
TATALAKSANA
TATALAKSANA
1) Obat-obatan Simptomatik
 Reaksi akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah dan menelan  obat
kumur yang mengandung antiseptik dan astringent (diberikan 3–4 sehari).
 Nyeri menelan  anestesi lokal
 Nausea, anoreksia  terapi simptomatik
TATALAKSANA
2. KEMOTERAPI
Kombinasi kemoradiasi sebagai radiosensitizer terutama diberikan pada
pasien dengan T2-T4 dan N1-N3. Kemoterapi sebagai radiosensitizer
diberikan preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap
minggu sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum dilakukan radiasi.

3. FOLLOW UP
Pemeriksaan klinis, CT Scan  ulang 2-3 bulan setelah radioterapi.
Tiap 3 bulan (2 tahun pertama)  tiap 6 bulan (2 tahun berikutnya) 
setiap tahun (10 tahun pascaterapi).
ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA
ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA
Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara
histologik jinak, namun secara klinis bersifat ganas, karena
mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke
jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan
tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sangat sulit
dihentikan.terjadi pada
Biasanya
remaja dan dewasa muda
(14-25 tahun)
Laki laki lebih sering
(karena tinggi kadar
ekspresi reseptor
androgen)
ETIOLOGI
Angiofibroma Nasofaring Belia
(Juvenile Nasopharyngeal
Angiofibroma)

Jaringan Asal Gangguan Hormonal

Pertumbuhan abnormal Ketidakseimbangan hormonal,


jaringan fibrokartilago yaitu adanya kekurangan
embrional didaerah os hormon androgen dan
sfenoidalis kelebihan estrogen
PATOFISIOLOGI
Tumor pertama kali
tumbuh di bawah Meluas ke arah bawah
Mencapai tepi membentuk tonjolan
mukosa di tepi posterior
sebelah posterior massa di atap rongga
septum hidung posterior
dan lateral koana di
atap nasofaring

Apabila Perluasan ke arah


Perluasan kearah
mendorong salah anterior mendorong
lateral, tumor
satu atau kedua
bola mata akan
melebar kearah septum ke sisi
foramen kontralateral dan
tampak “muka
sfenopalatina memipihkan konka
kodok”
MANIFESTASI KLINIS
 Obstruksi nasal (90%)
 Epistaksis spontan (60%)
 Proptosis (20%)
 “Muka kodok”
 Rhinorea
 Sinusitis
 Gangguan telinga (otitis media, penurunan pendengaran)
 Defisit neurologis
 Hidung tersumbat yang progresif dan
Anamnesis dan epistaksis yang berulang dan massif.
Pemeriksaan fisik  Gejala-gejala lain muncul tergantung dari
luasnya tumor dan arah pembesarannya.

Rinoskopi Massa tumor yang konsistensinya kenyal,


warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah
posterior muda.

DIAGNOSIS Massa jaringan di nasofaring dan dinding


Foto polos posterior sinus maksilaris melengkung ke depan.

 Tanda Holman Miller


CT scan  Massa jaringan lunak di daerah nasofaring
yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus
zigoma dan tulang di sekitar nasofaring
KLASIFIKASI
Stadium Deskripsi Stadium Deskripsi

IA Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau


I Tumor terbatas di kavum nasi dan nasofaring
nasofaring tanpa mendestruksi tulang
IB Tumor melibatkan nares posterior dan/atau
II Tumor menginvasi fossa nasofaring dengan perluasan ke satu sinus
pterygomaksilla, sinus paranasal dengan paranasal.
destruksi tulang IIA Perluasan lateral minimal ke dalam fossa
III Tumor menginvasi fossa infratemporal, pterygomaksila
orbita dengan atau regio paraselar
IIB Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan
IV Tumor menginvasi sinus kavernosus, atau tanpa erosi ke tulang orbita.
regio chiasma optik dan atau fossa
pituitary IIIA Mengerosi dasar tengkorak; perluasan
intrakranial yang minimal
IIIB Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa
perluasan ke dalam sinus kavernosus
TATALAKSANA
1. Dilakukan pendekatan yang berbeda untuk tiap stadiumnya, tergantung lokasi, ekstensi
dan besar dari ukuran tumor.
2. Embolisasi (Mengurangi pendarahan).
3. Tindakan operatif (pilihan utama selain hormonal dan radioterapi. Pendekatan operasi
sesuai lokasi dan perluasan tumor, seperti melalui transpalatal, rinotomi lateral,
rinotomi sublabial (sublabial facial deglowing) atau kombinasi dengan kraniotomi
frontotemporal bila sudah meluas ke intrakranial.
4. Hormonal (diberikan 6 minggu sebelum operasi).
5. Radioterapi (pada kasus dimana tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan atau jika
tumor meluas ke intrakranial).
TUMOR GANAS
TONSIL
KARSINOMA TONSIL
 Tumor pada tonsil merupakan suatu keganasan

yang terdapat di salah satu dari tiga tonsil pada


tenggorokan. Tumor tonsil sering terjadi pada
tonsila palatina, meskipun didapat juga pada tonsil
faringeal atau tonsil lingual.
 Etiologi: masih belum diketahui, beberapa faktor

predisposisi adalah pada perokok, peminum


alkohol, kebersihan mulut yang kurang baik serta
orang yang suka menyusur tembakau.
 Tumor ini lebih sering timbul pada pria.
Manifestasi Klinis
Fase Awal
 Gangguan menelan (Rasa tidak
Stadium awal: tidak khas
nyaman/sakit menusuk waktu
Keluhan tergantung pada:
menelan makanan).
• Besarnya tumor
 Kadang disertai darah pada saliva.
• Ada tidaknya ulceratif
 Nyeri menjalar pada telinga.

Fase Lanjut
 Trismus.

 Hipersalivasi.

 Foetor ex ore.
ANAMNESIS

• Sakit tenggorokan
• Nyeri telan
• Bengkak pada leher
• Ludah berdarah
• Perokok, peminum
DIAGNOSIS
• Pemeriksaan faring-tonsil: tampak tumor biasanya unilateral.
• Pemeriksaan kaca laring: perluasan ke pangkal lidah, arkus antero-
posterior.
• Palpasi dengan ujung jari telunjuk (bimanual): ada tidaknya fiksasi
terhadap lidah atau palatum.
• Pemeriksaan rinoskopi posterior: ekstensi ke nasofaring,
permukaan atas palatum mole. Tumor tumbuh secara eksofitik
(memenuhi orofaring disertai timbulnya sesak nafas).

• Stadium lanjut: metastase KGB leher


• Metastase jauh: paru, mediastinum, tulang dan hepar
• Diagnosis pasti: BIOPSI
Klasifikasi Tumor
Tumor Primer METASTASE REGIONER
1 = Diameter terbesar 2 cm  N 1 = Kel. limfe regioner homolateral,
mudah digerakkan
2 = Diameter 2 - 4 cm
 N 2 = Kel. limfe regioner kontralateral,
3 = Diameter > 4 cm mudah digerakkan
4 = Perlengketan ke basis lidah-  N 3 = Kel. limfe yang sudah mengadakan
tulang-otot perlengketan
METASTASE JAUH
 M0 = Tidak dijumpai metastase jauh
 M1 = Terdapat metastase jauh
STADIUM
Stadium I : T1, N0, M0
Stadium II : T2, N0, M0
Stadium III : T3, N0, M0; T1, N1, M0; T2, N1, M0; T3,
N1, M0
Stadium IV : T4, N0-1, M0; T4, N0-1, M1
TATALAKSANA
Tumor N0M0 N+M0 N+M+
T1 Operasi + Radiasi RND + Operasi + Radiasi +
Radiasi + Kemoterapi
(Kemoterapi)
T2 Operasi + Radiasi ND + Operasi + Radiasi +
Radiasi + Kemoterapi
(Kemoterapi)
T3 Operasi + Radiasi ND + Operasi + Radiasi +
(+ Kemoterapi) Radiasi + Kemoterapi
(Kemoterapi)
T4 Operasi + Radiasi ND + Operasi + Radiasi +
(+ Rekonstruksi) Radiasi + Kemoterapi
(Kemoterapi)
TUMOR GANAS LIDAH
Sebagian besar tumor ganas lidah adalah jenis karsinoma
sel skuamosa (95%)
Banyak terjadi pada usia dekade 5 dan 7 dengan rasio laki-
laki:perempuan 2:1
Etiologi : Belum diketahui secara pasti namun sering
dikaitkan dengan riwayat merokok, konsumsi alkohol,
infeksi gigi, oral hygine yang buruk, kebiasaan mengunyah
biji pinang, infeksi (sifilis candida albican, dan HPV), serta
faktor genetik
 Rasa nyeri pada lidah
 Rasa baal pada lidah
Anamnesis  Sariawan yang tidak sembuh-sembuh
 Terbatasnya gerak lidah
 Benjolan di leher akibat metastase

 Gambaran klinis : lesi kemerahan, penebalan

DIAGNOSIS Pemeriksaan Fisik


mukosa atau ulkus
 Terdapat pembesaran KGB submental,
submandibula, atau sepanjang m.
sternokleidomastoi

 CT scan
Pemeriksaan  MRI
Penunjang  Biopsi
Klasifikasi
T Perluasan tumor primer N Metastase KGB regional
Is Karsinoma insitu 1 Metastase KGB diameter ≤ 3 cm
1 Tumor dengan diameter <2 2a Metastase tunggal ipsilateral diameter
cm 3-6cm
2 Tumor dengan diameter 2-4 2b Metastase multipel ipsilateral diameter
cm <6cm
3 Tumor dengan diameter 2c Metastase kontralateral atau bilateral
>4cm diameter <6cm
4 Tumor yang telah meluas ke 3 Metastase KGB diameter >6cm
organ sekitarnya (antrum,
tulang, atau kulit)
M Metastase jauh
0 Tidak ada metastase jauh
1 Ada metastase jauh

Stadium

Stadium I : T1, N0, M0


Stadium II : T2, N0, M0
Stadium III : T3, N0, M0; T1-3, N1, M0
Stadium IV : T4, N0-1, M0; T4, N0-1, M ; T1-4,N3, M0 ; T1-4, N1, M1
Tatalaksana
Dapat dilakukan operasi, radioterapi, kemoterapi, atau
kombinasi terapi bergantung pada klinis tumor
Pada T1-3 , N1-3 : Eksisi tumor dan bilateral diseksi leher
radikal. Dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi
adjuvan
Pada T4, N1-3 : Kemoradiasi atau kemoterapi
Pada M1 : Kemoterapi paliatif
TUMOR LARING
Tumor Jinak
Papiloma Laring

Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan (<5%) dengan frekuensi


terbanyak berupa papiloma laring
Papiloma laring digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu
1. Papiloma laring Juvenil : ditemukan pada anak, multipel, dan
mengalami regresi saat dewasa
2. Papiloma pada dewasa : tunggal dan merupakan massa prekanker
Gejala
Suara parau
Batuk
Sesak napas dengan stridor

Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laring, hasil
biopsi
Tatalaksana
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau dengan sinar laser.
Dilakukan berulang kali karena sering tumbuh lagi.
KARSINOMA LARING
• Karsinoma yang mengenai laring (supraglotik, glotik,
subglotik). Sekitar 75 % mengenai korda vokalis (glottis)
dengan gejala utama suara parau.
• Umumnya, terjadi pada usia 40-45 tahun dengan laki-laki
lebih banyak daripada perempuan.
• Merokok merupakan faktor yang paling berperan. Risiko
tumor ganas laring juga meningkat pada peminum alkohol,
terutama tumor ganas supraglotis.
• Laring secara klinis dibagi menjadi tiga bagian yaitu supraglotis,
glotis dan subglotis.
• Termasuk dalam supraglotis adalah epiglotis, aritenoid, plika
ariepiglotika dan plika ventrikularis.
• Glotis adalah pita suara (plika vokalis) termasuk komisura anterior
dan posterior.
• Subglotis mulai dari pinggir bawah plika vokalis sampai pinggir
bawah kartilago krikoid.
KARSINOMA SUPRAGLOTIK

• Lebih jarang dari glotik.


• Infiltrasi menyebar lokal dan menginvasi
area sekitarnya (dasar lidah dan fossa
piriformis).
• Gejala: gejala awal biasanya tidak
didapatkan keluhan. Namun gejala lanjut
ialah suara parau, nyeri tenggorok, disfagia
dan nyeri menjalar hingga telina atau masa
KGB pada leher. Penurunan BB dan
obstruksi pernafasan serta halositosis (bau
mulut).
• Lesi: eksofitik dan ulseratif.
KARSINOMA GLOTIS
• Hampir semua terletak pada glottis.
• Lokasi paling sering: permukaan atas
korda vokalis 1/3 bagian anterior.
• Fiksasi korda vokalis menunjukan
adanya penyebaran ke otot
tiroarytenoid.
• Gejala: suara parau merupakan
gejala awal, karena menggangu
vibrasi korda vokalis. Pembesaran
dan edema serta fiksasi tumor
menyebabkan stridor dan obstruksi
KARSINOMA SUBGLOTIS
 Dibawah kartilago krikoid.
 Pertumbuhan awal pada satu sisi
kemudian melebar melalui dinding
anterior menuju sisi kontralateral atau
turun ke trakea. Penyebaran ke superior
menuju korda atau n. laryngeus recurrent
menyebabkan parau dan merupakan
gejala lanjut.
 Penyebaran limfogen menuju prelaring
pretrakeal paratrakeal KGB jugularis
inferior.
 Gejala: stridor atau obtruksi laring namun
seringkali juga terlambat timbul gejala.
KLASIFIKASI BERDASARKAN TEMPAT (AJCC
2002)
Site Subsite
Supraglotis • Suprahyoid epiglottis ( permukaan lingual dan laryngeal)
• Lymfahyoid epiglottis
• Aryepiglotic fold
• Ventrikular bands

Glotis True plika vokalis (termasuk anterior dan posterior comisure)


Subglotis Subglotis up to lower border of cricoid cartilage

Daerah Gejala Diagnosis KGB Prognosis


Supraglotis Sesak Lambat ++ Jelek
Glotis Parau Dini -- Baik
Subglotis sesak lambat ++ Jelek
 Parau lebih dari 2 minggu
 Sesak gejala lanjut progresif
Anamnesis  Kesulitan menelan
 Batuk dan darah
 Bb menurun

DIAGNOSIS Pemeriksaan Fisik


 Pembesaran tumor colli
 Palpasi memeriksa pembesaran kelenjar tiroid

Laringoskopi  Gambaran lesi


direct/indirect  Pergerakan korda vokalis

 X foto leher AP Lat (lihat lumen trakea)


 Laringografi (dengan kontras) mengetahui permukaan
GOLD STANDARD Radiologis laring dan perluasan
BIOPSY  USG laring
 CT SCan
TATALAKSANA
• Trakheostomi: apabila pasien menderita sesak nafas
• Operatif:
 Laringektomi parsial
 Leringektomi total (Non–Function-Preservation Laryngeal Surgery )
 Kombinasi dengan diseksi leher fungsional, atau diseksi leher radikal
Minimally Invasive Transoral Techniques
Open Transcervical Techniques
• Radioterapi dan Kemoterapi
Stadium I: radiasi, bila gagal dengan pembedahan laringektomi parsial atau total
Stadium II: pembedahan laringektomi parsial atau total
Stadium III: dengan atau tanpa Ni dilakukan laringektomi total dengan/ tanpa diseksi leher, diikuti radiasi
Stadium IV: tanpa N/M laringektomi radikal diikuti kemoterapi
Stadium IV lainnya: radioterapi dan kemoterapi
TATALAKSANA
• Rehabilitasi Suara:
 Untuk perbaikan kualitas hidup post laringektomi total
 Melatih suara dengan esofagus (esophageal speech)
 Dengan alat bantu (vibrator) di submandibula
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai