LEHER
Oleh
Syadza Salsabila
212011101041
Pembimbing
dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT-KL
neurofibrom lipom
a a
NEOPLASMA VASKULER
Di daerah leher, hemangioma biasanya
berjenis kavernosa yang merupakan
benjolan lunak yang mengempis bila
ditekan dan menggelembung saat
dilepaskan lagi.
tulang tulang wajah dan daerah yang terlindung sehingga tumor pada
daerah ini sulit diketahui secara dini.
Pasien berobat biasanya tumor sudah dalam fase lanjut.
2. Kemoterapi
Untuk tumor yang telah mengalami metastasis.
Tumor Jinak
Polip Nasi
Massa lunak yang tumbuh di dalam
rongga hidung
Polip kebanyakan berasal dari mukosa
sinus etmoid, biasanya multiple dan dapat
bilateral
Polip yang berasal dari sinus maxila sering
tunggal dan tumbuh ke arah belakang,
muncul di nasofaring → polip koanal
Epidemiologi
Eti ologi
Patofi siologi
Diagnosis
Gejala Klinis Pemeriksaan Fisik
Bersin-bersin, iritasi hidung, hidung • Deformitas hidung luar
tersumbat, anosmia/hyposmia, nyeri • Rinoskopi anterior massa pada rongga
kepala, rinore. hidung
Anamnesis
• Hidung tersumbat, teraba massa
dalam hidung, sukar membuang
ingus
• Gangguan penciuman, sakit kepala,
nyeri muka, suara nasal (bindeng),
mendengkur, gangguan tidur dan
20 penurunan kualitas hidup.
Tata Laksana
21
Tumor Jinak
Papiloma
Tumor jinak tersering pada hidung
Secara makroskopik mirip dengan polip tetapi lebih
vaskular, padat, dan tidak mengkilat.
2 jenis papiloma : Eksofitik dan endofitik (Papiloma
inverted)
Terapi : Bedah radikal
Papiloma inverted
Papiloma inverted atau scheniderian papilloma sinonasal merupakan tumor
yang jarang dengan insiden 0,5 – 4% dari semua tumor sinonasal. Tumor ini
merupakan lesi jinak namun seara klinis bersifat agresif local.
Insiden tertinggi terjadi pada decade kelima dan keenam dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 5:1
Tumor ini memiliki perilaku yang tidak dapat diprediksi antara lain
kemampuan mendestruksi tulang, mempunya tendensi untuk rekuren dan
dapat berubah menjadi ganas.
Etiologi
Penyebab pasti papiloma inverted belum diketahui. Beberapa teori telah
diajukan, meliputi alergi, inflamasi kronik dan karsinogen berhubungan dengan
pajanan serta infeksi virus papiloma.
Alergi merupakan penyebab yang sudah agak ditinggalkan, dikarenakan
pasien-pasien penderita papiloma inverted mempunyai riwayat alergi yang
negatif
Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan polusi udara dan limbah industri
yang bersifat karsinogenik telah dipertimbangkan sebagai kemungkinan
penyebab timbulnya papiloma inverted.
Beberapa virus telah lama dicurigai sebagai penyebab lesi-lesi neoplastik ini
seperti Human Papiloma Virus (HPV). HPV 11, HPV 6, HPV 16, dan HPV 18
telah dapat diidentifikasi pada papiloma inverted.
Gejala Klinis
Obstruksi hidung unilateral
Rinore
Epistaksis
Sakit kepala
anosmia
25
▪ Rinoskopi anterior dan posterior
▪ Endoskopi
Pemeriksaan fisik Inverted papilloma berbentuk ireguler, licin, lunak, tidak
nyeri saat ditekan, biasanya berdarah jika disentuh, berwarna
keabuan, mengisi penuh kavum nasi dan meluas ke
vestibulum dan nasofaring
Diagnosis
pilihan yang dapat dilakukan. CT scan dapat digunakan
Radiologik untuk menentukan perluasan tumor dan memprediksi
tempat asalnya tumor. MRI berguna dalam melihat
hubungan tumor dengan struktur sekitar.
Pemeriksaan
• Biopsi dengan bantuan endoskopi harus dilakukan untuk
Patologi Anatomik menegakkan diagnosis definitif.
Tatalaksana
Prinsip pengobatan Inverted Papiloma adalah pengangkatan tumor secara
keseluruhan, tanpa meninggalkan sisa karena tersisanya tumor akan
menyebabkan rekurensi.
Pada pasien diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sebelum
dan setelah dilakukan tindakan operasi. Selain itu pasien juga diberikan
antiinflamasi, analgetik berupa natrium diklofenac untuk mengurangi rasa
sakit
Maksilektomi medial melalui pendekatan rinotomi lateral dianggap sebagai
prosedur paling efektif. Pendekatan rinotomi lateral yang dikombinasi dengan
medial maksilektomi sangat menurunkan angka rekurensi.
27
Tumor Ganas
Tumor ganas tersering adalah karsinoma sel
skuamosa (70%)
Lokasi : Tersering di sinus maksila (65-80%), sinus
etmoid (15-25%), hidung (24%)
Jarang metastase ke kelenjar leher (<5%) serta
metastasis jauh (<10%)
Klasifikasi
T Perluasan tumor primer (Sinus Maksilaris)
1 Terbatas mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang
2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum
dan/atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus
maksilaris dari fossa pterigoid
3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan
subkutaneus, dinding dasar dan media orbita, fossa pterigoid, sinus
etmoidalis
4a Tumor menginvasi dinding anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,
fossa infratemporal, fossa cribiformis, sinus sfenoidalis atau frontal
4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, durameter, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi V2, nasofaring atau
klivus
T Perluasan tumor primer (Cavum nasi dan Sinus etmoid)
1 Terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang
2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan
melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi
tulang
3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris,
palatum atau fossa kribiformis
4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung
atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid,
sinus sfenoidalis atau frontal
4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, durameter, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi V2, nasofaring atau
klivus
N Matastase KGB regional
0 Tidak ditemukan metastases KGB
1 Metastase KGB dengan diameter lebih kecil sama dengan 3
cm
2 Metastase KGB dengan diameter 3-6 cm
3 Metastase KGB dengan diameter lebih dari 6 cm
M Metastase jauh
0 Tidak ada metastasis
1 Ada metastasis
Stadium
Rinoskopi posterior
Nasofaringoskop (fiber/rigid)
Pemeriksaan fisik Laringoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow
Band Imaging)
3. FOLLOW UP
Pemeriksaan klinis, CT Scan ulang 2-3 bulan setelah radioterapi.
Tiap 3 bulan (2 tahun pertama) tiap 6 bulan (2 tahun berikutnya)
setiap tahun (10 tahun pascaterapi).
ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA
ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA
Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara
histologik jinak, namun secara klinis bersifat ganas, karena
mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke
jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan
tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sangat sulit
dihentikan.terjadi pada
Biasanya
remaja dan dewasa muda
(14-25 tahun)
Laki laki lebih sering
(karena tinggi kadar
ekspresi reseptor
androgen)
ETIOLOGI
Angiofibroma Nasofaring Belia
(Juvenile Nasopharyngeal
Angiofibroma)
Fase Lanjut
Trismus.
Hipersalivasi.
Foetor ex ore.
ANAMNESIS
• Sakit tenggorokan
• Nyeri telan
• Bengkak pada leher
• Ludah berdarah
• Perokok, peminum
DIAGNOSIS
• Pemeriksaan faring-tonsil: tampak tumor biasanya unilateral.
• Pemeriksaan kaca laring: perluasan ke pangkal lidah, arkus antero-
posterior.
• Palpasi dengan ujung jari telunjuk (bimanual): ada tidaknya fiksasi
terhadap lidah atau palatum.
• Pemeriksaan rinoskopi posterior: ekstensi ke nasofaring,
permukaan atas palatum mole. Tumor tumbuh secara eksofitik
(memenuhi orofaring disertai timbulnya sesak nafas).
CT scan
Pemeriksaan MRI
Penunjang Biopsi
Klasifikasi
T Perluasan tumor primer N Metastase KGB regional
Is Karsinoma insitu 1 Metastase KGB diameter ≤ 3 cm
1 Tumor dengan diameter <2 2a Metastase tunggal ipsilateral diameter
cm 3-6cm
2 Tumor dengan diameter 2-4 2b Metastase multipel ipsilateral diameter
cm <6cm
3 Tumor dengan diameter 2c Metastase kontralateral atau bilateral
>4cm diameter <6cm
4 Tumor yang telah meluas ke 3 Metastase KGB diameter >6cm
organ sekitarnya (antrum,
tulang, atau kulit)
M Metastase jauh
0 Tidak ada metastase jauh
1 Ada metastase jauh
Stadium
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laring, hasil
biopsi
Tatalaksana
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau dengan sinar laser.
Dilakukan berulang kali karena sering tumbuh lagi.
KARSINOMA LARING
• Karsinoma yang mengenai laring (supraglotik, glotik,
subglotik). Sekitar 75 % mengenai korda vokalis (glottis)
dengan gejala utama suara parau.
• Umumnya, terjadi pada usia 40-45 tahun dengan laki-laki
lebih banyak daripada perempuan.
• Merokok merupakan faktor yang paling berperan. Risiko
tumor ganas laring juga meningkat pada peminum alkohol,
terutama tumor ganas supraglotis.
• Laring secara klinis dibagi menjadi tiga bagian yaitu supraglotis,
glotis dan subglotis.
• Termasuk dalam supraglotis adalah epiglotis, aritenoid, plika
ariepiglotika dan plika ventrikularis.
• Glotis adalah pita suara (plika vokalis) termasuk komisura anterior
dan posterior.
• Subglotis mulai dari pinggir bawah plika vokalis sampai pinggir
bawah kartilago krikoid.
KARSINOMA SUPRAGLOTIK