PARANASAL
Oleh
MADE WILLYANATA CIPTA SURYAJAYA
20710129
Pembimbing
dr.Denny Rizaldi Arianto, Sp.THT-KL
KONGENITAL TRAUMA
o Atresia Koana o Deviasi Septum
o Fistula oronasal o Hematome septum nasi
o Nasal Kista Dermoid
o Epistaksis
o Glioma
o Benda asing pada hidung
o Meningoenchepalitis
PERADANGAN
Rhinitis o NARES
o Furngkel pada hidung
o Rhinosinusitis
o Polip Nasi o Rhinitis Idiopatik
o Abses septum nasi o Rhinitis alergi
o Rhinitis vasomotor
PENYAKIT PADA HIDUNG
KELAINAN KONGENITAL
Atresia koana adalah suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan kegagalan perkembangan rongga hidung
untuk berkomunikasi atau berhubungan dengan nasofaring dengan perubahan fisiologi dan anatomi yang
signifikan dari kompleks dentofacial.
Atresia koana lebih sering dikaitkan dengan kelainan CHARGE (C=Coloboma, H=Heart Disease, A= atresia
choanae, R= retarded growth and development, G= genital hipoplasia, E=ear deformities or deafness)
Epidemiologi, dari 5000 sampai 8000 kelahiran hanya sekitar 1 kelahiran yang menderita atresia koana. unilateral
lebih sering dibandingkan bilateral yakni 2:1.
Saat bayi didapati riwayat biru saat menangis Endoskopi dapat dilihat adanya discharge yang
bersifat mukoid dan terlihat adanya atresia koana
Pasien mengambil nafas dari mulut
lebih jelas tampak.
Riwayat keluar cairan dari hidung serta aliran udara dari
Gold standar untuk atresia koana menggunakan CT
hidung yang kurang atau tidak ada sama sekali
scan, untuk menilai posisi dan ketebalan dari segmen
yang obstruksi, sehingga dapat dilakukan operasi
yang sesuai untuk memperbaiki keadaan ini.
Celah tulang alveolar (gnatoschisis) merupakan salah satu malformasi kongenital tersering pada struktur orofasial.
Fistula oronasal merupakan saluran yang terbentuk antara rongga mulut dan hidung yang kemudian berepitelisasi
membentuk jaringan parut. Fistula tersebut dapat terjadi pada vestibulum, lelangit keras dan lelangit lunak.
Epidemiologi dari bibir dan lelangit sumbing terjadi dua kali lebih banyak pada anak laki-laki, sedangkan lelangit
sumbing dua kali lebih banyak terjadi pada wanita. Insidensi kasus gnatokisis fistula oronasal adalah 20%, bibir
sumbing 30% dan celah bibir dan alveolus 5%
Kista muncul sebagai massa bulat elastis di garis median hidung. Dermoid dan kista dapat terjadi berulang kali
setelah infeksi. Pasien yang parah bahkan dapat dipersulit oleh meningitis, selulitis, osteomielitis, kebocoran
cairan serebrospinal, abses frontal, dan pembentukan tulang mati.
Insiden kista dermoid dan fistula di garis tengah hidung adalah 1/20.000 hingga 1/40.000. Nasal kista dermoid
membentuk sekitar 11% dari kista dermoid di kepala dan leher, 1% dari kista dermoid di seluruh tubuh, dan 61%
dari lesi median pada anak-anak.
Diagnosis Tatalaksana
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda serta Tata laksana nasal kista dermoid adalah pembedahan.
pemeriksaan computed tomography (CT)/magnetic Metode pembedahan untuk pengangkatan dermoid dan
resonance imaging (MRI). kista harus memenuhi persyaratan berikut:
-Akses optimal untuk pengangkatan kista, fistula, dan
jaringan tulang yang sakit secara lengkap
-Perbaikan dasar tengkorak untuk menghentikan
kebocoran cairan serebrospinal
-Dilakukan rekonstruksi hidung dan kosmetik pasca
operasi.
Glioma hidung adalah lesi kongenital yang jarang dan jinak pada regio kraniofasial yang terdiri dari massa
heterotopik jaringan neuroglial. Massa ini diyakini sebagai akibat dari penutupan yang tidak sempurna pada
fontanel anterior antara tulang hidung dan tulang frontal, yang mengakibatkan hubungan abnormal antara elemen
ektodermal embrionik dan neuroektodermal.
Ditemukan massa berbatas tegas,konsistensi lunak, CT scan atau MRI merupakan modalitas utama dalam
noncompressible, nonpulsatile, lesi keabu-abuan atau kasus ini. CT scan mampu menunjukkan kelainan pada
ungu. Massa ini dapat menonjol melalui lubang hidung tulang. MRI dapat menunjukkan karakteristik massa
dan hampir sama dengan polip hidung. jaringan lunak dan kemungkinan koneksi
intrakranialnya.
Pasien mungkin menderita hidung tersumbat, epistaksis,
rinore cairan serebrospinal (CSF), obstruksi duktus
nasolakrimalis, epifora, hipertelorisme dan deformitas
kosmetik.
Meningoencephalocele hidung (encephalocele atau cephalocele) adalah herniasi isi kranial ke dalam hidung
melalui defek basis cranii
Pada ME Nasofrontal defek tulang terjadi antara os frontal dan nasion, biasanya terlihat sebagai suatu massa yang
menonjol di nasion. Ekstensi ke rongga nasal dapat mengakibatkan obstruksi nasal.
Diagnosis Tatalaksana
Pemeriksaan CT dan MRI merupakan 2 alat diagnostik Terapi bedah pada prinsipnya terbagi menjadi 2 yaitu
utama pada meningoencephalocele. CT Scan (Potongan ektrakranial dan intrakranial.
axial, sagital dan coronal) cukup memberikan gambaran
. Tujuan dari tindakan bedah pada ME anterior adalah :
lokasi defek cranial.
-Reseksi segmen otak yang herniasi dan penutupan
defek dura dan tulang
-Mencegah kebocoran LCS post operasi,
-Rekonstruksi dari elemen nasal dan cannulasi dari
duktus lakrimalis yang terobstruksi.
Nyeri vestibulum, bengkak, nyeri tekan, kemerahan. Inflamasi dapat meluas ke nasal tip &
dorsum nasi bengkak & kemerahan. Jika furunkel pecah mengeluarkan nanah.
Kompres hangat
Analgesik, antiinflamasi (NSAID)
Antibiotika (sistemik dan topikal) :
• Amoksisilin, amoksisilin-asam klavulanat
• Sefalosporin generasi I: sefadroksil
• Gentamisin salep (topikal)
Insisi dan drainase jika terbentuk abses
Komplikasi:
• Selulitis pada bibir atas
• Abses septum nasi
POLIP NASI
Definisi
- Apabila darah keluar melalui nares - Apabila sebagian besar darah mengalir ke
anterior saat pasien posisi duduk. belakang menuju tenggorok
Umum terjadi Lebih jarang
Pleksus Kisselbach di septum Pleksus Woodruff’s di bagian
bagian anterior (little’s area) atau posterosuperior cavum nasi atau Arteri
Arteri Ethmoidalis Anterior Ethmoidalis Posterior dan Arteri
Sebagian besar pada anak-anak dan Sfenopalatina
dewasa muda Usia di atas 40 tahun
Sebagian besar karena trauma Terjadinya spontan: hipertensi
Pada umumnya ringan Umumnya berat
Etiologi
Rhinitis
Non Infeksi
Infeksi •Rhinitis Medikamentosa
•Rhinitis akut •Rhinitis Hormonal Persisten Intermiten
•Rhinitis kronik •Rhinitis Idiopatik
•NARES
•Rhinitis Vasomotor
INFEKSI
Rinitis alergi
Rinitis vasomotor
Rinitis hormonal
Rinitis idopatik
NARES (non allergic rhinitis eosinophil syndrome)
Rinitis medikamentosa
Granuloma (Wegener, mid-line granuloma)
RINOSINUSITIS
Rhinosinusitis adalah suatu inflamasi pada hidung dan sinus paranasal yang dicirikan memiliki
dua atau lebih gejala, salah satunya yaitu hidung tersumbat, obstruksi hidung, bengkak atau
adanya sekret pada hidung (anterior/posterior nasal drip)
Dewasa Anak
Gejala ± nyeri wajah/rasa tertekan ± nyeri wajah
± berkurangnya atau hilangnya rasa pembau ± batuk
Dan Dan
Tanda endoskopi: - Polip hidung dan/ -Polip hidung dan/
Sekret mukopurulen berasal dari meatus medius dan/ Sekret mukopurulen berasan
- Edema/ obstruksi mukosa dari meatus media dari meatus medius dan/
-Edema/ obstruksi mukosa dari
meatus media
Anak timbul tiba-tiba dari dua atau - <12 minggu dengan interval telepon atau
lebih gejala: bebas gejala jika masalahnya wawancara
• hidung tersumbat / obstruksi / berulang;
kongesti
• atau sekret hidung berubah
warna
• atau batuk (siang dan malam)
Rekuren Rhinosinusitis Akut (RARS)
Dewasa dan Anak Sama seperti ARS Sama seperti ARS ≥ 4 episode per tahun dengan Sama seperti
interval bebas gejala. ARS
PENYAKIT PADA HIDUNG
PENYAKIT PADA HIDUNG
definisi untuk studi epidemiologi dan praktek umum
Rhinosinusitis kronik (CRS)
Pengertian Gejala tambahan Waktu Validasi
Dewasa dua atau lebih gejala • ± nyeri / tekanan selama ≥12 minggu telepon atau
secara tiba-tiba (salah wajah, wawancara.
satunya: hidung • ± berkurang atau
tersumbat / obstruksi / hilangnya pembauan
kongesti atau nasal
discharge (anterior /
posterior nasal drip):
Anak adanya dua atau lebih ± nyeri / tekanan selama ≥12 minggu telepon atau wawancara
gejala yang salah wajah;
satunya seharusnya ± batuk;
terdapat hidung
tersumbat / obstruksi /
kongesti atau nasal
discharge (anterior /
posterior nasal drip):
PENYAKIT PADA HIDUNG
RHINOSINUSITIS AKUT
akut <12 minggu dengan onset mendadak dan resolusi komplit dari gejala (<4 minggu pada ICOR)
Klasifikasi
Post viral akut Gejala meningkat> 5 hari atau gejala terus menerus> 10 hari
dengan durasi <12 minggu
Bakteri Virus
Streptococcus pneumoniae Rhinovirus
Host Lingkungan
Kongenital : Cystic Fibrosis, Immotile cilia Agen infeksi
syndrome Trauma
Alergi & imun : HIV, transplantasi sumsum
Terpapar bahan kimia
tulang
Didapat : obat-obatan dan operasi
Anatomis : konka bulosa,
Obstruksi resesus frontal, septum deviasi
Infeksi sistemik : Wegener granulomatous,
sarcoidisis.
Neoplasma
Terapi Rinosinusitis Terapi Rinosinusitis
Akut Viral Akut Bakterialis
Dekongestan Antibiotik Lini I (amoksisilin +
Anti histamin klavulanat)/eritromisin)
observasi selama 3 – 5 hari.
Analgetik & antipiretik
Apabila belum perbaikan,
Kortikosteroid topikal berikan antibiotik Lini II seperti
Cuci hidung larutan garam fisiologis sefalosporin, kuinolon, makrolid
Terapi suportif
Mukolitik
Terapi Rinosinusitis Kronis Operatif
Medikamentosa lini pertama Antrostomi & irigasi sinus maksilaris
1. Komplikasi orbita
2. Komplikasi intrakranial
3. Komplikasi ke tulang
Komplikasi Tulang
Penatalaksanaan
antibiotik intravena
drainase abses
eksisi tulang yang terinfeksi.
Rhinitis Alergi (4a)
Penghindaran alergen
intermiten Persisten
• Dekongestan
Tata Laksana FARMAKOTERAPI
•
•
Anti histamin
Kortikosteroid
• antikolinergik
• Kauterisasi konka
TERAPI • Turbinektomi dengan laser
OPERATIF • Bedah beku konka inferior .
• Reseksi konka parsial atau total
Rhinitis Medikamentosa (3a)
Definisi
Suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor
topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama
dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap.
Non-Medikamentosa
• Hentikan penggunaan dekongestan topikal
• Edukasi ke pasien
Medikamentosa
• Prednison 20-40 mg/ hari
• (Digunakan selama 5-10 hari)
• Irigasi hidung larutan garam
• Obat decongestan oral pseudoefedrin
Rinitis Nonalergi dengan Sindrom Eosinofilia (NARES)
Bersin
Hidung gatal
Rinorea
Tanpa atopi sistemik
Eosinofilia kerokan hidung
Diagnosis Tata Laksana
Nasoendoskopi Kortikosteroid intranasal
Skin prick tes Steroid oral jika terdapat
Nasal smear anosmia
Nasal provocation chalenge test Antihistamin
Imunoterapi
Antibodi monoklonal
Rinitis Idiopatik