Anda di halaman 1dari 65

TRAUMA

MAKSILOFASIAL
Raesita Soleman
M. Faridza Setyo Hadikusuma
Ulfa Rahmadanti Setiawan

Preseptor:
Hj. Tety H. Rahim dr., SpTHT-KL., M.Kes.,
MH.Kes

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA


LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
ANATOMI
CRANIUM

NEUROCRANIUM VISCEROCRANIUM

Nasal Bones ( 2 )
Maxilla ( 2 )
Zygomatic bones ( 2 )
Lacrimal bones ( 2)
Palatine bones ( 2 )
Inferior Nasal Conchae ( 2 )
Mandibulla ( 1 )
Vomer ( 1 )
ANATOMI
ANATOMI
A. Tulang
1. Tulang Nasal
Sepasang nasal bones bertemu di tengah tengah dan menbentuk
bridge of nose. Pada bagian akhir nasal bones disusun oleh
cartilage.

2. Tulang Maksila
Mmerupakan tulang yang embentuk bagian rahang atas.
Membentuk bagian dasar orbit, dinding lateral dan dasar nasal
cavity, hampir seluruh hard palate.
Masing masing maxilla mengandung :
Maxillari sinus : di drainase menuju nasal cavity
Alveolar process : mengandung socket ( alveoli ) untuk gigi atas
Palatine process
Infraorbital foramen
Inferior orbital fissure
ANATOMI
ANATOMI
3. Tulang Zigomatik
Disebut juga tulang pipi. Membentuk bagian puncak pipi, dan dinding
lateral dan dasar orbit. Berhubungan dengan maxilla, frontal bones,
sphenoid bones, dan temporal bones.

4. Tulang Palatina
Berbentuk seperti L. Membentuk bagian posterior hard palate, bagian dasar
dan dinding lateral nasal cavity, dan sebagian kecil dasar orbit.

5. Konka Nasalis Inferior


Scroll like bone yang membentuk bagian inferior dinding lateral dari nasal
cavity.

6. Tulang Mandibula
Merupakan tulang yang Membentuk bagian rahang bawah.. Merupakan
tulang yang terkuat, dan terbesar dari facial bones. Satu satunya tulang
yang dapat bergerak pada skull bones.
ANATOMI
ANATOMI
B. OTOT
ANATOMI
C. INERVASI
CN V (TRIGEMINAL)
ANATOMI
C. INERVASI
CN VII (FACIAL)
Definisi
Kelainan berupa sumbatan jalan nafas, syok karena
perdarahan, terganggunya vertebrae, atau
gangguan fungsi saraf cranial yang dapat terjadi
jika seseorang mendapatkan trauma pada muka
(maksilofasial) yang bersifat multifaktorial.
Etiologi
Penyebab utama trauma maksilofasial bervariasi,
mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik,
terjatuh, olahraga, dan trauma akibat senjata api.
Manifestasi Klinis
Ekimosis pada jaringan
Kerusakan jaringan
di bawah konjungtiva, Epistaksis (anterior dan
lunak (edema, kontusio,
periorbita atau posterior).
abrasi dan laserasi).
intraorbita.

Gangguan pada mata;


penglihatan berkurang, Gangguan saraf sensoris;
Terdapat deformitas
buta, diplopia, anesthesia atau
yang dapat dilihat atau
pergeseran posisi bola hipestesia dari ketiga
dengan palpasi.
mata, abrasi kornea, cabang saraf keIV.
epifora dll.

Gangguan saraf motorik;


parese atau paralisis dari
sarah keVII.
Manifestasi Klinis
Trismus. Maloklusi. Emfisema subkutis.

Terdapat krepitasi tulang


mandibula, maksila atau Keluarnya cairan otak. Nyeri
tulang hidung.

Adanya obstruksi
hidung yang disebabkan
Terdapat tanda infeksi
Terdapatnya fraktur gigi oleh hematom pada
jaringan lunak pada
atau giginya terlepas. septum nasi, fraktur
tempat hematoma.
septum atau dislokasi
septum.
Manifestasi Klinis

HAL PENTING YANG


HARUS DIPERHATIKAN
Jalan nafas
Perdarahan
Syok
Kelainan lokal
Kelainan pada organ tubuh
yang lain
Penanganan
Airway -> Breathing & Ventilation -> Circulation

kerusakan jaringan lunak pada muka, harus dibersihkan dari


benda asing dan kotoran yang menempel. Laserasi atau luka sayat
pada wajah harus dijahit secepatnya (kurang dari 24 jam).

Fraktur wajah yang dilakukan perbaikan berupa reduksi dan


fiksasi, harus dikerjakan tidak lebih dari 2 minggu sesudah
trauma

diberikan vaksin anti tetanus (ATS), dan antibiotik


Klasifikasi
Trauma Kontusio jaringan,
Aberasi,
jaringan Luka tusuk, dan
Avulsi.
lunak
Fraktur Fraktur tulang hidung.
Fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma.
tulang Fraktur tulang maksila (midfasial).
Fraktur tulang orbita.
wajah Fraktur tulang mandibula.
Merupakan fraktur yang paling sering.
Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik, yaitu dengan adanya:
o Deformitas tulang hidung,
o Krepitasi, atau
o Epistaksis.

Dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan


menggunakan foto rontgen dengan:
o Proyeksi Waters,
o Foto lateral os nasal
o Proyeksi dari atas hidung untuk melihat adanya oklusi pada nasal.
Pada saat reposisi, harus diperhatikan:
o Faktor kosmetik
o Adanya hematoma septum. Hematom ini apabila tidak segera
dievakuasi akan menimbulkan perforasi septum nasi.

Pada tulang hidung yang telah direposisi perlu


dipasang gips pada hidung untuk fiksasi ( 2
minggu).
Dapat dilakukan perbaikan
dari fraktur tersebut
dengan menggunakan
anestesi lokal atau anestesi
umum pada pasien yang
tidak kooperatif atau pada
anak-anak.
Anestesi lokal dapat
dilakukan dengan
pemasangan tampon
lidokain 1-2% yang
dicampur dengan epinefrin
1:1000.
Tampon kapas yang berisi obat anestesi lokal ini
dipasang masing-masing 3 buah pada setiap
lubang hidung.
o Tampon pertama diletakkan pada meatus superior persis di bawah
tulang hidung.
o Tampon kedua diletakkan antara konka media dan septum serta bagian
distal dari tampon tersebut diletakkan dekat dengan foramen
sfenopalatina.
o Tampon ketiga diletakkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga
tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit.
Teknik reduksi fraktur tulang hidung
o Pemberian anestesi lokal yang baik dapat
memberikan hasil yang sempurna pada
tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Tindakan
reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma
dimana pada waktu ini edema yang terjadi
mungkin masih sedikit. Akan tetapi tindakan
reduksi anestesi lokal masih dapat dilakukan
sampai 14 hari sesudah trauma.
Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah:
1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture
Elevator).
2. Cunam Ash.
3. Cunam Walsham.
4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian).
5. Pinset hidung yang panjang.
Satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi
sedangkan sisi lain di luar hidung di atas kulit
Cunam Whalsam yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan
manipulasi dilakukan dengan control palpasi jari.

Memasukkan masing-
Deviasi pyramid masing sisi (blade) ke Pemasangan tampon
hidung karena Cunam dalam kedua rongga (ditambah antibiotik)
dislokasi tulang Asch hidung sambil di dalam rongga
hidung menekan septum hidung
dengan kedua forsep
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan
perubahan tempat dari tulang hidung tersebut
yang juga disertai laserasi pada kulit atau
mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau
kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk
diperbaiki atau di rekonstruksi pada saat tindakan.
Jika nasal pyramid rusak karena
tekanan atau pukulan dengan
beban berat akan terjadi fraktur
hebat pada tulang hidung, prosesus
frontal pasien maksila, dan prosesus
nasalis pasien frontal.
Bagian dari nasal pyramid yang
terletak antara dua bola mata akan
terdorong ke belakang. Terjadilah
fraktur nasoetmoid, fraktur
nasomaksila, dan fraktur nasoorbita.
Fraktur ini dapat menimbulkan
komplikasi atau sekuele dibelakang
hari.
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya:
1. Komplikasi neurologik:
a) Robeknya duramater.
b) Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya
meningitis.
c) Pneumosefalus.
d) Laserasi otak.
e) Avulsi dari nervus olfaktorius.
f) Hematoma epidural atau subdural.
g) Kontusio otak dan nekrosis jaringan.
2. Komplikasi pada mata
a) Telekantus traumatika.
b) Hematoma pada mata.
c) Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan kebutaan.
d) Epifora.
e) Ptosis.
f) Kerusakan bola mata.
3. Komplikasi pada hidung
a) Perubahan bentuk hidung.
b) Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi, atau
hematoma pada septum.
c) Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia).
d) Epistaksis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya
arteri etmoidalis.
e) Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontalis
atau mukokel.
Fraktur nasoetmoid ini sering kali tidak dapat
diperbaiki hanya dengan reduksi sederhana secara
terbuka disertai pemasangan tampon hidung atau
fiksasi dari luar.
Kerusakan dari duktus nasolakrimalis menyebabkan
air mata selalu keluar.
Tindakan reduksi pada kondisi seperti ini
memerlukan penangan yang lebih hati-hati dan
teliti untuk mengembalikan tulang-tulang yang
patah pada posisi semula dan mengikatnya
dengan kawat baja (stainles steel).
Tulang zigoma dibentuk oleh bagian-bagian yang berasal
dari tulang temporal, frontal, sfenoid, dan tulang maksila.
Bagian-bagian dari tulang yang membentuk zigoma ini
memberikan sebuah penonjolan pada pipi di bawah mata
sedikit ke arah lateral. Fraktur tulang zigoma ini agak berbeda
dengan fraktur tripod atau trimalar
Gejala fraktur Zigoma :
Pipi menjadi lebih rata Ptosis
(dibandingkan dengan bagian Terdapatnya hipestesia atau
yang kontralateral atau sebelum anestesia karena kerusakan
terjadi trauma) saraf infra-orbitalis
Diplopia dan terbatasnya Terbatasnya gerakan mandibula
gerakan bola mata Emfisema subkutis
Edema periorbita dan ekimosis Epistaksis karena perdarahan
Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi pada antrum
Enoftalmos
Sekitar 6% fraktur tulang zigoma tidak menunjukkan kelainan.
Trauma dari depan yang langsung merusak pipi (tulang
zigoma) menyebabkan perubahan tempat dari tulang
zigoma tersebut kearah posterior, kearah medial atau kearah
lateral. Fraktur ini tidak merubah posisi dari rima orbita inferior
kearah atas atau kearah bawah. Perubahan posisi dari orbita
tersebut menyebabkan gangguan pada bola mata. Reduksi
dari fraktur zigoma ini difiksasi dengan kawat baja atau mini
plate.
Reduksi tidak langsung dari fraktur zigoma (oleh Keen dan
Goldthwaite)
Pada cara ini reduksi fraktur dilakukan melalui sulkus
gingivobukalis. Dibuat sayatan kecil pada mukosa bukal
dibelakang tuberositas maksila. Elevator melengkung
dimasukkan dibelakang tuberositas tersebut dan dengan
sedikit tekanan tulang zigoma yang fraktur dikembalikan
pada tempatnya. Cara reduksi fraktur ini mudah dikerjakan
dan memberikan hasil yang baik.
Reduksi terbuka dari tulang zigoma
Tulang zigoma yang patah tidak bisa diikat dengan
kawat baja dari Kirschner harus ditanggulangi
dengan cara reduksi terbuka dengan
menggunakan kawat atau mini plate. Laserasi yang
timbul diatas zigoma dapat dipakai sebagai marka
untuk melakukan insisi permulaan pada reduksi
terbuka tersebut. Adanya fraktur pada rima orbita
inferior, dasar orbita, dapat direkonstruksi dengan
melakukan insisi dibawah palpebra inferior untuk
mencapai fraktur disekitar tulang orbita tersebut.
Tindakan ini harus dikerjakan secara hati-hati
karena dapat merusak bola mata.
Fraktur arkus zigoma tidak sulit untuk dikenal sebab
pada tempat ini timbul rasa sakit pada waktu bicara
atau mengunyah. Kadang-kadang timbul trismus.
Gejala ini timbul karena terdapatnya perubahan letak
dari arkus zigoma terhadap prosesus koronoid dan otot
temporal. Fraktur arkus zigoma yang tertekan atau
terdepresi dapat dengan mudah dikenal dengan
palpasi.
PENATALAKSANAAN
Reduksi fraktur arkus zigoma
Terdapatnya fraktur arkus zigoma yang ditandai dengan
perubahan tempat dari arkus dapat ditanggulangi
dengan melakikan elevasi arkus zigoma tersebut. Pada
tindakan reduksi ini kadang-kadang diperlukan reduksi
terbuka, selanjutnya dipasang kawat baja atau mini
plate pada arkus zigoma yang patah tersebut. Insisi
pada reduksi terbuka dilakukan di atas arkus zigoma,
diteruskan kebawah sampai kebagian zigoma di
preaurikuler.
Tindakan reduksi didaerah ini dapat merusak cabang
frontalis dari nervus fasialis, sehingga harus dilakukan
tindakan proteksi.
Fraktur zigomaticomaxillary complex (ZMC)
merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling
sering terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma
yang melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini
dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol
pada daerah sekitarnya. Fraktur ZMC biasanya
melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas
nervus alveolaris inferior, sutura zigomatikofrontal,
sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal,
dinding lateral zigomatikomaksila, dan sutura
zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral
orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap
utuh.
Jika terjadi fraktur pada ZMC maka harus
diperhatikan apakah terdapat edema faring,
perdarahan hebat yang biasanya berasa dari arteri
masksilaris interna atau arteri ethmoidal anterior.
Jika kondisi diatas tidak didapatkan dan kondisi
pasien cukup baik setelah trauma, maka dapat
dilakukan reduksi fraktur ZMC.
KLASIFIKASI
Mathog menggunakan pembagian klasifikasi
maksila Le Fort kedalam 3 kategori yaitu fratur Le
Fort I, II, III dan masih dipakai hingga saat ini.
Fraktur Le Fort I
Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu
kesatuan tunggal atau bergabung dengan fraktur fraktur
Le Fort II dan III.
Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis
fraktur transverses rahang atas melalui lubang piriform di
atas alveolar ridge, di atas lantai sinus maksilaris, dan
meluas ke posterior yang melibatkan pterygoid plate.
Fraktur ini memungkinkan maksila dan palatum durum
bergerak secara terpisah dari bagian atas wajah sebagai
sebuah blok yang terpisah tunggal.
Fraktur Le Fort II
Fraktur Le Fort II lebih jarang terjadi, dan mungkin
secara klinis mirip dengan fraktur hidung. Bila fraktur
horizontal biasanya berkaitan dengan tipisnya dinding
sinus, fraktur piramidal melibatkan sutura-sutura. Sutura
zigomatimaksilaris dan nasofrontalis merupakan sutura
yang sering terkena.
Seperti pada fraktur Le Fort I, bergeraknya lengkung
rahang atas, bias merupakan suatu keluhan atau
ditemukan saat pemeriksaan. Derajat gerakan sering tidak
lebih besar dibanding fraktur Le Fort I, seperti juga
gangguan oklusinya tidak separah pada Le Fort I.
Fraktur Le Fort III
Fraktur craniofacial disjunction, merupakan
cedera yang parah. Bagian tengah wajah benar-
benar terpisah dari tempat perlekatannya yakni basis
kranii.
Fraktur ini biasanya disertai dengan cedera
kranioserebral, yang mana bagian yang terkena
trauma dan besarnya tekanan dari trauma yang bisa
mengakibatkan pemisahan tersebut, cukup kuat
untuk mengakibatkan trauma intrakranial.
Imobilisasi dan Penanganan Fraktur
Maksila
Fiksasi Internal
a. Direct osteosynthesis
Fraktur kominusi yang tidak parah pada bagian sepertiga tengah. Dapat
direkonstruksi dengan bantuan fiksasi internal seperti kawat transosseus dan
miniatur plat dan skrup
b. Miniplates and Screw

Fiksasi monocortical semirigid pada fraktur


maksila dengan miniplate atau skrup
mengeliminasi pergerakkan tulang dan
memungkinkan terjadinya primary healing.
c. Transosseus wiring
Transosseus wiring atau intraosseus wiring murah,
mudah digunakan, dan ditoleransi dengan baik
oleh pasien.
Kerugian dari transosseus wiring adalah tidak
menyediakan stabilitas tiga dimensi dan adanya
pergerakan kecil pada tempat fraktur sehingga
menyebabkan penyembuhan yang tertunda.
d. Suspension wires :
Rahang bawah dihubungkan ke skeleton facial
diatas garis fraktur dengan kawat stainless steel
diameter 0,5mm, sehingga mengapit bagian fraktur
dan bagian yang tidak fraktur pada facial skeleton.
Keuntungannya, metode ini hanya memerlukan
minimum armanmetarium.
e. Frontal Suspension
Lateral : prosesus zygomaticum pada tulang frontal
diekspos dengan insisi yang dibuat pada bagian
lateral alis dibawah sutura frontozyomatic.
Central : teknik ini dikenalkan oleh Kufner
Circumzygomatic incision
Jarum penusuk dimasukkan ekstraoral pada
perbatasan tulang zygomatic dan temporal di
bagian medial dari arkus zygomatic dengan arah
ke bawah dan ke atas sehingga memasuki sulkus
bukal secara intraoral pada bagian molar kedua.
Kawat stainless steel dengan diameter 0,5mm
dikaitkan pada ujung jarum penusuk, dan instrumen
ditarik dan terletak di atas arkus zygomatic tanpa
menembus keluar kulit.
Dan instrumen dilewatkan pada bagian lateral
arkus zygomatic dengan arah yang sama seperti
sebelumnya.
f. Zygomatic suspension
Insisi sebesar 3cm dibuat pada regio premolar dan
molar pada kedalaman sulkus vestibular.
Dengan menggunakan bor, sebuang lubang dibor
pada arkus zygomatic dan kawat stainless steel
dengan diameter 0,5mm dilewatkan pada lubang
tersebut
g. Infraorbital
Insisi 3cm pada bagian vestibular dibuat pada
bagian kaninus dan dipotong dari subperiosteal
untuk mengekspos bagian margin inferior orbital
pada bagian lateral dari foramen infraorbital.
Sebuah lubang dibuat dengan menggunakan bor.
Stainless steel dengan diameter 0,5mm dilewatkan
pada lubang ini, ditarik ke mulut dan secara tepat
menempel pada bagian loop arch bar.
h. Pyriform Aperture
Insisi transversal sebesar 2cm dibuat pada bagian sulkus labial
atas diatas gigi insisivus laeral dan pyriform aperture pada
bagian hidung diekspos dengan mengangkat periosteum.
Sebuah lubang dibor sekitar 1cm dari free margin pada
pyriform aperture dari sisi medial ke lateral.
Kawat stainless steel dengan diameter 0,5mm dilewatkan
pada lubang ini; kedua akhir ditarik dan ditari ke loop yang
sesuai pada IMF.
i. Prealveolar Suspension
Gunning splint digunakan dan posisi lubang pada
aspek palatal dari splin ditandai pada bagian
mukosa palatal. Jarum penusuk peralveolar
dilewatkan melewati alveolus pada sulkus bukalis,
melubangi patalum pada posisi yang ditandai.
Dengan menggunakan jarum penusuk, stainless
steel lunak dengan diameter 0,5mm dilewatkan
pada lubang di permukaan palatal dan ditarik
melewati sulkus bukalis. Kedua akhiran dikaitkan
pada Gunning splint.
Fiksasi Eksternal
a. Craniomandibular fixation
Mandibula difiksasi ke kranial vault dan bagian fraktur
pada sepertiga tengah diapit diantaranya.
Box Frame
Box frame merupakan bentuk yang rigid dari fiksasi
craniomandibular.
b. Craniomaxillary fixation
Setelah membentuk oklusi, maksila ditempelkan ke cranial vault. Metode
ini sangat berguna karena fraktur dapat direduksi sehingga dapat tetap
terimpaksi, sehingga terjadi displacement yang minimal.
Pin Fixation
Imobilisasi pada fraktur maksila atau fraktur bagian tengah wajah
dengan cara fiksasi pin dikembangkan sebagai alternatif dari plaster of
Paris head cap dan disebabkan oleh munculnya kecocokkan skrup pin
secara biologis. Fiksasi pin umum digunakan untuk imobilisasi bagian
sepertiga tengah fraktur.
Haloframe
Haloframe digunakan untuk fraktur supraorbital dimana dibutuhkan
fiksasi dengan poin yang lebih tinggi terhadap kranium
c. Plaster of Paris Head Cap
Penggunaan alat ini telah digantikan oleh
beberapa teknik. Alat ini berguna apabila
ditemukan adanya perluasan fraktur pada bagian
cranial vault yang tidak dapat ditangani oleh
haloframe atau pin. Konstruksi dari head cap ini
harus akurat dan nyaman dipakai
Fraktur tulang orbita
berhubungan dengan fraktur
orbita yang biasanya terjadi
pada pengendara motor.
Gejala fraktur orbita
diantaranya:
o Enophthalmos.
o Exophthalmos.
o Diplopia.
Ketiga gejala tersebut harus diperiksa oleh
dokter spesialis mata dan harus dilakukan
rekonstruksi dari tulang yang fraktur.
o Asimetri pada muka
Bersifat spesifik dan terdapat pada fraktur yang meliputi pinggir orbita
inferior atau fraktur yang menyebabkan dislokasi zigoma
o Gangguan saraf sensoris
Fraktur tulang Mandibula merupakan fraktur yang
paling sering terjadi dan disebabkan oleh
mandibula yang terpisah dari kranium.
Penanganan biasanya berhubungan dengan efek
kosmetik, okslusi gigi yang sempurna, proses
mengunyah serta menelan yang sempurna.
Fraktur ini dihubungkan dengan adanya otot yang
bekerja dan berorigo serta berinsersi pada
mandibula yaitu otot elevator, otot depressor dan
otot protrusor.
o Otot elevator
o Otot Depresor
o Otot Protrussor
JENIS FRAKTUR MANDIBULA
GEJALA
Pembengkakan, ekimosis maupun laserasi pada kulit yang
meliputi mandibula.
Rasa sakit yang disebabkan oleh kerusakan pada N.
Alveolaris inferior.
Anestesia dapat terjadi pada satu sisi bibir bawah, pada gusi
atau pada gigi dimana N. Alveolaris inferior menjadi rusak.
Maloklusi.
Gangguan morbilitas atau adanya krepitasi.
Malfungsi berupa trismus dan rasa sakit waktu mengunyah.
Gangguan jalan nafas yang terjadi akibat kerusakan pada
mandibula yang menyebabkan perubahan posisi, trismus,
hematoma, dan edema pada jaringan lunak
PENANGANAN
Tergantung pada lokasi fraktur, luasnya, dan
keluhan yang diderita, lokasi fraktur ditentukan
dengan pemeriksaan radiografi seperti foto polos
pada posisi PA, lateral, towne, lateral oblik, kiri dan
kanan
Penggunaan Mini atau mikro plate pada fraktur
mandibula oleh karena:
o Populer sejak tahun 1970an.
o Tidak menimbulkan kallus.
o Mini plate dipasang dengan menggunakan sekrup.
o Bersifat lebih stabil tidak memberikan reaksi jaringan.
o Dapat dipakai dalam jangka waktu yang lama.
o Mudah dikerjakan.
o Kekurangan metode ini adalah sulit didapat dan mahal.

Anda mungkin juga menyukai