Anda di halaman 1dari 30

Fraktur Maksilofasial

Pendahuluan
• Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa

• Fraktur maksilofasial memiliki proporsi sebanyak 6%


dari keseluruhan jenis fraktur.

• Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan


sebagian besar adalah pengendara sepeda motor
• Fraktur maksilofasial melibatkan tulang –
tulang penyusun wajah atau tengkorak bagian
depan.

• Fraktur maksilofasial bisa terjadi hanya pada


satu tempat ataupun kompleks.
Anatomi Maksilofasial
• Tulang- tulang
pembentuk wajah terdiri
dari:
– 2 os nasale
– 2 os lacrimale
– 2 maxilla
– 2 os zygomaticum
– mandibula
– 2 os palatinum
– 2 concha nasalis inferior
– vomer
Fraktur Nasal
• Fraktur nasal merupakan cedera tulang wajah yang
paling umum di jumpai.
• Fraktur nasal biasanya disebabkan oleh trauma
langsung.
• Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan,
epitaksis, nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto
rotgen dari arah lateral dapat menunjang diagnosis.
• Fraktur tulang hidung ini harus segera
direposisi dengan anastesia lokal dan
imobilisasi dilakukan dengan memasukkan
tampon ke dalam lubang hidung yang
dipertahankan selama tiga sampai empat hari.
Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis
berbentuk kupu-kupu untuk satu hingga dua
minggu
Fraktur Maksila
• Klasifikasi fraktur maksila
Fraktur maxilla dibagi menjadi tiga jenis oleh Le
Fort menjadi Le Fort I, II, dan III.
• Le Fort I
Le fort I (sepertiga bawah)
meliputi daerah mandibula

Lefort 1 merupakan fraktur


transversal yang melalui
lantai rongga sinus maksila
diatas gigi, sehingga
memisahkan prosesus
alveolaris, palatum dan
prosesus pterigoid dari
struktur tengkorak wajah
diatasnya.
• Le Fort II
Le fort II (sepertiga tengah yang dibatasi
oleh tepi atas orbita dan tepi bawah
garis gigi atas atau bagian maksila

Lefort II membentuk patahan fraktur


berbentuk piramida. garis fraktur berjalan
diagonal dari lempeng pterigoid melewati
maksila menuju tepi inferior orbita dan ke
atas melewati sisi medial orbita hingga
mencapai hidung, sehingga memisahkan
alveolus maksila, dinding medial orbita dan
hidung sebagai bagian tersendiri
• Le Fort III
Le Fort III (sepertiga atas) dengan
batas tepi atas orbita yaitu bagian
os frontalis.

Lefort III merupakan fraktur yang


melewati sutura
zigomatikofrontalis, berlanjut
kedasar orbita hingga sutura
nasofrontalis. pada tipe ini tulang-
tulang wajah terpisah dari kranium
Gejala klinis fraktur maksila

-Nyeri
-Bengkak terutama pada jaringan periorbita
-Maloklusi yaitu rasa tidak nyaman ketika menggigit
karena gigi geligi pada rahang atas tidak pas terkatup
dengan gigi geligi pada rahang bawah,
-Laserasi intraoral
-Nyeri ketika mengunyah
-Krepitasi
-Deformitas
-Maksila goyang
-floating maxilla
-Epistaksis
Pemeriksaan penunjang
=CT-scan 3D
- Waters (memproyeksikan tulang petrosus supaya
terletak dibawah antrum maksila sehingga kedua
sinus maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya)
- Caldwel (foto diambil pada posisi kepala menghadap
kaset, bidang midsagital kepala tegak lurus pada film)
- submentovertek (foto diambil dengan meletakkan
film pada verteks, kepala pasien mengadah sehingga
garis infraorbito sejajar dengan film)
- lateral (Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset
terletak sebelah lateral dengan sentrasi diluar kantus
mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus
maksila berimpit satu sama lain)
• Penatalaksanaan fraktur maksila
Reposisi terbuka pada fraktur maksila bertujuan
untuk koreksi deformitas dan maloklusi yang dapat
dilakukan dengan :
–Suspensi zygomatico circumferential wiring
–Suspensi fronto circumferential wiring
–Interoseus wiring
Fraktur Zigoma

– Cedera yang menimbulkan fraktur zigoma


biasanya akibat suatu benturan pada korpus
zigoma atau tonjolan malar.
• Gejala klinis fraktur os zigoma
– pipi menjadi lebih rata jika dibandingkan dengan
sisi kontralateral atau sebelum trauma
– diplopia dan terbatasnya gerakan bola mata
– edema periorbita dan ekimosis
– perdarahan subkonjungtiva
– enoftalmus
– ptosis
– terdapatnya hipestesia atau anetesia karena
kerusakan saraf infra orbitalis
– terbatasnya gerakan mandibula
– epistaksis
Indikasi operasi pada patah tulang zigoma
– fraktur dengan deformitas disertai diplopia
– menyebabkan trismus

Penatalaksanaan fraktur os zigoma


Reduksi fraktur zigoma dilakukan melalui insisi kombinasi,
sebagai prinsip umum kesegarisan (aligment) os zigoma
harus ditetapkan pada setidaknya 3 area dan difiksasi di
setidaknya 2 area dengan miniplate dan sekrup.
Fraktur Mandibula
• Fraktur mandibula merupakan akibat yang
ditimbulkan dari trauma kecepatan tinggi dan
trauma kecepatan rendah.
• Mandibula dapat fraktur di semua bagian dan
fraktur dapat dikenali dengan rasa nyeri ketika
mandibula diraba atau ditekan dengan lembut, dan
menyebabkan gangguan oklusi geligi. Mandibula
cenderung terkena cedera karena posisinya yang
menonjol, sehingga sering menjadi sasaran pukulan
dan benturan.
Dingman mengklasifikasikan
fraktur mandibula secara
sederhana, dibagi menjadi
tujuh regio yaitu :
– badan (corpus),
– simfisis
– sudut (angulus)
– ramus
– prosesus koroideus
– prosesus kondilus
– prosesus alveolar
• Penanggulangan fraktur mandibula dilakukan
dengan menggunakan mini atau mikroplate
yang dipasang dengan skrup.
Fraktur Multipel Maksilofasial
a. Fraktur Nasoorbitoetmoidalis
Fraktur pada daerah nasoorbitoethmoid (NOE) yang terdiri
dari:
– os frontal
– nasal
– maksila
– lakrimal
– etmoid
– sfenoid
sering terjadi karena benturan dengan kecepatan tinggi dan
biasanya disertai trauma lain seperti toraks dan abdomen.
b.Fraktur Tripod
– Fraktur tripod disebabkan oleh trauma tumpul yang
kuat pada wajah.
– Fraktur tripod meliputi tiga titik pemisahan yaitu fraktur
pada rima infraorbitalis, diastasis sutura zigomatikus-
temporalis pada arkus zigomatikus, dan terputusnya
sutura zigomatikus-frontal pada dinding lateral orbita.
– Tiga garis fraktur dapat menyebabkan terbentuknya
fragmen tulang yang mengambang bebas menyerupai
tripod.
– Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan asimetri wajah,
perdarahan subkonjungtiva lateral, ekimosis
periorbita, dan epistaksis.
c. Fraktur Panfasial
– Fraktur panfasial adalah fraktur yang mencakup
dua dari tiga area wajah yaitu tulang frontal,
wajah tengah dan mandibula.
– Dengan pemerikasaan ct-scan 3D, keparahan dan
pola fraktur pansial dapat ditentukan dengan
seksama sehingga rekonstruksi dapat
direncanakan dengan baik
Manifestasi Klinis
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial
dapat berupa :
• - Dislokasi, berupa perubahan posisi yang
menyebabkan maloklusi terutama pada fraktur
mandibula
• - Pergerakan abnormal pada sisi fraktur
• - Rasa nyeri pada sisi fraktur
• - Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur
sehingga dapat menentukan lokasi daerah fraktur
• - Krepitasi
• - Laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa
mulut dan daerah sekitar fraktur
• - Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur
akibat pembengkakan
Diagnosis
Anamnesis
Aspek yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
• Bagaimana mekanisme cedera?
• Apakah pasien kehilangan kesadaran ?
• Apakah ada gangguan penglihatan, pandangan kabur, nyeri,
ada perubahan gerakan mata?
• Apakah pasien memiliki kesulitan bernafas melalui hidung ?
Apakah pasien memiliki manifestasi berdarah seperti keluar
darah dari hidung ?
•  Apakah pasien mengalami kesulitan membuka atau menutup
mulut?
• Apakah pasien ada merasakan seperti kedudukan gigi tidak
normal ?
Pemeriksaan Fisik
- Periksa kepala dan wajah untuk melihat adanya lecet,
bengkak, ekimosis jaringan hilang, luka, dan perdarahan,
Periksa luka terbuka untuk memastikan adanya benda asing
seperti pasir, batu kerikil.
-Periksa gigi untuk mobilitas, fraktur, atau maloklusi.
• - Palpasi  untuk cedera tulang, krepitasi, terutama di daerah
pinggiran supraorbital dan infraorbital, tulang frontal,
lengkungan zygomatik, dan pada artikulasi zygoma dengan
tulang frontal, temporal, dan rahang atas.
- Periksa mata untuk memastikan adanya eksoftalmus
atau enoftalmus, ketajaman visual, kelainan gerakan okular dan
ukuran pupil, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya, baik langsung
dan konsensual.
-Balikkan kelopak mata dan periksa benda asing atau adanya
laserasi.
- Periksa hidung meraba fraktur dan krepitasi.
- Periksa septum hidung untuk hematoma, laserasi, fraktur, atau
dislokasi,
- Periksa lidah dan mencari luka intraoral, ecchymosis, atau
bengkak. Secara Bimanual meraba mandibula, dan memeriksa
tanda-tanda krepitasi atau mobilitas.
-Palpasi kondilus mandibula dengan menempatkan satu jari di
saluran telinga eksternal, sementara pasien membuka dan
menutup mulut. Rasa sakit atau kurang gerak kondilus
menunjukkan fraktur.
- Tempatkan satu tangan pada gigi anterior rahang atas dan yang
lainnya di sisi tengah hidung.  Gerakan hanya gigi menunjukkan
fraktur le fort I. Gerakan di sisi hidung menunjukkan fraktur Le Fort
II atau III.
-  Lakukan tes gigit spatula. Minta pasien untuk menggigit keras
pada spatula. Jika rahang retak, pasien tidak dapat melakukan ini
dan akan mengalami rasa sakit
- Pemeriksaan fisik yang teliti dilakukan agar dapat mengetahui
lokasi dan keadaan fraktur dari tulang-tulang maksilofasial
tersebut dengan tepat.
• Penatalaksanaan
Fraktur pada maksilofasial mempunyai cara
penanganan pertama dengan primary survey,
resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi
definitif. Medikamentosa bertujuan untuk
mengurangi morbiditas pada pasien, dengan
pemberian analgetik, antibiotik, ATS, dan antiemetik.
Prinsip penanganan fraktur maksila sama dengan
penanganan fraktur yang lain yaitu reposisi, fiksasi,
imobilisasi dan rehabilitasi
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai