Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

“Seorang laki-laki 21 tahun dengan keluhan sesak nafas”

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo

Disusun oleh :
Mohammad Hafiz Abimata

H2A016056

Pembimbing :
dr. Setyoko Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Mohammad Hafiz Abimata


NIM : H2A016056
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Setyoko Sp.PD

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Desember 2021

Pembimbing

dr. Setyoko Sp.PD


DAFTAR MASALAH
Tanggal Masalah Aktif Masalah Pasif

18 November 2021 Chronic Kidney -


Disease
Congestive Heart
Failure
Hipertensi

Anemia Normositik
Normokromik
BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Y
Tanggal lahir : 19 Juni 2000
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Plumbon kec. Ngaliyan kota Semarang
Pekerjaan : Penjual sayur
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Bangsal : Dahlia 3
No. RM : 010***
Tanggal Masuk RS : 29
-11-2021

Tanggal Dikasuskan : 30
-11-2021

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Bangsal Dahlia 3 RSUD Tugurejo
Semarang pada tanggal 18 November 2021 secara autoanamnesis dan
aloanamnesis.
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Tugurejo tanggal 29 November 2021
dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Sebelum 1 minggu pasien mengaku tidak merasakan sesak nafas
sama sekali. Keluhan terasa bertambah parah 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak nafas terasa di seluruh bagian dada dan terasa
seperti tertekan. Keluhan dirasakan hilang timbul, dan bertambah
parah ketika pasien melakukan aktifitas fisik terutama ketika berlari.
Pasien sering terbangun saat malam karena sesak nafas, dan biasa
tidur menggunakan bantal tinggi. Keluhan berkurang saat istirahat.
Pasien juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri seperti ditusuk dan muncul ketika sesak
nafas. Keluhan juga disertai kepala terasa tegang, dada berdebar-
debar, dan nyeri pada perut kanan dan kiri. Mual dirasakan dan
muntah ketika makan, serta kehilangan selera makan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat hipertensi : diakui, sejak 3 tahun


yang lalu, tidak terkontrol
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal

d. Riwayat alergi : disangkal


e. Riwayat sakit jantung : disangkal
f. Riwayat sakit ginjal : diakui, sejak 1 tahun yang lalu
g. Riwayat stroke : disangkal
h. Riwayat sakit maag : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat sakit jantung : disangkal
g. Riwayat sakit gastrointestinal : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 21 tahun, bekerja
sebagai penjual sayuran. Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya.
Pasien merupakan perokok berat, 1 hari merokok 2 bungkus sejak
kelas 3 SD. Pasien juga mengonsumsi alkohol sejak kelas 1 SMP
sebulan sekali. Pasien minum obat tanpa anjuran dokter. Obat yang
diminum yaitu bodrex saat terasa nyeri kepala. Pasien dirawat di
RSUD Tugurejo dengan biaya pengobatan pasien menggunakan BPJS
PBI. Kesan ekonomi cukup.

a. Riwayat minum obat herbal : disangkal


b. Riwayat minum obat bebas : disangkal
c. Riwayat merokok : diakui
d. Riwayat minum alkohol : diakui
e. Riwayat olahraga : mengaku kurang olahraga
C. ANAMNESIS SISTEMIK
Keluhan Utama Sesak nafas
Pusing (-), nyeri kepala (-), kepala terasa berat (-), tegang (+) hingga ke
Kepala
tengkuk.
Pandangan kabur (-), pandangan ganda (-), berkunang-
Mata kunang (-), mata kuning (-/-), mata merah (-/-),
Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air
Hidung berlebihan (-), gatal (-).
Pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar cairan (-),
Telinga darah (-).
Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah (-),
Mulut mulut kering (-), gusi berdarah (-)
Leher Pembesaran kelenjar limfe (-), leher terasa kaku (-)

Tenggorokan Sulit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).

Sesak nafas (+), batuk (-), tidur mendengkur (-).


Sistem respirasi
Sistem
nyeri dada (+), berdebar-debar (+).
kardiovaskuler
Mual (+), Muntah (+), diare (-), nyeri perut (+), nyeri ulu hati
Sistem
gastrointestinal (-), rasa penuh diperut (-), nafsu makan menurun (-), konstipasi (-).
Sistem
Nyeri sendi (-), kaku otot (-), badan lemas (-), gemetar (-), nyeri otot (+)
muskuloskeletal
BAK tidak ada keluhan, nyeri saat kencing (-), keluar darah (-), berpasir
Sistem (-), kencing nanah(-), sulit memulai kencing (-),
genitourinaria anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-),
Luka (-/-), kesemutan (-/-), kaku digerakan (-/-), lemah (-/-),
Ekstremitas atas bengkak (-/-), sakit sendi (-/-)
Ekstremitas Luka (-/-), kesemutan (-/-), kaku digerakan (-/-), lemah (-/-),
bawah bengkak (-/-), sakit sendi (-)
Sistem
Kejang (-), gelisah (-), emosi tidak stabil (-)
neuropsikiatri
Sistem Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), keringat dingin (-),
Integumentum demam (-)
D. SKALA NYERI

E. RISIKO JATUH

No Parameter Status/keadaa Skala Skor


n
1 Riwayat jatuh: apakah pasien Tidak 0
pernah jatuh dalam 3 bulan 25
terakhir Ya 25
2 Diagnosa sekunder: apakah pasien Tidak 0
15
memiliki lebih dari satu penyakit? Ya 15
3 Alat bantu jalan: 0
- Bed rest/dibantu perawat
- Kruk/tongkat/walker 15 0
- Berpegangan pada benda- 30
benda di sekitar
4 Terapi intravena: apakah saat ini Tidak 0
20
pasien terpasang infus Ya 20
5 Gaya berjalan/cara berpindah: 0
- Normal/bed rest/immobile
(tidak dapat berpindah
sendiri) 0
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/tidak normal 20
(pincang/diseret
6 Status mental 0
- Pasien menyadari kondisi
dirinya 0
- Pasien megalami 15
keterbatasan daya ingat
TOTAL 60

F. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 04 Oktober
2021 di Bangsal Dahlia 4 RSUD Tugurejo Semarang:
1. Keadaan Umum : Lemas
2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : 15 (E4M6V5)
4. Vital sign
 Tekanan darah : 176/113 mmHg
 Nadi : 103 x/menit, irama reguler, isi & tegangan
cukup
 Respiratory rate : 28 x/menit, pola nafas kussmaul
 Suhu : 36,5C
 SpO2 : 97% dengan nassal canule
5. Status Gizi
 BB : 58 kg
 TB : 165 cm
 BMI : 21,3 kg/m2
 Kesan : normal
6. Kulit : warna sawo matang, turgor baik, hiperpigmentasi (-),
kering (-), ikterik (-), pucat (-).
7. Kepala : mesocephal, rambut berwarna hitam, mudah rontok
(-), jejas (-).
8. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor diameter (3mm/3mm), reflek cahaya direk (+/+),
reflek cahaya indirek (+/+), edem palpebra (-/-).
9. Hidung : deformitas (-), napas cuping hidung (+), sekret (-),
epistaksis (-/-).
10. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri
tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-).
11. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-), papil
lidah atrofi (-), lidah kotor (-), luka pada sudut bibir (-),
mucossa bucal stomatitis (-).
12. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi trakea
(-), penggunaan otot bantu pernafasan (+), leher
kaku (-), distensi vena-vena leher (-).
13. Thoraks : bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan = kiri, venektasi (-), retraksi intercostal (-),
spider nevi (-), pernapasan torakoabdominal, sela iga
melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-).
a. Jantung

 Inspeksi : ictus codis tampak, bergeser ke lateral

 Palpasi : ictus cordis melebar ke lateral, pulsus


parasternal (+), pulsus epigastrium (+),
thrill (+), sternal lift (+).
 Perkusi

- Batas Jantung Atas : ICS II linea parasternal sinistra

- Batas Jantung Kanan bawah : ICS V linea parasternalis


dextra

- Batas Jantung Kiri bawah : ICS V 2 cm ke lateral linea


midclavicula sinistra

- Pinggang jantung : ICS III linea midclavicula sinistra


(datar)

Kesan: kardiomegali

 Auskultasi :

Katup pulmonal : BJ I-II regular, murmur (-), gallop


(+)

Katup aorta : BJ I-II regular, murmur (-), gallop


(+)

Katup trikuspid : BJ I-II regular, murmur (-), gallop


(+)

Katup mitral : BJ I-II regular, murmur (-), gallop


(+), HR: 102x/menit

b. Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan
Inspeksi
Bentuk dada normochest normochest
Hemithorax simetris, statis, dinamis simetris, statis, dinamis
Warna sama seperti kulit sekitar sama seperti kulit sekitar

Palpasi

Nyeri tekan (-) (-)

Stem fremitus Sedikit melemah pada dada kiri

Perkusi Sonor Sonor


Auskultasi
Suara dasar Bronkovesikuler Bronkovesikuler
Suara tambahan
- Wheezing
- Ronki (-) (-)
(+) di basal (+) di basal
- Stridor
(-) (-)
Pulmo Belakang
Inspeksi
Normochest Normochest
Bentuk dada
simetris, statis, dinamis simetris, statis, dinamis
Hemitohorax
sama seperti kulit sekitar sama seperti kulit sekitar
Warna
Palpasi (-) (-)
Nyeri tekan
Stem fremitus Sedikit melemah pada dada kiri

Perkusi Sonor Sonor


Auskultasi
Suara dasar Bronkovesikuler Bronkovesikuler
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki (+) di basal (+) di basal
- Stridor (-) (-)
14. Abdomen
a. Inspeksi : dinding perut datar, warna seperti kulit
sekitar, venektasi (-), sikatrik (-), striae (-),
caput medusae (-), ikterik (-).
b. Auskultasi : bunyi peristaltik normal, bising usus 15 x /
menit
c. Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen (+),
Nyeri ketok ginjal (-), pekak sisi (+), pekak
alih (+)

d. Palpasi : nyeri tekan (+), massa (-), hepar tidak


teraba, lien tidak teraba, dan renal tidak
teraba, tes undulasi (+) minimal
15. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill <2 detik / <2 detik <2 detik / <2 detik
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
5/5 5/5
5/5 5/5
Edem -/- -/-
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. 29 November 2021
Darah Lengkap
Pemeriksaan Satuan Nil
a
i

N
o
r
m
a
l
Leukosit 11, 17 10^3/ul 3.8 – 10,6
Eritrosit 3,41 10^6/ul 4,4 – 5.9
Hemoglobin 10,40 g/dl 13,2 – 17,3
Hematokrit 29,3 % 40-52
MCV 85,90 Fl 80 – 100
MCH 30,50 Pg 26 – 34
MCHC 35,50 g/dl 32 – 36
Trombosit 296 10^3/ul 150 – 440
RDW 11,70 % 11.5 – 14.5
MPV 9,5 fL
PLCR 20,3 %
Eosinofil absolute 0,96 10^3/ul 0.0
4
5

0
.
4
4
Basofil absolute 0,05 10^3/ul 0 – 0.02
Neutrofil absolute 6,81 10^3/ul 1.8 – 8
Limfosit absolute 2,80 10^3/ul 0.9 – 5.2
Monosit absolute 0,55 10^3/ul 0.16 – 1
Eosinofil 8,60 % 2–4
Basofil 0,40 % 0–1
Neutrofil 61,00 % 50-70
Limfosit 25,10 % 25-40
Monosit 4,90 % 2– 8
Neutrofil Limfosit Ratio 2,43 <3.13

Kimia Klinik
Pemeriksaan Satuan Nil
a
i

N
o
r
m
a
l
Glukosa Sewaktu 86 mg/dL <125
Ureum 193,0 mg/dL 10,0-50,0
Kreatinin HH10,23 mg/dL 0,70-1,10
Kalium 3,91 mmol/L 3,5-5,0
Natrium 134,0 mmol/L 80 – 100
Sero-imun (serum) B

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


(hs) Troponin I H 57,2 pg/mL 28,9-39,2

X Foto Thorak PA

Cor : CTR > 50%, apex cordis bergeser ke laterocaudal


Pulmo : Corakan vaskuler kasar
Gambaran infiltrat kedua perihiler dan pericardial
Cephalisasi
Diafragma : baik
Sinus costophrenicus kiri : tumpul
Kesan : Cor : cardiomegali (Left Ventricle)
Pulmo : oedem pulmo
Efusi pleura (minimal)

EKG
Interpretasi EKG
Irama : sinus
1500
Frekuensi : =103 x/menit
14,5
Axis : normal
Zona transisi: V5 —> clockwise rotation
Morfologi
Gel. P : Normal
PR interval :
Kompleks QRS :
ST segmen : ST depresi di lead I, lead II, dan aVF, ST elevasi di V1
Gel. T : T inverted di lead I, lead Ii, aVF, V4, V5, V6
Gel. U :

2. 30 November 2021
Pemeriksaan USG abdomen
Hepar : ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, tepi dan permukaan
rata, tak tampak nodul v.porta tak tampak nodul dan v.hepatika tak melebar
Ductus biliaris: intra dan extra hepatik baik tak tampak melebar
Kantung empedu: ukuran normal tak tampak sludge/batu
Pankreas: ukuran normal tak tampak massa/kalsifikasi
Kelenjar para aorta: tak membesar
Limpa: ukuran dan bentuk normal parenkim homogen nodul negatif vena lienalis
tak melebar
Ginjal kanan: ukuran normal (8,85x3,85 cm) bentuk normal ecogenisitas parenkim
meninggi, batas korteks dan medula kabur sistem pelviocalyces tak melebar
batu negatif
Ginjal kiri: ukuran kecil (8,84x3,94) bentuk normal ecogenisitas parenkim
meninggi, batas korteks dan medula kabur sistem pelviocalyces tak melebar
batu negatif
Vesica urinaria: tidak penuh terisi urine dinding menebal tidak tampak batu
Terpasang balon kateter
Tampak acites dan tampak efusi pleura bilaeral

Kesan :
Chronic Kidney Disease bilateral
Ascites
Efusi pleura duplex
Struktur hepar kandung empedu pankreas dan limpa dalam batas normal

3. 02 Desember 2021
Sero-imun (serum) B

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


HIV RI UMUM Negatif Negatif
HBsAg 0,21 S/CO CUT OFF :1,00
Non Reaktif
Anti HCV 0,05 CUT OFF :1,00
Non Reaktif
H. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjung

1. Sesak nafas 17. KU : Tampak lemas 30. Eritrosit (L)


2. Sesak saat malam hari
31. Hemoglobin (L)
3. Tidur menggunakan 18. TD : 176/113
bantal tinggi 19. Nadi : 103x/menit 32. Hematokrit (L)
4. Sesak saat aktifitas
20. RR : 28x/menit 33. Ureum (H)
5. Nyeri dada
6. Kepala tegang 21. Pola nafas kussmaul 34. Kreatinin (HH)
7. Dada berdebar-debar
35. Natrium (L)
22. Otot bantu nafas cuping hidung
8. Mual
9. Muntah 36. Troponin (H)
23. Otot bantu nafas
10. Nafsu makan menurun
sternocleidomastoideus X-foto thorax
11. Nyeri perut
12. Riwayat hipertensi 24. Kesan kardiomegali pada 37. Kardiomegali
13. Riwayat sakit ginjal palpasi dan perkusi jantung 38. Efusi pleura
14. Riwayat merokok
15. Riwayat minum alkohol25. Bunyi S3 gallop 39. Edem pulmo
16. Kurang olahraga 26. Kesan efusi pleura pada thorax
EKG
sinistra saat palpasi
40. Sinus takikardi, RBBB, left atrial
27. Kesan edem pulmo pada
auskultasi enlargement, iskemik inferolateral

28. Nyeri tekan regio lumbal USG abdomen


dextra et sinistra 41. Chronic Kidney Diseases bilateral
42. Ascites
29. Asites minimal = pekak alih
43. Efusi pleura duplex
(+), undulasi (+)
I. ANALISIS MASALAH
1. CHF : 1, 2, 3, 4, 5, 7, 12, 13, 14, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 29, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 43
2. CKD grade V : 1, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 20, 21, 22, 23, 28, 30,
31, 32, 33, 34, 35, 41
3. Hipertensi : 6, 7, 14, 15, 16, 18, 19, 24, 37, 40
4. Anemia normositik normokromik : 17, 30, 31

J. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

1. Congestive Heart Failure


Assesment
a. Etiologi
 Hipertensi

b. Faktor Resiko
 Hipertensi
 Merokok
 Konsumsi alkohol
 Kurang olahraga
c. Komplikasi

 Aritmia

 Cardiac arrest

 Apnea

 Ascites

Initial Plan

d. Diagnosis

 Pemeriksaan darah rutin

 EKG
 Pemeriksaan x-foto thorax

 Pemeriksaan USG abdomen

 Troponin I

 Blood Gas Analysis

e. Terapi

 ISDN

 Bisoprolol

 Furosemid

f. Monitoring

 Keadaan Umum

 Tanda-tanda vital

 Laboratorium: darah rutin

 EKG

g. Edukasi

 Jelaskan Keadaan Yang mendasari penyakit

 Jelaskan Keadaan Pasien setelah diterapi

 Jelaskan Monitoring selanjutnya setelah tatalaksana

 Kurangi konsumsi cairan

 Berhenti merokok dan minum alkohol

2. Chronic Kidney Disease


Assesment
a. Etiologi

 Hipertensi

b. Faktor Resiko

 Hipertensi

 Merokok

 Konsumsi alkohol

 Kurang olahraga

c. Komplikasi

 Congestive Heart Failure

 Anemia normositik normokromik

 Acidosis metabolik

 Osteodistrofi renal

 Gangguan elektrolit

Initial Plan

a. Diagnosis

 Laboratorium darah rutin

 EKG

 Blood gas analysis

 Kimia klinik: ureum, kreatinin, natrium, kalium, klorida,


kalsium, magnesium, fosfat

b. Terapi

 Infus NaCL 0,9% 10 tpm


 Hemodialisis

 Koreksi elektrolit

c. Monitoring

 Keadaan umum

 Tanda-tanda vital

 Darah rutin

 Elektrolit darah

d. Edukasi

 Edukasi penyakit dan komplikasinya pada pasien.

 Batasi konsumsi cairan

 Diet rendah protein

3. Hipertensi

Assesment
a. Etiologi
 Hipertensi essential
b. Faktor Resiko

 Merokok

 Konsumsi alkohol

c. Komplikasi

 Chronic Kidney Disease

 Congestive Heart Failure

 Stroke

Initial Plan
d. Diagnosis

 Tekanan darah

e. Terapi

 Amlodipine

f. Monitoring

 KU, TTV (tekanan darah)

 Ureum dan kreatinin

 EKG

 X-Foto Thorax

 Profil lipid

g. Edukasi

 Berhenti merokok dan minum alkohol

 Olahraga rutin

 Istirahat cukup

 Diet rendah garam dan lemak

4. Anemia Normositik Normokromik

Assesment

a. Etiologi

 Gangguan eritropoetin

b. Faktor Risiko

 Penderita Chronic Kidney Disease

c. Komplikasi

 Gangguan irama jantung


 Congestive heart failure

Initial Plan

d. Diagnosis

 Darah lengkap

 Apusan darah tepi

e. Terapi

 Asam Folat

f. Monitoring

 Keadaan umum

 Tanda-tanda vital (tekanan darah)

 Darah lengkap

g. Edukasi

 Makan makanan bergizi tinggi zat besi


K. PROGRESS NOTE

Tanggal S O A P

30 Sesak nafas, KU: lemas CKD stage 5  Captopril 25 mg


November mual, muntah, Kes : CM Hipertensi  ISDN 5mg
2021 terbangun saat TD: 176/113 mmHg stage 2, CHF,
malam, nyeri N : 103 x/menit anemia
dada, kepala RR : 28 x /menit normositik
terasa tegang, S : 36,5oC normokromik
nyeri perut SpO2: 97%
Ronkhi basal paru
S3 gallop 4 katup jantung
Hb
01 Sesak nafas KU: lemas CKD stage 5  Captopril 25 mg
Desember berkurang, Kes : CM Hipertensi  ISDN 5mg
2021 mual, muntah, TD: 163/104 mmHg stage 2, CHF,
 Furosemid inj
terbangun saat anemia
N : 84 x /menit 2x1 amp
malam, nyeri normositik
dada, kepala RR : 20 x/menit normokromik  Periksa sero-
terasa tegang, S : 36,3 oC imun B HIVRI,
nyeri perut SpO2: 96% HbsAg, anti
S3 gallop 4 katup jantung HCV
02 Sesak nafas, KU: lemas CKD stage 5  Captopril 25 mg
Desember mual, muntah, Kes : CM Hipertensi  ISDN 5mg
2021 terbangun saat TD: 150/96 mmHg stage 2, CHF,
 Furosemid inj
malam, nyeri anemia
N : 99 x/menit 2x1 amp
dada, kepala normositik
terasa tegang, RR :20 x/menit normokromik
nyeri perut S : 36,2 oC
SpO2: 96%
S3 gallop 4 katup jantung
03 Sesak nafas, KU: lemas CKD stage 5  Captopril 25 mg
Desember mual, muntah, Kes : CM Hipertensi  ISDN 5mg
2021 terbangun saat TD: 160/100 mmHg stage 2, CHF,
 Furosemid inj
malam, nyeri anemia
N : 100 x/menit 2x1 amp
dada, kepala normositik
terasa tegang, RR : 20 x/menit normokromik
nyeri perut S : 36,5 oC
SpO2: 96%
S3 gallop 4 katup jantung
06 Sesak nafas, KU: lemas CKD stage 5  ISDN 3x1
Desember mual, muntah, Kes : CM Hipertensi  Bisoprolol
2021 terbangun saat TD: 156/105 mmHg stage 2, CHF,  Amlodipine
malam, nyeri N : 94 x/menit anemia  Furosemid
dada, kepala RR : 20 x/meni normositik
 Asam folat 1x1
terasa tegang, normokromik
S : 36,5 oC
nyeri perut
SpO2: 98%
S3 gallop 4 katup jantung

L. ALUR PIKIR

Anamnesis
1. Sesak nafas
2. Sesak saat malam
hari
3. Tidur menggunakan
bantal tinggi
4. Sesak saat aktivitas
5.

M. ANALISIS MASALAH
Pasien datang ke IGD RS Tugurejo diantar oleh orang
tua pasien dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Sebelum 1 minggu pasien
mengaku tidak merasakan sesak nafas sama sekali. Keluhan
terasa bertambah parah 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak nafas terasa di seluruh bagian dada dan terasa seperti
tertekan. Keluhan dirasakan hilang timbul, dan bertambah
parah ketika pasien melakukan aktifitas fisik terutama ketika
berlari. Pasien sering terbangun saat malam karena sesak
nafas, dan biasa tidur menggunakan bantal tinggi. Keluhan
berkurang saat istirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada
sebelah kiri sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
seperti ditusuk dan muncul ketika sesak nafas. Keluhan juga
disertai kepala terasa tegang, dada berdebar-debar, dan nyeri
pada perut kanan dan kiri. Mual dirasakan dan muntah ketika
makan, serta kehilangan selera makan.

Keluhan lain seperti pusing berputar (-), pandangan


kabur (-), mata merah (-), penglihatan ganda (-), berkunang-
kunang (-), pendengaran berkurang (-), hidung tersumbat (-),
keluar ingus (-), sariawan (-), nyeri tenggorok (-), nyeri telan
(-), mengi (-), berdebar-debar (+), nyeri dada (+), mual (+),
muntah (+), nyeri saat kencing (-), kencing sedikit (-), lemas
(+), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), kulit kuning (-), kulit kering
(-), sulit tidur (+), kejang (-).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum


tampak lemas, tekanan darah 176/113 mmHg, nadi 103
x/menit, RR 28 x/menit, suhu 36,5 oC, dan SpO2 97%. Pada
pemeriksaan generalisata didapatkan bunyi jantung 3 gallop,
ronchi di akhir inspirasi, perkusi batas jantung bergeser
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. CONGESTIVE HEART FAILURE
1. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
terhadap oksigen dan nutrien.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
2. Epidemiologi
3. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif
atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Faktor risiko

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur
pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan
serta derajat gangguan penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
a. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
b. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
c. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi
buruk sampai delirium.
6. Klasifikasi
7. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya
melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat
kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu
respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta
suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu
respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap
jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi
ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh
yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi
system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial
function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan
sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi
pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot
jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal
jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung
akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas
saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan
arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan
merangsangmekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini
tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi
ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi)
dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung
yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika
persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya
bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.20 Selain itu kekakuan
ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.14 Pada
gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi
sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.
Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu
etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan
menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama
dan sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan
bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan
presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi
ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan
kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi
mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan
seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang
telah disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung
lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling
baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah
jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi
pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:
a. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
c. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di
hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan
yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.15
8. Diagnosis
9.
10. Tatalaksana
11. Komplikasi
12. Prognosis

B. CHRONIC KIDNEY DISEASE


1. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi beragam, menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal
merupakan suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang ireversibel dan pada derajat tertentu dibutuhkan terapi
pengganti ginjal tetap seperti dialisis maupun transplantasi ginjal
2. Epidemiologi
Pada tahun 2018, lebih dari 713 ribu penduduk dengan usia lebih
dari 15 tahun di Indonesia menderita gagal ginjal kronis. Jumlah pasien
terbanyak terjadi di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah dengan
persentase lebih dari 45% dari jumlah kasus di Indonesia.
3. Etiologi
Etiologi dari penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu
negara dengan negara lain. Di Amerika penyebab penyakit ginjal
kronik yaitu diabetes mellitus tipe 1 sebanyak 7%, diabetes mellitus
tipe 2 sebanyak 37%, hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
sebanyak 27%, glomerulonefritis sebanyak 10%, nefritis interstisialis
sebanyak 4%, kista dan penyakit bawaan lain 3%, penyakit sistemik
(lupus, vaskulitis, dan lain-lain) 2%, neoplasma 2%, penyakit lain 4%,
dan 4% lainnya masih belum diketahui penyebabnya.
Sedangkan di Indonesia penyebab gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis terdata seperti pada tabel berikut

Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes mellitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%

4. Faktor risiko
Faktor risiko dari Chronic Kidney disease yaitu usia, hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, riwayat keluarga, dan jenis
kelamin laki-laki
5. Manifestasi klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi penyakit yang mendasari,
sindrom uremia seperti lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
kelebihan cairan, hingga koma, serta gejala komplikasi
6. Klasifikasi
Stadium Deskripsi GFR
(ml/menit/1.73m2 )
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan ≥90
urin, abnormalitas struktur atau ciri
genetik menunjukkan adanya
penyakit ginjal
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan 60-89
temuan lain (seperti pada stadium 1)
menunjukkan adanya penyakit
ginjal
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal <15

7. Patofisiologi
Mekanisme kerusakan ginjal oleh hipertensi disebabkan oleh penebalan
sel-sel tunica intima pada glomerulus ginjal, penebalan sel tunica intima
menyebabkan mengecilnya vaskular yang berujung pada mengecilnya aliran
pembuluh darah ke bagian glomerulus, berkurangnya aliran pembuluh darah
ke glomerulus menyebabkan aktifnya system Renin- 7 Angiotensin-
Aldosteron yang menyebabkan kenaikan tekanan darah lebih lanjut sehingga
terjadi kerusakan ginjal yang permanen.
Awalnya mekanisme aktifasi system Renin-Angiotensin-Aldosterone
dapat mengkompensasi kurangnya aliran darah ke ginjal, namun seiring waktu
akan menyebabkan nekrosis pada sel ginjal. Kerusakan glomerulus ginjal
dapat menyebabkan Global sclerosis dimana terjadi kerusakan yang permanen
dari glomerulus atau Focal segmental necrosis yang merupakan system
kompensasi ginjal dimana terjadi pembesaran glomerulus pada suatu area
karena kerusakan nefron pada area lain pada ginjal. Secara kronik perubahan-
perubahan pada glomerulus ginjal akan menyebabkan kematian nefron yang
akan menyebabkan penurunan GFR secara perlahan.
8. Diagnosis

a. Penurunan GFR

GFR merupakan salah satu komponen dari fungsi


eksresi yang dapat dijadikan acuan sebagai keseluruhan
index dari fungsi ginjal. Kerusakan struktual yang meluas
dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang ditandai
dengan berkurangnya GFR.

GFR <60 ml/min/1.73m2 (ketegori G3a-G5)


merupakan GFR setengah dari nilai normal pada pria dan
wanita dewasa dalam selama >3bulan dapat diindikasi
dengan CKD dengan nilai normal GFR yaitu sekitar
125ml/min/1,73m2.

GFR ini dapat dideteksi secara rutin dengan tes


laboratorium. GFR ini dapat dilihat berdasarkan serum
creatinin (SCr) tetapi bukan hanya SCr saja yang sensitive
untuk mendeteksi GFR. Penurunan eGFR menggunakan
SCr dapat di konfirmasi dengan penggunakan penanda
filtrasi alternative yaitu Cystatin C.

b. Kerusakan Ginjal

Kerusakan ginjal bisa terjadi di dalam parenkim,


pembuluh darah besar atau tubulus collecting duct yang
paling sering dipakai sebagai penanda dari jaringan ginjal.
Penanda ini dapat memberikan petunjuk tentang
kemungkinan kerusakan dalam ginjal dan temuan klinis
penyebab penyakit ginjal.

1) Proteinuria

Merupakan istilah yang ditandai dengan adanya


peningkatan jumlah protein dalam urin. Proteinuria
menyebabkan hilangnya protein plasma akibat dari
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein,
reabsorpsi protein pada tubular tidak adekuat dan
peningkatan konsentrasi plasma protein. Proteinuria
dapat menunjukan adanya protein hilang pada ginjal
dan saluran kencing bagian bawah.

2) Albuminuria

Albumin merupakan salah satu jenis protein plasma


yang ditemukan dalam urin dengan jumlah sedikit dan
jumlah sangat besar pada pasien dengan penyakit ginjal.
Albuminuria mengacu pada peningkatan albumin secara
abnormal dalam urin.

Beberapa alasan untuk lebih fokus pada


albuminuria dibanding proteinuria yaitu albumin adalah
komponen utama protein urin pada sebagian besar
penyakit ginjal, lalu data epidemiologi penelitian di
seluruh dunia menunjukan bahwa hubungan adanya
hubugnan kuat dari jumlah albumi urin dengan resiko
penyakit ginjal dan CVD, dan klasifikasi penyakit
ginjal berdasarkan dari tingkat albuminuria.

Albuminuria merupakan temuan umum namun


tidak semuanya mengarah ke CKD. Adanya
albuminuria ini menandakan adanya penyakit
glomerular dimana umumnya muncul sebelum terjadi
pengurangan GFR. Albuminuria dapat dikaitkan dengan
hipertensi, obesitas dan penyakit pembuluh darah
dimana penyakit ginjal yang mendasari tidak diketahui.

Tingkat kehilangan albumin dan protein umumnya


disebut AER ( Albumin Excretion Rate) dan PER
(Protein Excretion Rate). Batas AER ≥30mg/24 jam
yang bertahan selama >3 bulan untuk menunjukkan
CKD. Batas ini kira-kira setara dengan ACR dalam
sample urin acak ≥30mg/g atau ≥3mg/mmol.

3) Sedimen Urin Abnormal

Temuan seperti sel, Kristal dan mikroorganisme


dapat muncul dalam endapan urin dalam berbagai
gangguan ginjal dan saluran kemih, tetapi temuan sel
tubular ginjal, sel darah merah (RBC), sel darah putih
(WBC), granular kasar, wide cast, dan banyak sel
dismorfik sel darah merah adalah patognomic
kerusakan ginjal.

4) Elektrolit dan kelainan lain akibat gangguan tubular

Abnormalitas elektrolit dapat terjadi akibat


kelainan reabsopsi dan sekresi tubulus ginjal. Seringkali
penyakit yang bersifat genetik tanpa kelainan patologis
yang mendasari. Penyakit lain didapat seperti karena
obat atau racun dan biasanya dengan lesi patologis
tubular yang menonjol.

5) Kelainan Imaging

Tes imaging dapat memungkinkan diagnosis


penyakit pada struktur ginjal, pembuluh darah atau
tubulus collecting. Pasien dengan kelainan struktural
yang signifikan dianggap memiliki CKD jika kelainan
tersebut dapat bertahan > 3 bulan.

6) Riwayat transplatasi ginjal

Penerima transplantasi ginjal didefinisikan CKD


terlepas dari tingkat GFR atau adanya penanda
kerusakan ginjal. Penerima transplantasi ginjal
memiliki peningkatan resiko kematian dan hasil ginjal
dibanding dengan populasi umum dan mereka
memerlukan pengobatan medis khusus.

9. Tatalaksana
Derajat GFR (mlmnt/1,73m2) Rencana Tatalaksana
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskular.
2 60-89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal.
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi.
4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal.
5 ≤15 Terapi pengganti ginjal.

10. Komplikasi
Secara umum komplikasi pada penyakit ginjal kronis disebabkan
oleh berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan zat-zat
berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini dapat berupa: urea, kalium, fosfat.
Penyebab komplikasi pada ginjal lain adalah berkurangnya produksi
darah akibat kematian jaringan ginjal yang ireversibel yang
menyebabkan produksi eritropoietin yang berkurang. Penyakit-penyakit
yang dapat timbul akibat penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
a. Sindrom Uremia14: sindrom uremia disebabkan oleh akumulasi
urea dalam darah. Akumulasi ini disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan urea sehingga urea
diabsorbsi kembali ke peredaran darah dan terakumulasi di darah.
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh uremia antara lain:
 Sistem Saraf Pusat: kelelahan, gangguan memori, insomnia,
nyeri kepala, kebingungan, ensefalopati (infeksi pada system
saraf pusat)
 System saraf perifer: keram, neuropati perifer
 Gastrointestinal: anorexia, mual/muntah, gastroparesis, ulkus
gastrointestinal
 Hematologi: anemia, gangguan hemostasis
 Kardiovaskular: hipertensi, atherosclerosis, penyakit arteri
coroner, pericarditis, edema pulmonal
 Kulit: gatal-gatal, kulit kering, uremic frost (sekresi urea yang
berlebihan melalui kelenjar keringat)
 Nutrisi: malnutrisi, berat badan menurun, katabolisme otot
b. Hypoalbuminemia: hipoalbumin pada darah disebabkan oleh
ekskresi albumin yang berlebihan oleh ginjal yang ditandai dengan
proteinuria pada urinalisis. Secara umum gejala albuminuria
ditandai dengan edema pada wajah atau tungkai, dapat terjadi juga
edema yang mengancam nyawa misalnya seperti edema paru
c. Gagal Jantung Kongestif: penyakit ini juga disebut “high-output
heart failure” penyakit ini pada penyakit ginjal kronis disebabkan
oleh tingginya volume darah akibat retensi cairan dan natrium pada
ginjal. Peningkatan volume darah menyebabkan jantung tidak dapat
memompa secara adekuat dan menyebabkan gagal jantung.
d. Anemia: Anemia pada penyakit ginjal kronis secara umumnya
disebabkan oleh penurunan produksi eritropoietin dalam ginjal
dimana eritropoietin berfungsi sebagai hormone untuk maturasi sel
darah merah. Mekanisme lain anemia adalah berkurangnya
absorpsi besi dan asam folat dari pencernaan sehingga terjadi
defisiensi besi dan asam folat.
e. CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder)15:
merupakan kelainan tulang yang disebebkan oleh penyakit ginjal
kronis yang disebabkan oleh bebebrapa hal: 1. Kelainan pada
mineral seperti kalsium, fosfat, dan kelainan pada hormone
paratiroid serta vitamin D: 2. Kelainan pada pembentukan tulang;
3. Kalsifikasi sel-sel vaskular
11. Prognosis
Ad vitam : dubious ad bonam
Ad functionam : ad malam
Ad sanationam : dubious ad bonam
C. HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah
diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat
(80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat
nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit
selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai


hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi
primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder
karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah
pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 da

2. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke
untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung
dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam
kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan
bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta
kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun
2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini
dan pertambahan penduduk saat ini.5
3. Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan
pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan
khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui
yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stress akut,
kerusakan vaskuler dan lain-lain.
Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna
adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi
tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.5
4. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor
genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.5
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar,
perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam
hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan; penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan
serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh
darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran
hingga koma.4
6. Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-
rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.
7. Patofisiologi
Tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup, dan tahanan perifer. Peningkatan salah satu dari ketiga hal
tersebut yang tidak terkompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan denyut jantung dapat terjadi karena rangsangan nodus
SA yang abnormal oleh karena saraf simpatis atau hormonal, contohnya
pada kondisi hipertiroidisme. Peningkatan denyut jantung akan
dikompensasi oleh penurunan tahanan perifer dan output jantung,
sehingga tidak menyebabkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup dapat terjadi pada peningkatan
volume plasma yang lama. Peningkatan volume plasma menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga dapat meningkatkan
volume sekuncup. Selain itu peningkatan volume sekuncup dapat
terjadi akibat gangguan metabolisme garam dan air pada ginjal, asupan
garam yang berlebih, dan peningkatan abnormal pada aldosterone dan
renin.
Peningkatan tahanan perifer yang kronis terjadi karena peningkatan
saraf simpatis atau hormon pada arteriol atau responsitivitas yang
berlebih pada perangsangan yang normal. Peningkatan tahanan perifer
dapat menyebabkan jantung harus memompa lebih kuat sehingga
menghasilkan tekanan yang besar. Keadaan ini disebut peningkatan
afterload jantung. Peningkatan afterload yang berlangsung kronis dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri jantung untuk mempertahankan
curah jantung
8. Diagnosis
Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat
sampai enam minggu. Pengukuran dirumah dapat menggunakan
sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran
untuk analisis.4
9. Tatalaksana
10. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan
hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya
tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ
vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan
atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem
organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu:4
11. Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang
tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan
antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang
tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci
untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.5

D. ANEMIA
1. Definisi

Anemia adalah kadar Hb darah di bawah nilai normal menurut jenis


kelamin dan usi). pasien anemia memiliki kadar Hb pada laki-laki, Hb<13
pada wanita dewasa tidak hamil Hb<12, pada wanita hamil Hb< 11g/dl.
Perubahan pada massa Hb sirkulasi total dan volume total plasma yang
bersirkulasi menentukan kadar hemoglobin.

1. Etiologi Anemia

Anemia memiliki berbagai macam etiologi. Penyebab tertinggi


secara global dari anemia adalah defisiensi Fe. Namun defisiensi nutrisi
lain juga dapat menjadi penyebab dari anemia. Seperti, defisiensi asam
folat, vit B12 dan vit A. Selain itu inflamasi akut atau kronis, infeksi parasit,
kelainan genetik pada sintesis hemoglobin, produksi sel darah merah, dan
umur eritrosit juga dapat menyebabkan anemia.
a) Menstruasi dan kehamilan
Jumlah darah yang dikeluarkan pada menstruasi normal
berkisar antara 25 ml sampai 65 ml, dan menyebabkan penurunan besi
0,4-1,0 mg per hari.
Sedangkan penyerapan besi dari makanan cukup terbatas dan
sering tidak menyukupi kebutuhan besi. Selain itu setelah perdarahan
yang cepat, tubuh akan mengganti cairan plasma dalam waktu 1-3
hari. Namun hal ini akan menyebabkan konsentrasi sel darah menjadi
rendah.
Kehamilan menyebabkan meningkatnya produksi eritropoetin
oleh karena meningkatnya kebutuhan oksigen. Akibatnya , sel darah
merah meningkat dan volume bertambah. Namun, volume plasma
yang meningkat lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb akibat hemodilusi .
b) Defisiensi Nutrisi
Pada proses pembentukan eritrosit atau eritropoesis
membutuhkan 20-25 mg Fe per hari. Sebanyak 99% Fe yang
digunakan merupakan hasil dari pemecahan Hb oleh makrofag, dan
1% berasal dari penyerapan usus halus. Tubuh akan menggunakan
cadangan Fe untuk sintesis Hb ketika absorbsi Fe menurun atau
kehilangan Fe meningkat oleh karena gangguan pada sistem
pencernaan seperti ulserasi peptikum, neoplasma, inflammatory bowel
disease (IBD), parasit pada usus, dan penggunaan non steroid
inflammatory drugs (NSID). Hal ini dapat menyebabkan cadangan Fe
dalam tubuh menurun drastis, sehingga dapat terjadi anemia defisiensi
besi . Defisiensi vitamin B12 dan asam folat juga dapat menyebabkan
anemia. Oleh karena vitamin B12 asam folat sangat penting untuk
produksi sel darah merah. Defisiensi vitamin B 12 dapat terjadi oleh
karena intake yang inadekuat, chronic atrophic gastritis, ileal chron’s
disease, kegagalan pada pankreas dan penggunaan obat-obatan seperti
metformin
c) Proses Inflamasi Kronis
Anemia pada penyakit kronis terjadi oleh karena neoplasma,
infeksi, dan proses inflamasi. Anemia pada penyakit kronis memiliki
karakteristik anemia sedang dan normochromic-normocytic. Beberapa
sitokin proinflamasi seperti interleukin 6 (IL-6), IL-1, tumor necrosis
factor (TNF-α) dan interferon -gamma (IFNγ) dapat menyebabkan tiga
efek yaitu; 1) penurunan produksi eritropoetin (EPO); 2) inhibisi efek
dari EPO pada prekursor eritroid; 3) mengganggu metabolisme Fe
dengan menghambat absorbsi pada usus halus dan menghambat
pengeluaran Fe oleh makrofag.
d) Penyakit Ginjal Kronis
Gagal ginjal merupakan penyebab tersering pada anemia. Gagal
ginjal dengan estimasi filtrasi glomerulus <60 ml/min/1,73 m 2 dapat
menyebabkan sintesis EPO yang inadekuat dan anemia . Penyakit
ginjal terjadi dalam beberapa tahap, pada tahap awal hanya terjadi
kerusakan ginjal dan nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih
normal atau meningkat. Pasien dengan nilai LFG mencapai
60mL/menit/1,73m2 telah terjadi penurunan fungsi nefron yang
ditandai dengan adanya peningkatan kadar ureum dan kreatinin
plasma. LFG dapat dihitung menggunakan rumus Cockroft-Gault

e) Kelainan Hb
Kelainan Hb disebabkan oleh kelainan sintesis hemoglobin
abnormal dan menurunnya kecepatan sintesis rantai globin α atau β
yang normal
 Anemia Sel Sabit
Penyakit hemoglobin berbentuk sabit merupakan sekelompok
kelainan hemoglobin yang disebabkan pewarisan gen globin sabit β.
Anemia sel sabit homozigot merupakan sindrom berat yang paling
umum. Eritrosit berbentuk sabit dan dapat menyumbat area pembuluh
darahbesar atau area mikrosirkulasi, sehingga menyebabkan infark
berbagai organ.
 Talasemia
Talasemia merupakan kelainan genetik heterogen yang
disebabkan oleh menurunnya kecepatan sintesis rantai α atau β.
Terdapat 2 jenis talasemia menurut rantai yang mengalami penurunan
sintesis Kelainan sindrom talasemia α disebabkan oleh delesi gen.
Pada keadaan normal terdapat 4 salinan gen globin α .Tingkat
keparahan pada talasemia α dapat diklasifikasi menurut jumlah gen
yang tidak ada atau tidak aktif. Delesi 3 gen α menyebabkan
keparahan sedang berat (hemoglobin 7-11 g/dL) dengan morfologi Hb
mikrositik hipokromik dan splenomegali.
Kelainan sindrom talasemia β adalah kelainan kongenital pada
sintesis rantai β. Anemia berat muncul setelah 3-6 bulan setelah lahir.
Rantai β yang tidak disintesis digantikan oleh rantai α. Semakin besar
rantai α semakin berat anemianya.

2. Kriteria Anemia

Dalam menjelaskan definisi anemia, diperlukan adanya batas


batas kadar hemoglobin dan hematokrit sehingga bisa dianggap telah
terjadi anemia. Batasan (cut off point) ini sangat dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor, diantaranya adalah usia, jenis kelamin,
ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut, dan lain lain.14
Batasan yang umumnya digunakan adalah cutt off point kriteria WHO
1968, yang selanjutnya membagi derajat keparahan anemia
berdasarkan nilai hemoglobinnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai