Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Disusun oleh :
Mohammad Hafiz Abimata
H2A016056
Pembimbing :
dr. Setyoko Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
Anemia Normositik
Normokromik
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Y
Tanggal lahir : 19 Juni 2000
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Plumbon kec. Ngaliyan kota Semarang
Pekerjaan : Penjual sayur
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Bangsal : Dahlia 3
No. RM : 010***
Tanggal Masuk RS : 29
-11-2021
Tanggal Dikasuskan : 30
-11-2021
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Bangsal Dahlia 3 RSUD Tugurejo
Semarang pada tanggal 18 November 2021 secara autoanamnesis dan
aloanamnesis.
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Tugurejo tanggal 29 November 2021
dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Sebelum 1 minggu pasien mengaku tidak merasakan sesak nafas
sama sekali. Keluhan terasa bertambah parah 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak nafas terasa di seluruh bagian dada dan terasa
seperti tertekan. Keluhan dirasakan hilang timbul, dan bertambah
parah ketika pasien melakukan aktifitas fisik terutama ketika berlari.
Pasien sering terbangun saat malam karena sesak nafas, dan biasa
tidur menggunakan bantal tinggi. Keluhan berkurang saat istirahat.
Pasien juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri seperti ditusuk dan muncul ketika sesak
nafas. Keluhan juga disertai kepala terasa tegang, dada berdebar-
debar, dan nyeri pada perut kanan dan kiri. Mual dirasakan dan
muntah ketika makan, serta kehilangan selera makan.
E. RISIKO JATUH
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 04 Oktober
2021 di Bangsal Dahlia 4 RSUD Tugurejo Semarang:
1. Keadaan Umum : Lemas
2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : 15 (E4M6V5)
4. Vital sign
Tekanan darah : 176/113 mmHg
Nadi : 103 x/menit, irama reguler, isi & tegangan
cukup
Respiratory rate : 28 x/menit, pola nafas kussmaul
Suhu : 36,5C
SpO2 : 97% dengan nassal canule
5. Status Gizi
BB : 58 kg
TB : 165 cm
BMI : 21,3 kg/m2
Kesan : normal
6. Kulit : warna sawo matang, turgor baik, hiperpigmentasi (-),
kering (-), ikterik (-), pucat (-).
7. Kepala : mesocephal, rambut berwarna hitam, mudah rontok
(-), jejas (-).
8. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor diameter (3mm/3mm), reflek cahaya direk (+/+),
reflek cahaya indirek (+/+), edem palpebra (-/-).
9. Hidung : deformitas (-), napas cuping hidung (+), sekret (-),
epistaksis (-/-).
10. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri
tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-).
11. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-), papil
lidah atrofi (-), lidah kotor (-), luka pada sudut bibir (-),
mucossa bucal stomatitis (-).
12. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi trakea
(-), penggunaan otot bantu pernafasan (+), leher
kaku (-), distensi vena-vena leher (-).
13. Thoraks : bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan = kiri, venektasi (-), retraksi intercostal (-),
spider nevi (-), pernapasan torakoabdominal, sela iga
melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-).
a. Jantung
Kesan: kardiomegali
Auskultasi :
b. Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan
Inspeksi
Bentuk dada normochest normochest
Hemithorax simetris, statis, dinamis simetris, statis, dinamis
Warna sama seperti kulit sekitar sama seperti kulit sekitar
Palpasi
N
o
r
m
a
l
Leukosit 11, 17 10^3/ul 3.8 – 10,6
Eritrosit 3,41 10^6/ul 4,4 – 5.9
Hemoglobin 10,40 g/dl 13,2 – 17,3
Hematokrit 29,3 % 40-52
MCV 85,90 Fl 80 – 100
MCH 30,50 Pg 26 – 34
MCHC 35,50 g/dl 32 – 36
Trombosit 296 10^3/ul 150 – 440
RDW 11,70 % 11.5 – 14.5
MPV 9,5 fL
PLCR 20,3 %
Eosinofil absolute 0,96 10^3/ul 0.0
4
5
0
.
4
4
Basofil absolute 0,05 10^3/ul 0 – 0.02
Neutrofil absolute 6,81 10^3/ul 1.8 – 8
Limfosit absolute 2,80 10^3/ul 0.9 – 5.2
Monosit absolute 0,55 10^3/ul 0.16 – 1
Eosinofil 8,60 % 2–4
Basofil 0,40 % 0–1
Neutrofil 61,00 % 50-70
Limfosit 25,10 % 25-40
Monosit 4,90 % 2– 8
Neutrofil Limfosit Ratio 2,43 <3.13
Kimia Klinik
Pemeriksaan Satuan Nil
a
i
N
o
r
m
a
l
Glukosa Sewaktu 86 mg/dL <125
Ureum 193,0 mg/dL 10,0-50,0
Kreatinin HH10,23 mg/dL 0,70-1,10
Kalium 3,91 mmol/L 3,5-5,0
Natrium 134,0 mmol/L 80 – 100
Sero-imun (serum) B
X Foto Thorak PA
EKG
Interpretasi EKG
Irama : sinus
1500
Frekuensi : =103 x/menit
14,5
Axis : normal
Zona transisi: V5 —> clockwise rotation
Morfologi
Gel. P : Normal
PR interval :
Kompleks QRS :
ST segmen : ST depresi di lead I, lead II, dan aVF, ST elevasi di V1
Gel. T : T inverted di lead I, lead Ii, aVF, V4, V5, V6
Gel. U :
2. 30 November 2021
Pemeriksaan USG abdomen
Hepar : ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, tepi dan permukaan
rata, tak tampak nodul v.porta tak tampak nodul dan v.hepatika tak melebar
Ductus biliaris: intra dan extra hepatik baik tak tampak melebar
Kantung empedu: ukuran normal tak tampak sludge/batu
Pankreas: ukuran normal tak tampak massa/kalsifikasi
Kelenjar para aorta: tak membesar
Limpa: ukuran dan bentuk normal parenkim homogen nodul negatif vena lienalis
tak melebar
Ginjal kanan: ukuran normal (8,85x3,85 cm) bentuk normal ecogenisitas parenkim
meninggi, batas korteks dan medula kabur sistem pelviocalyces tak melebar
batu negatif
Ginjal kiri: ukuran kecil (8,84x3,94) bentuk normal ecogenisitas parenkim
meninggi, batas korteks dan medula kabur sistem pelviocalyces tak melebar
batu negatif
Vesica urinaria: tidak penuh terisi urine dinding menebal tidak tampak batu
Terpasang balon kateter
Tampak acites dan tampak efusi pleura bilaeral
Kesan :
Chronic Kidney Disease bilateral
Ascites
Efusi pleura duplex
Struktur hepar kandung empedu pankreas dan limpa dalam batas normal
3. 02 Desember 2021
Sero-imun (serum) B
b. Faktor Resiko
Hipertensi
Merokok
Konsumsi alkohol
Kurang olahraga
c. Komplikasi
Aritmia
Cardiac arrest
Apnea
Ascites
Initial Plan
d. Diagnosis
EKG
Pemeriksaan x-foto thorax
Troponin I
e. Terapi
ISDN
Bisoprolol
Furosemid
f. Monitoring
Keadaan Umum
Tanda-tanda vital
EKG
g. Edukasi
Hipertensi
b. Faktor Resiko
Hipertensi
Merokok
Konsumsi alkohol
Kurang olahraga
c. Komplikasi
Acidosis metabolik
Osteodistrofi renal
Gangguan elektrolit
Initial Plan
a. Diagnosis
EKG
b. Terapi
Koreksi elektrolit
c. Monitoring
Keadaan umum
Tanda-tanda vital
Darah rutin
Elektrolit darah
d. Edukasi
3. Hipertensi
Assesment
a. Etiologi
Hipertensi essential
b. Faktor Resiko
Merokok
Konsumsi alkohol
c. Komplikasi
Stroke
Initial Plan
d. Diagnosis
Tekanan darah
e. Terapi
Amlodipine
f. Monitoring
EKG
X-Foto Thorax
Profil lipid
g. Edukasi
Olahraga rutin
Istirahat cukup
Assesment
a. Etiologi
Gangguan eritropoetin
b. Faktor Risiko
c. Komplikasi
Initial Plan
d. Diagnosis
Darah lengkap
e. Terapi
Asam Folat
f. Monitoring
Keadaan umum
Darah lengkap
g. Edukasi
Tanggal S O A P
L. ALUR PIKIR
Anamnesis
1. Sesak nafas
2. Sesak saat malam
hari
3. Tidur menggunakan
bantal tinggi
4. Sesak saat aktivitas
5.
M. ANALISIS MASALAH
Pasien datang ke IGD RS Tugurejo diantar oleh orang
tua pasien dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Sebelum 1 minggu pasien
mengaku tidak merasakan sesak nafas sama sekali. Keluhan
terasa bertambah parah 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak nafas terasa di seluruh bagian dada dan terasa seperti
tertekan. Keluhan dirasakan hilang timbul, dan bertambah
parah ketika pasien melakukan aktifitas fisik terutama ketika
berlari. Pasien sering terbangun saat malam karena sesak
nafas, dan biasa tidur menggunakan bantal tinggi. Keluhan
berkurang saat istirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada
sebelah kiri sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
seperti ditusuk dan muncul ketika sesak nafas. Keluhan juga
disertai kepala terasa tegang, dada berdebar-debar, dan nyeri
pada perut kanan dan kiri. Mual dirasakan dan muntah ketika
makan, serta kehilangan selera makan.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur
pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan
serta derajat gangguan penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
a. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
b. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
c. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi
buruk sampai delirium.
6. Klasifikasi
7. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya
melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat
kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu
respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta
suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu
respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap
jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi
ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh
yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi
system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial
function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan
sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi
pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot
jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal
jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung
akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas
saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan
arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan
merangsangmekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini
tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi
ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi)
dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung
yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika
persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya
bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.20 Selain itu kekakuan
ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.14 Pada
gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi
sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.
Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu
etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan
menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama
dan sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan
bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan
presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi
ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan
kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi
mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan
seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang
telah disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung
lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling
baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah
jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi
pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:
a. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
c. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di
hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan
yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.15
8. Diagnosis
9.
10. Tatalaksana
11. Komplikasi
12. Prognosis
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes mellitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%
4. Faktor risiko
Faktor risiko dari Chronic Kidney disease yaitu usia, hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, riwayat keluarga, dan jenis
kelamin laki-laki
5. Manifestasi klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi penyakit yang mendasari,
sindrom uremia seperti lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
kelebihan cairan, hingga koma, serta gejala komplikasi
6. Klasifikasi
Stadium Deskripsi GFR
(ml/menit/1.73m2 )
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan ≥90
urin, abnormalitas struktur atau ciri
genetik menunjukkan adanya
penyakit ginjal
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan 60-89
temuan lain (seperti pada stadium 1)
menunjukkan adanya penyakit
ginjal
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal <15
7. Patofisiologi
Mekanisme kerusakan ginjal oleh hipertensi disebabkan oleh penebalan
sel-sel tunica intima pada glomerulus ginjal, penebalan sel tunica intima
menyebabkan mengecilnya vaskular yang berujung pada mengecilnya aliran
pembuluh darah ke bagian glomerulus, berkurangnya aliran pembuluh darah
ke glomerulus menyebabkan aktifnya system Renin- 7 Angiotensin-
Aldosteron yang menyebabkan kenaikan tekanan darah lebih lanjut sehingga
terjadi kerusakan ginjal yang permanen.
Awalnya mekanisme aktifasi system Renin-Angiotensin-Aldosterone
dapat mengkompensasi kurangnya aliran darah ke ginjal, namun seiring waktu
akan menyebabkan nekrosis pada sel ginjal. Kerusakan glomerulus ginjal
dapat menyebabkan Global sclerosis dimana terjadi kerusakan yang permanen
dari glomerulus atau Focal segmental necrosis yang merupakan system
kompensasi ginjal dimana terjadi pembesaran glomerulus pada suatu area
karena kerusakan nefron pada area lain pada ginjal. Secara kronik perubahan-
perubahan pada glomerulus ginjal akan menyebabkan kematian nefron yang
akan menyebabkan penurunan GFR secara perlahan.
8. Diagnosis
a. Penurunan GFR
b. Kerusakan Ginjal
1) Proteinuria
2) Albuminuria
5) Kelainan Imaging
9. Tatalaksana
Derajat GFR (mlmnt/1,73m2) Rencana Tatalaksana
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskular.
2 60-89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal.
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi.
4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal.
5 ≤15 Terapi pengganti ginjal.
10. Komplikasi
Secara umum komplikasi pada penyakit ginjal kronis disebabkan
oleh berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan zat-zat
berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini dapat berupa: urea, kalium, fosfat.
Penyebab komplikasi pada ginjal lain adalah berkurangnya produksi
darah akibat kematian jaringan ginjal yang ireversibel yang
menyebabkan produksi eritropoietin yang berkurang. Penyakit-penyakit
yang dapat timbul akibat penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
a. Sindrom Uremia14: sindrom uremia disebabkan oleh akumulasi
urea dalam darah. Akumulasi ini disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan urea sehingga urea
diabsorbsi kembali ke peredaran darah dan terakumulasi di darah.
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh uremia antara lain:
Sistem Saraf Pusat: kelelahan, gangguan memori, insomnia,
nyeri kepala, kebingungan, ensefalopati (infeksi pada system
saraf pusat)
System saraf perifer: keram, neuropati perifer
Gastrointestinal: anorexia, mual/muntah, gastroparesis, ulkus
gastrointestinal
Hematologi: anemia, gangguan hemostasis
Kardiovaskular: hipertensi, atherosclerosis, penyakit arteri
coroner, pericarditis, edema pulmonal
Kulit: gatal-gatal, kulit kering, uremic frost (sekresi urea yang
berlebihan melalui kelenjar keringat)
Nutrisi: malnutrisi, berat badan menurun, katabolisme otot
b. Hypoalbuminemia: hipoalbumin pada darah disebabkan oleh
ekskresi albumin yang berlebihan oleh ginjal yang ditandai dengan
proteinuria pada urinalisis. Secara umum gejala albuminuria
ditandai dengan edema pada wajah atau tungkai, dapat terjadi juga
edema yang mengancam nyawa misalnya seperti edema paru
c. Gagal Jantung Kongestif: penyakit ini juga disebut “high-output
heart failure” penyakit ini pada penyakit ginjal kronis disebabkan
oleh tingginya volume darah akibat retensi cairan dan natrium pada
ginjal. Peningkatan volume darah menyebabkan jantung tidak dapat
memompa secara adekuat dan menyebabkan gagal jantung.
d. Anemia: Anemia pada penyakit ginjal kronis secara umumnya
disebabkan oleh penurunan produksi eritropoietin dalam ginjal
dimana eritropoietin berfungsi sebagai hormone untuk maturasi sel
darah merah. Mekanisme lain anemia adalah berkurangnya
absorpsi besi dan asam folat dari pencernaan sehingga terjadi
defisiensi besi dan asam folat.
e. CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder)15:
merupakan kelainan tulang yang disebebkan oleh penyakit ginjal
kronis yang disebabkan oleh bebebrapa hal: 1. Kelainan pada
mineral seperti kalsium, fosfat, dan kelainan pada hormone
paratiroid serta vitamin D: 2. Kelainan pada pembentukan tulang;
3. Kalsifikasi sel-sel vaskular
11. Prognosis
Ad vitam : dubious ad bonam
Ad functionam : ad malam
Ad sanationam : dubious ad bonam
C. HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah
diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat
(80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat
nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit
selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.
2. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke
untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung
dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam
kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan
bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta
kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun
2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini
dan pertambahan penduduk saat ini.5
3. Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan
pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan
khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui
yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stress akut,
kerusakan vaskuler dan lain-lain.
Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna
adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi
tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.5
4. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor
genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.5
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar,
perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam
hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan; penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan
serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh
darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran
hingga koma.4
6. Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-
rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.
7. Patofisiologi
Tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup, dan tahanan perifer. Peningkatan salah satu dari ketiga hal
tersebut yang tidak terkompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan denyut jantung dapat terjadi karena rangsangan nodus
SA yang abnormal oleh karena saraf simpatis atau hormonal, contohnya
pada kondisi hipertiroidisme. Peningkatan denyut jantung akan
dikompensasi oleh penurunan tahanan perifer dan output jantung,
sehingga tidak menyebabkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup dapat terjadi pada peningkatan
volume plasma yang lama. Peningkatan volume plasma menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga dapat meningkatkan
volume sekuncup. Selain itu peningkatan volume sekuncup dapat
terjadi akibat gangguan metabolisme garam dan air pada ginjal, asupan
garam yang berlebih, dan peningkatan abnormal pada aldosterone dan
renin.
Peningkatan tahanan perifer yang kronis terjadi karena peningkatan
saraf simpatis atau hormon pada arteriol atau responsitivitas yang
berlebih pada perangsangan yang normal. Peningkatan tahanan perifer
dapat menyebabkan jantung harus memompa lebih kuat sehingga
menghasilkan tekanan yang besar. Keadaan ini disebut peningkatan
afterload jantung. Peningkatan afterload yang berlangsung kronis dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri jantung untuk mempertahankan
curah jantung
8. Diagnosis
Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat
sampai enam minggu. Pengukuran dirumah dapat menggunakan
sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran
untuk analisis.4
9. Tatalaksana
10. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan
hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya
tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ
vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan
atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem
organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu:4
11. Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang
tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan
antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang
tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci
untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.5
D. ANEMIA
1. Definisi
1. Etiologi Anemia
e) Kelainan Hb
Kelainan Hb disebabkan oleh kelainan sintesis hemoglobin
abnormal dan menurunnya kecepatan sintesis rantai globin α atau β
yang normal
Anemia Sel Sabit
Penyakit hemoglobin berbentuk sabit merupakan sekelompok
kelainan hemoglobin yang disebabkan pewarisan gen globin sabit β.
Anemia sel sabit homozigot merupakan sindrom berat yang paling
umum. Eritrosit berbentuk sabit dan dapat menyumbat area pembuluh
darahbesar atau area mikrosirkulasi, sehingga menyebabkan infark
berbagai organ.
Talasemia
Talasemia merupakan kelainan genetik heterogen yang
disebabkan oleh menurunnya kecepatan sintesis rantai α atau β.
Terdapat 2 jenis talasemia menurut rantai yang mengalami penurunan
sintesis Kelainan sindrom talasemia α disebabkan oleh delesi gen.
Pada keadaan normal terdapat 4 salinan gen globin α .Tingkat
keparahan pada talasemia α dapat diklasifikasi menurut jumlah gen
yang tidak ada atau tidak aktif. Delesi 3 gen α menyebabkan
keparahan sedang berat (hemoglobin 7-11 g/dL) dengan morfologi Hb
mikrositik hipokromik dan splenomegali.
Kelainan sindrom talasemia β adalah kelainan kongenital pada
sintesis rantai β. Anemia berat muncul setelah 3-6 bulan setelah lahir.
Rantai β yang tidak disintesis digantikan oleh rantai α. Semakin besar
rantai α semakin berat anemianya.
2. Kriteria Anemia