Diajukan untuk memenuhi laporan kasus untuk syarat dalam menempuh Program Pendidikan
Kepaniteraan Umum Ilmu Penyakit Dalam
Disusun oleh:
Sagita Intan PS
H2A015043
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Sagita Intan PS
NIM : H2A015043
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Alvin Tonang, Sp.JP
Pembimbing,
DAFTAR MASALAH
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. T
Tanggal lahir : 11 Mei 1993
Umur : 26 Tahun
Alamat : Puri delta asri 3, Cangkringan, Kota Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Ruang rawat : ICU
No. RM : 58-69-XX
Tanggal masuk : 17 Desember 2019
Tanggal dikasuskan : 17 Desember 2019
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di ICU pada tanggal 18 Desember 2019 pukul 13.00 WIB
secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
4
Rasa berdebar juga sering di rasakan pasien ±2 bulan terakhir setelah melahirkan.
Suami pasien mengatakan setelah melahirkan sekitar bulan September, kondisi
makin drop sering sesak nafas tiba-tiba, batuk (+), bahkan hingga pingsan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : diakui sejak 2 bulan lalu
b. Riwayat hipertensi : diakui selama hamil
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit paru : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat DM : disangkal
h. Riwayat penyakit maag : disangkal
i. Riwayat kolesterol : disangkal
j. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat DM : disangkal
g. Riwayat kolesterol : disangkal
h. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
a. Kebiasaan olahraga : jarang
b. Kebiasaan konsumsi makanan asin : jarang
c. Kebiasaan mengkonsumsi kopi : diakui
d. Kebiasan merokok aktif : disangkal
6. Riwayat sosial ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga, Pembayaran menggunakan BPJS non PBI
(Jamsostek)
5
C. ANAMNESIS SISTEMIK
1. Kepala Pusing (-), sakit kepala (-), jejas (-), leher kaku (-), rambut rontok
(-)
2. Mata Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-/-), pandangan berputar
(-/-), berkunang-kunang (-/-), pucat pada kelopak mata (-/-), mata
tampak kuning (-/-)
3. Hidung pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
4. Telinga pendengaran berkurang (-/-), berdenging (-/-), keluar cairan (-/-),
darah (-/-).
5. Mulut Bibir kering (-), sariawan (-), hiperemis (-), gusi berdarah (-),
mulut kering (-), lidah kotor (-)
6. Leher Pembesaran tiroid (-)
7. Tenggorokan Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
8. Respirasi Sesak nafas (+), batuk (+), sesak nafas saat beraktivitas ringan
(+)
9. Kardiovaskuler Nyeri dada (+), berdebar-debar (+), keringat dingin (-)
10. Gastrointestinal Mual (-), muntah (-), BAB tidak teratur (-), BAB darah (-), BAB
lendir (-), nyeri ulu hati (-), kembung (-), diare (-), nafsu makan
menurun (+), BB turun (+).
11. Muskuloskeletal Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
12. Genitourinaria Warna urin seperti teh (-), sering BAK malam (-), BAK sedikit
(-), nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-), keluar darah (-)
berpasir (-), BAK nanah (-), sulit saat BAK (-), anyang-anyangan
(-), keputihan (-).
13. Neuropsikiatri Kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-).
14. Integumentum Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-),bercak kehitaman (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Taksadarkan diri
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. GCS : E4M6V5
4. Tanda vital :
a. Tekanan darah : 100/90 mmHg
b. Nadi : 110x/menit
c. RR : 27x/menit
d. Suhu : 36,5ºC
6
e. Berat badan : 40 kg
f. Tinggi badan : 153 cm
g. IMT : 17,0
h. Kesan : Berat badan kurang
i. Risiko Jatuh : 35 risiko sedang
No Risiko Skala Nilai Skor
1 Riwayat jatuh yang baru/dalam 3 Tidak = 0 0
bulan terakhir Ya = 25
2 Penyakit penyerta Tidak = 0 0
Ada = 15
3 Alat bantu: 0
Bedrest dibantu perawat 0
Penopang 15
Furniture 30
4 Memakai terapi IV Tidak = 0 20
Ya = 20
5 Cara bejalan: 0
Normal/bedrest/imobilisasi 0
Lemah 10
Terganggu 20
6 Status Mental 0
Orientasi sesuai kemampuan diri 0
Lupa keterbatasan diri 15
Total skor 35
Skor 0-24 : Risiko rendah
25-44 : Risiko sedang
>45 : Risiko tinggi
5. Status generalisata
a. Kepala : Mesosepal
b. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor (±3mm), reflek cahaya (+/+).
c. Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
d. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
7
e. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), bibir warna hitam.
f. Leher
Simetris, trachea ditengah, KGB membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan
(-)
6. Thorax
a. Paru
Depan Dextra Sinistra
1. Inspeksi
Hemithoraks Simetris Simetris
Warna Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Nyeri tekan - -
Pelebaran ICS - -
b. Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
8
2. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI linea midclavicula sinistra.
Pulsus Epigastrium (-). Pulsus Parasternal (-). Pulsus Defisit (-). Sternal lift
(-). Thrill (-).
3. Perkusi :
Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas pinggang jantung : ICS III linea midclavicula sinistra
Batas kiri bawah jantung :ICS VI linea midclavicula sinistra
4. Auskultasi
Suara jantung I dan II, Ireguler
Murmur (-)
7. Abdomen
a. Inspeksi : Perut datar, warna kulit sama dengan sekitar, massa di epigastrium
(-)
b. Auskultasi : Bising usus (+), 24x/menit, succusion spalsh (-)
c. Perkusi : Timpani (+) , pekak sisi (-), pekak alih (-)
d. Palpasi : Terdapat massa di region epigastrium (-), nyeri tekan abdomen (-),
hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tes undulasi (-),
8. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- +/+
Edema -/- -/-
CRT <2 detik +/+ +/+
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit H 17.81 10^3/ul 3.6-11
Eritrosit H 5.38 10^6/ul 3.8-5.2
Hemoglobin 12.70 g/dL 11.7-15.5
Hematokrit 43.70 % 35-47
MCV 81.20 fL 80-100
MCH 26.60 Pg 26-34
MCHC L 29.10 g/dL 32-36
Trombosit 243 10^3 150-440
RDW H 16.20 % 11.5-14.5
MPV 9.9 fL
9
PLCR 24.4 %
Diffcount
Eosinofil absolute 0.03 10^3/ul 0.045-0.44
Basofil absolute 0.03 10^3/ul 0-0.2
Netrofil absolute H 14.46 10^3/ul 1.8-8
Limfosit absolute 2.23 10^3/ul 0.9-5.2
Monosit absolute H 1.04 10^3/ul 0.16-1
Eosinofil L 0.30 % 2-4
Basofil 0.20 % 0-1
Netrofil H 81.20 % 50-70
Limfosit L 12.50 % 25-40
Monosit 5.00 % 2-8
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 86 mg/dL <125
Ureum 47.0 mg/dL 10.0-50.0
Kreatinin 0.80 mg/dL 0.60-0.90
Kalium HH 8.27 mmol/L 3.5-5.0
Natrium L 131.2 mmol/L 135-145
Chlorida 102.7 mmol/L 95.0-105
10
EKG
Tanggal 17 desember 2019
11
Kesan : Sinus takikardi dengan frekuensi 111x/menit, RAD, zona
transisi V5 dan V6, LAE, LVH
12
Tanggal 23 Desember 2019
13
Segmen ST : ST elevasi (-) ST depresi (-)
Gel. P : P mitral di Lead II dan V1
Gel T : T inverted (-)
LVH : S di V1 + R di V5 >35 kk LVH
Kesan : Sinus takikardi dengan frekuensi 107x/menit, LAD, zona
transisi V3 dan V4, LAE, LVH
X FOTO THORAX AP
EKOKARDIOGRAFI
Dimensi ruang jantung: LV dilatasi
LVH (+) eksentris
Global hipokinetik
14
Fungsi sistolik LV global menurun dengan LVEF 25%
Fungsi diastolic LV E/A >2 (restriktif)
Fungsi RV cukup (TAPSE 16 mm)
Katub 2:
AoV: 3 cuspis, kalsifikasi (-), AS (-), AR (-)
MV: TR mild dengan TVG 25 mmHg
PV: dbn
Thrombus (-), pericard efusi (-)
E. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
1. Sesak nafas 10.Tampak lemas 15. Lekosit H 17.81
2. Mudah lelah 11. Takikardi 16.Eritrosit H 5.38
3. Ortopnea 12.Perkusi jantung: Kesan 17.Eosinofil L 0.30
4. Batuk tidak berdahak Kardiomegali 18.Netrofil H 81.20
5. Nyeri dada 13.Auskultasi paru kanan: 19.Limfosit L 12.50
6. BB turun Ronkhi basah halus 20.Kalium HH 8.27
7. Keringat dingin 14.Akral dingin 21.Natrium L 131.2
8. Riwayat hipertensi 22.PCO2 L 29.4
9. Sering pingsan 23.PO2 H 177.0
24.BEecf L -7.0
25.SO2 H 100.0
26.Lactat H 2.37
27.X foto thorax:
Kardiomegali
28. EKG: LVH
29. EKG: LAE
F. ANALISIS MASALAH
1. Acute Heart Failure: 1,2,3,5,8,12,14,27,28,29
2. Gagal nafas karena edem pulmo : 2,3,4,5,14,12,13,15,22,23,24,25,27,29
3. Kardiomiopati dilatasi : 1,3,4,11,12,13,14
15
1. Acute Heart failure
Assesment
a. Etiologi:
- Hipertensi
- LVH
b. Faktor risiko:
- Riwayat hipertensi
- Gaya hidup tidak baik (jarang olahraga)
c. Komplikasi:
- Aritmia
- Oedem paru
Initial plan
a. Diagnosis:
Profil lipid (HDL, LDL, Trigliserida, kolesterol total),
b. Terapi
- Infus RL 10 tpm
- Inj. Furosemide 20 mg 2x1 amp
- Bisoprolol 5 mg tab P.O
- Spirolacton 1x25 mg tab P.O
- Ramipril 1x 5mg tab P.O
c. Monitoring
- Keadaan Umum
- Tanda-tanda vital
- Batasi intake cairan
- EKG/hari
- Pantau output urine
d. Edukasi
Bed rest
Membatasi asupan cairan
Mengurangi asupan garam (setengah sendok makan atau kurang dari 3
gram/hari)
2. Gagal nafas karena edem paru
Assesment
16
a. Etiologi:
- Hipertensi
- Acute Heart Failure
- Kardiomiopati
b. Faktor risiko:
- Hipertensi
- Gagal jantung
c. Komplikasi:
- Acites
- Pembengkakan pada liver
Initial plan
d. Diagnosis:
Hemodinamik monitoring invasif atau non invasif
e. Terapi
- IVFD Nacl 1000cc guyur
- Inj. D40% II flash
- Inj. Ranitidin 1 amp
- Dobutamin 5mg
- Vascon
- Pasang ETT
- Cek gula darah
- Pasang monitor
f. Monitoring
- Keadaan Umum
- Tanda-tanda vital
- Batasi intake cairan
- EKG/hari
- Pantau output urine
3. Kardiomiopati dilatasi
Assesment
a. Etiologi:
- Post partum
b. Faktor risiko:
- Hipertensi
17
- Gagal jantung
c. Komplikasi:
- Gangguan katup jantung
- Penggumpalan darah
- Henti jantung
Initial plan
d. Diagnosis:
Angiografi koroner
e. Terapi
- RL 10 tpm
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj Furosemid 20 mg
- Ramipril 5 mg tab
f. Monitoring
- Keadaan Umum
- Tanda-tanda vital
- Batasi intake cairan
- EKG/hari
18
H. PROGRESS NOTE
Tanggal S O A P
19 Sesak KU : baik Gagal Kanul nasal oksigen 3
desember masih, nyeri TD: 100/90 mmHg jantung
L/menit
2019 berkurang, N : 90 x/menit akut, edem
batuk RR : 24 x /menit pulmo Infus RL 10 tpm
S : 36,5oC
Inj. Furosemide 20 mg
2x1 amp
Bisoprolol 1x 1.25 mg tab
P.O
Spirolacton 1x25 mg tab
P.O
Ramipril 1x 5mg tab P.O
19
2019 batuk N : 103 x/menit akut, edem Infus RL 10 tpm
RR : 22 x /menit pulmo
S : 36,5oC Inj. Furosemide 20 mg
X -Foto 2x1 amp
Thorax :
Cardiomegali Bisoprolol 1x 1.25 mg tab
EKG kesan : P.O
LVH
Spirolacton 1x25 mg tab
P.O
Ramipril 1x 5mg tab P.O
22 Sesak (-), KU : baik Gagal Kanul nasal oksigen 3
desember batuk TD: 107/80 mmHg jantung
L/menit
2019 N : 103 x/menit akut, edem
RR : 22 x /menit pulmo Infus RL 10 tpm
S : 36,5oC
X -Foto Inj. Furosemide 20 mg
Thorax : 2x1 amp
Cardiomegali
EKG kesan : Bisoprolol 1x 1.25 mg tab
LVH, LAE P.O
Spirolacton 1x25 mg tab
P.O
Ramipril 1x 5mg tab P.O
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung secara cepat :
1. Gangguan takiaritmia atau bradikakardia yang berat
2. Sindroma koroner akut
3. Komplikasi mekanis pada sindroma koroner akut (rupture septum intravetrikuler,
akut regurgitasi mitral, gagal jantung kanan)
4. Emboli paru akut
5. Krisis hipertensi
6. Diseksi aorta
7. Tamponade jantung
8. Masalah perioperative dan bedah
9. Kardiomiopati peripartum
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung yang tidak terlalu cepat
1. Infeksi ( termasuk infektif endocarditis )
2. Eksaserbasi akut PPOK / asma
3. Anemia
4. Disfungsi ginjal
5. Ketidakpatuhan berobat
6. Penyebab iatrogenik ( obat kortikosteroid, NSAID )
7. Aritmia, bradikardia, dan gangguan konduksi yang tidak menyebabkan perubahan
mendadak laju nadi
8. Hipertensi tidak terkontrol
9. Hiper dan hipotiroidisme
3. Patofisiologi
Kegagalan pada jantung dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari beberapa mekanisme
utama di bawah ini:
1. Kegagalan pompa
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah, tidak adekuat, atau karena
relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian ventrikel.
2. Obstruksi aliran
Obstruksi dapat disebabkan adanya lesi yang mencegah terbukanya katup atau
keadaan lain yang dapat menyebabkan peningkatan ventrikel jantung, seperti
stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
22
3. Regurgitasi
Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik dan beban kerja ventrikel, seperti
yang terjadi pada keadaan regurgitasi aorta serta pada regurgitasi mitral.
4. Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak
maksimal dan tidak efisien.
Beberapa keadaan di atas dapat menyebabkan overload volume dan tekanan serta
disfungsi regional pada jantung sehingga akan meningkatkan beban kerja jantung dan
menyebabkan remodeling structural jantung. Jika beban kerja jantung semakin progresif,
maka akan semakin memperberat remodeling sehingga akan menimbulkan gagal jantung.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terdapat pada gagal jantung akut antara lain:
1. Gagal jantung dekompensai (de novo atau gagal jantung kronik yang mengalami
dekompensasi) dengan gejala atau tanda gagal jantung akut dengan gejala ringan,
dan belum memenuhi syarat untuk syok kardiogenik, edema paru akut, atau krisis
hipertensi.
2. Gagal jantung akut hipertensif. Gejala dan tanda gagal jantung disertai tekanan
darah tinggi, gangguan fungsi jantung relative, dan pada foto toraks terlihat
adanya tanda edema paru akut.
3. Edema paru yang diperjelas dengan foto toraks dan respiratorydistress berat
dengan ronki yang terdengar di lapangan paru dan ortopnea O2 saturasi yang
biasanya <90% sebelum diterapi.
4. Syok kardiogenik, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik
<90mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan
atau penurunan pengeluaran urin (<0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi >60x/menit
dengan atau tanpa kongesti organ.
5. High output failure, ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan
laju denyut jantung yang tinggi, jaringan perifer hangat, kongesti paru, dan
kadang disertai tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik.
6. Gagal jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output, peninggian
tekanan vena jugularis, pembesaran hepar, dan hipotensi.
Gejala dan tanda juga dapat dikelompokkan berdasarkan kondisi hemodinamik pasien.
Pasien dikelompokkan dalam Profil A (warm and dry), Profil B (warm and dry), Profil L
(coldanddry), dan Profil C (cold and wet) (gambar 2.x).Wetmenggambarkan adanya
23
kongesti, dan coldmenggambarkan adanya perfusi yang rendah, bukti atau tanda adanya
kongesti dan perfusi yang rendah.
24
Tabel 2.2 Bukti adanya kongesti dan perfusi rendah pada profil hemodinamik
5. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung dari NYHA (New York Heart Association) :
1) Class I:Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-
hari tidak menimbulkan sesak napas atau kelelahan.
2) Class II:Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari aktivitas fisik. Saat
istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas sehari-hari menimbulkan sesak napas atau
kelelahan.
3) ClassIII: Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktivitas fisik yang nyata. Saat
istirahat tidak ada keluhan.Aktivitas fisik yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari
sudah menimbulkan sesak atau kelelahan.
4) Class IV: Penderita gagal jantung yang tak mampu melakukan setiap aktivitas fisik
tanpa menimbulkan keluhan. Gejala-gejala gagal jantung bahkan mungkin sudah
Nampak saat istirahat. Setiap aktivitas fisik akan menambah beratnya keluhan.
heart failure dibagi klasifikasi menjadi berikut:
6. Diagnosis
25
Untuk menegakan diagnosis gagal jantung (Heart failure), dilakukan anamnesis
mencari tanda dan gejala yang dirasakan pasien yang mengarah ke HF (Heart failure),
serta mencari penyebab HF: riwayat penyakit areteri koroner (CAD), infark Miokard,
arterial hipertensi, penggunaan obat diuretik, Orthopnoea.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik untuk mencari tanda yang mengarah ke HF
seperti: Peningkatan JVP, Refluks hepatojugular, Suara jantung S3 (gallop), Apex
jantung bergeser ke lateral. Edem ekstremitas bawah. Lalu mengusulkan pemeriksaan
penunjang berupa: EKG, X-foto thorak,pemeriksaan lab darah (BNP, NT-pro BNP,
Troponin T) dan Echocardiografi.
6.1 EKG
26
EKG 12-lead direkomendasikan pada semua pasien dengan gagal jantung
untuk menentukan irama jantung, detak jantung, morfologi QRS, dan durasi QRS,
dan untuk mendeteksi kelainan relevan lainnya.
Gambaran Abnormalitas biasanya dapat ditemukan: Sinus takikardia, Sinus
Bradikardia,Atrial takikardia,Aritmia ventrikel, Hipertrofi ventrikel kiri, Iskemia /
Infark, Blok artioventrikular, mikrovoltase.
27
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri
Edema intersital Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan peningkatan tekanan
pengisian jika efusi bilateral Infeksi paru, pasca
bedah/ keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik
Area paru hiperlusen Emboli paru atau emfsema
Infeksi paru Pneumonia sekunder akibat kongesti paru
Infltrat paru Penyakit sistemik
28
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi
sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
7. Tatalaksana
29
Algoritma terapi untuk pasien dengan gagal jantung simptomatik dengan fraksi ejeksi
berkurang.
30
2. Pasien dengan dengan gejala gagal jantung disertai HfrEF (Heart failure
reduced ejection fraction) diberikan terapi ACE-inhibitor dan Beta bloker
3. Kemudian, apakah masih terdapat gejala dan LVEF ≤ 35%, ditambahkan
terapi MR antagonist. Bila tidak terdapat gejala, lanjut tanpa terapi spesifik
lebih lanjut dan pertimbangkan mengurangi dosis diuretik.
4. Bila masih terdapat gejala dan LVEF ≤ 35%, evaluasi kemungkinan:
toleransi ACEI atau ARB: dilakukan penggantian ACEI diganti ARNI
(angiotensin receptor neprilysin inhibitor)
sinus ritmik, QRS durasi ≥ 130 msec, evaluasi memerlukan CRT
(cardiac resynchronization therapy)
Sinus ritmik, HR ≥ 70 bpm, diberikan Ivabradine
Pengobatan diatas dapat dikombinasi jika ada indikasi. Bila tidak terdapat
gejala, lanjut tanpa terapi spesifik lebih lanjut dan pertimbangkan
mengurangi dosis diuretik
5. Kemudian evaluasi lagi apakah masih terdapat gejala:
Bila masih, pertimbangkan pemberian digoxin atau H-ISDN, atau
LVAD (left ventricular assist device), atau transplantasi jantung
Bila tidak terdapat gejala, tanpa terapi spesifik lebih lanjut dan
pertimbangkan mengurangi dosis diuretik.
Keteragan:
OMT: optimal medical therapy (untuk HFrEF ini terdiri dari ACEI
atau sacubitril/valsartan, beta-blocker dan MRA)
Diuretik direkomendasikan untuk meningkatkan gejala dan kapasitas
olahraga pada pasien dengan tanda dan / atau gejala kongesti.
Sacubitril / valsartan direkomendasikan sebagai pengganti ACE-I
untuk lebih mengurangi risiko rawat inap dan kematian HF pada pasien
rawat jalan dengan HFrEF yang tetap bergejala meskipun pengobatan
yang optimal dengan ACE-I, beta-blocker dan MRA
Ivabradine harus dipertimbangkan untuk mengurangi risiko rawat inap
HF atau kematian kardiovaskular pada pasien simptomatik dengan
LVEF ≤35%, dengan irama sinus dan denyut jantung istirahat ≥70 bpm
meskipun pengobatan dengan dosis betablocker, ACE-I (atau ARB),
dan MRA (atau ARB).
31
ARB direkomendasikan untuk mengurangi risiko rawat inap HF dan
kematian kardiovaskular pada pasien bergejala yang tidak dapat
mentoleransi ACE-I (pasien juga harus menerima beta-blocker dan
MRA).
Hydralazine dan isosorbide dinitrate harus dipertimbangkan pada
pasien kulit hitam yang diidentifikasi sendiri dengan LVEF <45%
dikombinasikan dengan LV yang melebar di NYHA Kelas III-IV
meskipun pengobatan dengan ACE-I beta-blocker dan MRA untuk
mengurangi risiko rawat inap HF dan kematian.
32
Potassium-sparing diureticsd
+ACE-I/ -ACE-I/ +ACE-I/ ARB -ACE-I/
ARB ARB ARB
Spironolactone/ eplerenone 12.5–25 50 50 100– 200
Amiloride 2.5 5 5–10 10–20
Triamterene 25 50 100 200
33
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan
perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan
kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan
mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara
bertahap.
Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ :
a. Kardiak
Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 akibat
menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat
kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi peningkatan
perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru. Terdapat
beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard
dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV) dan left ventricel
end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan mekanisme backward-
forward failure. Penyakit yang menyebabkan disfungsi miokard :
1) Infark miokard
2) Kardiomiopati
3) Miokarditis
4) Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :
5) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta
6) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi
7) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi.
b. Non cardiac
Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat
pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi,
emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS
3. Etiologi
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi
dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :
1. Gangguan ventilasi
34
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas
bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik.
Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme
larink, atau oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi
kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic
fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai dengan sepsis.
2. Gangguan neuromuscular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal,
fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan
metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi
saraf pernapasan.
3. Gangguan/depresi pusat pernapasan
Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark
otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat.
4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada
Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute
volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada
guillain bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan
obesitas.
5. Gangguan difusi alveoli kapiler
Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia,
seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru,
emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif
pulmonal.
6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)
Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan
bronkhiektasis.
4. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah
gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun
35
fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah
terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam. Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia
yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali
seperti semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan yang
ireversibel.
Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan
tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan
atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
5. Manifestasi Klinis
1. Tanda
a. Gagal nafas total
Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
b. Gagal nafas parsial
Terdengar suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing.
Adanya retraksi dada
2. Gejala
a. Hiperkapnia, terjadi penurunan kesadaran (peningkatan PCO2)
b. Hipoksemia, terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk mengetahui apakah klien mengalami
asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama
36
mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk
mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang
diberikan terhadap klien.
a. Hipoksemia :
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Hiperkapnia
Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg
Sedang : PaCO2 60 – 70 mmHg
Berat : PaCO2 70 – 80 mmHg
2. Pemeriksaan Rongent Dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan
letak mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks dan fluoroskopi akan banyak
data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura,
hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru.
3. Pengukuran Fungsi Paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya gangguan
obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83% prediksi. Ada obstruksi
bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV1
normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini
menunjukkan ada restriksi.
4. Elektrokardiogram (EKG)
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan
perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta jantung yang
mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai
pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.
5. Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan
kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis
darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis,
37
bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah
jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk
sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering
merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.
EDEM PARU
1. Anatomi
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan
dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara.
Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena
tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru-paru terjadi proses
pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan
oksigen,sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme
tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Secara fungsional paru-paru dibagi menjadi
dua, yaitu lobuskanan dengan tiga gelambir dan lobus kiri dengan dua gelambir.
Seperti gambar yang ditampilkan dibawah ini :
2. Definisi
Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi
secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi
(edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membrane kapiler
(edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan
secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia. Tingkat oksigendarah yang rendah
(hipoksia) dapat terdeteksi pada pasien-pasien dengan edema paru. Lebih jauh,
atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, didapatkan suara-suara paru
38
yang abnormal, seperti rales atau crakles (suara-suara mendidih pendek yang
terputus-putus) yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli
selama bernafas
3. Patofisiologi
Pada tahap awalterjadinya edema paruterdapat peningkatan kandungan cairan di
jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi
timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan
tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel
endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan
mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini
dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya
adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan
banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran
hialin.
4. Gejala klinis
Gejala paling umum dari edema paru adalah sesak nafas. Ini mungkin adalah
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan,
atau dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari edema paru
akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat
mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang biasa
(dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan.
5. Klasifikasi
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus:
1. Ketidakseimbangan “Starling Force”
a. Peningkatan tekanan vena pulmonalis
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal
meningkat sampai melebihi tekanan osmotik koloid plasma, yang
biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal
dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang
merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi
dari keadaan ini antara lain: (1) tanpa gagal ventrikel kiri (mis: stenosis
mitral), (2) sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3) peningkatan tekanan
39
kapiler paru sekunder akibat peningkatan tekanan arterial paru (sehingga
disebut edema paru overperfusi).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga
peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit
saja pada hipoalbuminemia akan menimbulkan edema paru.
Hipoalbuminemia dapat menyebabkan perubahan konduktivitas cairan
rongga interstitial sehingga cairan dapat berpindah lebih mudah
diantara sistem kapiler dan limfatik.
c. Peningkatan negativitas dari tekanan interstitial
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural. Kedaaan yang sering menjadi etiologi adalah: (1)
perpindahan yang cepat pada pengobatan pneumothoraks dengan
tekanan negatif yang besar. Keadaan ini disebut „edema paru re-ekspansi‟.
Edema biasanya terjadi unilateral dan seringkali ditemukan dari
gambaran radiologis dengan penemuan klinis yang minimal. Jarang
sekali kasus yang menjadikan edema paru re-ekspansi‟ ini berat dan
membutuhkan tatalaksana yang cepat dan ekstensif, (2) tekanan negatif
pleura yang besar akibat obstruksi jalan nafas akut dan peningkatan
volume ekspirasi akhir (misalnya pada asma bronkhial).
2. Gangguan permeabilitas membran kapiler alveoli: (ARDS = Adult Respiratory
Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara
kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgikal tertentu
yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini
daripada akibat ketidakseimbangan Starling Force
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit)
b. Terisap toksin (NO, asap)
c. Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
d. Aspirasi asam lambunge)
e. Pneumonitis akut akibat radiasif)
f. Zat vasoaktif endogen (histamin, kinin)
g. Dissemiated Intravascular Coagulationh)
h. Immunologi: pneumonitis hipersensitifi)
40
i. Shock-lung pada trauma non thoraksj)
j. Pankreatitis hemoragik akut
3. Insuffisien sisistem limfe
a. Pasca transplantasi paru
b. Karsinomatosis, limfangitis
c. Limfangitis fibrotik (siilikosis)
4. Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenyaa)
a. “High altitude pulmonary edema”
b. Edema paru neurogenic
c. Overdosis obat narkotik
d. Emboli paru
e. Eklamsia
f. Pasca anastesi
g. Post cardiopulmonary bypass
3. KARDIOMOPATI
41
3. Sinkop – berhubungan dengan hambatan pengeluaran LV (hypertrophic
kardiomiopati) dan/atau aritmia dengan denyut yang rendah
1. Kardiomiopati Dilatasi
a. Gambaran untuk diagnosis:
- Tanda dan gejala gagal jantung sistolik
- Ekokardiografi menunjukkan LV dilatasi dengan hypokinesia
- Arteri koroner normal dengan angiografi
- Adanya faktor predisposisi seperti alkoholisme, kekurangan gizi dll.
42
b. Riwayat Klinis:
- Riwayat dari paparan khusus pada daftar agen etiologi (misalnya: alkohol,
metamfetamin)
- Gejala gagal jantung kiri gagal dan kanan
- Nyeri dada mungkin ada tanpa adanya penyakit jantung iskemik
c. Pemeriksaan Fisik
Mirip dengan gagal jantung, jantung melebar, distensi vena leher dengan MR
murmur fungsional karena Mitral dilatasi tahunan
d. Tes Diagnostik:
1. EKG
Perubahan nonspesifik; mungkin menunjukkan LVH, kadang-kadang LBBB.
2. Foto Rontgen dada
Dilatasi multi ruang dengan gambaran kongestif.
3. Ekokardiografi
Dilatasi multi ruang, kelainan gerakan dinding LV biasanya hipokinesia umum.
4. Angiografi Koroner: arteri koroner normal.
5. Indikasi angiografi hanya untuk menyingkirkan penyakit arteri koroner.
43
e. Pengobatan
1. Menghilangkan agen penyebab
2. Terapi konvensional untuk gagal jantung sistolik (ACE-inhibitor, diuretik, Beta-
bloker dosis rendah, dan digitalis)
2. Kardiomiopati hipertrofik
a. Gambaran untuk Diagnosis:
- Dispnea atau sinkop
- Mungkin memiliki riwayat keluarga kardiomiopati hipertrofik pada 50%
kasus
- Karakteristik murmur ejeksis di daerah sternum kiri yang meningkat dengan
manuver valsava (dalam jenis obstruktif)
- Hipertrofi ditandai dari ventrikel kiri yang melibatkan septum
interventrikular dan aliran keluar LV tanpa adanya penyebab lain untuk
hipertrofi.
- Ekokardiografi menunjukkan septum interventrikular ke dinding posterior
LV rasio lebih besar dari 1,3: 1
b. Etiologi
Genetik. Mewarisi melalui modus dominan autosomal transmisi, tapi sporadis
kasus juga terjadi.
c. Riwayat Klinis
- Dispnea
- Angina atipikal
- Sinkop yang disebabkan oleh aritmia
- Gagal jantung kongestif pada tahap selanjutnya
- Riwayat keluarga positif kardiomiopatihipertrofikatau kematian mendadak
padausia muda
d. Pemeriksaan Fisik
- Denyut dan hentakan apeks mungkin normal atau mungkin memiliki 2
puncak (bisferiens pulse)
- Karakteristik sistolik ejeksi murmur di daerah sternum kiri
- Murmur meningkat dengan manuver yang menurunkan ukuran LV
e. Tes Diagnostik:
1. EKG: LVH
44
2. Ekokardiografi: Menetapkan diagnosis dalam banyak kasus. ASH dengan
septum interventrikular ke dinding LV rasio ketebalan yang lebih besar dari
1,3:1 dengan tidak adanya penyebab lain untuk
hipertrofi(misalnya:hipertensi, penyakit arteri koroner).
f. Pengobatan:
1. Medis :
a. Gunakan beta-blocker atau verapamil untuk gagal jantung diastolik.
b. Hindari obat-obatan untuk gagal jantung sistolik (3 D’s). Digoxin,
ACE-inhibitor (vaso-dilator),
c. Diuretik kontraindikasi untuk ‘Jenis obstruktif kardiomiopati
hipertrofik. Obat ini baik peningkatan kontraktilitas LV atau
memperkecil ukuran LV sehingga memperparah sumbatan di rongga
LV.
d. Pertimbangkan terapi antiaritmia untuk pasien berisiko tinggi.
Pertimbangkan Implan Cardioverter Defibrillator (ICD) dan/atau
Amiodarine untuk mereka yang berisiko tinggi untuk kematian
jantung mendadak (yaitu sejarah serangan jantung,takikardia
ventrikel, beberapa kematian mendadak familial, sinkop berulang,dan
masif LVH).
2. Pilihan bedah untuk obstruktif Kardiomiopati:
a. Alat pacu jantung ruang ganda untuk memodifikasi kontraksiwaktu
atrium dan ventrikel sedemikian rupa untuk mengurangi obstruksi
aliran keluar LV.
b. miomektomi
c. Penggantian katup mitral
4. Kardiomiopati Restriktif
a. Gambaran untuk Diagnosis:
1. Gejala dan tanda-tanda gagal jantung dengan temuan dominan sering pada
gagal jantung sisi kanan
2. Diastolik: disfungsi sugestif berkurang kepatuhan ventrikel
3. Ventricies normal berukuran dengan kedua atrium melebar dengan
ekokardiografi
45
b. Patofisiologi
Disfungsi diastolik pada gagal jantung diastolik: Meningkatkan kekakuan
miokardium menyebabkan ketidakpatuhan diastolik pada kedua ventrikel.
Dengan demikian, LV dan RV mengisi tekanan di atas normal menyebabkan
kongesti paru dan kegagalan sisi kanan sehingga fungsi sistolik juga terganggu.
c. Riwayat Klinik :
- Gejala gagal jantung kanan biasanya mendominasi, tetapi gejala gagal
jantung kiri juga sering muncul.
- Jarang, sinkop, sakit kepala ringan, dan palpitasi
d. Pemeriksaan Fisik:
- Gagal jantung kanan mungkin didominasi dengan distensi vena leher,
edema, dan asites
- S4 gallop
e. Tes Diagnostik:
1. EKG
Menunjukkan perubahan non-spesifik, QRS tegangan mungkin rendah
karena proses infiltratif.
2. Foto Rontgen toraks
Dapat menunjukkan dilatasi LA dan RA; kongesti vena paru, efusi pleura.
46
3. Ekokardiografi
Dapat menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dan RV hipertrofi tapi tanpa
dilatasi ventrikal. Kedua atrium sering melebar akibat kenaikan kekakuan
pada ventrikel.
4. Jantung biopsi
Hasil rendah tetapi mungkin berguna dalam penyakit-penyakit tertentu
dengan pengobatan spesifik (misalnya: hemokromatosis, sarkoidosis).
f. Pengobatan
- Dalam kasus dengan etiologi yang dikenal (misalnya: hemokromatosis),
terapi langsung seperti peningkatan besi dapat mengakibatkan perbaikan.
- Pada kasus dengan etiologi yang tidak diketahui, pengobatan simtomatik
dengan diuretik untuk mengurangi gejala kongesti dapat diindikasikan.
- ACE-inhibitor dan calcium channel blocker memiliki manfaat yang belum
pasti.
- Hati-hati dan mengobati komplikasi seperti aritmia dan tromboemboli.
47
DAFTAR PUSTAKA
48