Disusun Oleh :
Listya Chariri
H3A019025
Pembimbing :
dr. Arinawati Sp.Rad
Penguji :
dr. Boyanto Sp.Rad
Penguji
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 57 Tahun
Alamat : Gemah Raya RT 03/05, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swata
Status : Menikah
No. RM : 52 - 64 - 00
Tanggal masuk : 24 Desember 2019
Tanggal periksa : 24 Desember 2019
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 24 Desember 2019 pukul 17.00 WIB di
Ruang Ayyub 2 RS Roemani secara autoanamnesis
A. Keluhan utama : Nyeri perut
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Roemani Semarang pada tanggal 24
desember 2019 dengan keluhan nyeri perut. pasien mengaku nyeri
dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan di ulu hari dan menjalar
sampai punggung belakang. Nyeri dirasakan tiba-tiba. Nyeri hilang timbul,
saat nyeri timbul pasien mengaku tidak bisa beraktivitas. Pasien mengaku
jika nyeri timbul pasien tiduran kurang lebih 30 menit sampai 1 jam untuk
mengurangi rasa sakitnya. Pasien juga mengaku mual muntah, dirasakan
sejak 3 hari ini. Cairan muntah yang dikeluarkan oleh pasien adalah sisa
makanan dan kadang bercampur dengan cairan berwarna hijau. Pada pagi
hari sebelum masuk rumah sakit pasien muntah 2 kali. Pasien juga
merasakan ada benjolan di perut bagian kanan atas, yang mulai terasa
kurang lebih 2 minggu ini, benjolan terasa keras. Pasien juga merasa
badannya kuning. Pasien juga mengaku jika BAK pasien berwarna seperti
4
teh, namun pasien tidak mengamati BAB. Pasien menyangkal keluhan
pusing, diare, jantung berdebar-debar, kaki bengkak, dan sesak nafas.
5
Pasien seorang pegawai swasta dan tinggal bersama istri dan anaknya,
biaya pengobatan pasien menggunakab BPJS kelas III, kesan Ekonomi
cukup.
G. Anamnesis Sistem
Keluhan utama Nyeri perut
sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah- pecah (-),
Mulut
gusi berdarah (-), mulut kering (-).
Sistem respirasi Sesak nafas (-), batuk (-), mengi (+), tidur mendengkur (-)
Sistem Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-
kardiovaskuler debar (-), keringat dingin (-)
Mual (+), muntah (+), perut mules (-), diare (-), nyeri
Sistem
perut (+), nafsu makan menurun (-),BB turun(-), BAB
gastrointestinal
warna kuning
Sistem Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-), lemas (+)
musculoskeletal
Sistem Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), keluar darah (-),
6
genitourinaria berpasir (-), kencing nanah(-), sulit memulai kencing (-),
anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (+), BAK
sedikit (-), berwarna coklat (-)
Ekstremitas Luka (-), kesemutan (-) kaku digerakan (-) bengkak (-) sakit
bawah sendi (-) panas (-)
Sistem Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-) mengigau (-), emosi
neuropsikiatri tidak stabil (-)
7
2. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), reflek
pupil direct (+/+), reflek pupil indirect (+/+), edem
palpebral (-/-), pupil isokor (3 mm/ 3 mm)
3. Telinga : serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
4. Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
5. Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
6. Leher : pembesaran limfonodi (-), otot bantu pernapasan (-),
pembesaran tiroid (-),
7. Thoraks :
Jenis pernafasan : Abdominothorakal, normochest, simetris, retraksi
supraternal (-), retraksi intercostalis (-), sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-)
a. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak di ICS V line
midclavicula
Palpasi : ictus cordis kuat angkat, pulsus parasternal (-),
pulsus epigastrik (-), sternal lift (-)
Perkusi : konfigurasi jantung, apex bergeser ke lateral,
pinggang cembung
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Batas pinggang jantung : Cekung
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula 2 cm ke
lateral sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : suara jantung I dan II, bising sistolik dan diastolik
murmur (-) gallop (-), HR : 87 x/menit
8
b. Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan
Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
Warna Sama seperti kulit sekitar Sama seperti kulit sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Normal
Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
Warna Sama seperti kulit sekitar Sama seperti kulit sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Normal
9
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- Stridor (-) (-)
Suara dasar
vesikuler.
8. Abdomen
Inspeksi : permukaan cembung , warna kulit tampak kuning,
umbilicus cembung (-).
Auskultasi : bising usus (+), peristaltic 17x /menit
Perkusi : pekak di region hypocondriaca dextra sampai
epigastrium, pekak sisi (-), pekak alih (-), shifting
dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan di region hypocondriaca dextra-
epigastrium, teraba hepar membesar 5 jari di bawah
arcus costa dengan permukaan tidak rata, tepi irregular
10
9. Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill <2 detik / <2 detik <2 detik / <2 detik
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
5/5 5/5
5/5 5/5
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi – Darah Lengkap – 24 Desember 2019
Bagian Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin L 12,3 g/dl 13,2 – 17,3
Leukosit 7500 /mm 3
38000 – 10600
Hematokrit L 37,4 % 40 – 52
Trombosit 210000 /mm3 150000- 440000
Eritrosit 4,45 Juta/mm 3
4,4 – 5,9
MCV 84,0 fL 80 – 100
MCH 27,7 Pg 26 – 34
MCHC 32,9 g/dl 32 – 36
RDW 14,1 % 11,5 – 14,5
MPV 7,2 fL 7,0 – 11,0
Hidung Jenis (diff count)
- Eosinofil 2,4 % 2–4
- Basofil 0,6 % 0–1
- Neutrofil 72,9 % 50 – 70
- Limfosit 17,7 % 25 – 40
- Monosit 6,4 % 2–8
LED mm/jam 0 – 10
11
Glukosa Sewaktu 78 Mg/dL 70 / 140
Ureum 23 Mg/dL < 48
Creatinin 0,9 Mg/dL 0,62 – 1,10
3. Hematologi – Imunologi/Serologi – 24 Desember 2019
Bagian Hasil Satuan Nilai Rujukan
HBsAg Kwalitatif Negatif - Non Reaktif
12
4. EKG – 24 Desember 2019
Irama : Sinus
HR : 75 x/menit
Axis : Normoaxis
Gelombang P : normal
PR Interval : Normal
Komplek QRS : sempit, tidak terdapat Q-patologis,
Zona transisi : V3/V4
Segmen ST : Normal, sesuai garis isoelektrik
Gelombang T : Normal, tidak ada T inverted ataupun T-tall
Kesan : irama sinus, normoaxis dengan HR 75 x/menit.
13
5. USG Abdomen – 24 Desember 2019
14
Vesica Fellea Bentuk tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak
batu
Pancreas Bentuk normal, echostruktur normal, calsificasi (-)
Aorta Tak melebar, tak tampak pembesaran kelenjar limfe
paraaorta
Lien Tak membesar, homogen, nodul (-)
Ren Dextra Tak membesar, parenkim ekogenitas normal, PCS tak
melebar, tak tampak batu
Ren Sinistra Tak membesar, parenkim ekogenitas normal, PCS tak
melebar, tak tampak batu
Vesica Urinaria Mukosa tak menebal, tak tampak batu
Prostate Tak membesar, tak tampak nodul
Kesan
- Hepatomegali berat ukuran lobus dextra 18,45 cm dan lobus sinistra
18,41 cm dengan massa padat
- Lobulates multiple pada lobus dextra sinistra memenuhi hampir seluruh
parenkim hepar ukuran terbesar 9,06 x 6,13 cm suspek hepatoma
- Tak tampak kelainan maupun gambaran metastase pada organ
intraabdomen lainnya secara pemeriksaan usg
V. DIAGNOSA
Hepatoma
VI. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Infus RL 20 tpm
Inj Ketorolac 30 mg / 12 jam
Inj Ondansetron 4 mg / 8 jam
Inj Omeprazole 20 mg / 12 jam
PO Curcuma 20 mg / 8 jam
2. Non-medikamentosa
15
Tirah baring
Diet lunak kaya nutrisi
Edukasi rujuk ke RS yang memadai
VII. FOLLOW UP
24 Desember 2019
S Nyeri berkurang
O KU : Baik
Kes : Compos mentis
Tanda – tanda vital
TD : 125/83 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 18 x/mnt
Status Generalisata : perut cembung (+), hepar teraba 5 cm di bawah
arcus costa dengan konsistensi keras, permukaan tidak rata, nyeri
tekan di region hypocondriaca dextra dan epigastrium
Pemeriksaan Lab : Hb 12.3 mg/dL, Ht 37.4%, SGOT 193 U/L, SGPT
93U/L
Pemeriksaan USG : terdapat gambaran hepatoma
A Hepatoma
P Infus RL 20 tpm
Inj Ketorolac 30 mg / 12 jam
Inj Ondansetron 4 mg / 8 jam
Inj Omeprazole 20 mg / 12 jam
25 Desember
S Nyeri berkurang
O KU : Baik
Kes : Compos mentis
Tanda – tanda vital
TD : 125/83 mmHg
N : 88 x/menit
16
RR : 18 x/mnt
Status Generalisata : perut cembung (+), hepar teraba 5 cm di bawah
arcus costa dengan konsistensi keras, permukaan tidak rata, nyeri
tekan di region hypocondriaca dextra dan epigastrium
A Hepatoma
p Infus RL 20 tpm
Inj Ketorolac 30 mg / 12 jam
Inj Ondansetron 4 mg / 8 jam
Inj Omeprazole 20 mg / 12 jam
26 Desember 2019
S Tidak ada keluhan
O KU : Baik
Kes : Compos mentis
Tanda – tanda vital
TD : 122/76 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 18 x/mnt
Status Generalisata : perut cembung (+), hepar teraba 5 cm di bawah
arcus costa dengan konsistensi keras, permukaan tidak rata, nyeri
tekan di region hypocondriaca dextra dan epigastrium
A Hepatoma
P Infus RL 20 tpm
Inj Ketorolac 30 mg / 12 jam
Inj Ondansetron 4 mg / 8 jam
Inj Omeprazole 20 mg / 12 jam
PO Curcuma 20 mg / 8 jam
Edukasi dirujuk ke RSDK
27 Desember 2019
S Tidak ada keluhan
O KU : Baik
17
Kes : Compos mentis
Tanda – tanda vital
TD : 122/76 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 18 x/mnt
Status Generalisata : perut cembung (+), hepar teraba 5 cm di bawah
arcus costa dengan konsistensi keras, permukaan tidak rata, nyeri
tekan di region hypocondriaca dextra dan epigastrium
A Hepatoma
P PO Curcuma 20 mg / 8 jam
PO Omeprazole 20 mg / 8 jam
Pasien pulang dan rujuk RSDK
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad sanam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai
karsinoma hepatoseluler) merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang
terakhir disebut sebagai kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma
hepatoselular mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca
nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah memburuknya
penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati
dalam waktu cepat. 1,2
Hepatoma primer secara histologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 3
1. Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit
2. Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel
saluran empedu intrahepatik
3. Karsinoma campuran hepatoselular dan kolangioselular.
B. EPIDEMIOLOGI
Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta
menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan
sebagai kanker yang paling sering terjadi di dunia, dan urutan ketiga dari
kanker system saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung.
Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah
hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2%
dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma
adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian
100/100.000 populasi. Sekitar 80% dari kasus hepatoma di dunia berada di
negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika
Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis
virus.1,4
19
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang
endemic infeksi hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV
perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan hepatoma tinggi, umur
pasian hepatoma 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien hepatoma di
wilayah dengan angka kekerapan hepatoma rendah. Di wilayah dengan angka
kekerapan hepatoma tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai
8:1. 1
C. ANATOMI HEPAR
Ket:
1. Ligamentum coronarium
2. Lobus hepatis dextra
3. Vesica biliaris
4. Diafragma
5. Lobus hepatis sinistra
6. Ligamentum falciforme
Ket:
1. Appendix fibrosa hepatis
2. Lobus caudatus
3. Lobus hepatis sinistra
4. Arteri hepatika propria
5. Ligamentum teres hepatis
6. Lobus quadrates
7. Vesica biliaris
8. Lobus hepatis dextra
9. Vena porta hepatis
Gambar 2. Hepar tampak posterior, 10. Vena cava inferior
dikutip dari kepustakaan
nomor7
20
Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang sekitar 2% berat
tubuh total atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa. Hati
menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat
metabolism tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas hati sejajar
dengan ruang intercostalis V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari
iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan
terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari system porta hepatis.
Omentum minor terdapat mulai dari system porta yang mengandung arteri
hepatika, vena porta, dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan
vena kava dan dibalik kandung empedu.1,8
Pasokan darah ke hati sangat kaya, 20-25% dari cairan darah ke hati
berasal dari arteri hepatika, 75-80% dari vena porta. Pada hati normal, ratio
oksigen arteri hepatik dan vena porta adalah 50%:50%, bila terjadi sirosis
berubah menjadi 75%:25%. Pasokan darah hepar sebagian besar dari arteri
hepatik, hanya darah untuk bagian tepi berasal dari vena porta.1
Ket:
7
1. Vena hepatika sinistra
2. Vena cava inferior
1
6 3. Pulmo dexter lobus inferior
5 2 4. Diafragma
4 5. Vena hepatika dextra
3
6. Vena hepatika intermedia
1
7. Dinding abdomen
21
diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor risiko yang memicu hepatoma,
yaitu: 1,3,4,5,6
1. Virus hepatitis B (HBV)
Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui
proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV
berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan
tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak
langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati,
atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang
berubah akibat HBV.
2. Virus hepatitis C (HCV)
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian,
disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi
HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan
pengidap.
3. Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 8-% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering
terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas,
ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal
adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan
fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal
dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.
4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk
22
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi
pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver
disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut
menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC).
6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-
alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.
8. Faktor risiko lain
Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun
lebih jarang ditemukan, antara lain:
a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer
b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi
antiripsin-alfa1, Wilson disease
c. Kontrasepsi oral
d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida
organoklorin, asam tanik
E. FISIOLOGI HEPAR : 19
1. Pembentukan dan ekskresi empedu (metabolisme garam empedu dan
pigmen empedu).
Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbs lemak serta vitamin
larut lemak dalam usus, bilirubin (pigemen mpempedu utama) merupakan
23
hasil akhir metabolism pemecahan eritrocyt yang sudah tua, proses
konjugasi berlangsung dalam hati dan diekskresi kedalam empedu
2. Metabolidme karbohidrat (glikogenesis glikogenolisis, glukoneogenesis)
dan metabolism protein, serta sintesis protein, hati berperan penting dalam
mengatur kadar glukosa darah normal menyediakan energy untuk tubuh.
Karbohidrat disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Protein serum
yang disentesis oleh hati adalah albumin serta globulin alfa dan beta
(gamma globulin tidak). Faktor pembekuan darah yang disentesis oleh hati
adalah fibrinogen (1), protrombin (II), dan factor V, VII, IX, dan X,
sedangkan vitamin k merupakan kofaktor yang penting dalam sintesis
semua factor ini kecuali factor V
3. Pembentkan urea, penyimpanan protein (asam amino), metabolism lemak,
ketogenesis, sintesis kolesterol,dan penimbunan lemak. Urea dibentuk
semata-mata dalam hati dari amoniak (NH3) yang kemudian diekskresi
dalam feses , NH3 dibentuk dari deaminasi asam amino dan kerja bakteri
usus terhadap asam amino. Hidrolisisi trigleserida, kolesterol,fosfolipid,
dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol,
hati memgang peranan utama dalam sintesis kolesterol, sebagian besar
diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol dan asam kolat
4. Penimbunan vitamin dan mineral. Vitamin larut lemak A D E Kdisimpan
dalam hati juga vitamin B12 tembaga dan besi
5. Metabolism steroid. Hati menginaktifkan dan menyekresi aldosteron
glukokortikoid, ekstrogen, progresteron dan testoteron.
6. Detoksifikasi, hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat
berbahaya (obat) menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemidian
diekskresi oelh ginjal
7. Gudang darah dan filtrasi. Sinusoid hati merupakan depot darah yangn
mengalir kermbali dari vena cava (gagal jantung kanan ), kerja fagositik
sel kuffer membuangn bakteri dan debris dari darah.
F. PATOFISOLOGI
24
Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun
agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui
peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury)
dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA.
Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom,
aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin
bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik.
Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik seperti
hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin menjalankan
peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis).
Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53 dan ini
menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular
untuk berlangsungnya proses hepatogenesis.1
25
G. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Hepatoma Sub Klinis : Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau
satdium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma
yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik
pencitraan. 3
Hepatoma Fase Klinis : Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma
stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah: 3
a. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut
sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri
samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau
menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati
terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga
menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah
hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma.
b. Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas
atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali
di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior
lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa
kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus
xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.
c. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan
gangguan fungsi hati.
d. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak
saluran gastrointestinal.
e. Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan
berkurangnya asupan makanan.
f. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit
tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak
disertai menggigil.
26
g. Ikterus: kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan
fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu
atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
h. Lainnya: perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua
tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati
seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi,
venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma
sering tombul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain.
Biasanya sel-sel ini menyerupai hati yang normal dengan trabekular padat
atau prosessus seperti jari tangan yang padat, biasanya sel tumor lebih kecil
dari sel hati normal.
H. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Ultrasonografi Abdomen
Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic untuk
memeriksa alat-alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran
anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.10
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis
hati dianjurkan menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil
pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih sensitif daripada AFP serum
berulang. Sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70-80%. 1
Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar yang
membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik
dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya
menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi disertai nekrosis sentral berupa
gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya
irregular. Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium awal
di mana gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati
normal. 9
Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI, dan angiografi kadang
diperlukan untuk mendeteksi hepatoma, namun karena kelebihannya, USG
masih tetap merupakan alat diagnostic yang paling popular dan bermanfaat. 1
29
Gambar 4. USG menunjukkan massa hyperechoic mewakili karsinoma
hepatoseluler. Di kutip dari kepustakaan 5.
30
3. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai kontras
berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan
saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal
jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivtas aneka
terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma
kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%.3
31
Gambar angiografi dikutip dari kepustakaan nomor 18
32
I. Diagnosa Banding
1. Hemangioma
Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini
biasanya subkapsular pada konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-
kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan bercak-bercak
ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada foto polos
biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.12
33
Gambar 6. Abses hepar , dikutip dari kepustakaan nomor 14
3. Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi
setelah kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor
primer. Jadi dapat berupa struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau
lebih rendah daripada jaringan hati normal.8
36
Berikut bagan alur penatalaksanaan hepatoma (HCC) 18
The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCL\C) approach to hepatocellular carcinoma management. Adapted from Llovet
JM, Fuster J, Bruix J, Barcelona-Clinic Liver Cancer Group. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and
K. PROGNOSIS
Biasanya hasilnya tidak ada harapan. Prognosis tergantung atas stadium
penyakit dan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm)
berhubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan
3 tahun 12.8%. kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien
tumor massif kurang mungkin dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-
kadang dengan tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul
kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama. Jenis massif
37
perjalanannya lebih singakat dibandingkan yang nodular. Metastasis paru dan
peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup.pasien
berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua. Ukuran
tumor yang melebihi 50% ukuran hati dan albumin serul < 3 g/dl merupakan
gambaran yang tidak menyenangkan. 12
38
DAFTAR PUSTAKA
39
11. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma,
Hemangioma, and Metastasis) with CT. Diakses dari
http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf
12. Sherlock, Sheila. 1990. Penyakit Hati Dan Sistem Saluran Empedu.
Jakarta: Widya medika
13. Braunwald, Fugene, MD. Principles Of Internal Medicine. In Horrison’s 15
th editon.
14. Howlett, David dan Brian Ayers. 2004. The hands-on guide to imaging.
USA:Blackwell
18. Price Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Pennyakit Edisi 6 Volume 1,
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.2006.p.476
40