Anda di halaman 1dari 58

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE II

Oleh :

Disusun Oleh:
M. Arif Qobidhurahmat 712019097
Aisyah Sawwalia 712019048

Dosen Pembimbing :
dr. Halimah, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:


DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE II

Oleh:
M. Arif Qobidhurahmat 712019097
Aisyah Sawwalia 712019048

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, 30 Juni 2021


Pembimbing,

dr. Halimah, Sp.A

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan
karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan
laporan kasus, yang berjudul “Demam Berdarah Dengue Grade II” ini kepada dr.
Halimah Sp.A, dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya hingga laporan kasus
ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan
imbalan setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa didalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun isi laporan kasus. Karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya laporan
kasus ini. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 30 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................................... 2
1.3 Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................................. 3
2.1 Identitas ............................................................................................................. 3
2.2 Anamnesis .......................................................................................................... 4
2.3 Pemeriksaan Fisik (28 Juni 2021) .................................................................... 7
2.4 Pemeriksaan Laboratorium ..................................................................... 12
2.5 Resume ............................................................................................................ 13
2.6 Daftar Masalah............................................................................................... 14
2.7 Diagnosis Banding .......................................................................................... 14
2.8 Diagnosis Kerja ............................................................................................... 14
2.9 Tatalaksana ..................................................................................................... 14
2.10 Prognosis .......................................................................................................... 17
2.11 Follow Up Pasien ............................................................................................. 18
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 20
3.1. Definisi ............................................................................................................. 20
3.2. Epidemiologi .................................................................................................... 20
3.3. Etiologi ............................................................................................................. 23
3.4. Patofisiologi ..................................................................................................... 24
3.5 Manifestasi Klinis............................................................................................ 29

iii
3.6. Diagnosis .......................................................................................................... 33
3.7. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 37
3.8. Tatalaksana ..................................................................................................... 40
3.9 Komplikasi ....................................................................................................... 43
BAB IVANALISIS KASUS ............................................................................................ 45
BAB V KESIMPULAN .................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 52

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan
manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asites,
efusi pleura, hipoalbuminemia) 1.
Diketahui bahwa dalam tiga dekade terakhir penyakit ini meningkat
insidennya di berbagai belahan dunia terutama daerah tropis dan sub-tropis,
banyak ditemukan di wilayah urban dan semi-urban 1. Penyakit ini disebabkan
oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae.
Setiap serotipe cukup berbeda sehingga wabah yang disebabkan beberapa serotipe
(hiperendemisitas) dapat terjadi. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia
dengan perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus 2.
Di Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung
semakin meningkat angka kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit
semakin luas. Pada tahun 2016, DBD berjangkit di 463 kabupaten/kota dengan
angka kesakitan sebesar 78,13 per 100.000 penduduk, namun angka kematian
dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,79 persen. KLB DBD terjadi hampir
setiap tahun di tempat yang berbeda dan kejadiannya sulit diduga 1. Diketahui
penyakit ini dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus berdasarkan
umur di Indonesia menunjukkan bahwa DBD paling banyak terjadi pada anak usia
sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun 3. Sehingga apabila tidak segera ditangani akan
menyebabkan perdarahan, edema paru, asites hingga ensefalopati dengue yang
tentunya sangat berbahaya pada pasien out sendiri. Namun sayangnya hingga kini
DBD dinilai masih sulit untuk diberantas karena belum tersedianya vaksin sebagai
pencegahan serta penatalaksanaannya hanya bersifat suportif. Keberhasilan

1
penatalaksanaan penyakit ini terletak pada kemampuan mendeteksi secara dini
fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat 4.
Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
membahas laporan kasus mengenai demam berdarah dengue derajat II sebagai
salah satu syarat dalam kepanitraan klinik ilmu kedokteran anak.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini:
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap
kasus Demam Berdarah Dengue Grade II secara menyeluruh.
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukannya diskusi
laporan kasus Demam Berdarah Dengue Grade II ini dengan
pembimbing klinik.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat
mengaplikasikan pemahaman yang didapat mengenai kasus Demam
Berdarah Dengue Grade II, terkait pada kegiatan kepaniteraan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu tentang
kasus Demam Berdarah Dengue Grade II.

1.3.2 Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan
terutama dalam memberikan informasi (pendidikan kesehatan) kepada
pasien dan keluarganya tentang kegawatan pada pasien dengan Demam
Berdarah Dengue Grade II.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
2.1.1 Identitas Pasien

No. Rekam Medik : 60.58.86


Nama :A
Tanggal lahir : 1 Mei 2017
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 4 Tahun 1 Bulan
Anak ke : Empat
Agama : Islam
Alamat :Jl. KH. Azhari, 13 Ulu Lorong Masawa,
Palembang
Dikirim oleh : dr. Halimah Sp.A
MRS tanggal : 27 Juni 2021

2.1.1 Identitas Orang Tua Pasien


Nama Ibu : Ny. Y
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat :Jl. KH. Azhari, 13 Ulu Lorong Masawa,
Palembang
Nama Ayah : Tn. S
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Nelayan
Agama : Islam

3
Alamat : Jl. KH. Azhari, 13 Ulu Lorong Masawa,
Palembang

2.2 Anamnesis
Tanggal : 28 Juni 2021
Diberikan oleh : Ibu pasien (Alloanamnesis)

A. Riwayat Penyakit Sekarang

1. Keluhan Utama
Demam

2. Keluhan Tambahan
Mual dan muncul bintik kemerahan di kaki

3. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD RSUD Palembang BARI diantar ibunya
memiliki keluhan demam yang terjadi ± 3 hari SMRS. Demam timbul
mendadak bersifat terus menerus. Keluhan kejang ketika demam
disangkal, keluhan disertai keringat dingin disangkal dan keluhan
menggigil disangkal. Pasien mengeluh mual namun tidak muntah disertai
nafsu makan yang menurun dari biasanya. Pasien tidak mengalami nyeri
kepala, nyeri belakang bola mata, nyeri sendi atau otot maupun nyeri pada
perut. BAB dan BAK masih seperti biasanya, keluhan diare dan
konstipasi sebelumnya disangkal
Pada ± 1 hari SMRS muncul bintik-bintik merah secara tiba-tiba
yang tidak terasa gatal di sekitar ekstremitas inferior. Keluhan mual masih
tetap dirasakan serta BAB maupun BAK masih seperti biasanya. Keadaan
urin seperti teh ataupun BAB hitam sebelumnya disangkal, selain itu
keluhan gusi berdarah, mimisan, muncul lebam disekitar tubuh disangkal.
Pasien sebelumnya pernah dibawa ke bidan untuk berobat, namun tidak
4
ada perubahan. Ibu pasien mengaku keluhan ini baru pertama kali
dirasakan.
Pada hari masuk ke rumah sakit, demam masih tetap dirasakan,
begitu juga dengan rasa mual, serta bintik kemerahan pada ekstremitas
inferior masih ada.
Menurut keterangan ibu pasien, lingkungan di sekitar rumah
terdapat banyak genangan air dan banyak nyamuk. Lokasi rumah juga
berada di pesisir sungai. Selain itu jarak antar rumah saling berdekatan
serta drainase di lingkungan sekitar tidak lancar.
Sebelumnya terdapat riwayat keluarga pasien yang memiliki
keluhan serupa yaitu kakak pasien. Selain itu riwayat berpergian ke
daerah endemis sebelumnya disangkal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat mengalami keluhan yang serupa dengan pasien ada, yaitu
kakak pasien.
b. Riwayat malaria disangkal
c. Riwayat penyakit tifoid disangkal.

6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


a. Masa kehamilan : Cukup bulan
b. Partus : Spontan pervaginam
c. Tempat : Klinik bidan
d. Penolong : Bidan
e. BB lahir : 2.900 gram
f. Panjang badan : Ibu lupa
g. Lingkar kepala : Ibu lupa
5
h. Keadaan saat lahir : Langsung menangis

7. Riwayat Makanan
a. ASI ekslusif : 0 - 24 bulan
b. Susu formula : Tidak diberikan
c. Bubur nasi : Tidak diberikan
d. Nasi Tim/lembek : Tidak diberikan
e. Nasi biasa : Diberikan sejak usia 2 tahun. Satu centong
nasi sekali makan, frekuensi 3x sehari
f. Ikan : Tidak diberikan
g. Telur : Diberikan 1 buah telur sekali makan,
frekuensi ± 2 kali/minggu.
h. Ayam, daging : Diberikan 1 potong ayam sekali makan,
frekuensi 3 sehari
i. Tahu, tempe : Diberikan 1 potong tahu sekali makan,
frekuensi ± 2 kali/minggu.
j. Sayuran, buah : Diberikan 1 mangkuk kecil ± 3
kali/minggu
Kesan : Asupan gizi cukup

8. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULANGAN

Umur Umur Umur Umur

BCG 1 bln

DPT 1 2 bln DPT 2 3 bln DPT 3 4 bln 18 bulan

HEPATITIS 2 bln HEPATITIS 3 bln HEPATITIS 4 bln 18 bulan


B1 B2 B3

6
Hib 1 2 bln Hib 2 3 bln Hib 3 4 bln 18 bulan

POLIO 1 1 bln POLIO 2 2 bln POLIO 3 3 bln 18 bulan

CAMPAK Tidak POLIO 4 4 bln 18 bulan


dilakukan

Kesan : Imunisasi dasar dan booster tidak lengkap

9. Riwayat Tumbuh Kembang


Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : 3 bulan Berdiri : 9 bulan
Berbalik : 3 bulan Berjalan : 1 tahun 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan Berbicara : 5 bulan
Merangkak : 5 bulan Duduk : 6 bulan
Kesan : perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembanganya

Riwayat Perkembangan Mental


Isap jempol : Tidak ada
Ngompol : Tidak ada
Sering mimpi : Tidak ada
Aktivitas : Aktif
Membangkang : Tidak ada
Ketakutan : Tidak ada
Kesan : Perkembangan mental baik

2.3 Pemeriksaan Fisik (28 Juni 2021)


1. Pemeriksaan fisik umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 12,4 kg

7
Tinggi Badan : 94 cm
Status Gizi : Gizi kurang
BB/U : -3 SD sampai -2 SD (BB kurang)
TB/U : -3 SD sampai -2 SD (TB kurang)
BB/TB : -2 SD sampai -1 SD (Gizi baik)
Lingkar kepala : 42 cm
Edema (-), sianosis (-), dispnue (-), anemia (-), ikterik (-), dismorfik (-)

Tanda Vital
Nadi : 109 x/menit, reguler, isi/kualitas : cukup, reguler
Pernapasan : 20 x/menit, tipe pernafasan: thorako-abdominal
Suhu : 36,5 0C
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Kulit : Akral hangat, akral pucat (-), edema pretibia (-),
petekie (+), CRT < 2 detik

2. Pemeriksaan khusus
a. Kepala
Bentuk : Normocephaly, simetris
Rambut :Hitam, tidak mudah dicabut, persebaran rambut
merata
Mata : Lagoftalmus (-/-), edema periorbita (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
(-/-), pupil isokor (+/+), refleks cahaya (+/+)
normal, perdarahan subkonjungtiva (-/-), air mata
(+/+), mata cekung (-/-)
Hidung : Simetris, septum deviasi (-), dismorfik (-), napas
cuping hidung (-), sekret (-/-),
epistaksis (-/-), edema mukosa (-/-)

8
Mulut : Sianosis (-), mukosa mulut dan bibir kering
(-)
Gigi : Karies (-), gusi berdarah (-)
Lidah : Atrofi papil (-), hiperemis (-), lidah kotor (-),
tremor lidah (-)
Faring/tonsil : Faring hiperemis (-), detritus tonsil (-), edema
(-), tonsil T1-T1 tenang, tonsil hiperemis (-),
uvula ditengah

b. Leher
Inspeksi : simetris, dismorfik (-), benjolan (-)
Palpasi : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid
(-), teraba masa (-)

c. Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, statis, dan dinamis. Retraksi dinding dada
(-)
Palpasi : Stem fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi :Vesikuler normal, tipe pernapasan thorako-
abdominal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill (-) iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan atas (ICS II lin. Parasternalis dextra)
Batas kiri atas (ICS II lin. Parasternalis sinistra)
Batas kanan bawah (ICS IV lin. Parasternalis
dextra)

9
Batas kiri bawah (ICS V lin. midclavicularis
sinistra)
Auskultasi :Bunyi jantung I dan II normal, irama reguler,
murmur (-) gallop (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Datar, spider nevi (-), caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba, undulasi (-)
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shfting dullnes (-)

e. Ekstremitas
Bentuk : Normal
Deformitas : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Atrofi : Tidak ada
Pergerakan : Luas
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Akral : Hangat
CRT : < 2 detik

f. Kulit : Petekie spontan (+), test Rumple leed (+)

g. Inguinal
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Lain-lain : Tidak ada

10
h. Genitalia
Perempuan
Labia mayora : Dalam batas normal
Labia minora : Dalam batas normal
Vagina : Dalam batas normal

i. Status Pubertas :-

Status Neurologikus
1) Fungsi Motorik
Lengan Tungkai
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus (-) (-) (-) (-)
Refleks (+) (+) (+) (+)
Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks
(-) (-) (-) (-)
Patologis

2) Gejala rangsang meningeal : Tidak ada


3) Fungsi sensorik : Dalam batas normal
4) Nervi craniales : Dalam batas normal
5) Refleks primitive : Dalam batas normal

11
2.4 Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin (Diperiksa pada tanggal 27 Juni 2021, jam 17:35)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Hematologi
Hemoglobin 13,7 g/dl 12 - 14 g/dl

Eritrosit 6,50 juta/ul 4-4.5/ul

Leukosit 11,1 ribu/ ul 5.000-10.000/ ul

Trombosit 68 ribu/mm3 150.000-400.000/ ul

Hematokrit 44% 37 - 43%

Hitung Jenis Leukosit

Basofil 0% 0-1 %

Eosinofil 3% 1-3 %

Batang 4% 2-6 %

Segmen 30 % 50-70 %

Limfosit 50 % 20-40 %
Monosit 13 % 2-8 %

Kimia Klinik

Gula Darah Sewaktu 77 < 180

Imunologi
Jenis Pemeriksaan Swab nasofaring

Antigen SARS-CoV 2 Negatif Negatif

12
Darah Rutin (Diperiksa pada tanggal 28 Juni 2021, jam 06.34)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 11,0 g/dL 37 - 43 g/dL

Hematokrit 34% 12 - 14%

Trombosit 73 ribu/mm3 150.000-400.000/uL

Pemeriksaan Rumple Leed


Pada pemeriksaan di 2/3 volar pasien ditemukan 16 petekie pada lingkaran
diameter 2,5 cm. Interpretasi : Test rumple leed (+)

2.5 Resume

• Demam tinggi terus menerus, menurun pada hari ke-4 SMRS dan badan
teraba dingin
• Mual (+), nafsu makan menurun (+)
• Rumple Leed (+)
• Pemeriksaan fisik : Kepala dalam batas normal, leher dalam batas normal,
thorax dalam batas normal, abdomen dalam batas normal, ekstremitas
ditemukan petekei di ekstremitas inferior
• Pemeriksaan rumple leed (+)
• Pemeriksaan laboratorium

Tanggal Hematokrit Trombosit

27 Juni 2021 44 % 68.000

28 Juni 2021 34 % 73.000

13
2.6 Daftar Masalah
1. Petekie (+), rumple leed (+)
2. Trombositopenia
3. Peningkatan hematokrit
4. Gizi kurang

2.7 Diagnosis Banding


1. Demam Berdarah Dengue Grade II
2. Demam Tifoid
3. Malaria
4. Infeksi saluran kemih

2.8 Diagnosis Kerja


Demam Berdarah Dengue Grade II

2.9 Tatalaksana
1) Pemeriksaan Anjuran
- Pemeriksaan darah perifer (Hb, Ht, leukosit dan trombosit) secara
berkala per 12 jam
- Pemeriksaan igG dan IgM anti dengue untuk memastikan
diagnosis kerja DBD
- Pemeriksaan apusan darah tepi untuk menyingkirkan
kemungkinan malaria
- Pemeriksaan igG dan igM anti tifoid untuk menyingkirkan
kemungkinan demam tifoid

2) Terapi
a) Non Farmakologi
Tirah baring
Menjaga asupan cairan per oral dan asupan makanan

14
b) Farmakologi
- IVFD Ringer Laktat 75 cc/jam dalam 4 jam pertama
Dengan perhitungan:
Cairan awal 5-7 ml/kgBB/jam
BB pasien : 12,4 kg
= 6 x 12,4
= 74,4 cc/jam
= 75 cc/jam
- IVFD maintenance Ringer Laktat 43 cc/jam
Dengan perhitungan:
BB pasien : 12,4 kg
1.000 + (BB-10) x 50
= 1.000 + (12,4-10) x 50
= 1.000 + 2,4 x 50
= 1.000 + 120
= 1.120 cc/24 jam
= 46,6 cc/Jam
= 47 cc/jam
- Parasetamol 3x 1 cth (apabila suhu > 38,50C)

c) Diet
- Makan dan minum seperti biasa
- Pemberian makanan gizi seimbang, mencukupi 1.600 kal/hari dan
protein 40 gr.
Dengan perhitungan sebagai berikut:
BBI : ( 2x usia) + 8
= ( 2x 4 ) + 8
= 16 kg
Kalori : 16 x 100 = 1.600 kal/hari
15
Protein: 10% x jumlah kalori
= 10% x 1.600
160
= 4

= 40 gram

3) Monitoring
a) Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
b) Pantau kemungkinan perdarahan spontan
c) Pantau tanda-tanda syok
d) Pantau balance cairan setiap 8-12 jam
e) Observasi Hb, Ht, leukosit, dan trombosit per 12 jam

4) Edukasi
a) Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita
Penyakit yang diderita pasien adalah DBD yang disebabkan oleh virus
dengue dan disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Ciri khas
penyakit ini umumnya demam muncul mendadak dengan suhu tinggi
yang terus menerus selama 3 hari, (fase demam) selanjutnya pada hari
ke 4-5 suhu tubuh akan menurun (fase kritis ) lalu pada 6-7hari
berikutnya suhu akan kembali naik (fase penyembuhan). Penyakit ini
apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan perdarahan hingga
syok, maupun ensefalopati dengue.
b) Menjelaskan pengobatan yang diberikan
Prinsip pengobatan pada kasus ini yaitu pengobatan suportif
(pendukung) dan pengobatan simptimatik (gejala yang ditimbulkan).
Pengobatan suporituf berupa pemberian cairan yang beguna untuk
mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma, dan untuk
pengobatan simptomatik atau gejala yaitu diberikan obat penurun
demam apabila suhu tubuh anak > 38oC

16
c) Menjelaskan upaya pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan 3M
(menguras, menutup dan mengubur), menaburkan bubuk abate,
memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, rutin membersihkan
lingkungan sekitar, fogging, serta cegah gigitan nyamuk dengan
penggunaan kelambu ketika tidur.
d) Identifikasi gejala serupa di sekitar rumah

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

17
2.11 Follow Up Pasien
Tanggal Paraf
Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
Jam Supervisor

28 Juni Masalah : P:
2021
1. Petekie (+), rumple leed (+) - Obs. KU dan TTV
- Pemeriksaan lab hb,
2. Trombositopenia ht, leukosit dan
12.00 trombosit berkala per
WIB 3. Peningkatan hematokrit (33,3%) 12 jam

Terapi :

S : Pasien mengeluh demam - IVFD RL


maintanance
O: 47 cc/jam
- Paracetamol 3x 1
- Keadaan Umum: tampak sakit
cth
sedang
- Kesadaran: compos mentis
- GCS: E4M6V5 Diet :
- TD : 90/70 mmHg
- Nadi: 87 x/menit - Gizi seimbang
- RR: 30 x/menit
- T: 37,0o C
- SpO2: 99%

Kulit : petekei (+) pada ekstremitas Monitoring :


inferior, akral dingin (+), akral pucat (-)
- Observasi tanda
Keadaan spesifik: vital dan diuresis
Kepala: Dalam batas normal - Pantau tanda
Leher : Dalam batas normal perdarahan
Thorax: Dalam batas normal - Pantau tanda syok
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas: petekie (+)

A: DBD Grade II

18
Tanggal Paraf
Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
Jam Supervisor

29 juni Masalah : P:
2021
1. Petekie (+), rumple leed (+) - Obs. KU dan TTV
08.00 - Pemeriksaan lab hb,
WIB 2. Trombositopenia ht, leukosit dan
trombosit berkala per
3. Peningkatan hematokrit 12 jam

S : Keluhan pasien (-) Terapi :

O: - IVFD RL
maintanance
- Keadaan Umum: tampak sakit 20 cc/jam
sedang - Paracetamol 3x 1
- Kesadaran: compos mentis cth
- GCS: E4M6V5 - Furosemide 1x 12
- TD : 90/50 mmHg ml i.v
- Nadi: 91 x/menit
- RR: 28 x/menit
- T: 36,1o C Diet :
- SpO2: 99%
- Gizi seimbang
Kulit : petekei (+) pada ekstremitas
inferior, akral dingin (-), akral pucat (-)

Keadaan spesifik:
Kepala: Dalam batas normal Monitoring :
Leher : Dalam batas normal
Thorax: Dalam batas normal - Observasi tanda
vital dan diuresis
Abdomen : undulasi (+), shifting dullnes
- Pantau tanda
(+) perdarahan
Ekstremitas: petekie (+) - Pantau tanda syok

Laboratorium
Hematoktrit : 30%
Hemoglobin : 10,2
Trombosit : 130.000
Imunologi IgM dengue : (+)
Imunologi IgG dengue : (+)

A: DBD Grade II

19
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Dengue, merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi salah


satu dari empat serotipe virus dengue (DENV) (1-4), dimana penyakit
virus yang ditularkan oleh nyamuk ke manusia dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang utama. Manifestasi klinis infeksi DENV
berkisar dari infeksi tanpa gejala atau sindrom mirip flu ringan, yang
dikenal juga sebagai dengue fever (DF), hingga bentuk yang lebih parah
dan mengancam jiwa, seperti demam berdarah dengue (DBD) dan dengue
shock syndrome (DSS).5

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan infeksi virus dengan


ditandai demam 2 – 7 hari dan adanya kebocoran plasma darah (plasma
leakage). Tahap awal demam berdarah dengue dapat menyerupai demam
dengue biasa (demam dengan suhu berkisar 39-40°C dan bifasik). Pada
DBD, diketahui terjadi perubahan pada faal hemostasis dan plasma
leakage. Tanda dari kelainan tersebut terlihat dari penurunan kadar
trombosit darah (trombositopenia) dan peningkatan kadar hematokrit.1,6

3.2. Epidemiologi

Dengue menyebabkan beban penyakit manusia terbesar dari semua


arbovirus, dengan perkiraan 10.000 kematian dan 100 juta infeksi
bergejala per tahun di lebih dari 125 negara. Kira-kira setengah dari
populasi global saat ini tinggal di daerah yang ramah lingkungan untuk
transmisi dengue. Demam berdarah ditularkan ke manusia oleh nyamuk
spesies Aedes, yang berkembang biak di pusat-pusat perkotaan tropis dan

20
sub-tropis di seluruh dunia. Dikombinasikan dengan tren global saat ini,
peningkatan suhu yang dikaitkan dengan perubahan iklim telah
meningkatkan kekhawatiran bahwa demam berdarah akan meningkat di
daerah yang sudah endemik melalui amplifikasi virus yang lebih cepat,
peningkatan kelangsungan hidup vektor, reproduksi dan tingkat gigitan,
yang pada akhirnya mengarah pada musim penularan yang lebih lama dan
jumlah manusia yang lebih banyak. infeksi, lebih banyak yang
diperkirakan berat. Peningkatan suhu dapat lebih memperburuk situasi ini
memungkinkan penyebaran dan penularan yang lebih besar di bagian Asia,
Eropa, Amerika Utara, dan Australia yang berisiko rendah atau saat ini
bebas demam berdarah.7

Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever)


merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan
subtropis, terutama di daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan
potensi fatalitas yang cukup tinggi, yang ditemukan pertama kali pada
tahun 1950an di Filipina dan Thailand, saat ini dapat ditemukan di
sebagian besar negara di Asia. Jumlah negara yang mengalami wabah
DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar
kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat
mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat
menurun hingga kurang dari 1 %.8

Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan perantara


nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Seluruh wilayah
di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit demam berdarah
dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah
tersebar luas di perumahan penduduk maupun di tempat-tempat umum

21
diseluruh Indonesia kecuali tempat-tempat di atas ketinggian 100 meter
dpl.2

Gambar 3.1 Peluang terjadinya DBD pada tahun 20157

Dalam 3 dekade terakhir penyakit ini meningkat insidennya di


berbagai belahan dunia terutama daerah tropis dan sub-tropis, banyak
ditemukan di wilayah urban dan semi-urban. Penyakit ini ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes yang mengandung virus dengue.1

Di Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung


semakin meningkat angka kesakitannya dan sebaran wilayah yang
terjangkit semakin luas. Pada tahun 2016, DBD berjangkit di 463
kabupaten/kota dengan angka. kesakitan sebesar 78,13 per 100.000
penduduk, namun angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu
0,79 persen. Jumlah kematian akibat DBD tahun 2015 sebanyak 1.071
orang dengan total penderita yang dilaporkan sebanyak 129.650 orang.
Nilai Incidens Rate (IR) di Indonesia tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case
Fatality Rate (CFR) 0,83%. Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak
100.347 orang dengan IR sebesar 39,80% dan CFR sebesar 0,90% KLB

22
DBD terjadi hampir setiap tahun di tempat yang berbeda dan kejadiannya
sulit diduga.1,6

Gambar 3.2 Pemetaan geografis tingkat kejadian demam berdarah


dengue (per 100.000 penduduk) di Indonesia dari tahun 2011 – 20165

3.3. Etiologi

Demam Berdarah Dengue masih menjadi permasalahan kesehatan baik


di wilayah perkotaan maupun wilayah semi-perkotaan. Perilaku vector dan
hubungannya dengan lingkungan, seperti iklim, pengendalian vektor,
urbanisasi, dan lain sebagainya mempengaruhi terjadinya wabah demam
berdarah di daerah perkotaan. Belum ada prediksi yang tepat untuk
menunjukkan kehadiran dan kepadatan vektor (terutama Aedes Aegypti di
lingkungan perkotaan dan semi perkotaan). Penyebaran dengue
dipengaruhi faktor iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban.

23
Kelangsungan hidup nyamuk akan lebih lama bila tingkat kelembaban
tinggi, seperti selama musim hujan.9

Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara 28-320C


membantu nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama.
Pola penyakit di Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya. Tingginya angka kejadian DBD juga dapat dipengaruhi
oleh kepadatan penduduk. Peningkatan jumlah kasus DBD dapat terjadi
bila kepadatan penduduk meningkat. Semakin banyak manusia maka
peluang tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti juga akan lebih tinggi.9

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak


ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia
tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah
manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2,
Den-3 dan Den-4, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.10

Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik)


berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-
rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa
inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10
hari.10

3.4. Patofisiologi

Virus dengue termasuk grup B Arthropod Borne Virus (Arbo


viruses) yang merupakan virus RNA, genus Flavivirus, famili Flaviviridae.
Sampai saat ini dikenal 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi protektif

24
seumur hidup untuk serotipe bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe
yang lain. Keempat serotipe virus tersebut ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan di
Indonesia dan berhubungan dengan kasus berat saat kejadian luar biasa.11

Struktur protein virus dengue mempunyai beberapa fungsi penting.


Fungsi utama adalah mempermudah perpindahan asam nukleat virus dari
sel host satu ke sel host yang lain. Protein ini berperan melindungi gen
virus terhadap inaktivasi oleh nukleus dan melengkapi partikel virus untuk
intervensi sel yang rentan. Respons imunitas host secara langsung akan
melawan faktor antigen protein atau glikoprotein virus yang tidak
terlindungi di permukaan partikel virus.11

Kinetika virus dengue dalam spectrum patogenesis terkait dengan


virulensi dan fase viremia. Tingkat viremia sangat menentukan perjalanan
infeksi dengue selanjutnya, dengan fase aferen monosit di dalam darah
menjadi target infeksi. Setelah monosit menjadi target infeksi, virus
dengue mampu menginduksi makrofag untuk memproduksi enzim
Phospholipase A2 (PLA2). PLA2 merupakan superfamili enzim yang
menghidrolisis fosfolipid membran menjadi lysophospholipids (LysoPL)
dan asam lemak bebas. PLA2 berikatan dengan protein tubuh
mengaktivasi metabolisme asam arakhidonat, menginduksi biosintesis
eikasinoid seperti prostaksiklin, tromboksan, prostaglandin, dan
leukotrien. Situasi ini berpotensi perembesan plasma yang mendorong
terjadinya DSS.11

Sitokin di tubuh akan memicu terlepasnya berbagai marker pro-


inflamasi seperti IFN γ, IL-2, dan TNF α yang turut menentukan kondisi
memberatnya DBD. Sitokinemia juga akan memicu kondisi gangguan
hemostasis, yaitu perdarahan dan DIC. Mengkaji uraian di atas,

25
monitoring kinetika virus menjadi penting, dihubungkan dengan upaya
memahami perjalanan patogenesis DBD.11

Manifestasi klinis DBD terjadi karena efek reaksi tubuh yang


dihinggapi virus di dalam peredaran darah dan digesti oleh makrofag. Pada
dua hari awal gejala akan terjadi penumpukan material virus dalam darah
(viremia) dan berakhir setelah lima hari timbul gejala demam. Setelah
didigesti oleh Makrofag, makrofag tersebut secara otomatis menjadi
antigen presenting cell (APC) dan mengaktifkan sel T-helper. Setelah sel
T-helper aktif, sel makrofag lain akan dating dan memfagosit lebih banyak
virus dengue. Lebih lanjut, selThelper akan mengaktifkan sel T-sitotoksik
dan akan menghancurkan (lisis) makrofag (yang memfagositosis virus)
dan akhirnya mengaktifasi sel B untuk melepas antibodi. Seluruh
rangkaian proses ini menyebabkan terlepasnya mediatormediator inflamasi
dan menyebabkan gejala sistemik seperti nyeri sendi, demam, malaise,
nyeri otot, dan lain-lain. Pada demam dengue ini dapat terjadi perdarahan
karena adanya agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia,
tetapi masih bersifat ringan.6

Perjalanan infeksi dengue menjadi focus utama, bagaimana


memahami setiap gejala dan varian klinis pasien sebagai parameter
spektrum klinis dihubungkan dengan kinetika virus. Gejala klinis
merupakan akibat dari imunopatogenesis dengue yang sedang
berlangsung, yaitu siklus interaksi antara virus – inang dan lingkungan
(reservoar tubuh). Gejala klinis pada fase a-febris merupakan wujud dari
tingkat viremia, mengacu pada gejala probable dengue di antaranya:
demam, mual dan muntah, nyeri retroorbital, nyeri sendi, rash, petechiae,
dan leukosit rendah. Fase kritis dan fase syok merupakan suatu mekanisme
kompleks dari kaskade kebocoran plasma dan mekanisme autoimun yang
terjadi pada tingkat vaskular dan endotel. Fase ini diawali dengan warning
sign yang terdiri dari nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan,
26
perdarahan mukosa, kelelahan, pembesaran hati (hepatomegali), dan
peningkatan hematokrit.11

Gambar 3.3 Algoritma peran kinetika virus dengue dalam


spektrum imunopatogenesis dan klinis11

Sumber lain juga mendukung pernyataan diatas, dimana Virus dengue


masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes, virus ini akan
memasuki aliran darah untuk memperbanyak diri. Sebagai penolakan dari
virus ini tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan terbentuk

27
kompleks virus antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.
Kompleks antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang
merusak pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses
tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya
ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal
tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit
dan eritrosit. Akibatnya tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari
bercak sampai perdarahan pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah,
berak darah), saluran pernapasan (mimisan, batuk darah), organ vital
(jantung, hati, ginjal) yang sering mengakibatkan kematian.19 Apabila
tubuh pasien diserang untuk kedua kalinya, maka tubuh akan aman. Akan
tetapi, apabila virus dengan tipe berbeda yang masuk kedalam tubuh maka
akan mengakibatkan reaksi imunologi proliferasi dan transformasi limfosit
imun yang dapat meningkatkan titer antibodi IgG anti dengue.
Didalam limfosit, terjadi replikasi virus dengue yang bertransformasi
akibat jumlah virus yang terlalu banyak. Sehingga terbentuklah kompleks
antigen-antibodi sebagai perlawanan dari tubuh. Kompleks antigen-
antibodi akan melepaskan zat-zat yang dapat merusak sel-sel pembuluh
darah, hal ini disebut dengan proses autoimun. Dengan adanya proses
tersebut dapat mengakibatkan permeabilitas kapiler meningkat sehingga
terjadi pelebaran pori-pori pembuluh darah kapiler dan menghilangkan
plasma melalui endotel. Hal ini akan menyebabkan bocornya sel-sel darah
yaitu trombosit dan eritrosit. Trombosit akan kehilangan fungsi agregasi
dan mengalami metamorfosis yang dapat mengakibatkan trombositopenia
dan perdarahan. Perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat
pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, melena, saluran pernafasan
(mimisan, batuk darah), organ vital (jantung, ginjal, hati) dan menurunnya
faktor koagulasi menyebabkan semakin hebatnya perdarahan yang terjadi
sehingga sering mengakibatkan kematian.

28
Apabila terjadi syok yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan
anoksia jaringan, asidosis metabolik, serta kematian19.

Gambar 3.4 Patofisiologi DBD

3.5. Manifestasi Klinik

Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan


tanda patognomonik DBD. Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit,
meliputi fase demam 2-7 hari, fase kritis pada masa transisi dari saat
demam ke bebas demam dan masa penyembuhan. Secara klinis demam
29
dengue (DD) dapat disertai pendarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat
disertai syok atau tidak. Derajat I dan II disebut DBD tanpa renjatan
sedangkan derajat III dan IV disebut DBD dengan renjatan atau Dengue
Shock Syndrome (DSS). Kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak
lazim dikelompokan dalam dengue syndrome atau isolated organopaty.12

Tiga tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai demam,


beracun dan pemulihan. Tahap beracun, yang berlangsung 24-48 jam,
adalah masa paling kritis, dengan kebocoran plasma cepat yang mengarah
ke gangguan peredaran darah. Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD,
yaitu derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan
uji torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan
spontan di kulit atau. perdarahan lain, derajat III yang ditandai adanya
kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg),
sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak
gelisah; serta derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock)
yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.10

Lebih lanjut, tanda dan gejala demam berdarah yang umumnya


ditemukan adalah sebagai berikut 20:
a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus
menerus dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antipiretik. Kadang
suhu tubuh sangat tinggi dan dapat terjadi kejang demam. Akhir fase
demam merupakan fase kritis pada DBD dimana suhu tubuh menurun dan
pasien seakan tampak sembuh. Keadaan ini perlu diwaspadai karena dapat
meruopakan tanda syok. Biasanya hari 4-5 adalah fase kritis yang harus
dicermati, kemungkinan dapat terjadi perdarahan dan kadar trombosit
20
yang rendah . Gambaran klinis demam pada pasien DBD terdiri dari 3
fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan 21.
30
1) Fase febris
Pada fase ini biasanya demam mendasak tinggi terus menerus
selama 2-7 hari (38-40 oC), naik turun (bifasik) dan tidak mempan
dengan antipiretik. Kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 oC
disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, myalgia,
artalgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus dapat ditemukan nyeri
tenggorokan, injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah hingga kejang demam.

2) Fase kritis
Akhir fase demam adalah fase kritis, biasanya terjadi pada hari ke
3,4,5 dan pada hari ke 6 dapat terjadi syok dan dikhawatirkan
terjadinya perdarahan dan kadar trombosit yang sangat rendah ( <
20.000/ul). Pada fase ini dapat ditemukan tanda perdarahan seperti
petekie, perdarahan mukosa maupun gastrointestinal.
Pada fase kritis biasnaya demam akan menghilang, keluarnya
keringat, terjadi perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral
teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini
menandakan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat perembesan
plasma yang dpaat bersifat sementara. Pada kasus berat dapat
ditemukan keadaan kegagalan sirkulasi dimana didapatkan kulit teraba
dingin dan lembab terutama diujung jari kaki, sianosis sekitar mulut,
gelisah, nadi cepat lemah dan kecil hingga tidak teraba. Selain itu
terjadi juga penurunan suhu tubuh disertai peningkatan permeabilitas
kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung
24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni
progresif disertai penurunan trombosit dibawah 100.000.

31
3) Fase pemulihan
Setelah fase kritis terlewati, maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan dalam 48-72 jam
setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan Kembali
membaik, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

Gambar 3.5 Fase demam DBD

b. Tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD adalah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intavaskuler yang menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah
perdarahan pada kulit, perdarahan lain yaitu epitaksis, perdarahan gusi
atau hematuri 20.

c. Hepatomegaly
Pembesaran hati umumnya dapat ditemukan pada kondisi awal sebuah
penyakit dengan pembesaran yang bervariasi 20.

d. Gejala klinis lainnya

32
Gejala lain yang dapat ditimbulkan adalah nyeri epigastrium, mual
dan muntah, diare atau obstipasi. Adanya keluhan nyeri perut yang hebat
seringkali menunjukkan perdarahan gastrointestinal. Selain itu dapat
ditemukan nyeri kepala, belakang bola mata, nyeri otot atau sendi. 20.

3.6. Diagnosis

Manifestasi klinis infeksi dengue sangat bervariasi dan sulit


dibedakan dari penyakit infeksi lain terutama pada fase awal perjalanan
penyakit-nya. Dengan meningkatnya kewaspadaan masyarakat terhadap
infeksi dengue, tidak jarang pasien demam dibawa berobat pada fase awal
penyakit, bahkan pada hari pertama demam. Sisi baik dari kewaspadaan
ini adalah pasien demam berdarah dengue dapat diketahui dan
memperoleh pengobatan pada fase dini, namun di sisi lain pada fase ini
sangat sulit bagi tenaga kesehatan untuk menegakkan diagnosis demam
berdarah dengue. Oleh karena itu diperlukan petunjuk kapan suatu infeksi
dengue harus dicurigai, petunjuk ini dapat berupa tanda dan gejala klinis
serta pemeriksaan laboratorium rutin. Tanpa adanya petunjuk ini di satu
sisi akan menyebabkan keterlambatan bahkan kesalahan dalam
menegakkan diagnosis dengan segala akibatnya, dan di sisi lain
menyebabkan pemeriksaan laboratorium berlebih dan bahkan perawatan
yang tidak diperlukan yang akan merugikan baik bagi pasien maupun
dalam peningkatan beban kerja rumah sakit. Berdasar petunjuk klinis
tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas kriteria diagnosis
klinis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), Demam
Berdarah Dengue dengan syok (Sindrom Syok Dengue/SSD), dan
Expanded Dengue Syndrome (unusual manifestation).13

33
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:1

a. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus menerus

b. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie,


purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan
atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif.

c. Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)

d. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari


peningkatan permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau
lebih tanda berikut:

• Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai


baseline atau penurunan sebesar itu pada fase konvalesens

• Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/Hipoalbuminemia

Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut:1

a. Demam

• Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7


hari.

• Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun,
hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari
ke-3 sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.

34
Gambar 3.6 Perjalanan penyakit DBD14

b. Tanda-tanda perdarahan

• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,


trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple
Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3 demam.

• Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk,


untuk membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah
yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik
transparan, atau dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah
menghilang saat penekanan/peregangan kulit berarti bukan petekie.
Perdarahan lain yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan

35
hematemesis. Pada anak yang belum pernah mengalami mimisan,
maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang-kadang dijumpai
pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.

Gambar 3.7 Warning Sign DBD15

Derajat Penyakit DBD, menurut WHO penyakit DBD


diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :16
a. Derajat I
Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-
satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji
tourniquet yang positif.
b. Derajat II
Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan
spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit
dan atau perdarahan lainnya.

36
c. Derajat III

Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai


hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi
meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<
20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta
gelisah.

d. Derajat IV

Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai


hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat
berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak
t
e
r
d
e
t
e
k
s
i
.

Gambar 3.8 Derajat DBD

3.7. Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi

37
dengue antara lain:1
1) Hematologi

a. Leukosit

• Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi


sel neutrofil.

• Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru


(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit
ketiga sampai hari ke tujuh.

b. Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
• Semi kuantitatif (tidak langsung)

• Langsung (Rees-Ecker)

• Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi

Jumlah trombosit ≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7


sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai
terbuktibahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau keadaan
klinis penderita sudah membaik.

c. Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran
pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indicator yang
peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan
trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsertrasi
dengan peningkatan hematokrit > 20% (misalnya nilai Ht dari 35%
menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan

38
perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit
dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan.

• Radiologi
Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi
adanya efusi pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites,
penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).1

• Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada
penderita terinfeksi virus Dengue.1
a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition
Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold
standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah
(serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase
konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil
yang cepat.

b. ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder
dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG.
Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat
dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja,
yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue
Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip
pemeriksaan ELISA.

39
• NS-1
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilakukan untuk pelayanan
pasien adalah pemeriksaan antigen NS1 dengue, yaitu glikoprotein
yang diproduksi oleh semua flavivirus. Protein ini dapat dideteksi pada
saat terjadi viremia yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang
setelah 5 hari. Sensivitas NS-1 dengue tinggi pada demam hari
pertama – kedua, kemudian menurun.17

• RT-PCR (Reserve transcriptase polymerase chain reaction)


Genome virus denge yang terdiri dari asam ribonukleat dapat dideteksi
melalui pemeriksaan reserve transcriptase polymerase chain reaction
(RT-PCR). Pemeriksaan PCR memberikan hasil positif jika sediaan
diambil pada 6 hari pertama demam. Pemeriksaan PCR hanya tersedia
di labolatorium yang berpengalaman. Meningat biaya pemeriksaan
PCR mahal, maka hanya dilakukan untuk keperluan penelitian.15

3.8. Tatalaksana
Tatalaksana demam berdarah dengue (DBD) bersifat sesuai gejala
(simptomatis) dan suportif. Penanganan suportif dapat diberikan cairan
penggangti yang merupakan tatalaksana umum pasien dengan DBD. Hal
ini dikarenakan, apabila terjadi kondisi kebocoran plasma yang cukup
berat dapat terjadi syok hipovolemi. Penggantian cairan ditujukan untuk
mencegah timbulnya syok. Kebocoran plasma pada pasien DBD hanya
bersifat sementara, oleh karena itu pemberian cairan dalam jumlah banyak
dan dengan jangka waktu lama dapat menimbulkan kelebihan cairan yang
juga dapat membahayakan. Obat-obatan simtomatis diberikan sesuai
dengan kenyamanan pasien, seperti pemberian antipiretik saat demam dan
istirahat.6
Berikut ini merupakan langkah-langkah tatalaksana pasien DBD
rawat inap :6
40
1. Jika pasien tidak dapat minum atau terus muntah dapat di rawat
inap dan dipasang infus jumlah dan jenis sesuai kebutuhan.

2. Periksa Hb, Ht setiap 6 jam dan trombosit setiap 12 jam.

3. Pantau gejala klinis dan laboratorium. Jika Ht naik atau Trombosit


turun ganti infus dengan RL/RA/NS dengan ketentuan BB<15 kg
berikan 6-7ml/kgBB/jam. BB 15-40 kg berikan 5ml/ kgBB/jam/
BB>40 kg berikan 3-4 ml/kgBB/jam.

4. Jika terdapat perbaikan yang dapat dilihat dari tidak gelisah, nadi
kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup (>1 ml/kgBB/jam), ht
turun. Tetesan dapat dikurangi dan pemberian infus dapat
dihentikan setelah 24-48 jam bila tanda vital/ht stabil dan dieresis
cukup.

5. Perburukan dengan tanda gelisah, dister pernafasan, frekuensi nadi


naik, hipotensi/tekanan nadi <20 mmHg, dieresis kurang/tidak ada,
pengisian kapiler >2 detik dan Ht tetap tinggi maka masuk ke
protokol syok

6. Berikan infus kristaloid dan atau koloid 20ml/kgBB secepatnya


beserta oksigen 2-4 liter/menit. Dievaluasi hematokrit dan
trombosittiap 4-6 jam.

7. Jika syok teratasi, cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam dan


perlahan lahan diturunkan menjadi 5ml/kgBB/jam hingga
diturunkan ke 3ml/kgBB/jam. Pemberian cairan dapat dihentikan
24-48 jam setelah syok teratasi dan tanda vital/ht stabil beserta
dieresis cukup.

41
8. Jika syok belum teratasi, cairan dapat dilanjutkan. Terus dilakukan
observasi tanda vital, dieresis, Hb, Ht, trombosit, leukosit,
elektrolit keseimbangan asam basa.

9. Jika berikutnya masih belum teratasi dan kadar hematokrit


menurun dapat diberikan tranfusi PRC 10ml/kgBB.

10. Apabila syok belum teratasi dapat dipertimbangkan pemakaian


inotropik dan koloid.

Gambar 3.9 Algoritma tatalaksana DBD berdasarkan derajat18

42
3.9. Komplikasi

1. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati.
Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai
akibat dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan
bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan
juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut.15
2. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom
uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal,
maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskuler,
penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik.
Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan,
untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis
ditandai penurunan jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.15
3. Edema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga
sampai kelima sakit sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya

43
tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan plasma
masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan
terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran
oedema paru pada foto rontgen.15

44
BAB IV

ANALISIS KASUS

Dari hasil alloanamnesis (ibu pasien), An. A Perempuan, usia 4 tahun 1


bulan datang dengan keluhan demam sejak ± 3 hari SMRS. Demam timbul
mendadak tinggi dan bersifat terus menerus. Keluhan disertai dengan mual dan
nafsu makan menurun. Kemudian os dibawa ke bidan tetapi keluhan tidak
berkurang. Lingkungan di sekitar rumah terdapat banyak genangan air dan banyak
nyamuk. Lokasi rumah juga berada di pesisir sungai. Sebelumnya terdapat riwayat
keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa yaitu kakak pasien. Pada ± 1 hari
SMRS muncul bintik-bintik merah secara tiba-tiba yang tidak terasa gatal di
sekitar ekstremitas inferior sehingga pasien dibawa ke IGD RSUD Palembang
BARI. Keluhan mimisan, gusi berdarah dan BAB hitam disangkal. BAK dalam
batas normal. Keluhan keringat dingin, menggigil, diare atau konstipasi disangkal.
Riwayat bepergian ke tempat endemis tidak ada, riwayat jajan sembarangan tidak
ada.
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran komposmentis, nadi 109x/menit, laju pernapasan 20 x/menit
dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan datar, lemas, lien dan
hepat tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-) pada follow up tanggal 29 juni 2021
didapatkan undulasi (+), dan shifting dullness (+). Pada ekstremitas, akral hangat
dan CRT <2 detik, Petekie (+) dan turgor cukup.
Hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai eritrosit 6,50 juta/ul,
leukosit 11,1 ribu/ul, hematokrit awal yaitu 44%, hemoglobin 13,7%, dan
trombosit 68.000/mm3. Pada pemeriksaan darah rutin selanjutnya didapatkan
hematokrit 34 %, hemoglobin 11,0%, dan trombosit 73.000/mm3. Pada Follow Up
selanjutnya didapatkan hematoktrit 30%, hemoglobin 10,2, Trombosit 130.000,
Imunologi IgM dengue : (+), Imunologi IgG dengue : (+).
45
Berdasarkan hasil identifikasi, anamnesis serta pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan labortorium pasien di atas, sesuai dengan teori yaitu kriteria
diagnosis demam berdarah dengue derajat II, dimana terdapat keluhan demam
yang timbul mendadak dan terus menerus, perdarahan spontan, mual dan
penurunan nafsu makan sebagai gejalanya. Pada pemeriksaan laboratorium,
didapatkan jumlah trombosit menurun (<100.000/mm3) yang menandakan
trombositopenia, dan adanya peningkatan hematokrit >20% yang diikuti
penurunan hemoglobin. Kemudian hal tersebut juga didukung dari hasil uji
serologi IgM dan IgG yang positif. Pada pasien ini dapat disimpulkan
sedang dalam pada fase kritis karena demam baru memasuki hari ke empat
yang mana teori menyebutkan bahwa fase kritis pada hari ke 3-5 dimulai
sejak demam.
Anamnesis pada pasien dapat menyingkirkan diagnosis dari
Demam Dengue, dimana pada demam dengu didapatkan demam mendadak
tinggi, terus menerus, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C. Selain itu pada Demam
Dengue juga ditemukan keluhan seperti nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
retroorbital, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung
iga kanan, dan nyeri perut, lesu serta penurunan nafsu makan, ruam
makulopapular, manifestasi perdarahan ; Konstipasi atau diare ; Depresi umum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Demam: 39-40°C ; pada hari sakit ke 1-3
tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher dan dada ; Pada hari sakit ke
3-4 timbul ruam kulit makulopapular/ rubellaform, mendekati akhir dari fase
demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal, lengan atas, dan tangan
(Convalescent rash), berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit yg
normal (isles of white in the sea of red), dapat disertai rasa gatal ; Manifestasi
perdarahan sepereti Perdarahan kulit yaitu uji bendung positif, Mimisan, dan
perdarahan saluran cerna (jarang terjadi, dapat terjadi pada demam dengue dengan
trombositopenia berat) laboratorium ditemukan leukopenia <5000/mm3,
trombositopenia <150.000/mm3, peningkatan hematokrit (5%-10%) dan tidak
terdapat bukti plasma leakage.
46
Anamnesis pada pasien juga dapat menyingkirkan diagnosis
banding demam tifoid, dimana masa inkubasi demam tifoid berlangsung
selama 10-14 hari. Gejala klinis terdapat demam lebih dari 7 hari, timbul insidus,
naik secara bertahap setiap hari, dam akan mencapai suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi, dan lisis pada
minggu ketiga (step-ladder temperature chart), selain itu pada tifoid dapat
dijumpai delirium, malaise, letargi, nyeri kepala, gangguan GIT seperti anoreksia,
nyeri perut, kembung, diare atau konstipasi, muntah, didapatkan juga penurunan
kesadaran, kejang dan icterus. Pada pasien tifoid biasanya dijumpai sanitasi dan
personal hygiene yang kuran baik. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan
leukopeni, aneosinofilia, limfositosis relatif, dan trombositopenia (pada demam
tifoid berat). Uji widal ditentukan untuk deteksi antibody terhadap kuman
salmonella typhi dan pemeriksaan biakan darah, urine, atau feses ditemukan
salmonella typhi (+).
Anamnesis pada pasien juga dapat menyingkirkan diagnosis banding
Malaria, dimana pada malaria didapatkan berasal dari daerah endemis malaria,
atau riwayat berpergian ke daerah endemis malaria selama 1-4 minggu
sebelumnya. Pada gejala klinis ditemukan demam tinggi bersifat intermitten,
menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan
nyeri otot. Terdapat periode paroksisme terdiri atas stadium dingin (cold stage),
stadium demam (hotstage), dan stadium berkeringat (sweating stage). Pada
pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan apus darah tepi
dikerjakan saat penegakkan diagnosa dan diulang pada hari ke 3,7,14, dan 28
setelah pengobatan, bisa juga dilakukan rapid diagnostic test malaria. Pada
malaria berat didapat keluhan tambahan seperti gangguan kesadaran, demam
tinggi, ikterik, pucat, perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan, nafas
cepat atau sesak nafas, warna urine seperti the tua atau kehitaman, produksi urine
sedikit, kejang, dan sangat lemah. ditemukan gambaran laboratorium dengan
interpreetasi hipoglikemia, asidosis metabolic, anemia berat, hiperparasitemia,
hiperlaktemia, hemoglobinuria dan gangguan fungsi ginjal.
47
Anamnesis pada pasien juga dapat menyingkirkan diagnosis banding
Infeksi saluran kemih (ISK). Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik
dapat berupa apati, anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam,
hipotermia, tidak mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen.
Peningkatan suhu tidak begitu tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang
gejala klinik hanya berupa apati dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour).
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam, penurunan berat
badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare,
ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa kesakitan. Demam
yang tinggi dapat disertai kejang. Gejala klinis ISK Pada usia 4 tahun, dapat
terjadi demam yang tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan
dapat timbul dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang
dan lebih ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa
polakisuria, disuria, urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut,
sakit pinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan. Pada pemeriksaan
laboratorium biasanya dijumpai Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil,
peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang positif,
merupakan indikator non-spesifk ISK atas. Pada pemeriksaan urinalisis
Leukosituria biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap
episode ISK simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan
ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan
urin steril perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia
sp., dan Ureaplasma urealitikum.
Penatalaksanaan pada kasus ini berupa pemberian cairan kristaloid
Ringer Laktat untuk menjaga volume dan cairan intravaskular serta
mengatasi keadaan hemokonsentrasi. Kebutuhan cairan dengan hematokrit
kurang dari 42% dan berat badan 12,4 kg adalah 75 cc/jam. Perhitungan
tersebut didapat dengan menggunakan rumus algoritma penatalaksaan
DBD grade II yaitu 5-7 ml/kgBB/jam disini kami menggunakan 6 ml
sehingga didapatkan 75cc/jam. Untuk cairan maintenance diberikan
48
Ringer Laktat 43 cc/jam, didapatkan dengan rumus holiday segar yaitu
cairan yang dibutuhkan pada anak dengan BB 10kg-20kg adalah (1000+
((BB-10)x 50) dimana hasilnya adalah 1120cc/24jam kemudian hasilnya
dibagi 24 jam dan didapatkan 43cc/jam. Selain pemberian cairan, terapi
medikamentosa yang perlu diberikan adalah pemberiaan paracetamol
dengan dosis untuk anak 10-15 mg/kgbb apabila demam >38°C. Pada
pasien ini terdapat undulasi (+) dan shifting dullness (+) yang dapat
disebabkan oleh cairan RL yang dapat menyebabkan penambahan volume
vaskuler hanya dalam waktu singkat ke seluruh kompartemen intersisial,
maka di berikan furosemide dengan dosis 1mg/kgbb, pada pasien ini
diberikan dosis 1x 12 ml i.v.
Untuk diet yang diberikan adalah makanan seperti biasa. pemberian
makanan gizi seimbang, mencukupi 1.600 kal/hari dan protein 40 gr yang
didapatkan dari rumus BBI x 100 untuk kalori dan 10% x jumlah kalori
untuk protein.
Evaluasi yang perlu dilakukan pada pasien ini observasi tanda-
tanda vital, observasi diuresis, pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit tiap 12
jam serta monitoring tanda kedaruratan yaitu muntah persisten, nyeri
perut, menolak asupan oral, letargi, gelisah, hipotensi postural, serta
oliguria. Jika hematokrit dan trombosit sudah membaik dapat diobservasi
tiap 24 jam. Perlu diberikan edukasi kepada orang tua pasien mengenai
perjalanan penyakit anak. Jelaskan kepada orang tua bahwa terapi yang
utama diberikan pada pasien DBD adalah cairan. Selain itu, melaksanakan
upaya pencegahan dengan 3M plus (mengubur, menutup, menguras,
memberantas jentik, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, fogging,
memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, gotong royong
membersihkan lingkungan, meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah
tertutup, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, menanam
tanaman pengusir nyamuk). Lalu identifikasi gejala serupa pada
lingkungan rumah dan pelaporan kasus DBD.
49
Adapun komplikasi yang bisa terjadi pada pasien ini adalah
kelainan ginjal, edema paru, dan ensefalopati dengue yang dapat dicegah
dengan tatalaksana yang cepat dan tepat. Akan tetapi, pada pasien tidak
ditemukan adanya komplikasi-komplikasi tersebut.
Pada kasus ini, anak sudah dapat dipulangkan pada hari ke-5
terjangkit DBD, karena pasien sudah bebas demam 24 jam tanpa
antipiretik, hemodinamik dan hematokrit stabil, jumlah trombosit
meningkat hingga >50.000/mm³ atau kecenderungan peningkatan nilai
jumlah trombosit, kembalinya nafsu makan, produksi urin cukup, tidak ada
bukti perdarahan baik internal maupun eksternal, dan tidak ada muntah.
Prognosis pada pasien bonam karena pasien datang pada fase kritis
dan mengalami perbaikan dari hari ke hari, disertai tidak dijumpai adanya
gejala komplikasi yang dapat memperberat keadaan. Penatalaksanaan yang
tepat dan cepat serta edukasi yang baik dapat mempercepat dari fase
penyembuhan pasien.

50
BAB V

KESIMPULAN

1. Demam berdarah dengue disebabkan oleh perantara nyamuk Aedes


aegypti dan Aedes albopictus.

2. Demam berdarah dengue ditandai oleh demam yang timbul mendadak


dan terus menerus, serta ditemukannya bukti plasma leakage.

3. Demam berdarah dengue diklasifikasikan menjadi empat derajat, yaitu


derajat I, derajat II, derajat III dan derajat IV.

4. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat sesuai gejala


(simptomatis) dan suportif. Penanganan suportif dapat diberikan cairan
penggangti yang bertujuan untuk mencegah terjadinya syok.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian


Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI. 2017
2. Sukohar. Demam Berdarah Dengue. Medula, Vol. 2, No. 2, p. 1-15. 2014
3. Hadinegoro, S.Sri Rezeki.. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011
4. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control. New Edition 2009.
5. Harapan, H., Michie, A., Mudatsir, M., Sasmono, R. T., & Imrie, A. 2019.
Epidemiology of dengue hemorrhagic fever in Indonesia: analysis of five
decades data from the National Disease Surveillance. BMC research notes,
12(1), 350. https://doi.org/10.1186/s13104-019-4379-9
6. Indriyani, DPR, & Gustawan IW. 2020. Manifestasi klinis dan penanganan
demam berdarah dengue grade 1: sebuah tinjauan pustaka. Intisari Sains
Medis. 11(3): 1015-1019.
7. Messina, J.P., Brady, O.J., Golding, N. et al. 2019. The current and future
global distribution and population at risk of dengue. Nat Microbiol. 4,
1508–1515. https://doi.org/10.1038/s41564-019-0476-8
8. World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue Hemmoragic
Fever. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (diakses pada
03, Juli 2020)
9. Suryani, E.T. 2018. The Overview of Dengue Hemorrhagic Fever Cases in
Blitar City from 2015 to 2017. Jurnal Berkala Epidemiologi. 6(3): 260-267
10. Candra, A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis,
dan Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2(2): 110-119
11. Lardo,S. et al. 2016. Kinetika Demam Berdarah Dengue dalam Spektrum
Imunopatogenesis dan Klinis. CDK-247. 43(12).

52
12. Hendroko, HT. 2014. 6 Years Old Child With Dengue Haemorrhagic
Fever. J Agromed Unila. 1(3).
13. IDAI, 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Dengue pada
Anak; UKK Infeksi dan Penyakit Tropis, IDAI
14. World Health Organization. 2009. Dengue Guidelines For Diagnosis,
Treatment, Prevention And Control. Geneva: World Health Organization
15. Matt Yusoff, NSB. 2018. Demam Berdarah Dengue. Denpasar:
Universitas Udayana.
16. World Health Organization. 2011. Comprehensive guidelines for
prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised
and expanded edition. New Delhi: WHO-SEARO.

17. Marcdante. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Jakarta :
Elsevier, 2013. 403.

18. Panduan Praktik Klinik (PPK). Departemen Kesehatan Anak. RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
19. Widoyono. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga. 2011.
20. Hermawan, Diki. Hubungan Karakteristik Klien dengan Demam Berdarah
Dengue dengan Kejadian Demam Berdarah Denguedi Wilayah Kerja
Puskesmas I Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas. Purwokerto:
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 2017
21. Sari. Determinan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit
DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli
Selatan. 2018

53

Anda mungkin juga menyukai