Anda di halaman 1dari 42

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama

Ny. MS

Umur

54 tahun 9 bulan

Jenis Kelamin

Perempuan

Alamat

Kebonsari III, Kedungansari, Magelang Utara

Datang ke bangsal :

23 Maret 2016

No RM

117028

I.2 ANAMNESIS (23 Maret 2016)


AUTOANAMNESIS (Pasien)
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RST dengan keluhan nyeri dada kiri.
Keluhan Tambahan
Jantung berdenyut kencang, sesak nafas, mual, berkeringat dingin dan batuk.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan pasien muncul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dimana
pasien mulai merasakan jantungnya berdebar sangat kencang, padahal pada
saat itu pasien sedang tidak melakukan aktivitas fisik yang berat. Pada saat itu
pasien mengeluhkan berkeringat dingin. Nyeri dada disangkal pada saat itu.
Mual diakui pasien namun tidak sampai muntah pada saat itu. Nyeri kepala dan
merasa kepala berputar tidak terdapat pada saat itu. Keluhan batuk diakui
pasien sudah sejak beberapa minggu yang lalu, batuk diakui pasien berdahak
bening dan sedikit. Batuk semakin berat ketika tidur malam hari. Dengan
keluhan pasien ini pasien merasa tidak nyaman dan sulit tidur, dan bila
berbaring lebih nyaman menggunakan 3 bantal. Makan dan minum pasien pada
saat itu baik secara kualitas maupun kuantitas.

1 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan dada kiri nyeri.
Nyeri diakui pasien menjalar ke tangan kiri dan punggung belakang kiri. Nyeri
di interpretasikan sebagai rasa tertindih dan berat di dada dan sangat tidak
nyaman menurut pasien. Nyeri dada tidak berhubungan dengan pernafasan.
Keluhan berdebar pada dada kiri masih terdapat pada pasien. Pada saat nyeri
dada pasien berkeringat dingin yang banyak dan agak sesak. Nyeri berlangsung
lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan istirahat. Sebelum nyeri dada
diakui pasien seletah melakukan aktifitas membersihkan rumah. Keluhan mual
diakui pasien namun tidak sampai muntah. Kelemahan anggota gerak tidak
terdapat pada pasien. Melihat keluhan pasien semakin berat, keluarga langsung
membawa pasien ke IGD RST dr. Soedjono.
Riayat Penyakit Dahulu
Keluhan nyeri dada dan sesak nafas seperti ini sudah di rasakan pasien
sejak 4 bulan yang lalu. Pasien sering berobat ke dokter, dan dokter
mendiagnosa pasien menderita penyakit jantung. Beberapa waktu lalu pasien
sering masuk ke rumah sakit akibat penyakit jantungnya. Dalam sebulan
terakhir pasien sudah masuk rumah sakit sebanyak 3 kali yaitu pada tanggal 28
februari 2016 dengan keluhan sesak nafas, dada berdebar - debar yang semakin
memburuk saat aktivitas. Yang kedua pada tanggal 13 Maret 2016 dengan
keluhan sesak nafas, nyeri ulu hati dan pusing berputar. Yang ketiga pada
tanggal 15 Maret 2016 dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada. Nyeri dada
pada saat itu dirasakan bila setelah melakukan aktifitas fisik yang berat, namun
pada saat ini tanpa melakukan aktifitas fisik pasien merasa nyeri. Nyeri dada
pada saat itu hilang jika pasien istirahat dan nyari biasanya berlangsung selama
5 menit. Dari riwayat pasien masuk rumah sakit tersebut dokter mendiagnosa
pasien menderita penyakit jantung koroner. Riwayat penyakit kolesterol diakui
pasien. Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien yang tinggal serumah tidak ada yang menderita penyakit
sesak dan nyeri dada seperti pada pasien. Kakek pasien mempunyai riwayat

penyakit jantung dan kini sudah tiada. Ayah pasien mempunyai penyakit
kolesterol dan darah tinggi.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, namun higienitas
lingkungan rumah diakui baik oleh pasien. Pasien tinggal bersama suami dan 2
orang anaknya, dengan rumah yang luasnya 80 m2. Rumah tersebut dihuni oleh
4 jiwa. Pencahayaan rumah baik diakui pasien.
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berlemak dan
yang mengandung santan sejak kecil. Kebiasaan merokok dan minum alkohol
disangkal pasien. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, kesan ekonomi
cukup.
Riwayat Pengobatan
Sejak masuk ruma sakit pertama kali pada tanggal 28 Februari 2016
pasien rutin kontrol ke poli jantung RST dr. Soedjono namun keluhannya
hilang timbul sehingga pasien beberapa kali masuk rumah sakit untuk di rawat.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK (23 Maret 2016)
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
BMI
Tanda vital :
TD : 150/90 mmHg
HR : 88 x/menit

: Sakit Sedang
: ComposMentis
: 50 kg
: 155 cm
: 20,8 (Normal)
RR
: 24 x/menit
Suhu : 36,5 C

SaO2: 98%

Kepala
Bentuk

: Normosefal, rambut warna hitam merata dan rambut tidak


mudah dicabut.

Mata
Wajah
Mulut

: Konjungtiva : Pucat (-/-) , Sklera: Ikterik (+/+),


Nystagmus(-/-)
: Simetris, terdapat edema pada palpebra (+/+), nafas
cuping hidung (-)
: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa

kering (-), caries dentis (+) pada molar 3 superior dexter, faring
hiperemi (-), tonsil T1-T1 tenang.

Leher

: Tidak ada pembesaran KGB, JVP 5 + 4 cm

Thoraks

: Normochest, tidak terdapat luka dan jejas.

Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (-).

P: vocal fremitus simetris kiri dan kanan sama.

P: Sonor +/+ di seluruh lapang paru.

A: Bronkoesikuler +/+, ronkhi basah +/+, wheezing -/-

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak

P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri
di linea midclavicularis sinistra ICS V, batas pinggang jantung linea
parasternal sinistra ICS IV

A: BJ I > BJ II regular, murmur (+), S3 (+)

Abdomen:

I : Cembung, asites (-), spider naevi (-), caput medusa (-)

A: BU (+) normal

P: Timpani (+)

P: Nyeri tekan (-), hepar 4 cm dibawah arkus costae (nyeri tekan (-),
permukaan rata, tepi tumpul), lien tidak teraba.

Ekstremitas: Piting edema -/-/+/+ pada 2/3 distal tungkai bawah sianosis (-), akral
hangat, CRT < 2 detik

1.4 DAFTAR MASALAH


Anamnesis:
1. Nyeri dada.
2. Jantung berdenyut kencang.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sesak nafas.
Berkeringat dingin.
Batuk.
Tidur lebih nyaman dengan 3 bantal.
Riwayat penyakit jantung.
Riwayat penyakit kolestrol.
Kebiasaan konsumsi makanan berlemak.

Pemeriksaan Fisik:
10. Tekanan darah
11. Mata
12. Wajah
13. Mulut
14. Leher
15. Px Paru
16. Px Paru
17. Px Jantung
18. Px Jantung
19. Ekstremitas

: 150/90 mmHg
: Sklera ikterik (+/+)
: Edema palpebra (+/+)
: Caries dentis pada molar 3 superior dexter (+)
: JVP 5 + 4 cm
: Pada auskultasi didapatkan suara bronkovesikuler
: Pada auskultas terdapat ronkhi basah (+/+)
: Pada perkusi didapatkan batas jantung kiri
melebar.
: Pada auskultasi ditemukan adanya murmur dan
bunyi jantung S3 (+).
: Piting edema pada 2/3 distal tungkai bawah.

1.5 DIAGNOSIS BANDING


1. Observasi chest pain:
Jantung (CAD): 1,2,3,7,8,9,10,13
Paru (pleuritis): 1,2,3,4,16
Paru (pneumonia): 1,3,4,5,16
2. Observasi dipsneu:
Jantung (CHF): 2,3,4,5,6,7,10,11,12,13,14,16,17,18,19
Paru (Bronkitis): 3,4,5,15,16
Paru (Pneumonia): 1,3,4,5,16
1.6 PLANNING
Diagnosis
1.
2.
3.
4.

Darah lengkap.
GDS, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT.
EKG.
Rontgent thorax.

Darah Lengkap (diperiksa tanggal 23 Maret 2016)


Parameter
WBC
LYM#
MID#
GRA#
LYM%
MID%
GRA%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV
PCT
PDW

Hasil
28,5 K/uL
1,0 K/uL
2,0 K/uL
25,4 K/uL
3,4%
7,2%
89,4%
5,80%
14,9 g/dl
30%
75,2 fl
25,7 pg
34,2 g/dl
115,3 %
302 K/uL
7,9 fl
0,24 %
13,9 %

Normal
4,0
1,0
0,1
2,0
25,0
2,0
50,0
3,00
12,0
35,0
81,0
27,0
31,0
10,0
150
7,0
0,20
10,0

Batas
10,0
5,0
1,0
8,0
50,0
10,0
80,0
6,0
16,0
45,0
101,0
33,0
35,0
16,0
400
11,0
0,50
18,0

Kesan: terjadi peningkatan leukosit, kemungkinan terjadi respon inflamasi


sehingga menyebabkan peningkatan leukosit.

Pemeriksaan GDS, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT (diperiksa tanggal 23 Maret


2016)
Pemeriksaan
GDS
Urea
Kreatinin
SGOT
SGPT

Hasil
124 mg/dL
31 mg/dL
1,3 mg/dL
247 U/L
341 U/L

Batas
70,00 - 115,0
17,00 - 43,00
0,900 - 1,300
0000 - 37,00
0000 - 41,00

Kesan: - Terdapat peningkatan GDS > 115 mg/dL menunjukan adanya


toleransi glukosa yang terganggu pada pasien.
-

Terdapat peningkatan SGOT dan SGPT yang menunjukan adanya


peradangan hepar pada pasien ini.

Pemeriksaan EKG (diperiksa tanggal 23 Maret 2016)

Intrerpretasi:
Frekuensi 100 x/menit, irama tidak sinus, right aksis deviation (+120), ST
depresion (anterior, lateral, inferior), T wave negative (anterior, lateral,
inferior).
7

Kesan: Terdapat gambaran atrial flutter di sadapan II, terdapat micard infark
(antero, septal dan lateral), terdapat iskemia (anterior, lateral dan inferior),
terdapat deviasi aksis ke kanan yang menyimpulkan adanya RVH, amplitudo
gel R V5 dan V6 + amplitudo gel S V1 dan V2 > 35 menyimpulkan adanya
LVH.
Pemeriksaan foto rontgent thorax (diperiksa tanggal 23 Maret 2016)
Hasil: - Corakan bronkovaskular meningkat
-

Kedua sinus costophrenicus lancip


Kedua diafragma licin
CTR > 0,5
Sistema tulang dalam batas normal.

Kesan: bronkitis kronik dan kardiomegali


1.7 DIAGNOSIS

Diagnosis utama
: Acute dekompensated chronic heart failure
Diagnosis etiologi
: Coronary arterial disease, bronkitis kronis
Diagnosis penyerta : SIRS
Diagnosis faktor resiko: Riwayat penyakit kolestrol sebelumnya
dan riwayat penyakit jantung sebelumnya
Diagnosis pencetus : Aktivitas fisik berat, infeksi gigi
Diagnosis pemburuk : Faktor pencetus tidak dihindari
Diagnosis fungsional : Old Miocard Infark
Diagnosis anatomi
: Kardiomegali
Diagnosis EKG
: Atrial flutter, Miocard infark (ateroseptal,
lateral), Iskemia (anterior, lateral,
inferior), Right ventrikel hipertrofi, Left
ventrikel hipertrofi.
Diagnosis komplikasi : Terapi
Farmakologi: 1. Simptomatif : - Aminofusin hepar IV 7 TPM
- Heparin 5000 IU IV (loading),
dilanjutkan 1000 IU / Jam
- Ranitidin 2 x 50 mg IV
- Parasetamol 3 x 500 mg oral
8

- ISDN 5 mg oral SL diulang 5 menit


- Captopril 3 x 12,5 mg oral
2. Kausatif

: - Ceftazidim 2 x 1 gr IV
- Furosemid 2 x 20 mg IV
- Simvastatin 1 x 20 mg oral
- Dibigatran etexilete 2 x 75 mg oral
- Clopidogrel 300 mg oral, lanjut
maintenance 1 x 75 mg

3. Suportif

: - O2 8 LPM dengan kanul nasal


- Infus RL 18 TPM

Non Farmakologi: Pertahankan posisi setengah duduk.


Monitoring
1. Rawat inap di bangsal.
2. Keadaan umum, keluhan (nyeri dada, sesak dan batuk), vital sign (Tekanan
darah, respiration rate dan saturasi oksigen).
3. Produksi urine.
4. Perbaikan gejala dan efek samping obat.
Edukasi

Istirahat cukup.
Jaga kebersihan diri dan ruangan.
Minum obat teratur dan sesuai perintah.
Diet rendah garam 1 - 2 g sehari dan batasi minum hingga 1 - 1,5 L sehari.

Prognosis

Ad vitam
Ad sanam
Ad fungtionam

: dubia ad malam
: ad malam
: dubia ad malam

1.8 FOLLOW UP
S
Kamis / 24

O
KU/KS :

Maret 2016

Sakit sedang

dekompensated

07.00 am

/ Compos mentis

chronic heart

Nyeri dada

Vital Sign

sudah

TD: 80/56

Acute

mmHg

failure
CAD OMI
AF
Bronkitis
SIRS

P
Plan Diagnosis:

Konsul ke dokter
gigi

untuk

caries

dentis
Plan Terapi

berkurang.
Sesak

N : 62 x/menit

Simtomatif

masih

RR: 22 x/menit

Aminofusin hepar

dirasakan

S : 36,7 C

pasien.
Batuk

SpO2: 98%

IV 7 TPM
Heparin 1000 IU

IV
Ranitidin 2 x 50

mg IV
Parasetamol 3 x

masih
dirasakan
pasien,
namun
sudah

berkurang.
Badan

Kepala:
Normochepal

Farmakologi:

Mata: CA -/-

SI +/+
Hidung:

500 mg oral
ISDN 3 x 5 mg

Sekret -/Mulut:

oral SL
Captopril 3 x 12,5
mg oral

pasien

Mukosa

lemas.

normal
Tonsil T1-T1,

Kausatif:

Uvula

Zibac 2 x 1 gr IV
Lasix 2 x 20 mg

IV
Simvastatin 1 x 20

mg oral
Pradaxa 2 x 75 mg

ditengah,
caries dentis
pada molar 3
superior

dexter
Leher:

oral
KGB
10

membesar (),

Platogrix 1 x 75

JVP 5 + 4 cm

mg oral

Thorax: Simetris,

Suportif:

statis & dinamis,

retraksi (-),

O2 3 LPM (NK)
RL 18 TPM

penggunaan otot
bantu napas (-)

Non Farmakologi:

Pertahankan

Pulmo :

posisi setengah

Bronkovesikuler,

duduk.

Ronkhi basah +/
+, Wheezing -/Cor :
Batas jantung
kiri di linea

Plan Monitoring:

Keadaan umum

dan TTV.
Makan dan

minum.
Efek samping

midclavicularis

obat.

sinister ICS V
BJ I > II regular,
murmur (+), S3
(+)

Plan Edukasi:

Istirahat cukup.
Minum obat
teratur dan sesuai

Abdomen:
BU (+) normal,
NT (-),
hepatomegali (+)
4 cm di bawah
AC

perintah.
Jaga kebersihan

ruangan.
Diet rendah
garam 1 - 2 g
sehari dan batasi
minum hingga 1

Ekstremitas :

- 1,5 L sehari.

Akral hangat

11

Edema (-/-/+/+),
Jumat / 25

CRT < 2 detik


KU/KS :

Maret 2016

Sakit sedang

dekompensated

07.00 am

/ Compos mentis

chronic heart

Nyeri dada

Vital Sign

sudah tidak

TD: 89/40

failure
CAD OMI
AF
Bronkitis
SIRS

Plan Diagnosis:

Pemeriksaan
laboratorium DPL,
SGOT dan SGPT

Plan Terapi

dirasakan
Sesak

N : 60 x/menit

Simtomatif

sudah

RR: 20 x/menit

berkurang
Batuk

S : 36,5 C

sudah

mmHg

Acute

berkurang.
Badan
pasien
sangat
lemas

Farmakologi:

IV / jam, bolus

SpO : 96%
Kepala:
Normochepal

Mata: CA -/-

SI +/+
Hidung:

Sekret -/Mulut:

Heparin 1000 IU

dahulu 4000 IU
ISDN 3 x 5 mg

oral SL
Captopril 3 x 12,5

mg oral
Bila tensi turun
lagi berikan
vascon 5 amp dlm
RL 500 cc 7 TPM

Mukosa
normal
Tonsil T1-T1,
Uvula

ditengah.
Leher: KGB

Kausatif:

Zibac 2 x 1 gr IV
Lasix 2 x 20 mg

IV
Simvastatin 1 x 20

mg oral
Platogrix 1 x 75

mg oral
Pradaxa 2 x 75 mg

membesar (),
JVP 5 + 3 cm
Thorax: Simetris,
statis & dinamis,
retraksi (-),
penggunaan otot

oral
Suportif:

12

bantu napas (-)


Pulmo :

RL 18 TPM

Non Farmakologi:

Bronkovesikuler,

Pertahankan

Ronkhi basah +/

posisi setengah

+, Wheezing -/-

duduk.

Cor :

Plan Monitoring:

Batas jantung

Keadaan umum

dan TTV.
Makan dan

minum.
Efek samping

kiri di linea
midclavicularis
sinister ICS V
BJ I > II regular,

obat.

murmur (+), S3
(+)

Plan Edukasi:

Abdomen:
BU (+) normal,

Istirahat cukup.
Minum obat
teratur dan sesuai

NT (-),
hepatomegali (+)
4 cm di bawah
AC

perintah.
Jaga kebersihan

ruangan.
Diet rendah
garam 1 - 2 g

Ekstremitas :

sehari dan batasi

Akral hangat

minum hingga 1

Edema (-/-/+/+),

- 1,5 L sehari.

CRT < 2 detik

Darah lengkap (diperiksa tanggal 25 Maret 2016)


Parameter
WBC
LYM#

Hasil
15 K/uL
1,0 K/uL

Normal
4,0
1,0

Batas
10,0
5,0

13

MID#
GRA#
LYM%
MID%
GRA%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV
PCT
PDW

1,0 K/uL
10,0 K/uL
12,0%
7,2%
80,0%
5,80%
14,9 g/dl
36,0 %
82,0 fl
25,0 pg
35,0 g/dl
11,0 %
300 K/uL
8,0 fl
0,25 %
14,0 %

0,1
2,0
25,0
2,0
50,0
3,00
12,0
35,0
81,0
27,0
31,0
10,0
150
7,0
0,20
10,0

1,0
8,0
50,0
10,0
80,0
6,0
16,0
45,0
101,0
33,0
35,0
16,0
400
11,0
0,50
18,0

Kesan: Terdapat peningkatan leukosit (leukositosis), namun kadar leukosit


berkurang dari hasil sebelumnya.
Fungsi Hepar (diperiksa tanggal 25 Maret 2016)
Pemeriksaan

Hasil (Normal)
200 U/L (0,000 37,0)
320 U/L (0,000 41,0)

SGOT
SGPT

Kesan: penurunan fungsi hati, namun kadar SGOT dan SGPT berurang dari
pemeriksaan sebelumnya
S
Sabtu / 26

O
KU/KS :

Maret 2016/

Sakit sedang

dekompensated

07.00 am

/ Compos mentis

chronic heart

Nyeri dada

Vital Sign

sudah tidak

TD: 100/60
mmHg

A
Acute

failure
CAD OMI
AF
Bronkitis
SIRS

P
Plan Diagnosis:

Pemeriksaan
laboratorium DPL,
SGOT dan SGPT

Plan Terapi

dirasakan.
Sesak

Farmakologi:

N : 78 x/menit

Simtomatif

sudah tidak

RR: 20 x/menit

ISDN 3 x 5 mg

ada.
14

Batuk

S : 36 C

sudah

SpO2: 96%

oral SL
Captopril 3 x 12,5

mg oral

berkurang.
Badan

Kepala:

pasien

Normochepal

Kausatif:

sangat

Mata: CA -/-

Zibac 2 x 1 gr IV
Lasix 2 x 20 mg

SI +/+
Hidung:

Sekret -/Mulut:

IV
Simvastatin 1 x 20

mg oral
Platogrix 1 x 75

mg oral
Pradaxa 2 x 75 mg

lemas.

Mukosa
normal
Tonsil T1-T1,

oral

Uvula

ditengah.
Leher: KGB

Suportif:

membesar (),

RL 18 TPM

JVP 5 + 3 cm
Non Farmakologi:
Thorax: Simetris,

Pertahankan

statis & dinamis,

posisi setengah

retraksi (-),

duduk.

penggunaan otot
bantu napas (-)

Plan Monitoring:

Keadaan umum

dan TTV.
Makan dan

minum.
Efek samping

Pulmo :
Bronkovesikuler,
Ronkhi basah +/
+, Wheezing -/-

obat.
Cor :
Batas jantung
kiri di linea

Plan Edukasi:

Istirahat cukup.
Minum obat
15

midclavicularis

teratur dan sesuai

sinister ICS V

perintah.
Jaga kebersihan

ruangan.
Diet rendah

BJ I > II regular,
murmur (+), S3
(+)

garam 1 - 2 g
sehari dan batasi

Abdomen:

minum hingga 1

BU (+) normal,

- 1,5 L sehari.

NT (-),
hepatomegali (+)
3 cm di bawah
AC
Ekstremitas :
Akral hangat
Edema (-/-/+/+),
Minggu / 27

CRT < 2 detik


KU/KS :

Maret 2016/

Sakit sedang

dekompensated

07.00 am

/ Compos mentis

chronic heart

Nyeri dada

Vital Sign

sudah tidak

TD: 130/80
N : 80 x/menit

sudah tidak

RR: 20 x/menit

ada.
Batuk

S : 36,6 C

sudah tidak

mmHg

dirasakan.
Sesak

ada.
Badan
pasien
sudah tidak

SpO2: 98%

Acute

failure
CAD OMI
AF
Bronkitis
SIRS
Konstipasi
Dyspepsia

Plan Diagnosis:

Tidak ada

Plan Terapi
Farmakologi:
Simtomatif

ISDN 3 x 5 mg

oral SL
Captopril 3 x 12,5

mg oral
Ranitidine 2 x 50
mg IV

Kepala:
Normochepal

Mata: CA -/-

Kausatif:

16

lemas.
Perut

SI +/+
Hidung:

kembung.
Belum

Sekret -/Mulut:

Zibac 2 x 1 gr IV
Lasix 2 x 20 mg

IV
Simvastatin 1 x 20

BAB

Mukosa

selama 6

normal
Tonsil T1-T1,

mg oral
Platogrix 1 x 75

Uvula

mg oral
Pradaxa 2 x 75 mg

ditengah.
Leher: KGB

oral
Asetosal 2 x 100

mg oral
Lactulose syrup

hari.

membesar (),
JVP 5 + 2 cm
Thorax: Simetris,

Suportif:

statis & dinamis,

RL 18 TPM

retraksi (-),
penggunaan otot
bantu napas (-)

Non Farmakologi:

Pertahankan
posisi setengah
duduk.

Pulmo :
Bronkovesikuler,
Ronkhi basah +/
+, Wheezing -/Cor :

Plan Monitoring:

Keadaan umum

dan TTV
Makan dan

minum
Efek samping

Batas jantung
kiri di linea
midclavicularis

obat

sinister ICS V
BJ I > II regular,
murmur (+), S3
(+)

Plan Edukasi:

Istirahat cukup.
Minum obat
teratur dan sesuai

17

Abdomen:
BU (+) normal,
NT (-),
hepatomegali (+)

perintah.
Jaga kebersihan

ruangan.
Diet rendah
garam 1 - 2 g

3 cm di bawah

sehari dan batasi

AC

minum hingga 1
- 1,5 L sehari.

Ekstremitas :
Akral hangat
Edema

(-/-/-/-),

Senin/ 28

CRT < 2 detik


KU/KS :

Maret 2016/

Sakit sedang

dekompensated

07.00 am

/ Compos mentis

chronic heart

Nyeri dada

Vital Sign

sudah tidak

TD: 130/80
N : 84 x/menit

sudah tidak

RR: 18 x/menit

ada.
Batuk

S : 36,5 C

sudah tidak

mmHg

dirasakan.
Sesak

ada.
Badan
pasien
sudah tidak

lemas.
Perut

kembung.
Sakit
kepala.

SpO2: 98%
Kepala:

Acute

failure
CAD OMI
AF
Bronkitis
SIRS
Dyspepsia

Plan Diagnosis:

Tidak ada

Plan Terapi
Farmakologi:
Simtomatif

Aminofusin hepar

IV 7 TPM
ISDN 3 x 5 mg

oral SL
Captopril 3 x 12,5

mg oral
Ranitidine 2 x 50
mg IV

Normochepal

Mata: CA -/-

SI +/+
Hidung:

Sekret -/Mulut:
Mukosa
normal
Tonsil T1-T1,

Kausatif:

Zibac 2 x 1 gr IV
Lasix 2 x 20 mg

IV
Simvastatin 1 x 20

mg oral
Platogrix 1 x 75

18

Uvula

ditengah.
Leher: KGB
membesar (),

mg oral
Pradaxa 2 x 75 mg

oral
Asetosal 2 x 100
mg oral

JVP 5 + 2 cm
Thorax: Simetris,

Suportif:

statis & dinamis,

RL 18 TPM

retraksi (-),
penggunaan otot
bantu napas (-)

Non Farmakologi:

Pertahankan
posisi setengah
duduk.

Pulmo :
Bronkovesikuler,
Ronkhi basah +/

Plan Monitoring:

+, Wheezing -/-

Keadaan umum

Cor :

dan TTV
Makan dan

minum
Efek samping

Batas jantung
kiri di linea

obat

midclavicularis
sinister ICS V
BJ I > II regular,
murmur (+), S3
(+)

Plan Edukasi:

Istirahat cukup.
Minum obat
teratur dan sesuai

Abdomen:
BU (+) normal,
NT (-),
hepatomegali (+)
3 cm di bawah
AC

perintah.
Jaga kebersihan

ruangan.
Diet rendah
garam 1 - 2 g
sehari dan batasi
minum hingga 1

19

Ekstremitas :

pulang besok.

Akral hangat
Edema

- 1,5 L sehari.
Pasien boleh

(-/-/-/-),

CRT < 2 detik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Gagal Jantung


II.1.1 Definisi
Suatu sindrom klinis akibat kelainan struktur atau fungsi jantung yang
ditandai dengan1:

Gejala gagal jantung: sesak napas atau lelah bila beraktivitas: pada

kondisi berat dapat muncul saat istirahat.


Tanda-tanda retensi cairan, seperti kongesti paru atau bengkak

pergelangan kaki.
Bukti obyektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.

20

II.1.2 Klasifikasi dan Terminologi


Berdasarkan presentasinya gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung akut,
kronis (menahun), dan acute on chronic heart failure1.

Gagal jantung akut: timbulnya sesak napas secaracepat (< 24 jam) akibat
kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik atau diastolik atau
irama jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir
afterload). atau kontraktilitas. Keadaan ini mengancam jiwa bila tidak

ditangani dengan tepat.


Gagal jantung menahun: sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan
struktural atau fungsional yang mengganggu kemampuan pompa jantung
atau mengganggu pengisian jantung.

Terminologi lain gagal jantung dapat berdasarkan nilai fraksi ejeksi1:

Heart failure-reduced ejection fraction (HR-REF).Adanya tanda dan


gejala gagal jantung yang disertai penurunan nilai fraksi ejeksi ventrikel

kiri.
Heart failure preserved ejection fraction (HR-PEF).Adanya tanda dan
gejala gagal jantung. Namun nilai fraksi ejeksi normal atau menurun
sedikit serta tidak ada dilatasi ventrikel kiri. Kondisi ini berhubungan
dengan kelainan struktural, seperti hipertrofi ventrikel kiri atau atrium
kiri dan atau disfungsi diastolik.

II.1.3 Patofisiologi
Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan
penurunan kapasitas pompa jantung, seperti iskemia, hipertensi, infeksi, dan
sebagainya. Penurunan kapasitas awalnya akan dikompensasi oleh mekanisme
neurohormonal: sistem saraf adrenergik, sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan
sistem sitokin. Kompensasi awal bertujuan untuk menjaga curah jantung dengan
meningkatkan tekanan pengisian ventrikel (preload) dan kontraksi miokardium.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas sistem tersebut akan
menyebabkan kerusakan sekunder pada ventrikel, seperti remodeling ventrikel kiri
dan dekompensasi jantung. Kadar angiotensin II, aldosterone, dan katekolamin
akan semakin tinggi, mengakibatkan fibrosis dan apoptosis miokardium yang
21

bersifat progresif. Pada tahap yang lebih lanjut, penurunan fungsi ini Juga akan
disertai peningkatan risiko terjadinya aritmia jantung. Prinsip neurohormonal
inilah yang mendasari terapi gagal jantung saat ini2.
Tabel 1. Etiologi Gagal Jantung
Heart Failure-Reduced Ejection Fraction (<40%)
Penyakit arteri coroner
Non-inskemik kardiomiopati dilatasi
Infark miokard

Penyakit familial/genetic

Iskemia miokard

Penyakit infiltratif

Overload tekanan kronis

Kerusakan akibat toksin atau obat

Hipertensi

Penyakit metabolic

Penyakit katup obstruktif

Viral

Overload volume kronis

Penyakit Chagas

Penyakit katup regurgitas

Kelainan ritme dan frekuensi jantung

Shunt intrakardiak (kiri ke

Bradiaritmia kronis

kanan)

Takiaritmia kronis

Shunt ekstrakardiak
Heart Failure-Preserved Ejection Fraction (<40-50%)
Hipertrofi patologis
Kardiomiopati restriktif
Primer (kardiomiopati

Penyakit infiltrative (amioloidosis

hipertrofi)

sarkoidosis)

Sekunder (hipertensi)

Storage disease (hemokromatosis)

Penuaan (aging)

Kelainan endomiokardial

Fibrosis jantung
Penyakit jantung pulmonal
Kor pulmonal
Penyakit vascular pulmonal
Kondisi High-Output
Kelainan metabolic
Tirotoksikosis

Kebutuhan aliran darah yang berlebihan


Shunt arteriovena sistemik

22

Kelainan nutrisi (beriberi)

Anemia kronis

II.1.3 Manifestasi Klinis


Pasien gagal jantung akut dapat datang dengan berbagai kondisi klinis,
yaitu3:
1. Acute decompensated heart failure (ADHF). Dapat baru pertama kali (de
novo) atau dekompensasi dari gagal jantung kronis (acute on chronic).
2. Hypertensive acute heart failure. Gejala gagal jantung dengan tekanan
darah tinggi dan fungsi ventrikel yang masih baik, apabila ada gambaran
edema paru akut.
3. Edema paru. Sesak napas hebat, dengan ronki basah kasar terutama di
basal paru, ortopnea, saturasi 02 < 90%. dikonfirmasi dengan foto rontgen
dada.
4. Syok kardiogenik. Adanya bukti hipoperfusi jaringan walaupun volume
telah dikoreksi. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg. Produksi urin 0.5
cc/KgBB/jam. dengan laju nadi > 60 kali/menit (tidak ada blok jantung)
dengan atau tanpa kongesti organ/paru.
5. High output failure. Gejala curah jantung tinggi, laju nadi yang cepat,
akral hangat, kongesti paru kadang-kadang tekanan darah rendah seperti
pada syok septik.
6. Gagal jantung kanan. Gejala curah jantung rendah, peningkatan tekanan
vena jugularis, serta pembesaran hati dan hipotensi.
Karena tidak semua pasien terlihat kelebihan volume saat pemeriksaan,
maka Istilah heart failure (HF) lebih tepat digunakan daripada istilah lama
Congestive Heart Failure (CHF) Disfungsi ventrikel mungkin terjadi tanpa
keluhan sesak dan tidak ada hubungan antara beratnya sesak dengan derajat
disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kronis, derajat penyakit secara klinis
fungsional dapat dikategorikan berdasarkan kriteria New York Heart Association
(NYHA) Functional classification (lihat Tabel 2)3.
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Gagal Jantung Berdasarkan NYHA
NYHA I

Penyakit jantung namun tidak ada gejala atau keterbatasan

23

dalam aktivitas fisik sehari-hari biasa, misalnya berjalan, naik


tangga dan sebagainya
Gejala ringan (sesak napas ringan dan/atau angina) serta

NYHA II

terdapat keterbatasan ringan dalam aktivitas fisik sehari-hari


biasa
Terdapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari akibat gejala

NYHA III

gagal jantung pada tingkatan yang lebih ringan, misalnya


berjalan 20-100 m. Pasien hanya merasa nyaman saat istirahat.
Terdapat keterbatasan aktivitas yang berat, misalnya gejala

NYHA IV

muncul saat istirahat

II.1.4 Diagnosis
Diagnosis

gagal

jantung

ditegakkan

berdasarkan

kriteria

klinis

menggunakan kriteria klasik Framingham; bila terdapat paling sedikit satu kriteria
mayor dan dua kriteria minor (lihat Tabel 3).
Tabel 3 Kriteria klasik gagal jantung berdasarkan Framingham.
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea

Kriteria Minor
Edema ekstremitas

Distensi vena-vena leher

Batuk malam

Peningkatan vena jugularis

Sesak pada aktivitas

Ronki

Hepatomegaly

Kardiomegali

Efusi pleura

Edema paru akut

Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

Gallop bunyi jantung III

Takikardia (>120 kali/menit)

Refluks hepatojugular positif


Mayor atau Minor
Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari terapi
II.1.5 Pemeriksaan Penunjang

24

Laboratorium rutin, darah tepi lengkap, elektrolit, BUN, kreatinin, enzim


hepar, serta urinalisis. Pemeriksaan untuk diabetes militus, dyslipidemia,

dan kelainan tiroid juga penting dilakukan.


Elektrokardiografi, Pada gagal jantung interpretasi EKG yang perlu
dicari ialah ritme, ada / tidaknya hipertrofi ventrikel kiri, serta ada /
tidaknya infark (riwayat atau sedang berlangsung). Meski tidak spesifik

EKG yang normal dapat mengeksklusi disfungsi sistolik.


Rontgen torak, dapat menilai ukuran dan bentuk jantung, serta
vaskularisasi paru dan kelainan non-jantung lainnya (hipertensi

pulmonal, edema interstitial, edema paru).


Pemeriksaan fungsi ventrikel kiri, ekokardiogram 2-D/Doppler, untuk
menilai ukuran dan fungsi ventrikel kiri, serta kondisi katup dan gerakan
dinding jantung. Indeks fungsi ventrikel yang paling berguna ialah fraksi
ejeksi (stroke volume dibagi end-diastolic volume). Fraksi ejeksi normal

bila 50%.
Pemeriksaan biomarka, Brain Natriuretic People (BNP) dan pro-BNP
sensitive untuk mendeteksi gagal jantung (lihat Gambar 1). Dikatakan
gagal jantung bila BNP 100 pg/mL atau NT pro BNP 300 pg/mL.
BNP bermanfaat untuk meminimalisasi diagnosis negatif palsu (untuk
mengeksklusi bila kadarnya lebih rendah), bila tidak tersedia
ekokardiografi.

II.1.6 Prinsip Tatalaksana


1. Terapi Jangka Pendek (Gagal Jantung Akut). Pemilihan terapi akut
didasarkan pada dua hal berikut (lihat Gambar 1) : volume overload
(wet atau dry), yang menunjukan peningkatan pengisian ventrikel
kiri, serta tanda-tanda penurunan curah jantung (cold atau warm).
Profil A menunjukan hemodinamik normal. Gejala kardiopulmonal
dapat muncul akibat kelainan perenkim paru atau iskemia miokard

yang bersifat transien.


Profil B dan C menggunakan edema paru akut. Profil B
membutuhkan diuretic dan/atau vasodilator, sedangkan Profil C
membutuhkan diuretic dan/atau vasodilator ditambah inotropik.

25

Profil L menunjukan kondisi deplesi cairan berat, atau fungsi


jantung yang sangat terbatas tanpa adanya tanda overload cariran,
misalnya dilatasi ventrikel kiri dengan regurgitasi katup mitral.
Profil L membutuhkan terapi ekspansasi cairan.

Gambar 1. Klasifikasi Gagal Jantung Akut


2. Terapi Jangka Panjang. Penanganan gagal jantung sangat bervariasi
dan tergantung faktor-faktor yang mendasari. Berikut adalah garis besar
pengobatan gagal jantung :
Semua pasien gagal jantung (baik sistolik maupun diastolic)
memerlukan penghambat ACE atau ARB bila tidak kontraindikasi

seperti kelainan ginjal berat (lihat Tabel 4).


Semua pasien gagal jantung (baik sistolik maupun diastolic)
memerlukan penyekat beta mulai dari dosis kecil bila tidak ada

kontraindikasi (lihat Tabel 4).


Pasien gagal jantung NYHA III-IV yang belum membaik dengan
penghambat ACE/ARB dan penyekat beta, dapat dipertimbangkan
penambahan dosis kecil antagosis aldosterone seperti spironolakton

(lihat Tabel 4).


Kebanyakan pasien gagal jantung membutuhkan diuretik reguler
dosis rendah untuk mencapai tekanan vena jugularis normaldan
menghilangkan edema (lihat Tabel 4).

Permulaan dapat menggunakan diuretik kuat atau tiazid.yang kemudian


disesuaikan sesuai hasil terapi dan kebutuhan pasien1.

26

Pasien dengan fraksi ejeksi < 30% atau dengan atrial fibrilasi.
sebaiknya diberikan antikoagulan untuk mencegah emboli kardiak.
Pemberian digitalis bermanfaat untuk gagal jantung dengan atrial

fibrilasi dan fraksi ejeksi rendah (< 30%).


Bila penyebab gagal jantung berat adalah penyakit jantung coroner,
maka pemberian simvastatin dan aspirin bermanfaat secara jangka

panjang.
Obat-obatan yang betul-betul harus dihindari pada pasien
gagal jantung simptomatik NYHA kelas II-IV:
- Golongan tiazolidinedion (glitazon),karena dapat memperburuk
-

gejala gagal jantung;


Golongan CCB. Kecuali amlopidin dan felodipin, karena

memiliki efek inotropik negatif:


OAINS dan penghambat COX-2 sebaiknya dihindari karena
menyebabkan retensi air dan natrium, serta memperburuk fungsi

ginjal dan gejala gagal jantung.


Kombinasi ARB (atau renin-inhibitor) dengan penghambat ACE
dan antagonis mineralokortikoid tidak direkomendasikan karena

memperburuk fungsi ginjal dan menyebabkan hyperkalemia.


Sesuai etiologinya, pasien gagal jantung perlu mendapat terapi
yang sesuai, baik itu revaskulasasi (pembalonan, stent, atau
operasi), pemasangan pacu jantung (cardiac resynchronization

therapy), perbaikan katup dan sebagainya.


Intervensi gaya hidup :
- Diet rendah garam 2 g (setengah sendok teh) pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1,5
Liter/hari pada gagal jantung ringan dan 1 Liter/hari pada gagal
-

jantung berat.
Berhenti merokok dan alkohol (terutama pada kardiomiopati).
Aktivitas fasis rutin, misalnya berjalan kaki 3-5 kali/minggu
selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20
menit dengan bebar 70-80% denyut jantung maksimal pada

gagal jantung ringan dan sedang.


Istirahat tirah baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.

27

Tabel 4. Rekomendasi Obat Gagal Ginjal (ESC, 2012)


Dosis Awal (mg)
6.25 tiga kali sehari
2.5 dua kali sehari
2.5-8.0 sekali sehari
2.5 sekali sehari
0.5 sekali sehari

Captopril
Enalapril
Lisinopril
Lamipril
Trandolapril
Penyekat beta
Bisoprolol
1.25 sekali sehari
Cervedilol
3.125 dua kali sehari
Metroprolol succinate 12.5/25 sekali sehari
(CD/XL)
Nebivolol
ARB
Candesartan
Valsartan
Losartan
MRA
Elerenone
Spironolactone
Diuretik Kuat
Furosemide
Bumetanide
Torasemide
Tiazid
Bensoflumethiazide
hydrovhlorothlazide
Metolazone
Indapamide

Spironolakton/eprelnon

Dosis Target (mg)


50 tiga kali sehari
10-20 dua kali sehari
20-35 sekali sehari
5 dua kali sehari
4 sekali sehari
10 sekali sehari
25-50 dua kali sehari
200 sekali sehari

1.25 sekali sehari

10 sekali sehari

4 atau 8 sekali sehari


40 dua kali sehari
50 sekali sehari

32 sekali sehari
160 dua kali sehari
150 sekali sehari

25 sekali sehari
25sekali sehari

50 sekali sehari
25-50 sekali sehari

10-40
0.5-1.0
5-10

40-240
1-5
10-20

2.5
25
2.5
2.5
*ACEI/AR

ACEI/AR

2.5-10
12.5-100
2.5-10
2.5-5
*ACEI/AR

ACEI/AR

B
12.5-25

B
50

B
50

B
100-200

e
Amiloreide
2.5
5
5-10
10-20
Triamterene
25
50
100
200
*golongan tiazid tidak direkomendasikan bila GFR < 30 mL/menit, kecuali bila
dikombinasikan dengan diuretic kuat.
II.2 Penyakit Jantung Koroner
II.2.1 Pendahuluan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu kondisi yang disebabkan
oleh suplai darah dan oksigen ke miokardium yang tidak adekuat sehingga terjadi

28

ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai darah. Penyebab utama PJK ialah


sumbatan plak aterom pada arteri koroner sehingga disebut juga penyakit jantung
iskemik. Manifestasi klinis PJK sangat bervariasi, mulai dari angina pektoris
stabil, angina tidak stabil, angina Prinzmetal, angina mikrovaskular, serta infark
miokard akut. Namun, PJK Juga dapat terjadi tanpa nyeri dada (asimtomatik) atau
nyeri dada yang tidak menonjol seperti iskemia miokardium tersamar, gagal
jantung, aritmia, hingga kematian mendadak (Gambar 1) 1.

Gambar 1. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner


Secara umum, masalah serebrovaskular merupakan penyebab kematian
tertinggi di dunia. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Nasional tahun 2007 stroke merupakan penyebab kematian pertama
(15.4%). disusul PJK (9.7%) Angka tersebut diprediksikan akan terns meningkat
karena gaya hidup sedentary, hipertensi, diabetes, dan kebiasaan merokok yang
semakin marak1.
II.2.2 Anatomi dan Perdarahan Arteri Koroner
Arteri koroner merupakan cabang langsung dari aorta, yaitu arteri koroner
kiri dan arteri koroner kanan. Arteri koroner kiri utama (leftmain/LMCA) ke luar
dari sinus aorta kiri, lalu segera bercabang menjadi dua: left anterior descending
(LAD) dan left circumflex (LCX). Sementara, arteri koroner kanan (right
coronary artery/RCA) keluar dari sinus aorta kanan dan berjalan dalam sulkus
artrioventrikular kanan diantara atrium kanan dan ventrikel kanan; menuju ke
bagian bawah dari septum. Masing-masing pernah pendarahan arteri koroner
dapat dilihat di Tabel 12.

29

Tabel 1. Cabang Arteri Koroner berserta Area Anatomis Perdarahannya


Area Anatomis
Septum
Anterior
Apeks
Lateral
Inferior
Ventrikel Kanan
Posterior

Arteri Koroner
LAD Proksimal
LAD
LAD distal, LCX atau RCA
LCX
RCA (85%), LCX (15%)
RCA Proksimal
RCA atau LCX

Sadapan EKG
V1-V2
V3-V4
V5-V6
I, aVL
II, III, aVF
V1-V2 dan V4R
ST,di V7-V9

Keterangan: LAD Left anterior desxending, LCX left circumflex, LDX left
descending circumflex, RCA right coronary artery.
II.2.3 Patogenesis Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan lesi intimal (disebut atheromas atau fibrofatty
plaques) yang menonjol sehingga menyumbat lumen dan melemahkan jaringan
vaskular.Secara umum, plak aterosklerosis berkembang pada arteri yang elastis,
seperti aorta, karotis, dan arteri iliaka, dan arteri muskular berukuran sedang
hingga besar, seperti arteri koroner, arteri popliteal.Sumbatan aterosklerosis
tersebutlah yang mendasari terjadinya PJK, stroke, maupun penyakit arteri
perifer3.
Proses aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel (meski beIum
terbentuk plak), yang sebenarnya telah terjadi sejak usia muda. Sel endotel
terdapat pada lapisan tunika intima pembuluh darah, berhubungan langsung
dengan aliran darah, serta berperan dalam menjaga keseimbangan antara faktor
prokoagulan (von Willebrand, tissue factor, plasminogen activator inhibitor/ PW)
dan antikoagulan (prostasiklin. trombo-modulin, heparansulfat, dan tissue
plaminogen activator/ TPA). Adanya jejas pada endotel yang berlangsung kronis
akan menyebabkan disfungsi endotel berupa peningkatan permeabilitas,
rekrutmen dan adesi leukosit, serta potensi pembentukan trombus3.
Di samping itu, diet kaya kolesterol dan lemak jenuh akan menyebabkan
terkumpulnya partikel lipoprotein pada permukaan intima yang kemudian masuk
ke dalam intima. Di dalam intima, partikel lipoprotein akan teroksidasi dan
mengalami proses glikasi. Stres oksidatil yang terjadi selanjutnya memicu
pelepasan sitokin yang menyebabkan migrasi monosit dan sel darah lainnya ke

30

intima untuk memakan lipoprotein tersebut sehingga terbentuklah set busa


(foam cells)3.
Pelepasan sitokin inflamasi lebih lanjut akan mengaktivasi platelet dan selsel otot polos vaskular (smooth muscle cells/SMC) sehingga SMC akan
berproliferasi dan bermigrasi dari tunika media ke intima SMC juga
mengakibatkan akumulasi matriks ekstraseluler dan pembentukan fibrosis. Pada
tahap selanjutnya, terbentuk kalsifikasi sementara proses fibrosis terus berjalan,
kadang-kadang disertai apoptosis SMC3.
II.2.4 Angina Pektoris Stabil (APS)
II.2.4.1 Definisi
Angina pektoris ialah sindrom klinis yang ditandai dengan rasa tidak
nyaman di dada atau substernal agak di kiri, yang menjalar ke leher, rahang,
bahu/punggung kiri sampai dengan lengan kiri dari jari-jari bagian ulnar. Disebut
angina pektoris stabil (APS), apabila nyeri angina dipresipitasi oleh stress fisik
atau emosional atau udara dingin, namun hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin1.
II.2.4.2 Patogenesis
Angina pektoris timbul karena iskemia miokard akibat penurunan suplai
kronis dan peningkatan kebutuhan, yang paling sering disebabkan oleh
aterosklerosis. Penyebab lain angina pektoris ialah kelainan bawaan pada
pembuluh koroner, myocardial bridging, arteristis koroner (terkait vaskulitis
sistemik), dan penyakit koroner akibat radiasi. Pada APS, biasanya ditemukan
sumbatan kronis plak aterom pada sekurang-kurangnya satu pembuluh koroner
epikardial2.
II.2.4.3 Manifestasi Klinis
Pada anamnesis dapat ditemukan nyeri tipikal APS biasanya seperti rasa
tertindih / berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, diremas-remas atau seperti dada mau pecah. Nyeri tidak berhubungan
dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada, berlangsung kurang dari 20 menit.
Namun, tampilan tersebut hanya ditemukan pada 50% kasus. Selebihnya dapat
31

berupa gejala atipikal, seperti rasa tidak nyaman di epigastrium, rasa lelah, atau
seperti pingsan (terutama pada kelompok lanjut usia). Gejala ini disebut angina
ekuivalen. Beberapa diagnosis banding untuk keluhan nyeri dada dapat dilihat
pada tabel 21.
Tabel 2. Diagnosa Banding Keluhan Nyeri Dada.
Kondisi
Angina

Durasi
2 menit dan 10

Kualitas
Tekanan, tertindih

Lokasi
Retrosternal, kadang

menit

benda berat,

menjalar ke leher,

terbakar

rahang bawah, bahu,

Angina tidak stabil

10-20 menit

Seperti angina,

lengan kiri
Seperti angina

Infark miokardial

Bervariasi, kadang

namun lebih berat


Seperti angina,

Seperti angina

akut
Stenosis aorta

30 menit
Seperti angina

namun lebih berat


Seperti angina

Seperti angina

Pericarditis

episode berulang
Hitungan jam hingga Tajam

Retrosternal atau

hari, bersifat episodic

diapeks jantung dapat

Diseksi aorta

Emboli pulmonal

Muncul mendadak,

Sensasi dirobek;

menjalar ke bahu kiri


Dada anterior, kadang

nyeri sangat hebat

diiris pisau

menjalar ke punggung

Muncul mendadak,

Pleuritik

antara tulang selangka


Kadang lateral,

beberapa menit
hingga jam
Hipertensi pulmonal Bervariasi
Pneumonia atau
Bervariasi
pleuritis
Penumotoraks

Awitan mendadak,

spontan
Refluks esophageal
Spasme esophageal
Ulkus peptikum
Penyakit kandung

beberapa jam
10-60 menit
2-30 menit
Berkepanjangan
Berkepanjangan

empedu
Kelainan

Bervariasi

tergantung lokasi
Tertekan
Pleuritik

emboli
Substernal
Unilateral, kadang

Pleuritik

terlokalisir
Sisi lateral sesuai lokasi

Terbakar
Tertekan, terbakar
Terbakar
Terbakar, tertekan

penumotoraks
Subternal, epigastrium
Retrosternal
Epigastrium, substernal
Epigastrium, kuadran

Terasa pegal

kanan atas, substernal


Bervariasi

32

muskuloskeleral
Herpes zoster
Kondisi psikis dan

Bervariasi
Bervariasi

Tajam atau terbakar Distribusi dermatomal


Bervariasi
Bervariasi, kadang-

emosional

kadang retrosternal

Pada pemeriksaan fisis perlu dicari adanya kondisi-kondisi yang


berhubungan dengan aterosklerosis; hipertensi, penyakit paru kronis (akibat
rokok), xanthelasma (dyslipidemia), pulsasi nadi lemah, bruit kartotis atau renal,
atau aneurisma aorta abdominal. Pada auskultasi jantung, khusus pada saat nyeri
berlangsung, bisa terdengar suara tambahan jantung tiga (S3) atau empat (S4)
akibat disfungsi sementara ventrikel kiri, atau regurgitasi mitral (akibat disfungsi
otot papilaris sewaktu iskemia terjadi). Adanya ronki basah di basal kedua paru
mengindikasikan adanya gagal jantung kongestif1.

II.2.4.4 Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)


Perubahan EKG yang sering ditemukan pada pasien angina ialah perubahan
segmen ST-T (depresi atau elevasi), atau hipertrofi ventrikel kiri (walau tidak
spesifik); Tanda Infark sebelumnya, seperti gelombang Q; Gangguan konduksi,
paling sering left bundle branch block (LBBB) dan loft anterior fascicular block.
Gangguan konduksi soring berhubungan dengan gangguan fungsi ventrikel dan
menggambarkan

penyakit

multivessels

atau

adanya

kerusakan

miokard

sebelumnya. Meski demikian, pada 50% pasien APS ditemukan EKG normal saat
istirahat. Pada kasus demikian, disarankan untuk pemeriksaan EKG latihan atau
treadmill1.
Pada pasien yang tidak bisa melakukan uji latih jantung (kelompok lanjut
usia, penyakit arteri perifer, artritis, penyakit paru, gangguan ortopedik, obesitas,
pascastroke), dapat dianjurkan pemeriksaan diagnostik ekokardiografi stress
(dobutamin stress ekokardiografi), nuklir stress (menggunakan adenosin atau
dipiridamol), atas magnetic resonance imaging (MRI) 1.
II.2.4.5 Tata Laksana

Medikamentosa dan perubahan pola hidup. Manajemen kasus akut bertujuan


untuk meningkatkan suplai ke miokard serta mengurangi beban kerja
33

miokard. Terapi farmakologis digunakan sesuai kondisi pasien, sebagai


berikut3:
- Nitrat (nitrogliserin sublingual atau spray). Untuk mengatasi angina
-

dengan cepat, atau sebelum latihan fisik untuk mencegah angina.


Penyekat beta. Dimulai dan dilanjutkan untuk selamanya pada pasien
pascainfark miokard sindrom koroner akut, atau dengan disfungsi
ventrikel kiri, kecuali ada kontraindikasi (bradikardia berat, blok AV

derajat dua atau tinggi, sindrom sick sinus, dan asma berat).
Penghambat ACE atau Angiotensin-receptor blocker (ARB). Dimulai
dan diteruskan selamanya pada semua pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri 40%, pasien dengan hipertensi. diabetes, penyakit ginjal
kronis, atau pasien berisiko tinggi, kecuali ada kontraindikasi (stenosis

arteri renalis, hiperkalemia berat).


Antagonis kalsium. Diberikan bila pengobatan dengan penyekat beta
tidak dapat mengatasi angina atau terdapat kontraindikasi: merupakan

obat pilihan pada kasus spasme koroner (Angina Prinzmetal).


Obat antiplatelet. Dimulai dengan aspirin (75-162 mg/hari) seumur
hidup, kecuali ada kontraindikasi. Klopidogrel (75 mg/hari) digunakan

sebagai pengganti aspirin bila ada kontraindikasi mutlak pada aspirin.


Manajemen lipid. Diet rendah lemak jenuh (<7% kalori total), asam
lemak trans, dan kolesterol (<200 mg/hari). Aktivitas fisik harian dan
pengaturan berat badan. Terapi dengan obat penurun lipid (pilihan
pertama: statin) harus diberikan bila kadar LDI 100 mg/dL dengan
tujuan penurunan 30-40% hingga target < 70 mg/dL (lihat Bab

Dislipidemia).
Manajemen diabetes. Target terapi ialah HbAlc < 7% dengan terapi obat

dan perubahan pola hidup (lihat Bab Diabetes Melitus).


Kendalikan tekanan darah. Target: < 140/90 mmHg atau < 130/80 untuk
pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis. Pengobatan diawali
dengan penghambat ACE dan/atau penyekat beta, lalu ditambah obat-

obat Iain hingga target tercapai. (lihat Bab Hipertensi).


Aktivitas fisik. dilakukan 30-45 menit/hari, 7 hari/minggu (minimal 5
hari/minggu). Rehabilitasi pasien beresiko (dengan infark miokard atau
gagal jantung sebelumnya).

34

Sesuaikan berat badan: target indeks massa tubuh (IMT) 18.5-24,9


kg/m2 dan ukuran lingkar pinggang < 80 cm untuk perempuan dan < 90

cm untuk laki-laki.
- Berhenti merokok dan hindari paparan asap rokok
Dengan pertimbangan khusus, tindakan revaskularisasi: non bedah
(angioplasti) atau bedah pintas koroner (coronary artery bypass
grafting/CABC) terutama pada multivessel disease.

II.2.5 Sindrom Koroner Akut (SKA)


II.2.5.1 Definisi
Terminologi SKA digunakan untuk menggambarkan keadaan gangguan
aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut SKA dapat
dibedakan menjadi tiga Jenis: angina pektoris tidak stabil, infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMl), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST
(STEMI). Tulisan berikut lebih difokuskan pada cara membedakan tiga jenis SKA
tersebut, beserta tata laksananya untuk dokter di layanan primer3.
Definisi dan Kriteria Diagnosis Sindrom Koroner Akut:

Angina pektoris tidak stabil: Manifestasi khas angina, tanpa peningkatan


enzim biomarka jantung, dengan atau tanpa perubahan EKG yang

menunjukkan iskemia.
Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Manifestasi khas
angina, disertai peningkatan enzim penanda jantung, tanpa adanya

gambaran elevasi segmen ST pada EKG.


Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI). Manifestasi khas
angina, disertai peningkatan enzim penanda jantung. dengan adanya
gambaran elevasi segmen ST pada EKG.

Gambar 2. Evolusi Gambaran EKG pada STEMI


II.2.5.2 Patogenesis dan Patofisiologi

35

Berbeda dengan APS, iskemia pada SKA lebih disebabkan oleh penurunan
suplaimendadak dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan, biasanya akibat
plak yang ruptur.Gejala yang ditimbulkan bervariasi, tergantung dari derajat
penyempitan yang dipengaruhi oleh komponen vasospasme arteri dan oleh ukuran
trombus (lihat Tabel 3). Dalam hal ini trombus terbentuk karena adanya
ruptur/erosi plak aterosklerotik yang telah ada sebelumnya. Proses terjadinya
trombus bersifat dinamis: proses pembentukan, pembesaran,dan lisis terjadi
bersamaan: dalam hal ini proses pembentukan lebih dominan dari pada proses
lisis trombus3.
Iskemia dan infark pada miokard yang luas, akan mengakibatkan penurunan
curah jantung sehingga terjadi kongesti paru. Disamping itu.kematian sel-sel
miokard

akan

menyebabkan

ketidakseimbangan

elektrolit

fokal

dengan

manifestasi terburuk berupa aritmia maligna. Dua patofisiologi tersebut yang


menjadi penyebab kematian utama pada SKA, yakni edema paru(akibat kongesti)
atau aritmia maligna (VF/VT)3.
Tabel 3. Perbedaan Patogenesis pada Penyakit Jantung Koroner
Arsitektur Vaskular

Aliran Darah

Manifestasi Klinis

Plak Awal

Tidak ada obstruksi

Asimptomatik

Stempsis arteri koroner

Aliran darah terbatas pada

Angina stabil

kritis (>70%)

waktu latihan fisik

Rupture plak yang

Trombus mulai terbentuk dan

tidak stabil

kondisi spasme mengurangi

Angina tidak stabil

aliran darah saat istirahat


Pembentukan trombus

Kolusi vascular transien atau

tidak stabil pada ruptur

inkomplit (terjadi proses lisis)

STEMI (subendokardial)

plak
Thrombus pada rupture Kolusi vascular komplit (tidak
plak

STEMI (transmural)

terjadi proses lisis)

36

II.2.5.3 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk keluhan nyeri dada dapat dilihat ada Tabel 2.
Diantaranya, yang mengancam nyawa sehingga patut diwaspadai ialah:

diseksi aorta, edema paru, emboli paru, tension pneumotoraks.


Diagnosis banding untuk hasil EKG menyerupai STEMI ialah varian normal
dari early repolarization variant (ERV), perikarditis akut, dan sindrom
Brugada.

II.2.5.4 Pemeriksaan Penunjang (Selain EKG dan Biomarka)

Darah tepi lengkap.


Radar aPTT dan INR.
Elektrolit dan magnesium.
BUN, kreatinin scrum.
Kadar glukosa darah dan profil lipid darah.

II.2.5.5 Tata Laksana


1. Evaluasi dan penanganan awal pada pasien dengan nyeri dada atau diduga
suatu iskemia atau infark jantung:
a. Lakukan ABC. pemasangan monitor, serta siapkan alat resusitasi dan
defibrilasi.
b. Berikan 0, nitrogliserin sublingual atau spray,aspirin dosis awal 160325 mg. dan morfin intravena bila diperlukan.
c. Pasang EKG 12 sadapan. Bila ditemukan STEMI.rujuk atau persiapkan
terapi reperfusi.
2. Terapi reperfusi segera. wajib pada pasien STEMI dalam 12 jam pertama
setelah awitan nyeri dada. Pilihan metode reperfusi berupa terapi fibrinolitik
maupun intervensipercutaneous coronary Intervention (PCI) atau CABG.
sesuai dengan risiko pasien, penyakit komorbid. serta berat dan banyaknya
test berdasarkan angiografi koroner.
Pada kasus NSTEMI, intervensi PCI atau CABG mendesak dalam jangka
waktu 2 Jam (urgent PCI) diperlukan bila ditemui minimal satu tanda berikut,
angina pektoris yang tidak dapat diatasi dengan medikamentosa, gagal jantung
berat, instabilitas hemodinamik, atau aritmia ventrikular maligna

37

3. Tata laksana awal NSTEMI dan Angina tidik stabil


a. Terapi anti iskemia, nitrogliserin sublingual 0.4 mg atau isosorbid
dinitrat (ISDN) 5 mg setiap5 menit. Nitrogliserin intervena dapat
dipertimbangkan bila angina tidak membaik, diberikan dosis awal
5g/menit. Bila tidak ada respon pada dosis 20g/menit, dapat
ditingkatkan sebesar 10-20 g/menit hingga dosis maksimal 400
g/menit. ISDN diberikan dengan dosis awal 1 mg/jam, ditingkatkan
secara titrasi 1 mg/jam setiap 3-5 menit hingga dosis maksimal
10mg/jam.
Catatan: pemberian nitrat jenis apapun harus dihindari pada kondisi
tekanan sistolik 90 mmHg. penurunan tekanan darah > 30 mmHg.
dlcurtgai terdapat infark miokard ventrikel kanan, masih dalam
pengaruh

obat

penghambat

disterase

(misalnya

sildenafil),

kardiomiopati hipertropik, dengan obstruksi keluar ventrlkel, serta


stenosis katup aorta yang berat.
b. Penggunaan morfin Intravena dapat dipertimbangkan untuk mengatasi
nyeri dada dan ansietas. Dosis awal 2-4 mg. dapat ditingkatkan hingga
8 mg dan diulang setiap 5-15 menit. Waspadai efek samping depresi
nafas.
c. Penggunaan penyekat beta berguna untuk mengurangi kebutuhan
oksigen jantung (menunjukan laju jantung, kontraktilitas dan tekanan
darah), serta mencegah terjadinya iskemia berulang, aritmia ventrikular,
dan memperbaiki prognosis.
d. Inisiasi terapi antirombotik (antiplatet dan antikoagulan) untuk
mencegah thrombosis baru dan embolisasi dari plak yang ruptur atau
erosi.
1) Inisiasi terapi anti-platelet: penghambat siklooksigenase 1/COX-1
dikombinasikan dengan penghambat reseptor P2Y12.
Penghambat COX-1: aspirin loading dose 162-325 mg PO,

dilanjutkan pemberian kedua (maintenance) 75-162 mg PO.


Penghambat reseptor P2Y12, klopidogrel loading dose 300-600
mg PO, atau prasugrel loading dose 60 mg PO, atau ticagelor
loading dose 180 mgPO diberikan secepatnya. Terapi
dilanjutkan (maintenance) selama minimal 12 bulan dengan

38

dosis: klopidogrel 75 mg/hari PO, prasugrel 10 mg/hari PO,


serta ticagrelor 90mg/12 jam PO, kecuali ada kontraindikasi.
2) Beberapa pilihan antioagulan yang dapat digunakan, antara lain:
Penghambat thrombin indirek (unfractionated heparin/UFH)
atau low molecular weight heparin (LMWH): bolus IV 60-70
U/KgBB (maksimal 5000 U), dilanjutkan infus 12-15
U/KgBB/jam (dosis awal maksimal 1000 U/jam) yang dititrasi

hingga nilai aPTT 50-70 detik.


Penggambar faktor Xa indirek (fondaparinux): 2.5 mg SC/hari.
Penggambar faktor Xa direk (bivalirudin); bolus IV 0.1
mg/KgBB/jam. Sebelum prosedur PCI, dapat ditambahkan
bolus IV 0.5 mg/KgBB yang dilanjutkan infus 1.75

mg/KgBB/jam.
4. Tata laksana jangka panjang SKA, meliputi :
a. Modifikasi gaya hidup: berhenti merokok, olah raga, serta diet dan
penurunan berat badan
b. Kontrol tekanan darah dan kontrol diabetes
c. Manajemen lipid; statin direkomendasikan pada semua pasien SKA
untuk menstabilkan dinding plak aterosklerosis dan efek pleitropik
d. Meneruskan medikamentosa
Antiplatelet, sesuai indikasi pasien.
Penyekat beta, diberikan dosis titrasi naik pada semua pasien

sedini mungkin.
Penghambat ACE atau ARB, terapi jangka panjang semua
pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40% dan pada

pasien dibetes, hipertensi, atau penyakit ginjal kronis.


Antagonis aldosterone, dipertimbangkan pada

pasien

pascainfark miokard yang telah mendapatkan ACE-inhibitor


dan penyekat beta, serta dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri
40% dan dengan diabetes atau gagal jantung, tanpa disfungsi
renal atau hyperkalemia.
e. Rehabilitasi dan aktivitas fisik yang sesuai
II.2.5.6 Terapi Fibrinolitik Pada STEMI
Obat fibrinolitik yang dikenal hingga saat ini ada dua : fibrin non-spesifik
seperti streptokinase (SK) dan fibrin spesifik seperti alteplase (tPA). Terapi

39

fibrinolitik mampu menurunkan mortalitas pasien apabila diberikan < 12 jam


setelah timbulnya nyeri dada. Fibrinolitik lebih dianjurkan apabila: presentasi 3
jam, tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat (door-tobaloon > 90 menit atau door-to-needle > 1 jam), serta tidak ada kontraindikasi
fibrinolitik1.
Kontraindikasi absolut fibrinolitik :

Riwayat perdarahan intrakranial kapanpun


Lesi struktural serebrovaskular (contoh AVM)
Tumor intrakranial (primer maupun metastasis)
Stroke iskemik dalam 3 bulan terakhir
Dicurigai adanya suatu diseksi aorta
Adanya trauma/pembedahan/trauma kepala dalam waktu 3 bulan

terakhir;
Adanya perdarahan aktif (tidak termasuk menstruasi).
Kontraindikasi relatif fibrinolitik:
Riwayat hipertensi kronis dan berat yang tidak terkontrol;
Hipertensi berat yang tidak terkontrol saat timbul gejala (tekanan

sistolik > 180 mmHg atau tekanan diastolik <110 mmHg);


Riwayal stroke iskemik > 3 bulan. Demensia, atau kelainan

intrakranial selain yang disebutkan pada kontraindikasi absulut;


Resusitasi jantung paru traumatik atau lama > 10 menit atau operasi

besar < 3 minggu;


Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir;
Terapi antikoagulan oral;
Kehamilan;
Bekas tusukan yang tak bisa dikompresi

punctures).
Ulkus peptikum aktif:
Khusus untuk streptokinase/anistreplase:

(non-compressible

riwayat

pemaparan

sebelumnya (>5 hari) atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut.


Cara pemberian dan dosis:
Streptokinase: 1,5 juta unit dilarutkan dalam 100 mLDesktrosa 5%
atau NaCI 0.9% diberikan selama 30-60 menit. tanpa heparin atau

dengan heparin IV selama 24-48 jam.


Alteplase (tPA): 15 mg IV bolus dilanjutkan 0.75 mg/KgBB selama 30
menit, kemudian 0.6 mg/KgBBselama 60 menit Dosis total tidak
boleh melebih,100 mg. Diberikan dengan heparin 24-48 jam IV.

40

II.2.5.7 Evaluasi Terapi Fibrinolitik


Indikator keberhasilan fibrinolitik ialah hilangnya nyeri dada (secara klinis)
dan turunnya elevasi segmen ST >50%. Munculnya aritmia reperfusi sudah tidak
digunakan lagi sebagai tanda keberhasilan terapi. Evaluasi patensi dini dapat
dinilai 90 menu setelah terapi dimulai: biasanya efektifitas tPA 50% lebih tinggi
daripada streptokinase. Namun apabila fibrinolitik tidak berhasil dapat dilanjutkan
dengan tindakan angioplasti penyelamatan (rescue PCI) dalam waktu 12 Jam
setelah nyeri dada1.
II.2.5.8 Tata Laksana Perdarahan Akibat Fibrinolitik
Berikan antidotum: protamine terutama pada pasien dengan gejala
neurologis yang berat dan terjadi dalam 24 jams etelah fibrinolilik, sambil
membuat CT scan kepala. Periksa pula darah tepi, aPTT, dan kadar fibrinogen.
Atasi gangguan hemodinamik dan pertimbangkan transfusi sel darah merah bila
perlu. Kriopresipitat 10 U dapat diberikan apabila kadar librinogen rendah (<1
g/L). Bila diperlukan, pertimbangkan pemberian fresh frozen plasma dan
trombosit1.

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifputera, A & Calistania, C, dkk, 2014, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4,


Media Aesculapius, Jakarta.
2. Price, S & Wilson, L, 2005, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6, EGC, Jakarta.
3. Sudoyo, A & Setiyohadi, B, dkk, 2009, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, Internal

Publishing, Jakarta.

42

Anda mungkin juga menyukai