Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama

Ny. W

Umur

81 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin

Perempuan

Alamat

Kemiri, Glagah Ombo, Magelang

Datang ke bangsal :

20 Maret 2016

No RM

008025

I.2 ANAMNESIS (20 Maret 2016)


AUTOANAMNESIS (Pasien)
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RST dengan keluhan sesak.
Keluhan Tambahan
Batuk berdahak dan badan lemas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan pasien muncul sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mulai merasakan batuk-batuk yang pada awalnya tidak disertai dahak dan
kemudian menjadi berdahak berwarna bening dan agak kental. Batuk pada
pasien tidak disertai darah dan nyeri dada maupun sesak pada awalnya. Pasien
juga mulai mersakan badannya lemas seperti tidak bertenaga.
5 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mulai merasa agak sesak,
namun pasien masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Sesak diakui
pasien tidak disertai dengan nyeri dada. Sesak yang dirasakan pasien tidak
dipengaruhi perubahan posisi duduk. Namun pada saat sesak pasien lebih
nyaman tidur setengah duduk. Keluahan mual dan muntah tidak terdapat pada
pasien.

3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa sesaknya semakin


bertambah berat dan memutuskan untuk berobat ke puskesmas dan diberikan
obat dan pasien merasa lebih baik.
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien berkunjung ke rumah anaknya
dengan berjalan, sepulang dari rumah anaknya pasien merasa sangat sesak, lalu
pasien mengobati dengan obat yang di berikan oleh puskesmas namun tidak
ada perubahan, pagi harinya tanggal 20 Maret 2016 tepatnya pukul 07.15
pasien dibawa keluarga ke IGD RST dr. Soedjono.
Riayat Penyakit Dahulu
Dahulu pasien pernah beberapa kali menderita sakit batuk dan sesak yang
mengganggu seperti ini. Yang pertama sekitar 3 tahun yang lalu dan pasien
berobat ke poli paru RST. Yang kedua sekitar 2 tahun yang lalu dan pasien
berobat ke poli paru RST namun tidak kontrol kembali karena sudah merasa
lebih baik. Pasien mengakui dalan 1 tahun pasien bisa berbulan-bulan
menderita penyakit batuk ini namun jarang sampai menimbulkan sesak seperti
saat ini. Biasanya penyakit batuknya timbul saat cuaca dingin.
Riwayat asma disangkal pasien. Riwayat makan obat sampai 6 bulan juga
disangkal pasien. Riwayat kencing manis disangkal pasien. Riwayat alergi
disangkal pasien. Riwayat darah tinggi diakui pasien sejak 5 tahun belakang
ini. Riwayat penyakit jantung disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien yang tinggal serumah tidak ada yang menderita penyakit
batuk dan sesak nafas seperti ini. Riwayat penyakit asma di keluarga disangkal
pasien. Riwayat penyakit TB paru pada keluarga yang serumah disangkal
pasien. Riwayat kencing manis dan darah tinggi di keluarga diakui pasien.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, namun higienitas
lingkungan rumah diakui baik oleh pasien. Pasien tinggal bersama anaknya,

dengan rumah yang luasnya 70 m. Rumah tersebut dihuni oleh 6 jiwa.


Pencahayaan rumah baik diakui pasien. Kebiasaan merokok disangkal pasien.
Di lingkungan rumah pasien ada beberapa penduduk yang sedang
menderita penyakit batuk-batuk pada pasien, namun di lingkungan rumah tidak
ada yang menderita penyakit TB paru. Pasien merupakan pensiunan, kesan
ekonomi cukup.
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien sudah berobat ke puskesmas dan di beri obat,
kemudian pasien merasa lebih baik. Namun beberapa hari setelah itu keluhan
pasien muncul kembali dan akhirnya dibawa oleh keluarga ke IGD RSD dr.
Soedjono.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK (20 Maret 2016)
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
BMI
Tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
HR : 72 x/menit

: Sakit Sedang
: ComposMentis
: 51 kg
: 150 cm
: 22,6 (Normal)
RR
: 25 x/menit
Suhu : 36 C

SaO2: 87%

Kepala
Bentuk

: Normosefal, rambut warna hitam merata dan rambut tidak


mudah dicabut.

Mata
Wajah
Mulut

: Konjungtiva : Pucat (-) , Sklera: Ikterik (-), Nystagmus(-)


: Simetris, tidak terdapat edem, nafas cuping hidung (-)
: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa
kering (-)

Leher

: Tidak ada pembesaran KGB

Thoraks: Normochest, tidak terdapat luka dan jejas.


Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (+)

P: vocal fremitus simetris kiri dan kanan sama.

P: Sonor +/+ di seluruh lapang paru.

A: bronkovesikuler +/+, ronkhi basah kasar +/+, wheezing di akhir ekspirasi


+/+

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak

P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri
di linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea
parasternal sinistra ICS III

A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I : Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)

A: BU (+) normal

P: Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

P: Timpani (+)

Ekstremitas: edema -/-/-/-, sianosis (-), akral hangat, CRT < 2 detik

1.4 DAFTAR MASALAH


Anamnesis:
1. Sesak nafas.
2. Sesak nafas yang dipicu oleh aktifitas fisik sebelumnya.
3. Batuk berdahak berwarna bening kental dan sering kambuh tiap
tahun.
4. Lemas.

Pemeriksaan Fisik:
5.
6.
7.
8.

Tekanan darah
Respiration rate
SpO2
Px Paru

: 130/90 mmHg
: 25 x/menit
: 87%
: Inspeksi terdapat penggunaan otot bantu
4

9. Px Paru
10. Px Paru

pernafasan
: Auskultasi terdapat suara bronkovesikular dan
ronkhi basah kasar di kedua lapang paru.
: Auskultasi terdengan wheezing di akhir ekspirasi
pada kedua lapang paru.

1.5 DIAGNOSIS BANDING


1.
2.
3.
4.

Bronkhitis Kronik (1,3,6,7,8,9,10)


Emfisema (1,3,6,7,8,9,10)
Asma (2,6,7,8,10)
Hipertensi (5)

1.6 PLANNING
Diagnosis
1.
2.
3.
4.
5.

Darah lengkap
GDS, GD 2 PP, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT
EKG
Rontgent thorax
Spirometri

Darah Lengkap (diperiksa tanggal 20 Maret 2016)


Parameter
WBC
LYM#
MID#
GRA#
LYM%
MID%
GRA%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV
PCT
PDW

Hasil
4,7 K/uL
0,9 K/uL
0,3 K/uL
3,4 K/uL
19,6%
6,6%
73,8%
5,10%
15,3 g/dl
46%
90,1 fl
30 pg
33,3 g/dl
10,9 %
150 K/uL
8,4 fl
0,13 %
16,1 %

Normal
4,0
1,0
0,1
2,0
25,0
2,0
50,0
3,00
12,0
35,0
81,0
27,0
31,0
10,0
150
7,0
0,20
10,0

Batas
10,0
5,0
1,0
8,0
50,0
10,0
80,0
6,0
16,0
45,0
101,0
33,0
35,0
16,0
400
11,0
0,50
18,0

Kesan: tidak terdapat tanda-tanda infeksi sistemik.

Pemeriksaan GDS, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT (diperiksa tanggal 20


Maret 2016)
Pemeriksaan
GDS
Urea
Kreatinin
SGOT
SGPT

Hasil
224 mg/dL
47 mg/dL
1,3 mg/dL
22 U/L
12 U/L

Batas
70,00 - 115,0
17,00 - 43,00
0,900 - 1,300
0000 - 37,00
0000 - 41,00

Kesan: - Terdapat peningkatan GDS > 200 mg/dL menunjukan pasien


menderita diabetes melitus tipe 1.
-

Terdapat peningkatan urea sedikit, kemungkinan fungsi ginjal pasien


mulai terganggu, untuk membuktikan dapat dilakukan pemeriksaan
ulang dan pemeriksaan LFG.

Pemeriksaan EKG (diperiksa tanggal 20 Maret 2016)

Intrerpretasi: Sinus rytm, HR 76 x/mnt, normal aksis, T inverted di V1-V4

Kesan: Adanya gambaran iskemia akut pada jantung dari interpretasi EKG,
namun tidak sesuai dengan klinis dan kondisi pasien, karena pasien tidak
mengeluhkan nyeri dada kiri yang menjalar ke tangan kiri dan punggung kiri
belakang. Sebaiknya pemeriksaan EKG di konfirmasi ulang kembali.

Pemeriksaan Foto rontgent thorax AP (diperiksa tanggal 20 Maret 2016)

Interpretasi: Hiperinflasi paru ringan, corak bronkovaskular meningkat, COR


dalam batas normal, CTR 55%, sistema tulang baik.
Kesan: terdapat gambaran bronkitis kronik.
1.7 DIAGNOSIS
Bronkitis kronik.
Hipertensi.
Diabetes Melitus tipe 2.
Terapi
Farmakologi: 1. Simptomatif : - Nebulasi pulmicort 1 rsp + Nacl 1 cc,
- Methilprednisolon 2 x 125 IV
- Aminofilin 24 mg IV
- Ranitidin 2 x 50 mg IV
- Vectrin 3 x 300 mg oral
- Salbutamol 3 x 2 mg oral
- ISDN 3 x 5 mg oral
- Captopril 3 x 25 mg oral (prehipertansi)
2. Kausatif

: - Lapixime 2 x 1 gr

3. Suportif

: - O2 3 LPM dengan kanul nasal


- Infus Asering 18 TPM

Non Farmakologi: Pertahankan posisi setengah duduk, batasi asupan garam


sehari maksimal 3 g/ hari (1 sendok teh) dan asupan kalori di disesuaikan
dengan penderita diabetes melitus yaitu 25 kkal / kgBB/hari (65%
karbohidrat, 25% lemak dan 10 % protein)
Monitoring
1. Rawat inap di bangsal.
2. Keadaan umum, keluhan (sesak, batuk), vital sign (Tekanan darah,
respiration rate dan saturasi oksigen) dan kadar gula darah sewaktu.
3. Perbaikan gejala dan efek samping obat (terutama aminofilin).
Edukasi

Istirahat cukup.
Minum obat teratur dan sesuai perintah.
Makan dan minum yang bergizi.
Pemantauan sesak nafas, batuk, tekanan darah dan gula darah sewaktu.

1.8 FOLLOW UP
S
Senin / 21

O
KU/KS :

A
Bronkitis Kronik

Maret 2016

Sakit sedang

Hipertensi

07.00 am

/ Compos mentis

Diabetes Melitus

P
Plan Diagnosis:

Pemeriksaan
pelvimetri, GDS,
GD 2 PP besok

Pasien masih

VS :

mengeluhkan

TD: 180/76

batuk yang

mmHg

Plan Terapi
Farmakologi:

berdahak

N : 92 x/menit

Simtomatif

bening.

RR: 26 x/menit

Captopril 3 x 25

Sesak masih

S : 36,7 C

mg oral
Nebulasi

dirasakan
pasien namun

Kepala:

Pulmicort rsp +

sudah

Normochepal

Bricasma rsp tiap

membaik.

Mata: CA

-/- SI -/Hidung:

Sekret -/Mulut:

Makan dan
minum pada
pasien kurang
dikarenakan

Mukosa

pasien tidak

8 jam
Methilprednisolon

2 x 8 mg oral
Aminofilin 24 mg

IV
Vectrin 3 x 300
mg oral

nafsu makan

normal
Tonsil T1-

dan malas

T1, Uvula

Kausatif:

untuk minum.

ditengah
Leher:

Tidur di

malam hari

KGB

juga kurang

membesar

karena pasien

()

Lapixime 2 x 1g

Suportif:

O2 3 LPM (NK)
Asering 18 TPM

merasa kurang
nyaman.

Thorax: Simetris,

Non Farmakologi:

statis & dinamis,

Pertahankan

retraksi (-),

posisi setengah

penggunaan otot

duduk
Diet rendah

bantu napas (+)


Pulmo :

garam dan asupan

Bronkovesikuler,

kalori disesuaikan

Ronkhi basah

dengan penderita

kasar +/+,

DM

Wheezing +/+
Cor :
Plan Monitoring:

BJ III regular,
murmur (-),
gallop (-)
Abdomen:
BU (+) normal,

Keadaan umum

dan TTV
Makan dan

minum
Efek samping
obat

NT (-)

Plan Edukasi:

Ekstremitas :

Akral hangat

Istirahat cukup.
Minum obat

Edema (-/-), CRT

teratur dan sesuai

< 2 detik

perintah.
Jaga kebersihan

ruangan.
Pemantauan
sesak nafas,
batuk, tekanan
darah dan gula

Selasa / 22

KU/KS :

Bronkitis Kronik

Maret 2016

Sakit sedang

Hipertensi

darah sewaktu
Plan Diagnosis:

Pemeriksaan
10

07.00 am

/ Compos mentis

Diabetes Melitus

pelvimetri, GDS,
GD 2 PP hari ini

Pasien masih

VS :

mengeluhkan

TD: 130/80

batuk dan

mmHg

Plan Terapi
Farmakologi:

sesak

N : 92 x/menit

Simtomatif

BAB & BAK

RR: 24 x/menit

Captopril 3 x 25

normal

S : 36,7 C

mg oral
Nebulasi

Makan &
Minum cukup

Kepala:

Pulmicort rsp +

Tidur cukup

Normochepal

Bricasma rsp tiap

Mata: CA

-/- SI -/Hidung:

Sekret -/Mulut:
Mukosa

8 jam
Methilprednisolon

2 x 8 mg oral
Aminofilin 24 mg

IV
Vectrin 3 x 300
mg oral

normal
Tonsil T1-

T1, Uvula

Kausatif:

ditengah
Leher:

KGB
membesar
()
Thorax:
Simetris, statis &

Suportif:

O2 2 LPM (NK)
Asering 18 TPM

Non Farmakologi:

dinamis, retraksi

Pertahankan
posisi setengah

(-), penggunaan
otot bantu napas

Lapixime 2 x 1g

duduk
Diet rendah

(-)

garam dan asupan

Pulmo :

kalori disesuaikan

11

Bronkovesikuler,

dengan penderita

Ronkhi basah

DM

kasar +/+,
Wheezing +/+
Cor :

Plan Monitoring:

Keadaan umum

dan TTV
Makan dan

minum
Efek samping

BJ III regular,
murmur (-),
gallop (-)

obat

Abdomen:
BU (+) normal,
NT (-)
Ekstremitas :

Plan Edukasi:

teratur dan sesuai

Akral hangat
Edema (-/-), CRT

Istirahat cukup.
Minum obat

perintah.
Jaga kebersihan

ruangan.
Pemantauan

< 2 detik

sesak nafas,
batuk, tekanan
darah dan gula
darah sewaktu

12

Obstuksi:
VEP < 75 %
Obstruksi ringan 75 % > VEP1 > 60%
Obstruksi sedang 60 % > VEP1 > 30 %
Obstruksi beratVEP < 30 %
VEP1 = 41 % = Obstruksi sedang

Pemeriksaan
GDS
GD 2 jam PP

S
Rabu / 23

O
KU/KS :

Hasil (Normal)
159 mg/dL (70,00 115,0)
180 mg/dL (0,000 170,0)

A
Bronkitis Kronik

P
Plan Diagnosis:
13

Maret 2016/

Sakit sedang

Hipertensi

07.00 am

/ Compos mentis

Diabetes Melitus

Tidak ada

Plan Terapi
Pasien masih

VS :

mengeluhkan

TD: 130/80

batuk, namun

Farmakologi:
mmHg

sudah mulai

N : 75 x/menit

membaik.

RR: 20 x/menit

Keluhan sesak

S : 36,7 C

sudah tidak
dirasakan

Kepala:

pasien.

Normochepal

Makan &

Mata: CA

-/- SI -/Hidung:

Sekret -/Mulut:

minum
normal.
BAB & BAK
lancar dan

Mukosa

normal.

normal
Tonsil T1-

Tidur cukup.

T1, Uvula

Simtomatif

Captopril 3 x 25

mg oral
Salbutamol 3 x 2

mg oral
Vectrin 3 x 300
mg oral

Kausatif:

Lapixime 2 x 1g

Suportif:

Asering 18 TPM

Non Farmakologi:

Diet rendah

ditengah
Leher:

garam dan asupan

KGB

dengan penderita

membesar

DM

kalori disesuaikan

()
Plan Monitoring:
Thorax: Simetris,

Keadaan umum

dan TTV
Makan dan

minum
Efek samping

statis & dinamis,


retraksi (-),
penggunaan otot
bantu napas (-)
Pulmo :

obat

14

Bronkovesikuler,

Plan Edukasi:

Ronkhi -/-,
Wheezing +/+

Istirahat cukup.
Minum obat
teratur dan sesuai

Cor :
BJ III regular,
murmur (-),
gallop (-)

perintah.
Jaga kebersihan

ruangan.
Pemantauan
sesak nafas,

Abdomen:

batuk, tekanan

BU (+) normal,

darah dan gula

NT (-)

Ekstremitas :

darah sewaktu
Pasien boleh
pulang besok

Akral hangat
Edema (-/-), CRT
Kamis / 24

< 2 detik
KU/KS :

Bronkitis Kronik

Plan diagnosis:

Maret 2016/

Sakit sedang

Hipertensi

Tidak ada

07.00 am

/ Compos mentis

Diabetes Melitus
Plan terapi

Batuk

VS :

berkurang.

TD: 110/80

Sesak sudah

farmakologi:

Pulmicort inh

mmHg

tidak ada.

N : 92 x/menit

Plan terapi non

BAB & BAK

RR: 18 x/menit

farmakologi:

normal.

S : 36,7 C

Istirahat

Minum cukup.

Kepala:

secukupnya
Hindari pejanan

Tidur cukup.

Normochepal

Makan &

Mata: CA

-/- SI -/Hidung:

polusi dan debu


Plan monitoring:

Keluhan sesak

Sekret -/15

Mulut:
Mukosa

obat

normal
Tonsil T1T1, Uvula

ditengah
Leher:

daqn batuk
Efek samping

Plan Edukasi:

Istirahat cukup.
Minum obat

KGB

teratur dan sesuai

membesar

perintah.
Jaga kebersihan

()

Pasien boleh pulang


Thorax:
Simetris, statis &
dinamis, retraksi
(-), penggunaan
otot bantu napas
(-)
Pulmo :
Vesikuler, Ronkhi
-/-, Wheezing -/Cor :
BJ III regular,
murmur (-),
gallop (-)
Abdomen:
BU (+) normal,
NT (-)
Ekstremitas :
Akral hangat
Edema (-/-), CRT
< 2 detik

16

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 ANATOMI PARU


17

Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk


kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma,
diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas
paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung
diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru pada bagian hilus2.

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus.


Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus
inferius. Lobus medius / lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius
dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus
superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri
ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada
paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9
yang kanan. Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabangcabang yg lebih kecil, segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen subsegmen2.

18

II. 2 BRONKITIS KRONIK


II.2.1 Definisi
Bronkitis kronik merupakan salah satu gambaran dari jenis penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) yang sudah berjalan menahun. Definisi bronkitis kronik
itu sendiri adalah batuk berulang dan berdahak lebih dari 3 bulan setiap tahun dan
dalam periode paling sedikit 3 tahun. Penyebab utamanya adalah merokok,
berbagai penyakit akibat pekerjaan, polusi udara dan usia tua. Penyakit ini
biasanya menyerang laki-laki. Hipersekresi dan tanda-tanda adanya penyumbatan
saluran nafas yang kronik merupakan tanda dari penyakit ini2.
(Definisi bronkitis kronis ini sesuai dengan kondisi pasien pada anamnesa, dimana
pasien mengeluhkan batuknya sering kambuh setiap tahun dan setiap kambuh
lamanya bisa berbulan-bulan).

19

II.2.2 Faktor resiko


Faktor resiko untuk terjadinya bronkitis kronik ini adalah pejanan asap
rokok dalam waktu yang lama, polusi udara di ruangan seperti bahan biomass
untuk memasak atau memanaskan, pekerjaan yang berkaitan dengan paparan
bahan kimia dan partikel yang lama dan terus menerus dan polusi udara di luar
ruangan2.
(Faktor resiko pada pasien ini kemungkinan polusi udara dan asap rokok di
lingkungan pasien).
II.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan ada atau tidaknya penyempitan bronkus maka penyakit ini
dapat dibagi menjadi 2, yakni3:
1. Yang tidak disertai dengan penyempitan bronkus, dimana dasar
penyakitnya semata-mata oleh karena hipersekresi dari kelenjar mukus
bronkus tanpa atau dengan adanya infeksi bronkus.
2. Yang disertai dengan penyempitan bronkus, batuk, produksi sputum,
disertai dengan dispne dan wheezing (mengi). Pada yang kedua ini
prognosis lebih buruk dari yang pertama.
Penyakit ini sebenarmya erat kaitannya dengan emfisema, namun dalam
uraian ini sengaja dipisahkan agar mendapatkan pengerian yang jelas. Untuk
pengobatan penyakit ini dimasukan kedalan pengobatan penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK).
(Jika dikaitkan dengan pasien pada kasus ini, kondisi pasien termasuk ke dalam
klasifikasi yang disertai penyempitan bronkus dimana keluhan pasien sesak, batuk
dengan produksi sputum dan adanya wheezing/mengi).

II.2.4 Patologi
Pada bronkitis kronik terjadi hipertrofi kelenjar mukus dari trakeobronkial,
dimana dapat menyebabkan penyempitan pada saluran bronkus, sehingga
diameter bronkus menebal lebih dari 30-40% dari tebalnya dinding bronkus
normal. Sekresi dari sel goblet bukan saja bertambah dalam jumlahnya akan tetapi
20

lebih kental sehingga menghasilkan substansi mukopurulen. Keadaan ini juga


disebut bronkiektasis dan ateletaksis yang diakibatkan oleh penyumbatan.
Permukaan bronkus senantiasa terinfeksi, oleh karena mekanisme untuk
membersihkan bronkus melalui silia maupun dengan mekanisme sekresi menjadi
hilang, sehingga paru mudah di infeksi oleh Haemophilus influenza dan
Streptokokus pneumonia yang menghasilkan mukus yang purulen pada setiap
eksaserbasi2.
Pada stadium akhir dari bronkitis kronik dapat terjadi hipoksemia dan
hipertrofi ventrikel kanan yang disertai dengan penebalan pembuluh darah
pulmonal dan arteriole, cabang dari arteri pulmonal.
(Pada kasus pasien ini gambaran patologi yang terdapat adalah penyempitan
saluran bronkus yang menyebabkan pasien sesak dan hipersekresi sel goblet yang
menyebabkan pasien batuk dengan sputum yang cukup banyak).
II.2.5 Manifestasi Klinis
Pada tingkat permulaan hanya cabang-cabang bronkus dengan diameter
kurang dari 2 mm saja yang terkena. Pada fase selanjutnya maka cabang bronkus
besar juga terkena dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan faal paru dimana
terjadi penurunan dari fungsi paru yang menunjukan adanya obstruksi. Berikut
merupaka gejala klinis yang didapatkan1:
1. Batuk terutama pada pagi hari untuk perokok
Sputum kental dan mungkin purulen, terutama bila infeksi oleh
Haemophylus influenza. Pada tingkat permulaan didapatkan adanya
dispneu yang sesaat.
2. Dyspneu makin lama makin berat dan sehari penuh
Terutama terjadi pada musim dimana udara dingin dan berkabut.
Selanjutnya sesak nafas terjadi bila bergerak sedikit saja dan lama
kelamaan dapat terjadi sesak nafas yang berat, sekalipun dalam keadaan
istirahat.
3. Pada sebagian pasien sesak muncul pada malam hari
Terutama pada pasien yang berusia tua sehingga menyebabkan tidur
pasien menjadi terganggu. Keadaan ini sama seperti pada gambaran
dekompresi kordis kiri. Tanda yang paling dominan adalah pada usia

21

lanjut adalah sesak nafas pada waktu bekerja ringan dan sesak nafas ini
bersifat progresif.
4. Gambaran pink puffer dan blue blotter
Baik bronkitis maupun emfisema dapat dibagi menjadi pink puffer
maupun blue blotter. Pada pink puffer, ditandai dengan sesak yang
sangat berat dan terdapatnya hiperinflasi paru dan sianosis, sehingga
muka pasien terlihat berwarna merah biru (pink) dan bengkak (puffer).
Analisis darah baik PaO2 maupun PaCO2 relatif normal. Hiperinflasi
paru ini dapat menyebabkan terjadinya gejala-gelaja dekompresi jantung
kanan yakni berupa edema dan asites, tekana vena jugularis juga
meningkat dan berdilatasi. Untuk tipe pink puffer gambaran utamanya
adalah kor pulmonale. Berbeda dengan blue blotter yang jadi
permasalahan adalah hipoksemia dan bila kronik maka didapatkan pula
hiperkapnia. Kadar O2 dalam darah justru menurun, terutama ketika
tidur malam dan kadang-kadang penurunan O2 dalam darah yang sangat
tinggi dapat terlihat pada pink puffer. Perbedaan pada kedua tipe ini
sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
(Pada pasien ini gambaran klinis yang khas adalah sesak yang terjadi saat
melakukan aktivitas ringan, batuk yang muncul saat pagi hari yang memberat dan
gambaran khas pada pasien ini adalah blue blotter karena yang menjadi
permasalahan adalah hipoksemia yang dapat dilihan dari pemeriksaan saturasi
oksigen yaitu 87%).
II.2.6 Diagnosis
Diagnosis bronkitis kronik didasarkan kepada anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang seperti foto thorax dan spirometri1.
1. Anamnesis: pasien biasanya mengeluhan batuk pada awalnya dengan
produksi sputum yang cukup banyak kemudian pasien mengeluhkan
sesak nafas. Biasanya kejadian seperti ini tidak hanya sekali namun
sebelumnya pasien memiliki riwayat batuk lebih dari 3 bulan dalam
setahun yang sering kambuh.

22

(Sesuai dengan anamnesa pada pasien ini yang awalnya mengeluhkan


batuk berdahak dan kemudian sesak dengan riwayat batuk setiap tahun
dan lamanya berbulan-bulan).
2. Pemeriksaan fisik: pada pemeriksaan paru didapatkan penggunaan otot
bantu perafasan, pada perkusi dapat didapatkan hipersonor karena
akumulasi udara yang sulit keluar akibat keadaan obstruksi, pada
pemeriksaan

auskultasi

didapatkan

suara

bronkovesikuler

dan

didapatkan adanya ronkhi basah dan ekspirasi memanjang disertai


mengi atau wheezing.
(Sesuai dengan pemeriksaan fisik paru yang didapat pada pasien ini
dimana terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, suara nafas
bronkovesikuler, adanya ronkhi basah dan adanya wheezing).
3. Pemeriksaan spirometri: pada pemeriksaan spirometri tidak dilakukan
pada kondisi aku atau eksarebasi, pasien harus mendapatkan terapi
bronkodilator terlebih dahulu. Biasanya gambarannya menunjukan
adanya obstruksi ringan, sedang maupun berat. Interpretasi pelvimetri
pada bronkitis kronik: VEP < 75 % menunjukan adanya penyakit obstruksi,
obstruksi ringan 75 % > VEP1 > 60%, obstruksi sedang 60 % > VEP1 > 30 %,
obstruksi beratVEP < 30 %.
(Pada pemeriksaan spirometri pasien ini hasilnya VEP1 41% yaitu
menggambarkan adanya obstruksi sedang pada pasien, dimana gambaran
bronkitis adalah adanya obstruksi yang sesuai dengan eksaserbasinya).

II.2.7 Komplikasi Bronkitis


Beberapa komplikasi yang dapat ditemukan pada bronkitis adalah2:
1.
2.
3.
4.

Empisema
Kor Pulmonal
Kegagalan nafas
Polisitemia

Terdapat batuk, sputum dan tanda-tanda hipoksemia pada blue blotter.


Eksaserbasi akut disebabkan oleh infeksi. Pada auskultasi terdapat ronkhi basah,
baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Sesak nafas dan wheezing (mengi)
merupakan tanda utama dari bronkitis. Bila sudah terdapat komplikasi kor
pulmonale, maka prognosisnya untuk penyakit ini buruk.

23

(Walaupun pasien menderita bronkitis sudah cukup lama, namun belum terdapat
gambaran komplikasi ke arah emfisema yang biasanya pada kondisi klinis sesak
semakin parah, gambaran dada seperti tabung dan adanya komplikasi ke arah
gagal jantung kanan).
II.2.8 Pemeriksaan Faal Paru
Pada pemeriksaan dengan menggunakan spirometri terdapat gambaran
obstruksi dengan nilai FEV1 kurang dari 75%. Dimana interpretasinya sebagai
berikut1:

Obstruksi ringan 75 % > VEP1 > 60%


Obstruksi sedang 60 % > VEP1 > 30 %
Obstruksi berat VEP < 30 %

Dalam keadaan kronik, bukan saja FEV1 yang berkurang, akan tetapi VC
juga berkurang. Pada keadaan kronik, keadaan ini sulit dibedakan dengan asma.
(Pada pasien ini pemeriksaan faal paru menjurus ke arah obstruksi sedang dengan
VEP1 41%).
II.2.9 Eksaserbasi Bronkitis Kronis
Kriteria eksaserbasi penyakit ini diantaranya adalah sputum berubah warna,
sputum yang semakin banyak dan sesak yang semakin memberat. Gejala tersebut
dapat disertai dengan batuk yang semakin sering, keterbatasan aktifitas fisik,
gagal nafas hingga penurunan kesadaran yang dapat berujung pada kematian
penderita. Eksaserbasi dapat diklasifikasikan pada 3 gejala kardinal di atas,
diantaranya1:
1. Eksaserbasi berat: terdapat 3 gejala kardinal.
2. Eksaserbasi sedang: terdapat 2 dari 3 gejala kardinal.
3. Eksaserbasi berat: terdapat 1 dari 3 gejala kardinal ditambah dengan
salah satu dari kriteria taambahan, antara lain infeksi saluran nafas atas
> 5 hari, demam tanpa sebab lainnya, peningkatan batuk, mengi,
peningkatan laju perfasan atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
(Pada pasien ini terdapat gambaran eksaserbasi sedang dengan produksi sputum
yang banyak dan adanya sesak yang memenuhi 2 dari 3 gejala kardinal di atas).

24

II.2.10 Penatalaksanaan
Penyebab tersering terjadinya eksaserbasi adalah infeksi saluran pernafasan
oleh virus atau bakteri. Penyebab lainnya adalah penumonia, gagal jantung,
aritmia, emboli paru, asupan nutri yang buruk, polusi udara, pneumotorax atau
penyebab sistemik (DM atau gangguan elektrolit)1.
Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu:

Penilaian awal (derajat eksaserbasi, kesadaran)


Pemeriksaan penunjang: darah perifer lengkap, analisis gas darah,
foto thorax, EKG, spirometri (tidak direkomendasikan pada keadaan

akut).
Pemberian oksigen: bisa dengan kanul nasal 2-3 liter/menit.
Bronkodilator: B2 agonis kerja cepat dengan atau

tanpa

antikolinergik. Dapat diberikan nebulizer agonis b2 kerja cepat


(salbutamol) + antikolinergik (2,5 + 0,5 mg). Xantin IV (bolus atau
drip) contohnya aminofilin (sediaan oral 200 mg, IV 240 mg dengan
lama kerja 4-6 jam), teofilin (oral 100-400 mg dengan lama kerja

bervariasi hingga 24 jam).


Kortikosteroid sistemik: pemberian ini akan mempercepat waktu
pemulihan, meningkatkan fungsi paru, menurunkan resiko relaps,
kegagalam terapi dan durasi rawat inap. Dianjurkan pemberian
prednison 30-40 mg/hari selama 10-14 hari. Diberikan secara oral
untuk eksaserbasi ringan-sedang dan IV untuk eksaserbasi berat.
Pemberian kortikosteroid sebaiknya < 2 minggu untuk mencegah

efek samping.
Antibiotik: bila dicurigai faktor pencetus adalah infeksi bakteri pada
saluran pernafasan. Pemberian regimen antibiotik bergantung pada
data prevalensi bakteri setempat. Dianjurkan untuk menggunakan
antibiotik spekrum luas jika belum memiliki riwayat penggunaan
antibiotik sebelumnya (amoksisilin 500 mg 3x/hari PO selama 5-14
hari atau doksisiklin 100 2x/hari PO 5-14 hari). Atau spekrum sempit
bila diketahui resistensi antibiotik (levofloksasin 500 mg 3x/hari PO
selama 5 hari). Dapat diberikan secara intravena bila di rawat di
rumah sakit.

25

(Pada pasien ini penilaian awal menunjukan eksaserbasi sedang, dilakukan


pemeriksaan darah lengkap dan tidak ada tanda-tanda infeksi bakterial. Kemudian
hasil foto rontgent menunjukan gambaran bronkitis kronik. Hasil EKG
menunjukan adanya tan iskemia akut, namun tidak sesuai dengan klinis pasien.
pemeriksaa spirometri menunjukan gambaran obstruksi sedang. Maka dari itu
pada pasien ini diberikan penatalaksaan farmakologi dengan golongan obat
bronkodilator dan antiinflamasi steroid yang diberikan secara nebulasi yaitu
pulmicort (budesonide) dan bricasma (terbutaline) setiap 8 jam. Antiinflamasi
steroid diberikan jugas secara oral yaitu metilprednisolon 2 x 8 mg. Untuk
kausatifnya karena dicurigai eksaserbasi pasien disebabkan oleh infeksi bakteri
maka diberikan antibiotik lapixime secara IV 2 x 1 g, lapixime ini sendiri
merupakan antibiotik golongan sefalosporine generasi 3. Untuk batuk pada pasien
ini diberikan vectrin 3 x 300 mg secara oral yang merupakan mukolitik, dan untuk
suportif diberikan oksigen 3 liter permenit. Untuk mencegah dehidrasi dan
mempermudah akses vena diberikan infus asering 18 tetes permenit).
II.2.11 Indikasi Rawat Inap
Terdapat beberapa kondisi pada bronkitis kronik yang mengharuskan pasien
untuk di rawat di rumah sakit, diantaranya: terjadi peningkatan intensitas gejala,
eksaserbasi berat disertai adanya sianosis maupun edema, tidak ada perbaikan
dengan terapi inisial, seringnya terjadi eksaserbasi usia lanjut dan tidak sanggup
untuk melakukan perawatan di rumah1.
(Pasien ini merupakan indikasi rawat inap intensitas gejala yang meningkat
disertai usia pasien yang sudah lanjut dan kemungkinan tidak sanggup melakukan
perawatan di rumah).
II.2.12 Indikasi Rawat ICU

Sesak berat setelah tatalaksana di IGD atau ruang rawat.


Penurunan kesadaran, kelemahan otot respirasi dan hemodinamik tidak

stabil.
Setelah pemberian oksigen, terjadi hipoksemia atau PaO2 < 50 mmHg

atau PaCO2 > 50 mmHg, memerlukan ventilasi mekanik.


Perlu ventilasi mekanik.

26

(Pada pasien ini tidak aada indikasi untuk rawai ICU, karena setelah tatalaksana
aswal di IGD kondis pasien ada perbaikan, homodinamik stabil, tidak ada tanda
hipoksemia dan tidak memerlukan ventilasi mekanik).

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny W datang ke IGD RST dengan keluhan sesak. Keluhan tambahan


berupa batuk berdahak dan badan lemas. Keluhan pasien muncul sejak 6 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mulai merasakan batuk-batuk yang pada
awalnya tidak disertai dahak dan kemudian menjadi berdahak berwarna bening
dan agak kental. Pasien juga mulai merasakan badannya lemas seperti tidak
bertenaga. 5 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mulai merasa agak sesak.
Sesak diakui pasien tidak disertai dengan nyeri dada. Sesak yang dirasakan pasien
27

tidak dipengaruhi perubahan posisi. Keluahan mual dan muntah tidak terdapat
pada pasien. 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa sesaknya semakin
bertambah berat dan memutuskan untuk berobat ke puskemas dan membaik. 1
hari sebelum masuk rumah sakit pasien berkunjung ke rumah anaknya dengan
berjalan, sepulang dari rumah anaknya pasien merasa sangat sesak, lalu pasien
mengobati dengan obat yang di berikan oleh puskesmas namun tidak ada
perubahan, pagi harinya tanggal 20 Maret 2016 tepatnya pukul 07.15 pasien
dibawa keluarga ke IGD RST dr. Soedjono.
Dahulu pasien pernah beberapa kali menderita sakit batuk dan sesak yang
mengganggu seperti ini. Yang pertama sekitar 3 tahun yang lalu dan pasien
berobat ke poli paru RST. Yang kedua sekitar 2 tahun yang lalu dan pasien berobat
ke poli paru RST namun tidak kontrol kembali karena sudah merasa lebih baik.
Pasien mengakui dalan 1 tahun pasien bisa berbulan-bulan menderita penyakit
batuk ini namun jarang sampai menimbulkan sesak seperti saat ini. Biasanya
penyakit batuknya timbul saat cuaca dingin. Riwayat asma disangkal pasien.
Riwayat makan obat sampai 6 bulan juga disangkal pasien. Riwayat kencing
manis disangkal pasien. Riwayat alergi disangkal pasien. Riwayat darah tinggi
diakui pasien sejak 5 tahun belakang ini. Riwayat penyakit jantung disangkal
pasien.
Keluarga pasien yang tinggal serumah tidak ada yang menderita penyakit
batuk dan sesak nafas seperti ini. Riwayat penyakit asma di keluarga disangkal
pasien. Riwayat penyakit TB paru pada keluarga yang serumah disangkal pasien.
Pada pemeriksaan fisik untuk keadaanc umum pasien tampak sesak dan
sakit sedang dengan tekanan darah 130/90 mmHg, respiration rate 25 x/menit, dan
saturasi O2 87%. Pada pemeriksaan paru didapatkan terdapat bantuan otot
pernafasan lain dan pada auskultasi terdengan suara paru bronkovesikuler,
wheezing di akhir ekspirasi (+/+) dan ronkhi basah kasar (+/+). Kemudian
dilakukan pemeriksaan lab darah lengkap dan GDS, untuk pemeriksaan darah
lengkap tidak terlihat tanda-tanda infeksi sistemik, namun pemeriksaan GDS
menandakan adanya hiperglikemia sehingga memungkinkan bahwa pasien
menderita diabetes melitus. Pemeriksaan rontgent thoraks dilakukan untuk
menegakan diagnosa dan terlihat gambaran bronkitis kronik.

28

Untuk selanjutnya pasien di tatalaksana sesuai dengan penatalaksaan


bronkitis kronik yaitu dengan bronkodilator dan anti inflamasi beserta pengobatan
simptomatif lainnya dan hipertensi yaitu dengan obat anti hipertensi. Terapi
kausatif diberikan antibiotik dikarenakan salah satu penyebab eksaserbasi pada
bronkitis kronik adalah infeksi bakteri di saluran nafas. Antibiotik yang diberikan
sesuai empiris. Terapi suportif disesuaikan dengan kondisi pasien. Untuk
monitoring dilakukan monitoring keadaan umum, tanda-tanda vital, kadar gula
darah sewaktu dan efek samping obat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifputera, A & Calistania, C, dkk, 2014, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4,


Media Aesculapius, Jakarta.
2. Rab, Tabrani, 2010, Ilmu Penyakit Paru, CV Trans Info Media, Jakarta.
3. Sudoyo, A & Setiyohadi, B, dkk, 2009, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, Internal
Publishing, Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai