Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

G2P0A1 HAMIL 10 MINGGU DENGAN HIPEREMESIS GRAV


IDARUM

Oleh:
Novi Putri Dwi Iriani, S.Ked
7120109076

Pembimbing:
dr. Kurniawan Asyik, Sp.OG (K), MARS

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:
G2P0A1 HAMIL 10 MINGGU DENGAN HIPEREMESIS GRAV
IDARUM

Oleh:
Novi Putri Dwi Iriani, S.Ked
71 2019 076

Telah dilaksanakan pada bulan Februari 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Februaru 2022


Pembimbing

dr.Kurniawan Asyik, Sp.OG (K), MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya,
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya, penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “G2P0A1 HAMIL 10 MINGGU DENGAN
HIPEREMESIS GRAVIDARUM” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. dr. Kurniawan Asyik, Sp.OG (K), MARS, selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
Laporan Kasus ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena
kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu
pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.Aamiin.

Palembang, Februari 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Hiperemesis Gravidarum .......................................................4
2.2 Epidemiologi Hiperemesis Gravidarum ..............................................4
2.3 Klasifikasi Hiperemesis Gravidarum ...................................................5
2.4 Etiologi Hiperemesis Gravidarum .......................................................6
2.5 Faktor Resiko Hiperemesis Gravidarum ..............................................6
2.6 Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum ...............................................11
2.7 Manifestasi Hiperemesis Gravidarum .................................................12
2.8 Diagnosis Hiperemesis Gravidarum ....................................................13
2.9 Diagnosis Banding................................................................................14
2.10 Penatalaksanaan ..................................................................................15
2.11 Komplikasi...........................................................................................18
2.12 Prognosis .............................................................................................19

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identifikasi ............................................................................................20
3.2 Anamnesis .............................................................................................20
3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................22
3.4 Pemeriksaan Laboratorium ..................................................................24
3.5 Diagnosis kerja .....................................................................................24
3.6 Tatalaksana ..........................................................................................25
3.7 Follow Up.............................................................................................25

BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Apakah diagnosis kasus sudah tepat?...................................................27
4.2. Apakah penatalaksanaan kasus sudah tepat?........................................29

iv
BAB V SIMPULAN
5.1 Kesimpulan.............................................................................................30
5.2 Saran......................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................31

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mual dan muntah dapat terjadi pada 50% kasus ibu hamil dengan angka
terbanyak pada usia kehamilan 6-12 minggu. 1 Spektrum mual dan muntah berkisar
dari penyakit ringan hingga berat yang melibatkan muntah persisten dan
berlebihan.2 Bentuk parah dari penyakit ini adalah hiperemesis gravidarum (HG)
dapat menyebabkan komplikasi ibu dan janin yang signifikan jika tidak diobati
secara memadai. Istilah "morning sickness" adalah nominasi yang terlewatkan
karena kondisi ini sering berlangsung sepanjang hari tidak hanya di pagi hari.
Hanya 17% wanita yang menderita mual hanya di pagi hari.2
Menurut International Statistical Classification of Disease and Related
Health Problems, mendefinisikan hiperemesis gravidarum (HG) sebagai muntah
yang persisten dan berlebihan dimulai sebelum akhir minggu ke-22 dan
selanjutnya membaginya menjadi ringan dan berat, kondisi parah dipersulit oleh
gangguan metabolisme seperti deplesi karbohidrat, dehidrasi atau
ketidakseimbangan elektrolit.3
Hiperemesis gravidarum mengacu pada muntah yang tidak dapat diatasi
selama kehamilan yang menyebabkan penurunan berat badan dan penurunan
volume, yang menyebabkan ketonuria dan atau ketonemia.4 Tidak ada konsensus
tentang kriteria diagnostik tertentu, tetapi umumnya mengacu pada akhir yang
parah dari spektrum mengenai mual dan muntah pada kehamilan. Ini terjadi pada
sekitar dua persen dari semua kehamilan di Amerika Serikat.5 Ini dapat
menyebabkan dampak yang signifikan pada kualitas hidup pasien dan, sayangnya,
mungkin sulit untuk diobati.5
Hipemeremesis gravidarum merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi di
antara wanita hamil. Ini adalah pengalaman umum yang mempengaruhi 50%
hingga 90% dari semua wanita dan merupakan indikasi paling umum untuk rawat
inap selama paruh pertama kehamilan. Hiperemesis gravidarum biasanya terbatas
pada trimester pertama tetapi 20% wanita berlanjut selama kehamilan.6

1
Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan beban ekonomi bagi keluarga
dan negara. Ada banyak jalur pengobatan Hiperemesis gravidarum, beberapa jalur
dipelajari dengan baik. Selain itu, penelitian mengenai keamanan obat dilakukan
untuk mengetahui kejadian anomali kongenital pada bayi dari ibu yang mendapat
obat tersebut. Jalur lain masih eksperimental.6
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-
90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-
60% multi gravida. Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara
pasti. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam
tiga tingkatan. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan USG.
Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan
rawat inap dirumah sakit dengan pemberian terapi medikamentosa, nutrisi, cairan
parenteral, dan alternatif. Prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan
dengan penanganan yang baik.7

1.2. Maksud danTujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai
berikut:
a. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus
mengenai hiperemesis gravidarum.
b. Diharapkan munculnya pola berfikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang
kasus hiperemesis gravidarum.

1.3. Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan
ginekologi terutama tentang hiperemesis gravidarum
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
menjadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

2
1.3.2 Manfaat Praktis
a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dalam penegakkan
diagnosis hiperemesis gravidarum yang berpedoman pada anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan runut.
b. Bagi dokter umum, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
bahan masukan dan menambah pengetahuan dalam mendiagnosis hip
eremesis gravidarum yang selanjutnya melakukan rujukan pada
dokter spesialis yang berkompeten.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis Gravidarum (HEG) adalah muntah yang terjadi lebih dari
10x dalam 24 jam. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat dimana
segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat
mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat
badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti
gejala penyakit apendisitis, pielitis, dan sebagainya.1
Mual muntah mempengaruhi hingga >50% kehamilan. Kebanyakan
perempuan mampu mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi dengan
diet, dan symptom akan teratasi hingga akhir trimester pertama. Penyebab
penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan erat
hubungannya dengan endokrin, biokimiawi, dan psikologis.1

2.2. Epidemiologi Hiperemesis Gravidarum


Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi
pada 50-90% dari kehamilan. Studi menunjukkan bahwa sekitar 27% hingga
30% wanita hanya mengalami mual, sedangkan muntah dapat terlihat pada
28% hingga 52% dari semua kehamilan. Insiden hiperemesis gravidarum
berkisar dari 0,3% hingga 3% tergantung pada sumber literatur. Secara
geografis, hiperemesis tampaknya lebih umum di negara bagian barat.8
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi
gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2%
diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari
1000 kehamilan. Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan
biasanya dimulai pada usia kehamilan 9- 10 minggu, puncaknya pada usia
kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur
kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat
berlanjut melampaui 20-22 minggu.7

4
Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. Terdapat hasil
penelitian yang meneliti terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia,
menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor
risiko untuk terjadinya hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan
penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya mengalami
hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami
hiperemesis pada kehamilan ketiga.7

2.3. Klasifikasi Hiperemesis Gravidarum


Secara klinis, dibedakan atas 3 tingkatan yaitu :1
a. Tingkat I
Muntah terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan
minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama
keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir
keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan
darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit
berkurang, dan urin sedikit tetapi masih normal
b. Tingkat II
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum
dimuntahkan, haus hebat, sub febril, nadi cepat dan lebih dari 100-140
kali per menit, tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis,
kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin,
dan berat badan cepat menurun
c. Tingkat III
Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi
adalah gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau
berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan
jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam urin.

5
2.4. Etiologi Hiperemesis Gravidarum

Etiologi hiperemesis gravidarum sebagian besar tidak diketahui,


tetapi ada beberapa teori. Namun, ada faktor risiko yang terkait dengan
perkembangan hiperemesis selama kehamilan. Peningkatan massa plasenta
dalam keadaan molar atau kehamilan multipel dikaitkan dengan risiko
hiperemesis gravidarum yang lebih tinggi. Selain itu, wanita yang
mengalami mual dan muntah di luar kehamilan akibat konsumsi obat-obatan
yang mengandung estrogen, terpapar gerakan, atau memiliki riwayat
migrain berisiko lebih tinggi mengalami mual dan muntah selama
kehamilan. Beberapa penelitian juga menunjukkan risiko hiperemesis yang
lebih tinggi pada wanita yang anggota keluarga dekatnya, seperti ibu atau
saudara perempuan, yang juga mengalami hiperemesis gravidarum.9
Menurut Djafar (2018) hiperemesis gravidarum dapat disebabkan oleh
2 faktor yaitu maternal dan fetal.1
a. Maternal
Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya
diplopia, palsi nervus ke-6, nistagmus, ataksia, dan kejang. Jika hal ini
tidak segera ditangani, akan terjadi psikosis Korsakoff (amnesia,
menurunnya kemampuan untuk beraktivitas), ataupun kematian. Oleh
karena itu, untuk hyperemesis tingkat III perlu dipertimbangkan
terminasi kehamilan.
b. Fetal
Penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian
gangguan pertumbuhan janin dalam Rahim (IUGR) .

2.5. Faktor Risiko Hiperemesis Gravidarum


a. Usia
Kebanyakan penelitian setuju bahwa hiperemesis gravidarum
lebih sering terjadi pada ibu usia muda. Selain itu, usia muda wanita
hamil juga membawa risiko durasi penyakit lebih dari 27 minggu
kehamilan. Penurunan risiko kejadian hiperemesis seiring
bertambahnya usia dapat dijelaskan dengan penanganan selanjutnya

6
dengan kadar estrogen yang tinggi dengan produksi hormon seks yang
mengikat globulin selama siklus menstruasi berikutnya. 2
b. Faktor sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah dianggap sebagai faktor
risiko HG. Tetapi faktor sosiodemografi tidak memperhitungkan
variasi ras / etnis dalam prevalensi HG, tetapi variasi di antara
masyarakat ini disebabkan oleh faktor budaya, genetik dan makanan
terkait. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah juga merupakan faktor
risiko utama penularan H. pylori, oleh karena itu penularan H. pylori
harus diperhatikan pada kasus HG pada ibu hamil dengan status sosial
ekonomi rendah karena kepadatan penduduk yang sebagian besar
ditandai dengan kemiskinan, memiliki peningkatan risiko penularan
dan tingkat prevalensi yang lebih tinggi dari H. pylori karena H. pylori
diperkirakan menyebar di antara orang-orang melalui jalur fecal-oral
atau oral-oral dan air yang terkontaminasi adalah kemungkinan
reservoir lingkungan. Menarik untuk menemukan bahwa wanita yang
bekerja di luar rumah memiliki risiko HG dan NVP yang lebih rendah
dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Ditemukan bahwa hubungan
biologis antara pasangan yang umum di banyak masyarakat terutama
di Afrika dan Timur Tengah tidak terkait dengan peningkatan risiko
wanita terkena HG. 2
c. Faktor makanan
Para peneliti mempelajari pola makan wanita hamil selama 12
bulan secara prakonsepsi dan mereka menemukan bahwa wanita
dengan kebiasaan diet tertentu berisiko terkena HG pada populasi
yang berbeda misalnya, orang Asia, India. Wanita Asia memiliki
peningkatan risiko HG karena intoleran laktosa dan memiliki diet
rendah atau kekurangan produk susu. Populasi India yang lebih umum
menjadi vegan, lebih cenderung memiliki HG. Data ini dapat
digunakan untuk pengembangan strategi baru dalam rencana
pengelolaan HG. Juga ditemukan bahwa hamil dengan asupan lemak
yang tinggi lebih rentan terhadap HG diet pra-konsep yang ketat

7
seperti diet vegan atau diet BMI tinggi juga membawa risiko durasi
penyakit yang berkepanjangan.
Di sisi lain, asupan ikan dan makanan laut yang tinggi serta
asupan sayuran allium yang tinggi memiliki penurunan risiko HG.
Menariknya, asupan satu hingga dua gelas air setiap hari tampaknya
juga melindungi terhadap HG. kekurangan trace element dan vitamin
baik karena diet atau muntah berulang telah dianggap sebagai etiologi
yang mungkin berkembang menjadi hiperemesis gravidarum. Jadi
rekomendasi tentang pengendalian berat badan harus diberikan kepada
wanita dengan BMI tinggi atau rendah sebelum konsepsi. 2
d. Merokok
Ditemukan bahwa wanita yang muntah saat hamil lebih kecil
kemungkinannya untuk menjadi perokok dan hubungan ini dianggap
sudah ada sebelumnya dan bukan merupakan respons terhadap
kehamilan atau muntah. Hal ini dapat dijelaskan karena wanita hamil
yang merokok juga memiliki tingkat estrogen yang lebih rendah dan
ada hubungan antara tingkat estrogen yang tinggi dan HG. Jika NVP
adalah ekspresi dari plasenta yang berfungsi dengan baik, hubungan
negatif dengan merokok mungkin disebabkan oleh efek negatif ibu
yang merokok pada awal perkembangan plasenta selama
embryogenesis.2
e. Faktor Obstetrik
Insiden HG lebih tinggi pada kehamilan ganda, penyakit molar
dan sindrom Down. Nulliparous memiliki risiko lebih tinggi karena
memiliki serum yang lebih tinggi dan kadar estrogen urin
dibandingkan wanita multipara dan wanita-wanita tersebut dalam
kehamilan pertama mereka memiliki kadar estrogen trimester pertama
yang lebih tinggi daripada pada kehamilan berikutnya. Risiko
hiperemesis pada kehamilan kedua meningkat dengan meningkatkan
interval waktu antara kehamilan. Pada kehamilan multipel, ditemukan
bahwa kejadian HG lebih tinggi pada kembar laki-laki dan kembar
laki-laki dan perempuan, semua kembar perempuan memiliki kejadian

8
yang lebih rendah yang tidak terduga karena kadar estrogen ibu yang
lebih tinggi. Meskipun, telah ditetapkan dengan baik bahwa pasien
dengan hiperemesis memiliki rasio jenis kelamin yang berubah dan
janinnya sebagian besar adalah wanita dan kadar hormon ibu yang
terkait dengan janin perempuan mungkin berperan dalam patogenesis
penyakit. Juga ditemukan bahwa memiliki janin perempuan tunggal
dikaitkan dengan kejadian rawat inap yang lebih tinggi di HG. 2
f. Hipertiroidisme
Diagnosis penyakit tiroid dan interpretasi tes fungsi tiroid pada
wanita rumit dalam kehamilan karena ada rentang yang berbeda yang
bervariasi dari satu trimester ke trimester lain karena kesamaan
struktural dan fungsional antara TSH dan hCG. Meskipun penyakit
tiroid autoimun sebelumnya telah dianggap sebagai penyebab
tirotoksikosis yang paling umum pada kehamilan, penelitian terbaru
menunjukkan bahwa peningkatan produksi hCG adalah penyebab
paling umum dari tes fungsi tiroid abnormal pada awal trimester
kehamilan. Dan ditemukan bahwa wanita hamil dengan riwayat medis
hipertiroidisme lebih rentan terhadap HG saat hamil. 2
Faktanya, penurunan hormon perangsang tiroid telah ditemukan
pada pasien HG dengan kadar T3 bebas dan T4 bebas normal. Jadi
diperkirakan bahwa mungkin ada kondisi yang dikenal sebagai
hipertiroidisme transien hiperemesis gravidarum (THHG), yang
merupakan hipertiroidisme yang membatasi diri yang berdampingan
dengan HG. 2
g. Kesehatan Mental
Masalah kesehatan mental: Wanita hamil dengan riwayat medis
depresi, kecemasan, atau gangguan mood lainnya lebih rentan
terhadap HG saat hamil. Selain itu, stres dan konflik perkawinan telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko HG. Insiden depresi dan
kecemasan yang sangat tinggi terjadi pada wanita dengan HG terutama
dengan durasi penyakit yang berkepanjangan yang membuatnya sulit

9
untuk menjelaskan hubungan kausal antara HG dan masalah kesehatan
mental.
Penyedia harus segera mengelola wanita dengan HG dengan
memasukkan perawatan dan dukungan psikologis. Selain itu,
penanganan wanita HG mengharuskan penyedia layanan kesehatan
memahami bahwa kualitas hidup pasien sangat terganggu sementara
mereka diharapkan bahagia karena memiliki bayi baru lahir, terutama
pada primigravida. Pasien mengeluh bahwa penyedia layanan
kesehatan mereka tidak dapat menyadari betapa sakitnya mereka.
Mereka mungkin mengalami depresi seperti halnya pasien yang
mengalami penyakit melumpuhkan sehingga peran kita sebagai dokter
adalah menormalkan keadaan pasien.rasa cemas karena penyakit dan
nasihat tentang pikiran negatif tentang kondisinya atau janinnya. 2
h. Gangguan Gastrointestinal
Ada korelasi antara perubahan kadar hormon dalam kehamilan
terutama tingkat progesteron tinggi dan relaksasi sfingter esofagus atas
dan sfingter GIT lainnya; ini mungkin berperan dalam patogenesis
dispepsia kehamilan. Wanita hamil dengan riwayat medis ulkus peptik
dan GERD lebih rentan untuk dirawat di rumah sakit karena HG.
Baru-baru ini, infeksi Helicobacter pylori telah diimplikasikan sebagai
kemungkinan penyebab HG. Dalam studi prospektif, konsentrasi IgG
serum Helicobacter pada pasien dengan HG dibandingkan dengan
pada wanita hamil asimtomatik pada minggu kehamilan yang sama.
Konsentrasi IgG positif ditemukan pada 95/105 pasien hiperemesis
dibandingkan dengan 60/129 pasien kontrol. Penulis menyimpulkan
bahwa ada hubungan antara infeksi H. pylori dan HG. Hal ini juga
dikonfirmasi oleh El Younis dkk yang merawat dua orang hamil
dengan HG dengan eritromisin; semua gejala teratasi melalui
perawatan ini. 2

i. Gangguan Pernapasan dan Alergi

10
Wanita hamil dengan riwayat medis asma dan gangguan
pernafasan lainnya ditemukan lebih mungkin untuk dirawat inap
karena HG. Selain itu, riwayat alergi di masa lalu telah dikaitkan
dengan durasi penyakit yang berkepanjangan. Teori autoimun untuk
HG dan responnya terhadap steroid pada kasus refraktori tertentu
dapat mendukung hubungan ini. 2
j. Faktor genetik
Salah satu teori yang mencoba menjelaskan penyebab
hiperemesis gravidarum adalah adanya peran genetik. Sebuah studi
tahun 2008 oleh Fejzo et al. di California, AS termasuk 1.224 pasien
dengan hiperemesis gravidarum dan menunjukkan signifikansi riwayat
keluarga positif dalam pengembangan penyakit. Dalam penelitian ini,
28% pasien ditemukan memiliki riwayat keluarga hiperemesis
gravidarum pada ibu mereka, 19% melaporkan saudara kandungnya
dengan hiperemesis gravidarum dan 9% dari ƉĂƟĞnƚƐ melaporkan
setidaknya 2 kerabat biologis dengan penyakit ini. Menariknya di
antara kasus yang paling sulit disembuhkan, mereka yang
membutuhkan nutrisi parenteral total (TPN) atau makanan nasogastrik,
persentase pasien dengan saudara perempuan yang terkena adalah
25%.2

2.6. Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum


Penyebab pasti dari hiperemesis gravidarum masih belum jelas.
Namun, ada beberapa teori tentang apa yang mungkin berkontribusi pada
perkembangan proses penyakit ini.
a. Perubahan Hormon
Tingkat human chorionic gonadotropin (hCG) telah terlibat.
Tingkat hCG memuncak selama trimester pertama, sesuai dengan
onset khas gejala hiperemesis. Beberapa penelitian menunjukkan
korelasi antara konsentrasi hCG yang lebih tinggi dan hiperemesis.
Namun, data ini tidak konsisten.5
Estrogen juga dianggap berkontribusi pada mual dan muntah
selama kehamilan. Kadar Estradiol meningkat pada awal kehamilan

11
dan menurun kemudian, mencerminkan mual dan muntah pada
kehamilan. Selain itu, mual dan muntah adalah efek samping yang
diketahui dari obat yang mengandung estrogen. Saat tingkat estrogen
meningkat, begitu pula kejadian muntah.5
b. Perubahan Sistem Gastrointestinal
Telah diketahui bahwa sfingter esofagus bagian bawah rileks
selama kehamilan karena peningkatan estrogen dan progesteron. Ini
menyebabkan peningkatan insiden gejala gastroesophageal reflux
disease (GERD) pada kehamilan, dan salah satu gejala GERD adalah
mual. Studi yang meneliti hubungan antara GERD dan emesis pada
kehamilan melaporkan hasil yang bertentangan.5
c. Genetika
Peningkatan risiko hiperemesis gravidarum telah dibuktikan
pada wanita dengan anggota keluarga yang juga mengalami
hiperemesis gravidarum.
Dua gen, GDF15 dan IGFBP7, telah berpotensi terkait dengan
perkembangan hiperemesis gravidarum.10

2.7. Manifestasi Klinis Hiperemesis Gravidarum


Mulai terjadi pada trimester pertama. Gejala klinik yang sering
dijumpai adalah nausea, muntah, penurunan berat badan, ptialism (salivasi
yang berlebihan), tanda-tanda dehidrasi termasuk hipotensi postural dan
takikardi. Pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai hiponatremi,
hipokalemia, dan peningkatan hematokrit. Hipertiroid dan LFT yang
abnormal juga dapat dijumpai.1

2.8. Diagnosis Hiperemesis Gravidarum


Riwayat pasien dengan dugaan hiperemesis gravidarum harus
mencakup status kehamilan mereka, perkiraan usia kehamilan, riwayat
komplikasi selama kehamilan sebelumnya, frekuensi mual dan muntah,
intervensi apa pun selama pasien mencoba untuk mengobati gejala, dan hasil

12
dari intervensi percobaan. Onset gejala rata-rata terjadi sekitar 5 sampai 6
minggu setelah kehamilan.5
Pemeriksaan fisik harus mencakup detak jantung janin (tergantung
usia kehamilan) dan pemeriksaan status cairan, yang meliputi pemeriksaan
tekanan darah, denyut jantung, kekeringan selaput lendir, pengisian kapiler,
dan turgor kulit. Berat badan pasien harus diperoleh untuk perbandingan
dengan berat badan sebelumnya dan masa depan. Pemeriksaan perut, serta
pemeriksaan panggul, jika diindikasikan, harus terjadi untuk menentukan
ada tidaknya kelembutan pada palpasi.5
Menurut Djafar (2018), diagnosis pada hyperemesis gravidarum
sebagai berikut :1
a. Amenore disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu
b. Fungsi vital : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah
menurun pada keadaan berat, subfebril, dan gangguan kesadaran
(apatis-koma).
c. Fisik : dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun,
pada vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan,
konsistensi lunak, pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru
(livide).
d. Pemeriksaan USG : untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan
juga untuk mengetahui kemungkinan adanya kehamilan kembar
ataupun kehamilan mola hidatidosa
e. Laboratorium : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, shift to
the left, benda keton, dan proteinuria.
f. Pada keluhan hyperemesis yang berat dan berulang perlu dipikirkan
untuk konsultasi psikologi.

2.9. Diagnosa Banding


Diagnosis hiperemesis gravidarum bersifat klinis dan sebagian besar
merupakan diagnosis eksklusi. Daftar diagnosis banding potensial untuk
pasien dengan gejala serupa cukup luas. Ini dapat mencakup:
a. Penyakit trofoblas gestasional

13
b. Kehamilan ganda
c. Kehamilan ektopik
d. Mola hidatidosa
e. Preeklamsia
f. Hemolisis, peningkatan enzim hati, dan sindrom trombosit rendah
(HELLP)
g. Gastroenteritis
h. Gastroparesis
Penting untuk mengevaluasi pasien untuk penyakit trofoblas
gestasional dan kehamilan multipel karena mungkin juga termasuk mual dan
muntah yang parah pada trimester pertama kehamilan. Pemeriksaan dapat
dimulai dengan USG kebidanan, yang akan memastikan diagnosis dalam
banyak kasus. Masalah kebidanan trimester pertama lainnya termasuk
kehamilan ektopik, yang lebih mungkin termasuk sakit perut, sinkop, atau
perdarahan vagina dan dapat dievaluasi lagi dengan USG kebidanan dan
kadar B-hCG. 5
Timbulnya mual dan muntah setelah sembilan minggu harus memicu
perhatian untuk diagnosis alternatif. Preeklamsia, HELLP (hemolisis,
peningkatan enzim hati, dan trombosit rendah), dan perlemakan hati akut
pada kehamilan biasanya muncul dengan sendirinya selama akhir trimester
kedua atau ketiga kehamilan.5
Penyebab mual dan muntah non-obstetris juga dapat terjadi selama
kehamilan dan harus selalu berbeda, perlu diingat bahwa pasien hamil
dianggap berisiko lebih tinggi untuk mengalami pembekuan darah; oleh
karena itu diagnosis yang mengakibatkan iskemia atau pembentukan
trombus mungkin lebih umum selama kehamilan. Penyebab gastrointestinal
seperti gastroenteritis, obstruksi usus halus, gastroparesis, penyakit tukak
lambung, kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, dan apendisitis harus
dipertimbangkan. Pielonefritis, infeksi saluran kemih, batu ginjal, dan torsi
ovarium mungkin juga termasuk muntah. Gangguan metabolik seperti
ketoasidosis diabetikum, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme juga dapat
memiliki gejala yang serupa. Gangguan neurologis seperti migrain,

14
perdarahan intrakranial, pseudotumor cerebri, dan trombosis sinus vena juga
dapat menyebabkan muntah, tetapi kemungkinan besar disertai sakit kepala
atau defisit neurologis. Gangguan kejiwaan seperti kecemasan dan depresi
juga dapat menyebabkan muntah, seperti halnya konsumsi racun dan
iskemia miokard.5

2.10. Penatalaksanaan
a. Evaluasi Awal
Tidak ada definisi tunggal yang diterima untuk hiperemesis
gravidarum. Namun, umumnya tatalaksana aktif merujuk pada kasus
mual dan muntah yang ekstrim selama kehamilan.. Kriteria untuk
diagnosis termasuk muntah yang menyebabkan dehidrasi yang
signifikan (sebagaimana dibuktikan dengan ketonuria atau kelainan
elektrolit) dan penurunan berat badan (penanda yang paling sering
dikutip untuk ini adalah hilangnya setidaknya lima persen dari berat
badan sebelum kehamilan pasien) dalam pengaturan kehamilan tanpa
penyebab patologis lain yang mendasari muntah. Nyeri perut yang
signifikan, nyeri panggul, atau perdarahan vagina harus segera
dilakukan pemeriksaan untuk diagnosis alternatif.5
Evaluasi harus mencakup urinalisis untuk memeriksa ketonuria
dan berat jenis, di samping hitung darah lengkap dan evaluasi
elektrolit. Peningkatan hemoglobin atau hematokrit mungkin karena
hemokonsentrasi dalam pengaturan dehidrasi. Dehidrasi yang
signifikan dapat menyebabkan cedera ginjal akut yang dibuktikan
dengan peningkatan kreatinin serum, nitrogen urea darah, dan
penurunan filtrasi glomerulus. Kalium, kalsium, magnesium, natrium,
dan bikarbonat dapat dipengaruhi oleh muntah yang berkepanjangan
dan berkurangnya asupan cairan oral. Tes tiroid, lipase, dan tes fungsi
hati juga dapat diselesaikan untuk mengevaluasi diagnosis alternatif.5
Pemeriksaan radiografi mungkin tepat untuk menyingkirkan
diagnosis alternatif. Ultrasonografi kebidanan dapat dipertimbangkan
untuk menyingkirkan kehamilan multipel, kehamilan ektopik, dan

15
penyakit trofoblas gestasional tergantung pada riwayat pasien dan
evaluasi obstetrik sebelumnya. Pencitraan resonansi magnetik (MRI)
dapat digunakan untuk menilai diagnosis alternatif, seperti radang usus
buntu.5

b. Tatalaksana
Penatalaksanaan harus berdasarkan pedoman American College
of Obstetrics and Gynecology (ACOG) Mual dan Muntah dalam
Kehamilan. Perawatan awal harus dimulai dengan intervensi non-
farmakologis seperti mengganti vitamin prenatal pasien menjadi
suplementasi asam folat saja, menggunakan suplementasi jahe (250
mg secara oral 4 kali sehari) sesuai kebutuhan, dan dengan
menerapkan gelang akupresur. Jika pasien terus mengalami gejala
yang signifikan, terapi farmakologis lini pertama harus mencakup
kombinasi vitamin B6 (piridoksin) dan doksilamin. Tiga resimen dosis
didukung oleh ACOG, termasuk piridoksin 10 hingga 25 mg per oral
dengan 12,5 mg doxylamine 3 atau 4 kali per hari, 10 mg piridoksin
dan 10 mg doxylamine hingga 4 kali per hari, atau 20 mg piridoksin
dan 20 mg doksilamina hingga 2 kali sehari. Seperti yang ditunjukkan
dalam uji coba terkontrol acak multi-pusat, obat lini pertama ini
menunjukkan kemanjuran dalam pengobatan mual dan muntah,
menjaga profil keselamatan janin dan ibu yang baik dan terdaftar
sebagai salah satu dari sedikit obat kategori A kehamilan FDA.11,12
Obat lini kedua termasuk antihistamin dan antagonis dopamin
seperti dimenhydrinate 25 hingga 50 mg setiap 4 hingga 6 jam secara
oral, diphenhydramine 25 hingga 50 mg setiap 4 hingga 6 jam secara
oral, prochlorperazine 25 mg setiap 12 jam secara rektal, atau
promethazine 12,5 hingga 25 mg setiap 4 hingga 6 jam secara oral
atau rektal. Jika pasien terus mengalami gejala yang signifikan tanpa
menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, metoclopramide, Ondansetron,
atau promethazine dapat diberikan secara oral. Dalam kasus dehidrasi,
bolus cairan intravena atau infus saline normal secara kontinyu harus

16
diberikan selain metoclopramide, Ondansetron, atau promethazine
intravena. Elektrolit harus diganti sesuai kebutuhan. Kasus refrakter
yang parah dari hiperemesis gravidarum dapat berespons terhadap
klorpromazin intravena atau intramuskular 25 hingga 50 mg atau
metilprednisolon 16 mg setiap 8 jam, secara oral atau intravena.13
a. Untuk keluhan hyperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk
dirawat di rumah sakit dan membatasi pengunjung
b. Stop makanan per oral 24-48 jam
c. Infuks glukosa 10% atau 5% : RL (2:1) 40 tetes per menit
d. Obat
- Vitamin B1, B2, dan B6, masing-masing 50-100
mg/hari/infus
- Vitamin B12 200 µg/hari/infus, vitamin C 200 mg/hari/infus
- Fenobarbital 30 mg I.M, 2-3 kali per hari atau klorpromazin
25-50 mg/hari I.M atau kalau diperlukan diazepam 5 mg 2-3
kali per hari I.M.
- Antiemetic : prometazin (avopreg) 2-3 kali per hari 25 mg
per hari per oral atau proklorperazin (stemetil) 3 kali 3 mg
per hari per oral atau mediamer B6 3 kali 1 per hari per oral
- Antasida : asidrin 3x1 tablet per hari per oral atau milanta
3x1 tablet per hari per oral atau magnam 3x1 tablet per hari
per oral1
Diet sebaiknya meminta advis ahli gizi : 1
a. Diet hyperemesis I diberikan pada hyperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan
tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya.
Makanan ini kurang mengadung zat gizi, kecuali vitamin C
sehingga hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet hyperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah
berkurang. Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan
yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama

17
makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat gizi, kecuali
vitamin A dan D.
c. Diet hyperemesis III diberikan kepada penderita dengan
hyperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman
boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam
semua zat gizi, kecuali kalsium

Rehidrasi dan suplemen vitamin


Pilihan cairan adalah normal salin (NaCl 0,9%). Cairan
Dextrose tidak boleh diberikan karena tidak mengandung sodium yang
cukup untuk mengoreksi hiponatremia. Suplemen potassium boleh
diberikan secara intravena sebagai tambahan. Suplemen tiamin
diberikan secara oral 50 atau 150 mg atau 100 mg dilarutkan kedalam
100 cc NaCl, urin output juga harus dimonitor dan perlu dilakukan
pemeriksaan dipstick untuk mengetahui terjadinya ketonuria.1
Antiemesis
Tidak dijumpai adanya teratogenitas dengan menggunakan
dopamine antagonis (metoklopramid, domperidon), fenotiazin
(klorpromazin, proklorperazin), antikolinergik (disiklomin) atau
antihistamin H1-reseptor antagonis (prometazin, siklizin). Namun,
bila masih tetap tidak memberikan respons, dapat juga digunakan
kombinasi kortikosteroid dengan reseptor antagonis 5-
Hidrokstriptamin (5-HT3) (Ondansetron, sisaprid).1

2.11. Komplikasi
Karena hiperemesis gravidarum melibatkan 2 pasien, keduanya harus
dipertimbangkan saat mendiskusikan komplikasi 5
a. Komplikasi Ibu

18
Dalam kasus hiperemesis yang parah, komplikasi termasuk
kekurangan vitamin, dehidrasi, dan kekurangan gizi, jika tidak
ditangani dengan tepat. Ensefalopati Wernicke, yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin B1, dapat menyebabkan kematian dan cacat
permanen jika tidak diobati. Selain itu, ada laporan kasus cedera
sekunder akibat muntah yang kuat dan sering, termasuk ruptur
esofagus dan pneumotoraks. Kelainan elektrolit seperti hipokalemia
juga dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan
Selain itu, pasien dengan hiperemesis mungkin memiliki tingkat
depresi dan kecemasan yang lebih tinggi selama kehamilan.
b. Komplikasi Janin
Studi melaporkan informasi yang bertentangan mengenai
kejadian berat lahir rendah dan bayi prematur dalam pengaturan mual
dan muntah dalam kehamilan. Namun, penelitian belum menunjukkan
hubungan antara hiperemesis dan kematian perinatal atau neonatal.
Frekuensi anomali kongenital tampaknya tidak meningkat pada pasien
dengan hiperemesis.5

2.12. Prognosis
Mual dan muntah saat hamil sering terjadi. Gejala biasanya dimulai
sebelum usia kehamilan 9 minggu dan sebagian besar kasus diselesaikan
pada minggu ke 20 kehamilan. Sebagian kecil pasien, sekitar 3%, akan terus
mengalami muntah selama trimester ketiga. Sekitar 10% pasien dengan
hiperemesis gravidarum akan terpengaruh selama kehamilan.14

19
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
1. Identitas pasien
Nama pasien: Ny.Zulfa Febrianti
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Perum Opi Seberang Ulu I Palembang Sumatera Selatan
Masuk RS : Senin, 31 Januari 2022, pukul 19.30

2. Identitas suami
Nama : Tn. Sangkut
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Perum Opi Seberang Ulu I Palembang Sumatera Selatan

3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Hamil muda dengan mual muntah berlebihan

2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien datang ke Ponek RSUD Palembang Bari dengan keluhan
mual muntah berlebihan sejak 3 hari SMRS. Mual dan muntah dirasak
an tiap os makan ataupun minum. Mual dan muntah terjadi kurang
lebih 7-8x dalam 24 jam. Muntah berupa makanan yang dimakan dan
terkadang disertai dengan muntah yang berwarna kehijuan. Pasien jug
a merasa lemas, nyeri di ulu hati sehingga sulit beraktivitas.

20
Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit yang sama
sebelumnya pada kehamilan pertama dan pasien mengalami abortus
pada usia kehamilan 14 minggu. Pada kehamilan ini pasien
mengatakan lupa tanggal HPHT, namun pasien sudah pernah
memeriksakan kehamilannya ke dokter spesialis obgyn dan dikatakan
usia kandungan pasien 10 minggu.
Pasien mengatakan terdapat riwayat demam kurang lebih 2 hari
SMRS dan pilek sejak satu minggu SMRS. Pasien tidak pernah
mengalami keputihan selama kehamilan. Pasien memiliki riwayat
penyakit maag. Pasien tidak pernah merokok dan meminum minuman
beralkohol.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Hepatitis : disangkal
Asma : disangkal
Penyakit jantung : disangkal
Diabetes militus : disangkal
Hipertensi : disangkal
Alergi obat dan makanan : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Hepatitis : disangkal
Asma : disangkal
Penyakit jantung : disangkal
Diabetes militus : disangkal
Hipertensi : disangkal
Hipertiroid : disangkal
Alergi obat dan makanan : disangkal

5. Riwayat Menstruasi
Usia Menarke : 14 tahun

21
Sikluas Haid : 35-36 hari
Lama Haid : 4-5 hari, 2-3 kali ganti pembalut/hari
Keluhan Saat Haid: Tidak ada keluhan
HPHT : Lupa
TP : 05 Agustus 2022

6. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : 1x
Lama Menikah : 1 tahun
Usia Menikah : 21 tahun

7. Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak pernah KB

8. Riwayat ANC
Trimester I : 3 kali

9. Riwayat Kehamilan
1. Abortus/ 2021
2. Hamil ini

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum: Baik, tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 160 cm
BB Sekarang : 51 kg
BB Sebelum Hamil: 55 kg
Tekanan Darah : 105/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6°C

22
Pemeriksaan Fisik
Kep Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pemesaran kelenjar thyroid (-)
Mulut : Bibir kering, atrofi papil lidah (-), Tonsil T1-T1
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular.
Murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut cembung, scar (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : hepar lien sulit dinilai
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat (+/+) edema (-/-)

B. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
TFU : Tidak Teraba
Leopold I-IV :Belum dapat dinilai
Pemeriksaan Dalam
Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan Darah Rutin (Senin, 31 Januari 2022 pukul 20.15 WIB)
Hematologi Hasil Nilai Normal

23
Hemoglobin 11,6 12-14 g/dl
Eritrosit 3,94 4.5-5.5
Leukosit 9900 5.000 – 10.000/ul
Trombosit 201.000 150.000 – 400.000/ul
Hematokrit 35 37-43%
Hitung Jenis
Basofil 0 0 – 1%
Eosinofil 1 1 – 3%
Neutrofil Batang 1 2 – 6%
Neutrofil Segmen 67 50 – 70%
Limfosit 28 20 – 40%
Monosit 3 2 – 8%
BT 3 1-6 menit
CT 10 10-15 menit
Golongan Darah ABO A+

Pemeriksaan Kimia Darah (Sabtu, 15 Mei 2021 pukul 18.52 WIB)


Hematologi Hasil Nilai Normal
HBsAG Negatif Negatif
Glukosa Darah Sewaktu 80 <180 mg/dL

Imunoserologi (Rapid Test SARS COV-2)


IgM: Non Reaktif
IgG: Non Reaktif

3.5 Diagnosis Kerja


G2P0A1 Hamil 10 minggu dengan hiperemesis gravidarum

3.6 Penatalaksanaan
 IVFD RL gtt 20x/m → IVFD Dextrose 5% + neurobion gtt 20 x/mnt

24
 Inj. Ondacetron 3x1 amp
 Inj. Ranitidin 2x1
 Antasida Sirup 3x1
 Paracetamol 3x1
 Rencana USG

3.7 Follow Up
Hari/Tanggal Follow Up
Selasa, 01 Februari S/ Os mengeluh mual dan muntah
2022 pukul 06.00 O/ KU: Baik
WIB Sensorium: Compos mentis
TD: 105/60 mmHg
N: 80x/m
RR: 22x/m
T: 36,5oC
A/ G2P0A1 Hamil 10 Minggu dengan Hiperemesis Gravidaru
m
P/ IVFD Dextrose 5% + neurobion gtt 20 x/mnt
Inj. Ondacetron 2x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1
Antasid 2x1
Paracetamol 3x1
Rencana USG
Rabu, 02 Februari S/ Keluhan mual dan muntah berkurang
2022 pukul 06.00 O/ KU: Baik
WIB Sensorium: Compos mentis
TD: 110/80 mmHg
N: 86x/m
RR:20x/m
T: 36,5oC
A/ G3P1A0 Hamil 10 Minggu dengan Hiperemesis Gravidaru
m
P/ IVFD Dextrose 5% + neurobion gtt 20 x/mnt
Inj. Ondacetron 2x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1
Antasid 2x1
Paracetamol 3x1
Rencana USG

25
Kamis, 03 Februari S/ Os tidak ada keluhan
2022 pukul 06.00 O/ KU: Baik
WIB Sensorium: Compos mentis
TD: 110/70 mmHg
N: 84x/m
RR:20x/m
T: 36,5oC
A/ G3P1A0 Hamil 10 Minggu dengan Hiperemesis Gravidaru
m
P/ IVFD RL + neurobion gtt 20 x/mnt
Inj. Ondacetron 2x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1
Antasid 2x1
Paracetamol 3x1
Rencana USG
Jum’at, 04 Februari S/ Os tidak ada keluhan
2022 pukul 06.00 O/ KU: Baik
Sensorium: Compos mentis
TD: 110/70 mmHg
N: 84x/m
RR:20x/m
T: 36,5oC
A/ G3P1A0 Hamil 10 Minggu dengan Hiperemesis Gravidaru
m
P/ IVFD RL + neurobion gtt 20 x/mnt
Inj. Ondacetron 2x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1
Antasid 2x1
Paracetamol 3x1
Rencana pulang

BAB IV

26
PEMBAHASAN

4.1. Apakah Penegakkan Diagnosis pada Pasien Ini Sudah Tepat?


Ny. Zulfa Febrianti berusia 21 tahun beralamat di Perum Opi,
Palembang Sumatera Selatan dengan diagnosa G2P0A1 Hamil 10 minggu
dengan Hiperemesis Gravidarum.
Pasien datang ke Ponek RSUD Palembang Bari dengan keluhan mual m
untah berlebihan sejak 3 hari SMRS. Mual dan muntah dirasakan tiap os mak
an ataupun minum. Mual dan muntah terjadi kurang lebih 7-8x dalam 24 jam.
Muntah berupa makanan yang dimakan. Pasien juga merasa lemas, nyeri di ul
u hati sehingga sulit beraktivitas. Pasien mengatakan mempunyai riwayat pen
yakit maag sejak pasien remaja dan sesekali kambuh. Saat ini pasien meng
atakan hamil sekitar 10 minggu. Pasien juga tidak mempunyai riwayat keputi
han selama hami. Riwayat keluar darah dari jalan lahir tidak ada.
Berdasarkan anamnesis diatas, didapatkan gejala dari hiperemesis gravid
arum yaitu mual dan muntah berlebihan sehingga dapat mempengaruhi
keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari.
Pasien pernah mengalami hal serupa pada kehamilan pertama dan pasien
mengalami abortus pada usia kehamilan 14 minggu. Kejadian hiperemesis
dapat berulang pada wanita hamil. Hasil penelitian menemukan bahwa
hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk
terjadinya hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Dari 56 wanita yang
kembali hamil, 27 diantaranya mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua
dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan ketiga.
Pasien mengaku mempunyai penyakit maag sejak pasien remaja. Hal ini
berkaitan dengan salah satu faktor resiko dari HEG yaitu gangguan gastrointe
stinal. Pada pasien hamil yang mempunyai riwayat gangguan gastrointestinal,
terdapat korelasi antara perubahan kadar hormon dalam kehamilan terutama
tingkat progesteron tinggi dan relaksasi sfingter esofagus serta sfingter GIT
lainnya. Wanita hamil dengan riwayat medis dispepsia lebih rentan untuk
dirawat di rumah sakit karena HEG karena kadar hormon yang mempengaruhi
mual muntah yang berlebih.

27
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, tanda vital didapatkan tekanan darah 105/60 mmHg, Nadi 80x/m, RR
20x/m dan temperatur 36,60C, berat bedan sebelum hamil 55 kg dan setelah h
amil 51 kg.
Berdasarakan pemeriksaan fisik hanya dijumpai bibir kering yang
merupakan salah satu tanda dari HEG dimana gambaran klinis yang dapat
muncul pada HEG adalah muncul tanda tanda dehidrasi, nadi yang meningkat
dan tekanan darah turun, dan dapat timbul gangguan kesadaran serta berat
badan turun. TFU uteri pasien tidak teraba karena umur kehamilan masih
sekitar 10 minggu. Hal ini juga dapat menyingkirkan diagnosis dari mola
hidatidosa dimana biasanya TFU pada mola lebih besar dari pada usia
kehamilan.
Berdasarkan pembahasan diatas, diagnosa pasien yaitu G2P0A1 Hamil
10 Minggu dengan Hiperemesis Gravidarum sudah tepat karena sesuai denga
n definisi HEG sendiri yaitu mual muntah berlebihan >10x dalam 24 jam yan
g mempengaruhi keadaan umum dan aktivitas sehari-hari. Tetapi mungkin
perlu ditambahkan derajat dari HEG pasien.

4.2. Apakah Penatalaksanaan pada Pasien ini Sudah Adekuat?


Tatalaksana awal yang diberikan pada pasien berupa IVFD RL gtt
20x/m lalu diganti dengan Dextrose 5% + Neurobion gtt 20x/m , Inj Ranitidin
2x 1 amp (50 mg), Inj Ondansetron 2x 1 amp (4 mg), Antasida syrup 2x1 dan
Paracetamol 3x1 (500mg).
Pemberian cairan Ringer Laktat bertujuan untuk rehidrasi keadaan
umum pasien sebagai penanganan awal untuk mencegah dehidrasi.
Selanjutnya cairan pasien diganti dan diberikan Dextrose 5% + Neurobion
yang bertujuan untuk memenuhi kadar gula darah yang rendah serta
pencegahan hipoglikemia pada pasien. Pemberian neurobion dalam Dextrose
5% sebagai multivitamin yang bermanfaat untuk membantu tubuh dalam
menyerap energi dari makanan.
Pada pasien diberikan obat antiemetic berupa Ondansetron 2x4 mg IV.
Ondansetron merupakan antiemetik sebagai antagonis reseptor serotonin yang

28
dapat mencegah mual dan muntah dan memiliki kategori kehamilan B
(Cukup aman untuk janin). Pemberian ondasetron pada kasus ini sudah tepat .
Selain itu pasien diberikan Ranitidin 2x50mg IV. Ranitidin merupakan
antagonis reseptor Histamin H2 yang berfungsi untuk menurunkan sekresi as
am lambung berlebih yang dapat memicu mual dan muntah akibat gangguan
gastrointestinal yang ada pada pasien. Pemberian Ranitidin pada pasien suda
h tepat.
Pasien juga diberikan Antasida Sirup 3x1. Antasida merupakan
kombinasi alumunion hidroksida dan magnesium hidroksida yang bekerja
menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri
ulu hari akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Disamping
itu efek laksatif dari magnesium hidroksida akan mengurangi efek konstipasi
dari alumunium hidroksida. Pemberian antasida pada pasien ini sudah tepat.
Pemberian Paracetamol 3x1 500 mg pada pasien ditujukan sebagai
analgesik. Paracetamol diklasifikan ke dalam kategori B oleh FDA dan
kategori A oleh TGA sehingga dapat dijadikan analgesik lini pertama pada
kehamilan. Paracetamil efektif untuk mengurangi nyeri akut yang bersifat
ringan hingga sedang. Pemberian paracetamol pada pasien ini sudah tepat.
Rencana USG pada pasien dilakukan sebagai evaluasi kehamilan dan ke
adaan janin dimana terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan mual munta
h berlebihan seperti pada kehamilan gemelli dan mola hidatidosa.

29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat tetapi mungkin dapat ditambahk
an derajat dari HEG yang dialami pasien.
2. Tatalaksana pada kasus sudah tepat.

5.2. Saran
Berdasarkan kasus yang telah dipaparkan ini, adapun saran yang dapat
penulis berikan yaitu:
1. Sebagai upaya pencegahan, dokter muda sebaiknya lebih giat dalam
melakukan penyuluhan dan edukasi kepada ibu hamil agar mengenai p
ola makan yang baik dan gizi seimbang untuk ibu hamil terutama pada
saat awal kehamilan agar kesehatan ibu dan janin terjaga.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Djafar S. Kelainan Gastrointestinal dalam Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo. 2018. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Abanoub G. Risk Factors of Hyperemesis Gravidarum: Review Article.
Health Science Journal. 2018. 12(6) : 603. DOI: 10.21767/1791-
809X.1000603.
3. Fergus M, Jennifer L, Richard G. Hyperemesis Gravidarum in Current
Perspectives : International Journal of Women’s Health. 2014. 6 : 719-25.
4. Erick M, Cox JT, Mogensen KM. ACOG Practice Bulletin 189: Nausea and
Vomiting of Pregnancy. Obstet Gynecol. 2018 May;131(5):935
5. Lindsey K. Jennings, Diann M. Hyperemesis Gravidarum : Stat Pearls
Publishing LLC. 2020.
6. Abanoub G. Updates in Management of Hyperemesis Gravidarum : iMed Pub
Journal, Critical Care Obstetrics and Gynecology. 2018. 4(3) : 9. DOI:
10.21767/2471-9803.1000162.
7. Ary W, I Wayan M, Ketut P. Diagnosis dan Penatalaksanaan Hiperemesis
Gravidarum : SMF Obstetri Ginekologi Universitas Udayana RS. Umum
Pusat Sanglah. 2018.
8. Hinkle SN, Mumford SL, Grantz KL, Silver RM, Mitchell EM, Sjaarda LA,
Radin RG, Perkins NJ, Galai N, Schisterman EF. Association of Nausea and
Vomiting During Pregnancy With Pregnancy Loss: A Secondary Analysis of
a Randomized Clinical Trial. JAMA Intern Med. 2016 Nov 01;176(11):1621-
1627
9. Fejzo MS, Ingles SA, Wilson M, Wang W, MacGibbon K, Romero R,
Goodwin TM. High prevalence of severe nausea and vomiting of pregnancy
and hyperemesis gravidarum among relatives of affected individuals. Eur. J.
Obstet. Gynecol. Reprod. Biol. 2008 Nov;141(1):13-7.
10. Fejzo MS, Sazonova OV, Sathirapongsasuti JF, Hallgrímsdóttir IB, Vacic V,
MacGibbon KW, Schoenberg FP, Mancuso N, Slamon DJ, Mullin PM.,
23andMe Research Team. Placenta and appetite genes GDF15 and IGFBP7

31
are associated with hyperemesis gravidarum. Nat Commun. 2018 Mar
21;9(1):1178
11. Viljoen E, Visser J, Koen N, Musekiwa A. A systematic review and meta-
analysis of the effect and safety of ginger in the treatment of pregnancy-
associated nausea and vomiting. Nutr J. 2014 Mar 19;13:20. 
12. Koren G, Clark S, Hankins GD, Caritis SN, Umans JG, Miodovnik M,
Mattison DR, Matok I. Maternal safety of the delayed-release doxylamine
and pyridoxine combination for nausea and vomiting of pregnancy; a
randomized placebo controlled trial. BMC Pregnancy Childbirth. 2015 Mar
18;15:59.
13. McParlin C, O'Donnell A, Robson SC, Beyer F, Moloney E, Bryant A,
Bradley J, Muirhead CR, Nelson-Piercy C, Newbury-Birch D, Norman J,
Shaw C, Simpson E, Swallow B, Yates L, Vale L. Treatments for
Hyperemesis Gravidarum and Nausea and Vomiting in Pregnancy: A
Systematic Review. JAMA. 2016 Oct 04;316(13):1392-1401.
14. Goodwin TM. Hyperemesis gravidarum. Obstet. Gynecol. Clin. North
Am. 2008 Sep;35(3):401-17.

32

Anda mungkin juga menyukai