Anda di halaman 1dari 40

Referat

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Disusun Oleh :
M. Avif Ababil, S.Ked
NIM : 712019024

Pembimbing Klinik:
dr. M.A. Yenny Indriani, Sp.OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Judul:
Hipertensi Dalam Kehamilan

Oleh:
M. Avif Ababil, S.Ked
712019024

Telah dilaksanakan pada bulan Desember 2020 sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen
Obstetri dan Ginekologi RumahSakitUmum Daerah Palembang BARI
FakultasKedokteranUniversitasMuhammadiyah Palembang.

Palembang,Desember 2020
Dokter Pendidik Klinik

dr. M.A. Yenny Indriani, Sp.OG

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta‘ala atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang
berjudul “Hipertensi Dalam Kehamilan” sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wassalam beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya
sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. M.A Yenny Indriani Sp.OG, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang, yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah Subhanahu wa ta‘ala memberikan balasan pahala atas
segala amal yang telah diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi semua dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu
dalam lindungan Allah Subhanahu wa ta‘ala. Aamiin.

Palembang,Desember2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2
2.1 Definisi................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi........................................................................ 2
2.3 Klasifikasi............................................................................. 3
2.4 Faktor Risiko........................................................................ 4
2.5 Patofisiologi.......................................................................... 6
2.6 Diagnosis.............................................................................. 13
2.6.1 Preeklamsi................................................................... 13
2.6.2 Eklamsi........................................................................ 15
2.6.3 Hipertensi Kronis........................................................ 15
2.6.4 Superimposed Preeclampsia....................................... 16
2.6.5 Hipertensi Gestasional................................................. 16
2.7 Pencegahan........................................................................... 17
2.8 Tatalaksana........................................................................... 21
2.8.1 Penanganan Umum...................................................... 21
2.8.2 Preeklamsi................................................................... 22
2.8.3 Eklamsi........................................................................ 30
2.8.4 Hipertensi Kronis........................................................ 31
2.8.5 Hipertensi Gestasional................................................. 32
2.9 Prognosis.............................................................................. 32
BAB III. KESIMPULAN............................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) didefinisikan sebagai tekanan darah
≥140/90 mmHg dalam dua kali pengukuran atau lebih yang diukur dalam
masa kehamilan. Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah
umum dan merupakan salah satu dari tiga rangkaian penyakit yang
mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan
kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil.1
Berdasarkan National High Blood Pressure Education Program
(NHBPEP), hipertensi dalam kehamilan dibagi dalam beberapa klasifikasi,
antara lain hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia, hipertensi
kronis, preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis.2 ematian ibu di
Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu
perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) berupa preeklampsia dan
eklampsia, dan penyakit infeksi. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia
pada tahun 2013 disebabkan oleh HDK.3
Menurut World HealthOrganization 81% Angka Kematian Ibu(AKI)
akibat komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama
masapostpartum. Angka kematian Ibu (AKI) didunia mencapai angka
289.000 jiwa.Secara global, Afrika Utara menempati urutan pertama AKI
tertinggi yakni sebanyak 179.000 jiwa. Indonesia merupakan Negara dengan
AKI tertinggi diAsia Tenggara yang mencapai 214 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini 20-30 kali 1 lipat dibanding dengan AKI di Malaysia dan
Singapura.4 Angka Kematian Ibu yang dilaporkan di Provinsi Sumatera
Selatan berdasarkan data Profil Kesehatan Tahun 2015 yaitu 165/100.000 KH
dan hipertensi dalam kehamilan adalah urutan nomor dua setelah perdarahan
sebagai penyebab kematian ibu.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan
dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih setelah 20 minggu usia
kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif, tekanan darah
mencapai nilai 140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan
tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal.2,6 Hipertensi dalam
kehamilan dapat dibagi menjadi hipertensi kronik,hipertensi kronik dengan
superimposed preeklamsi, preeklamsi, eklamsi, dan hipertensi gestasional.2
Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan
sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20 minggu,
dan yang menetap setelah 12 minggu pascasalin. Hipertensi kronis yang
diperberat oleh preeklamsi atau eklamsi adalah preeklamsi atau eklamsi yang
timbul pada hipertensi kronis dan disebut juga Superimposed Preeclampsia.7
Preeklamsiadalah timbulnya hipertensi yang disertai proteinuria akibat
kehamilan,setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelahpersalinan.Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi dalam
kehamilan, persalinan, atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang
dengan atau tanpa penurunan kesadaran (gangguan sistem saraf pusat).8
Sedangkan hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam
kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak
disertai proteinuri. Gejala ini akan menghilang dalam waktu <12 minggu
pasca persalinan.8

2.2 Epidemiologi
Gangguan hipertensi kehamilan, termasuk preeklamsi, memperumit
hingga 10% kehamilan di seluruh dunia dan merupakan salah satu penyebab
terbesar morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal di seluruh dunia. 9Di
Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan masih cukup
tinggi dan merupakan 5-15% penyulit kehamilan serta merupakan salah satu

2
dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.2Kematian
ibu di Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu
perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) berupa preeklamsi dan
eklamsi, dan penyakit infeksi.
Wanita kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami preeklamsi
dibandingkan kelompok ras lainnya, hal ini dikarenakan wanita kulit hitam
memiliki prevalensi yang lebih besar terhadap hipertensi kronis. Diantara
wanita yang berusia 30-39 tahun, hipertensi kronis terdapat pada 22,3% wanita
kulit hitam, 4,6% kulit putih, dan 6,2% pada wanita Amerika Meksiko. 2,10,11
Preeklamsi umumnya terjadi pada usia maternal ekstrim (< 18 tahun atau > 35
tahun). Peningkatan prevalensi hipertensi kronis pada wanita > 35 tahun dapat
menjelaskan mengapa terjadi peningkatan frekuensi preeklamsi diantara
gravida tua.2,10-12
Di Amerika Serikat angka terjadinya eklamsi telah menurun karena
sebagian besar wanita sekarang ini menerima perawatan prenatal yang cukup.
Pada Williams Obstetrics, selama periode 25 tahun sebelumnya luas pengaruh
dari eklamsi di Parkland Hospital adalah 7 dalam 799 kelahiran. Selama
periode 4 tahun dari tahun 1983 sampai 1986, telah menurun menjadi 1 dalam
1150 kelahiran, dan selama periode 3 tahun yang berakhir pada tahun
1999,luasnya pengaruh eklamsi menurun kira-kira menjadi 1 dalam 1750
kelahiran (Alexander dan kawan-kawan, 2004). Dalam National Vital
Statistics Report, Ventura dan kawan-kawan (2000) memperkirakan bahwa
terjadinya eklamsi di Amerika Serikat pada tahun 1998 adalah sekitar 1 dalam
3250 kelahiran. Di Inggris pada tahun 1992, Douglas dan Redman (1994)
melaporkan bahwa terjadinya eklamsi adalah 1 dalam 2000 kelahiran.1

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the
National High Blood Pressure Education Program Working Group On High
Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, yaitu:2
1. Hipertensi kronik

3
yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu mengandung janin dan
dideteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
2. Preeklamsi-eklamsi
Preeklamsi yaitu hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi
kronik disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional
adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria
dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau
kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsi tetapi tanpa proteinuria.

2.4 Faktor Risiko


Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial.
Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah : 1,2
1. Usia
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia
20-35 tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29
tahun. Karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya
HDK. Selain itu ibu hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi
perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak
lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi HDK.
2. Primigravida
Sekitar 85%hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan
pertama. Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan,
graviditas paling aman adalah kehamilan kedua sampai ketiga.

4
3. Sosial Ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial
ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit hipertensi dalam
kehamilan. Secara umum, hipertensi dalam kehamilan dapat
dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan
ekonomi yang masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti
di negara berkembang seperti Indonesia insiden hipertensi dalam
kehamilan masih sering terjadi.
4. Riwayat Keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal
tersebut dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan
hipertensi dalam kehamilan.Genotip ibu lebih menentukan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang
mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya mengalami
preeklamsi. Karena biasanya kelainan genetik juga dapat
mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya
mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya
vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya
preeklamsi atau eklamsi.
5. Riwayat Hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimposed
preeclampsia danhipertensi kronis dalam kehamilan.
6. Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di
dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan
kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani,
kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko
terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes

5
melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan
berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan
lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia
bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks
massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi
13,3 % untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m2
7. Faktor Kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan
kehamilan ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan.
Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih sering
terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua,
didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian
ibu karena eklampsi.
8. Gangguan Ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu
hamil dapat menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan
gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah.

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan hingga kini sebelum diketahui
dengan jelas. Banyak teori dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-
teori yang sekarang banyak dianut adalah:2
2.5.1 Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta2
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri
arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteri spiralis.1

6
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi
arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meinngkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “remodelling arteri spiralis”.2
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga
lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi
dan terjadi kegagalan “remodelling arteria spiralis”, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan
perubahan yang menjelaskan patogenensis HDK selanjutnya.2
Diameter rata-rata arteria spiralis pada hamil normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeklamsi rata rata 200 mikron. Pada hamil
normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali
aliran darah ke utero plasenta.2
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami
remodelling yang luas ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular.
Akan tetapi, pada preeklamsi terdapat invasi trofoblastik yang tidak
lengkap. Pada kasus ini, pembuluh darah decidua, tetapi bukan
pembuluh darah myometrial, menjadi sejajar dengan trofoblas
endovaskular. Meekins dan kawan-kawan (1994) menjelaskan jumlah
arteri spiralis dengan trofoblas endovaskular pada plasenta wanita
normal dan wanita dengan preeklamsi. Madazli dan kawan-kawan

7
(2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi trofoblastik terhadap
arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.1,8

Gambar 2.1 Implantasi Plasenta Normal dan Abnormal1

2.5.2 Teori Iskemia, Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel2


Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan akibat dari respon
dari plasenta karena terjadi iskemik sehingga akan menimbulkan urutan
proses tertentu. Desidua juga memiliki sel-sel yang bila diaktivasi maka
akan mengeluarkan agen noxious. Agen ini dapat menjadi mediator
yang mengakibatkan kerusakan sel endotel. Sitokin tertentu seperti
tumor necrosis factor- (TNF-) dan interleukin memiliki kontribusi
terhadap stres oksidatif yang berhubungan dengan preeklamsi. Stres
oksidatifditandai dengan adanya oksigen reaktif dan radikal bebas yang
akan menyebabkan pembentukan lipid peroksida. Hal ini akan
menghasilkan toksin radikal yang merusak sel-sel endotel,
memodifikasi produksi Nitric Oxide, dan mengganggu keseimbangan
prostaglandin. Fenomena lain yang ditimbulkan oleh stres oksidatif
meliputi pembentukan sel-sel busa pada atherosis, aktivasi koagulasi

8
intravaskular (trombositopeni), dan peningkatan permeabilitas (edema
dan proteinuria).2
1. Iskemia plasenta dan pemberian oksidan atau radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada
hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan
(radikal bebas). Oksidan adalah senyawa penerima elektron atau
molekul yang mempunyai elektron tidak berpasangan. Salah satu
oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada
manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang
dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil
dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang
beredar dalam darah, maka dulu disebut “toxemia”. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung bahan
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak
selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan
protein sel endotel.2
2. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar
oksidan khususnya perioksida lemak meningkat, sedangkan
antioksidan misalnya vitamin E pada hipertensi menurun, sehingga
terjadi dominasi kadar oksidan peroksidasi lemak yang relatif
tinggi. Peroksidasi lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang
sangat toksik ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah
akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel yang
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya
langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh.2
3. Disfungsi sel endotel

9
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka
terjadi kerusakan sel emdotel, yang kerusakannya dimulai dari
membran sel endotel. Kerusakan membran endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya
seluruh struktur sel endotel. Keadaan disfungsi endotel akan
terjadi:2
- Gangguan metebolisme prostagladin, karena salah satu fungsi
sel endotel, adalah memproduksi prostagladin yaitu menurun
produksi prostasiklin suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel mengalami
degenerasi kerusakan.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endotelin
- Peningkatan faktor koagualasi.

2.5.3 Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin2


Faktor imunologis berperan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
sebagai berikut :
- Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan multigravida
- Ibu multipara kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar dibandingkan dengan suami sebelumnya
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya
“hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas
janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi
untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu,

10
disamping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta
hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agr jaringan
desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya
dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin,
sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.2
Karena preeklamsi terjadi paling sering pada kehamilan pertama,
terdapat spekulasi bahwa terjadi reaksi imun terhadap antigen paternal
sehingga menyebabkan kelainan ini.1
Hanya ada sedikit data yang mendukung keberadaan teori bahwa
preeklamsi adalah proses yang dimediasi sistem imun. Perubahan
adaptasi pada sistem imun dalam patofisiologi preeklamsia dimulai
pada awal trimester kedua. Wanita yang cenderung mengalami
preeklamsi memiliki jumlah T helper cells (Th1) yang lebih
sedikit.dibandingkan dengan wanita yang normotensif.1
Ketidakseimbangan ini terjadi karena terdapat dominasi Th2 yang
dimediasi oleh adenosin. Limfosit T helper ini mengeluarkan sitokin
spesifik yang memicu implantasi dan kerusakan pada proses ini dapat
menyebabkan preeklamsi.1

2.5.4 Teori Adaptasi Kardiovaskular2


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan
bahan vasopresor. Refrekter berarti pembuluh darah tidak peka
terhadap rangsangan bahan vasopressor atau dibutuhkan kadar
vasopressor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokontriksi.
Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor adalah akibat dilindungi adanya sintesis prostagladin
pada sel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter
terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostagladin sintesa
inhibitor. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokontriktor, dan ternyata terjadi peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya daya refrakter

11
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh
darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti
telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor pada hipetensi dalam kehamilan sudah terjadi pada
trisemester I. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu.2

2.5.5 Teori Genetik2


Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial dibandingkan genotipe janin. Telah tebukti bahwa pada
ibu yang mengalami preeklamsi, 26% anak perempuannya akan
mengalami preeklamsi pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklamsi.2
Predisposisi herediter terhadap hipertensi tidak diragukan lagi
berhubungan dengan preeklamsi dan tendensi untuk terjadinya
preeklamsi juga diturunkan. Penelitian yang dilakukan oleh Kilpatrick
dan kawan-kawan menunjukkan adanya hubungan antara antigen
histokompatibilitas HLA-DR4 dengan hipertensi proteinuria. Menurut
Hoff dan kawan-kawan, respon imun humoral maternal yang melawan
antibodi imunoglobulin fetal anti HLA-DR dapat menimbulkan
hipertensi gestasional.2

2.5.6 Teori Defisiensi Gizi2


Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,
termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsi.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan
mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti juga

12
menganggap bahwa defesiensi kalsium pada diet perempuan hamil
megakibatkan risiko terjadinya preeklamsi/eklampsia.2
Tekanan darah pada individu-individu yang tidak hamil
dipengaruhi oleh sejumlah pengaruh makanan, termasuk mineral dan
vitamin. Beberapa studi telah membuktikan hubungan antara
kekurangan makanan dan insidensi terjadinya preeklamsi. Hal ini telah
didahului oleh studi-studi tentang suplementasi dengan berbagai unsur
seperti zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat mencegah preeklamsi.
Studi lainnya, seperti studi oleh John dan kawan-kawan (2002),
membuktikan bahwa dalam populasi umum dengan diet tinggi buah dan
sayuran yang memiliki efek antioxidant berhubungan dengan tekanan
darah yang menurun.1

2.5.7 Teori Stimulus Inflamasi2


Teori ini berdasarkan lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat stress oksidatif.
Bahan bahan ini merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar
sehingga inflamasi masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeklamsi, dimana pada preeklamsi terjadi peningkatan
stress oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik
trofoblas meningkat.2

2.6 Diagnosis
2.6.1 Preeklamsi
Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley
(1985) menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan
tidak adanya proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam
melebihi 300 mg per 24 jam, atau pada sampel urin secara acak
menunjukkan 30 mg/dL (1 + dipstick) secara persisten. Tingkat
proteinuria dapat berubah-ubah secara luas selama setiap periode 24

13
jam, bahkan pada kasus yang berat. Oleh karena itu, satu sampel acak
bisa saja tidak membuktikan adanya proteinuria yang berarti.1
Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklamsi
adalah hipertensi dengan proteinuria yang minimal. Temuan
laboratorium yang abnormal dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan
fungsi hematologi meningkatkan kepastian diagnosis preeklamsi. Selain
itu, pemantauansecara terus-menerus gejala eklampsia, seperti sakit
kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan kepastian tersebut.2
Nyeri epigastriumatau nyeri pada kuadran kananatasmerupakan
akibat nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan
kapsul Glissoni. Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum
hepatik transaminase yang tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk
mengakhiri kehamilan.1
Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsi yang
memburuk, dan hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan
agregasi platelet serta hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh
vasospasme yang berat. Bukti adanya hemolisis yang luas dengan
ditemukannya hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi
dan merupakan indikasi penyakit yang berat.1
Faktor lain yang menunjukkan hipertensi berat meliputi gangguan
fungsi jantung dengan edema pulmonal dan juga pertumbuhan janin
terhambat.1
Kriteria diagnosis pada preeklamsi terdiri dari : 
Kriteria minimal, yaitu : 
- TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
- Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick
Kemungkinan terjadinya preeklamsi :
- TD 160/110 mmHg.
- Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.
- Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah
meningkat.
- Trombosit <100.000/mm3 

14
- Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).
- Peningkatan ALT atau AST
- Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral
lain.
- Nyeri epigastrium persisten
Meskipun hipertensi merupakan syarat mutlak dalam mendiagnosis
preeklamsi, tetapi tekanan darah bukan merupakan penentu absolut
tingkat keparahan hipertensi dalam kehamilan. Peningkatan tekanan
darah yang cepat dan diikuti dengan kejang biasanya didahului nyeri
kepala berat yang persisten atau gangguan visual.1

2.6.2 Eklamsi
Eklamsi merupakan komplikasi dari preeklamsi, yang disertai
dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklamsi,
eklamsi dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Pada penderita preeklamsi yang akan kejang, umumnya memberi
gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai
tandaakan terjadinya kejang. Preeklamsi yang disertai dengan tanda-
tandaini disebut sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia.
2

2.6.3 Hipertensi Kronis


Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :1
- Hipertensi (≥140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.
- Hipertensi (≥140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali
bila ada penyakit trofoblastik.
- Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita
hamil tidak mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada
beberapa kasus, hipertensi kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia
20 minggu, tetapi pada beberapa wanita hamil, tekanan darah yang

15
meningkat sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupakan
tanda awal terjadinya preeklamsi.12
Hipertensi esensial merupakan penyebab dari penyakit vaskular
pada > 90% wanita hamil. Selain itu, obesitas dan diabetes adalah sebab
umum lainnya. Pada beberapa wanita, hipertensi berkembang sebagai
konsekuensi dari penyakit parenkim ginjal yang mendasari.1
Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah
dapat meningkat sampai tingkat abnormal, khususnya setelah 24
minggu. Jika disertai oleh proteinuria, maka preeklamsi yang
mendasarinya dapat didiagnosis. Preeklamsi yang mendasari hipertensi
kronis ini sering berkembang lebih awal pada kehamilan daripada
preeklamsi murni, dan hal ini cenderung akan menjadi lebih berat dan
sering menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan janin.1

2.6.4 Superimposed Preeclampsia1,12


Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :
- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang
belum ada sebelum kehamilan 20 minggu.
- Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah
trombosit <100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.

2.6.5 Hipertensi Gestasional


Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan
darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya
selama kehamilan tetapi tidak terdapat proteinuria. Hipertensi
gestasional disebut juga transient hypertension jika preeklamsi tidak
berkembang dan tekanan darah telah ke mbali normal pada 12 minggu
postpartum.Apabila tekanan darah naik cukup tinggi selama setengah
kehamilan terakhir, hal ini berbahaya terutama untuk janin, walaupun
proteinuria tidak pernah ditemukan. Seperti yang ditegaskan oleh
Chesley (1985), 10% eklamsi berkembang sebelum proteinuria yang
nyata diidentifikasi. Dengan demikian, jelas bahwa apabila tekanan

16
darah mulai naik, ibu dan janin menghadapi risiko yang meningkat.
Proteinuria adalah suatu tanda dari penyakit hipertensi yang memburuk,
terutama preeklamsi. Proteinuria yang nyata dan terus-menerus
meningkatkan risiko ibu dan janin.1
Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu : 
- TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.
- Tidak ada proteinuria.
- TD kembali normal < 12 minggu postpartum.
- Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.
- Mungkin ada gejala preeklamsi lain yang timbul, contohnya nyeri
epigastrium atau trombositopenia.1

2.7 Pencegahan
Karena patogenesis eklamsi tidak diketahui, strategi pencegahan
eklamsi juga terbatas. Keadaan ini membuat pencegahan eklamsi adalah
dengan cara mencegah terjadinya preeklamsi atau secara sekunder dengan
penggunaan pendekatan farmakologis untuk mencegah konvulsi pada
wanita preeklamsi. Pencegahan dapat bersifat tersier dengan mencegah
konvulsi berikutnya pada wanita dengan eklamsi. Sampai sekarang belum
ada terapi pencegahan untuk eklamsi. Selama beberapa dekade belakangan
ini, beberapa penelitian acak telah melaporkan hasil penelitiannya tentang
penggunaan restriksi protein atau garam, magnesium, suplementasi minyak
ikan, aspirin dosis rendah, kalsium, dan vitamin C & E pada wanita dengan
variasi faktor risiko untuk menurunkan angka kejadian atau beratnya
preeklamsi. Secara umum, hasil-hasil dari penelitian ini memiliki
keuntungan minimal atau malah tidak ada terhadap penurunan preeklamsi.
Bahkan pada penelitian yang melaporkan penurunan angka kejadian
preeklamsi, tidak memiliki keuntungan dalam outcome perinatal.13
Penanganan yang sekarang dilakukan untuk mencegah eklamsi adalah
deteksi dini serta terapi preventif hipertensi gestasional atau preeklamsi.
Beberapa rekomendasi terapi pencegahan meliputi observasi ketat,
penggunaan obat anti hipertensi untuk menjaga tekanan darah maternal

17
melebihi nilai normal, waktu persalinan, dan profilaksis magnesium sulfat
selama persalinan dan segera postpartum pada pasien yang dicurigai
mengalami preeklamsi.13
Semua wanita dengan hipertensi gestasional ringan dapat ditangani
secara aman dengan rawat jalan. Hal yang sama juga menunjukkan bahwa
tidak direkomendasikan penggunaan anti hipertensi pada wanita dengan
hipertensi gestasional ringan atau preeklamsi. Profilaksis magnesium sulfat
hanya direkomendasikan pada wanita yang dirawat dengan diagnosis
preeklamsi. Magnesium sulfat diberikan selama persalinan dan 12-24 jam
postpartum. Namun tidak ada data yang mendukung pemberian profilaksis
magnesium sulfat pada wanita dengan hipertensi ringan. 13 Sedangkan
pencegahan untuk Preeklamsi berupa:
1. Pencegahan Nonmedikal
a. Manipulasi diet
Salah satu cara yang paling awal dalam mencegah
preeklamsia adalah pembatasan garam. Setelah beberapa tahun
diselidiki, pembatasan garam tidaklah penting. Pada penelitian
yang dilakukan Knuist dan kawan-kawan, pembatasan garam
terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsia pada 361
wanita.1
Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah meta-analisis
menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada waktu antenatal
menghasilkan penurunan yang signifikan dari tekanan darah dan
insidensi preeklamsia.1 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Olsen dan kawan-kawan menunjukkan bahwa pemberian kapsul
minyak ikan dalam rangka memperbaiki gangguan keseimbangan
prostaglandin pada patofisiologi eklamsia tidaklah efektif.1
Herrera dan kawan-kawan melakukan sebuah penelitian
dengan tujuan untuk menemukan efek suplementasi kalsium plus
asam linoleat (Calcium-CLA) dalam menurunkan insidensi
disfungsi endotel vaskular pada wanita hamil berisiko tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen

18
kalsium-CLA menurunkan kejadian hipertensi dalam kehamilan
dan meningkatkan fungsi endotel.1
b. Antioksidan
Antioksidan memiliki mekanisme yang mengontrol
peroksidasi lipid yang berperan dalam kerusakan endotel.
Penelitian yang dilakukan oleh Schiff dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa konsumsi vitamin E tidak berhubungan
dengan preeklamsi. Mereka menemukan bahwa peninggian
plasma vitamin E pada wanita dengan preeklamsi dan
menyatakan bahwa hal ini merupakan respon terhadap stres
oksidatif. Namun hal ini masih menjadi kontroversi karena ada
penelitian lain yang menyatakan terapi dengan vitamin C / E
dapat menurunkan aktivasi endotel yang pada akhirnya akan
menurunkan preeklamsi. Pada penelitian lain, dengan pemberian
vitamin C sebanyak 1000 mg/hari dan vitamin E 400 IU/hari
pada usia kehamilan 16 – 22 minggu berhubungan dengan
rendahnya insidensi preeklamsi. Karena itu masih perlu
dilakukan penelitian sebelum menyarankan penggunaan Vitamin
C dan E untuk penggunaan secara klinis.7
2. Pencegahan Medikal
Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberuan obat
meskipun belum ada bukti yang kuat. Pemberian diuretik tidak
terbukti mencegah terjadinya preeklamsia bahkan memperberat
hipovolemia. Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya pre
eklamsi.1
Pemberian kalsium: 1.500-2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai
suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklamsi. Selain itu dapat
pula diberikan zink 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat
antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklamsi ialah
aspirin dosis rendah rata-rata dibawah 100 mg/hari, atau
dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan.2
a. Aspirin dosis rendah

19
Dahulu pemberian aspirin 60 mg digunakan untuk
menurunkan insidensi preeklamsi karena bekerja dalam
mensupresi tromboksan dengan hasil dominansi dari prostasiklin
endotel. Sekarang ini, pemberian aspirin terbukti tidak efektif
dalam mencegah preeklamsi. Hal ini terbukti pada penelitian
yang dilakukan Caritis dan kawan-kawan terhadap wanita risiko
tinggi dan rendah. Hanya ada satu penelitian yang secara spesifik
dilakukan untuk menguji efek aspirin terhadap wanita hamil
dengan hipertensi kronis. Penelitian double blind placebo
controlled trial dilakukan untuk melihat efek aspirin pada
hipertensi kronis yang dilakukan pada 774 wanita. Dosis rendah
aspirin, 60 mg sehari, yang dimulai sejak masa kehamilan 26
minggu tidak menurunkan preeklamsi, pertumbuhan janin
terhambat, perdarahan post partum, dan perdarahan
interventrikuler neonatal.1
b. Suplemen kalsium
Berdasarkan penelitian secara epidemiologis, terdapat
hubungan antara asupan diet rendah kalsium dengan terjadinya
preeklamsi. Dengan pemberian suplemen kalsium sebanyak 1,5 –
2 g/hari telah disarankan untuk upaya pencegahan preeklamsi.
Dari hasil penelitian Cochrane, diketahui bahwa pemberian
suplementasi kalsium tidak dibutuhkan pada nulipara. Walaupun
demikian, mungkin pemberiannya bisa menguntungkan untuk
mereka yang termasuk kelompok dengan asupan kalsium yang
memang kurang atau pada kelompok risiko tinggi, seperti mereka
dengan riwayat preeklamsi berat.1,2
c. N-Acetylcystein
Diduga dapat mencegah preeklamsi karena sifatnya sebagai
anti radikal bebas atau antioksidan, sehingga pemberian obat ini
diharapkan dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah
yang diakibatkan kerusakan sel endotel pembuluh darah. Namun

20
pemberian obat ini masih kontroversi. Meskipun demikian
beberapa ahli sudah mencoba menggunakan obat ini.1,2

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penanganan Awal
Setiap wanita harus dievaluasi sebelum konsepsi untuk menentukan
kondisi tekanan darahnya. Jika terdapat hipertensi, dapat ditentukan
beratnya, sebab sekunder yang mungkin, kerusakan target organ, dan
rencana strategis penatalaksanaannya. Kebanyakan wanita penderita
hipertensi yang merencanakan kehamilan harus menjalani skrining
adanya faeokromositoma karena angka morbiditas dan mortalitasnya
yang tinggi apabila keadaan ini tidak terdiagnosa pada ante partum.7
Pada umumnya, frekuensi kunjungan antenatal menjadi sering pada
akhir trimester untuk menemukan awal preeklamsi. Wanita hamil
dengan tekanan darah yang tinggi (140/90 mmHg) akan dievaluasi di
rumah sakit sekitar 2-3 hari untuk menentukan beratnya hipertensi.
Wanita hamil dengan hipertensi yang berat akan dievaluasi secara ketat
bahkan dapat dilakukan terminasi kehamilan. Wanita hamil dengan
penyakit yang ringan dapat menjalani rawat jalan.7
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan,
penting diketahui mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yang
telah diketahui aman digunakan selama kehamilan, seperti metildopa
atau beta bloker. Penghambat ACE dan ARB jangan dilanjutkan
sebelum terjadinya konsepsi atau segera setelah kehamilan terjadi.7
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan pada wanita dengan
hipertensi berat, terutama apabila terdapat hipertensi yang persisten atau
bertambah berat atau munculnya proteinuria. Evaluasi secara sistematis
meliputi :1,12
1. Pemeriksaan detail diikuti pemeriksaan harian terhadap gejala
klinis seperti sakit kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium, dan
penambahan berat badan secara cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap hari
setelahnya.

21
3. Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2 hari.
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam
kecuali saat pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
5. Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum
enzim hati, frekuensi pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara
klinis dan dengan menggunakan ultrasonografi.
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas sehari-
harinya yang berlebihan. Tirah baring total tidak diperlukan, begitu
pula dengan pemberian sedatif. Diet harus mengandung protein dan
kalori dalam jumlah yang cukup. Pembatasan garam tidak diperlukan
asal tidak berlebihan.9

2.8.2 Tatalaksana Preeklamsi


Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan
merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis
ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi
awal terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Tujuan utama pengambilan
strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin
hidup yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaan pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya
preeklamsi, yaitu :
1. Preeklamsi ringan2
a. Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklamsi ringan dapat dirawat secara
rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat
(berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah
baring. Apabila pasien sudah memilii tanda-tanda preeklamsi
berat, pasien disarankan kerumah sakit untuk rawat inap.
- Banyak istirahat
- Makan cukup protein

22
- Roborantia (vitamin dan mineral) : vit E, C, Calcium,
aspilet
- Pemeriksaan laboratorium (HB, Hematokrit, asam
urat,urine lengkap, fungsi hati dan ginjal
b. Penderita baru dirawat
- Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan
tidakmenunjukkan perbaikan gejala preeklamsi
- Timbul salah satu atau lebih tanda-tanda preeklamsi berat
Apabila tidak ada perbaikan dari tekanan darah dan
kondisi ibu atau ada tanda-tanda preeklamsi berat, disarankan
untuk dirawat di rumah sakit. Perawatan yang penting adalah
pengelolaan cairan karena ada kemungkinan terjadinya edema
paru dan oliguria, oleh karena itu dilakukan monitoring cairan
input dan output. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, berikan
ringer-dekstrose atau carian garam faali jumlah tetesan: <125
cc/jam serta foley catheter. Oliguria terlihat apabila cairan
yang keluar <300cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.
c. Evaluasi
- Lakukan pemeriksaan fisik (Pitting edema,BB tiap pagi
bangun, indeks gestosis tiap 12 jam, TD 6 jam kecuali
tidur)
d. Persalinan
- Pada penderita preeklampsi ringan, yang normal selama
perawatan, persalinannya di tunggu sampai 40 minggu,
lewat TP dilakukan induksi partus
- Penderita preeklampsi ringan yang tekanan darahnya
selama perawatan tetapi belum mencapai normal, terminasi
kehamilan dilakukan pada kehamilan 37 minggu.
2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah
mencegah konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan
menentukan persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika

23
preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru
janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi
persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke
rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.
Perawatan preekalamsia berat sama halnya dengan preeklamsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur:2
1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obatan
atau terapi medisinalis
a. Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah
sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu
sisi (sisi kiri).
Perawatan yang penting pada preeklamsia berat
adalah pengelolaan cairan karena penderit preeklamsia
berat mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oligouria. Oleh karena itu mobnitoring Input
cairan dan output cairan mwnjadi sangat penting.
Cairan yang diberikan berupa 5% Ringer
Dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan <125
cc/jam, infus Dekstrose 5% tiap 1 liternya diselingi
dengan infus Ringer laktat (60-125cc/jam) 500 cc
Pasang kateter Foley untuk mengukur pengeluaran
urin. Oligouria terjadi bila produksi urin>30 cc/jam
dalam 2-3 jam atau <500cc/24 jam. Berikan antasida
untuk menetralisir asam lambung yang sangat asam. Diet
yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan
garam.
b. Pemberian obat anti kejang
MgSO4, diazepam dan fenitoin. Fenitoin sodium
mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat
masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit
setelah injeksi intravena. Pemberian magnesium sulfat
sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin,

24
berdasarkan Cochrane review terhadap enam uji klinik.
Obat antikejang yang banyak dipakai diindonesia adalah
Magnesium sulfat.Cara pemberian :
Magnesium Sulfat Regimen
- Loading dose : initial dose
4 gram MgSo4 : intravena, (40% dalam 10cc) selama
15 menit
- Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya
MaintenanceDose diberikan 4 gram i.m. 4-6 jam
- Syarat pemberian MgSo4
 Harus ada antidotum MgSo4 bila terjadi
intoksiakasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1
gram (10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3 menit
 Refleks patela (+) kuat
 Frekueni pernafasan >16 kali/ menit, tidak ada
tanda-tanda distress nafas
 Produksi urin >100 ml dalam 4 jam sebelumnya
(0,5ml/kgBB/jam)
- Magnesium Sulfat dihentikan bila
 Ada tanda tanda intoksikasi
 Setelah 24 jam pasca peralinan atau 24 jam
kejang berakhir
c. Pemberian obat anti hipertensi
- Anti hipertensi lini pertama
Nifedipin: dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam
- Anti hipertensi lini kedua
Soddium Nitroprusid : 0,25 mikrogram i.v./kg/m, infus
ditingkatkan 0,25 mikrogram i.v./kg/5 menit

25
Diazokside : 30-60 mg i.v/5 menit atau i.v infus 10
mg/menit/titrasi.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia:
- Nifedipindosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipin
tidak boleh diberikan sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat sehingga hanya diberikan oral
saja
- Obat anti hipertensi yang tersedia dalam bentuk injeksi
di indonesia adalah klonidine satu ampul mengandung
0,15 mg/cc, 1 ampul dilartkan dalam 10cc larutan
garam fisiologis atau bisa menggunakan aquades.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika:
- Hidralazin (apresoline) injeksi, suatu vasodilator
langsung pada arteriole yang menimbulkan refleks
takikardi, peningkatan cardiac output, sehingga
memperbaiki perfusi utero-plasenta.
d. Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru-paru
janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-
34 minggu, 2x24 jam.

2. Sikap terhadap kehamilannya: menejemen agresif, kehamilan


diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika
sudah stabil
a. Perawatan Aktif : kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif adalah didapatkan satu/ lebih
keadaan dibawah ini:
- Ibu
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu
 Adanya tanda- tanda Impending eclampsia

26
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu :
keadaan klinik dan laboratik memburuk
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah perdarahan
- Janin
 Adanya tanda- tanda fetal distress
 Adanya tanda-tanda intra uterine growth retriction
 NST non reaktifdengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidroamnion
- Laboratorik
 Adanya tanda-tanda sindrom HELLP khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat
b. Perawatan konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap
dipertahankan dengan bersamaan memberikan terapi
medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif adalah
kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclamsia, diberikan pengobatan yang sama
dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan
secara aktif.

Talaksana menurut protap obgyn disebutkan sebagai berikut:


1. Perawatan Aktif
a. Indikasi: bila didapatkan satu atau lebih keadaan pada ibu:
- Kehamilan > 37 minggu
- Adanya tanda impending eklampsia
- Perawatan konservatif gagal (6 jam setelah pengobatan
medisinal terjadi kenaikan tekanan darah atau 24 jam
setelah pengobatan medisinal gejala tak berubah)
Pada janin:
- Adanya tanda-tanda gawat janin
- Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim
Laboratorik: adanya sindroma HELLP
b. Pengobatan medisinal

27
1) Segera masuk rumah sakit
2) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3) Infus D5:RL = 2:1(60-125 ml/jam)
4) Antasida
5) Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan
garam
6) Obat-obatan anti kejang (MgSo4)
- Dosis awal 8g (20 ml 40%) IM: 4g bokong kanan 4g
bokong kiri
- Dosis ulangan, tiap 6 jam diulangi 4g MgSo4 (10ml
40%) secara IM
c. Mencegah Komplikasi
1) Diuretika diberikan atas indikasi:
- Edema paru
- Payah jantung kongestif
- Edema anasarka
- Kelainan fungsi ginjal
2) Antihipertensi diberikan atas indikasi:
Tekanan darah sistolik >160 mmHg diastolik >110
mmHg
Preparat:
Clonidine (catapres) 1 ampul:0,15 mg/ml 1 amp+10 ml
NaCl fls/aquades masukkan 5 ml I.V pelan selama 5
menit, 5 menit kemudian tekanan darah diukur, tak
turun berikan sisanya (5 ml pelan I.V 5 menit)
Nifedipin: 4x10 mg (p.o) sampai diastolic 90-100
mmHg.
Hidralazin (Apresolin) 1amp: 20 mg, 1 amp di
encerkan IVpelan melalui karet infus dapat diulangi
setelah 20-30 menit.
3) Kardiotonika diberikan atas indikasi
- Tanda-tanda payah jantung

28
Diberikan cedilanid, digitalisasi cepat sebaiknya kerja
sama dengan payah jantung.
4) Lain-lain
- Antipiretik diberikan atas indikasi suhu rektal > 38,5 C
- Antibiotik apabila ada indikasi
- Analgetika atas indikasi kesakitan/gelisah, 50-75 mg
pethidin < 2jam sebelum jalan lahir.
d. Pengobatan obstretika
Cara pengakhiran kehamilan /persalinan
1) Belum inpartu:
a) Induksi persalinan:
- Amniotomi
- Drip oksitosin dengan syarat Bishop 5
b) SC bila:
- Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi
- 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase
aktif
2) Inpartu:
a) Kala 1:
- Fase laten tunggu 6 jam tetap fase laten
- Fase aktif: - amniotomi – tetes pitosin 0,6 jam
pembukaan tidak lengkap
b) Kala II
Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang
dipenuhi.
2. Perawatan konservatif
a. Indikasi perawatan apabila:
- Kehamilan kurang dari 37 minggu
- Keadaan janin baik
- Tak ada impending eklampsia
b. Pengobatan medisinal

29
- Awal diberikan 8g (20 ml 40%) IM: 4g bokong kanan 4g
bokong kiri
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka
pengobatan diteruskan sbb:beri tablet luminal 3x30-60
mg/p.o
- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg
c. Pengobatan obstetrik
- Observasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif,
hanya tidak dilakukan pengakhiran kehamilan.
- MgSo4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda p
reeklamsi ringan selambat-lambatnya 24 jam.
- Lebih dari 24 jam tidak ada perbaikan maka perawatan
konservatif dianggap gagal dan dilakukan terminasi.
d. Penderita boleh pulang bila:
Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pr
eeklamsi ringan, perawatan dilanjutkan s/d 3 hari lagi. Bila
selama 3 hari keadaan tetap baik (tanda-tanda preeklamsi
ringan) maka penderita bisa dipulangkan.

2.8.3 Tatalaksana Eklamsi2


Menghentikan dan mencegah kejang dengan cara memberikan
MgSO4 dengan Loading dose 4gram MgSO4 : iv, (40% dalam 10 cc)
selama 15 menit. Lalu diberikan infus 6 gram dalam larutan RL/6 jam.
selanjutnya diberikan lagi melalui IV tiap 4-6 jam sebanyak 4 gram.
Diuretikum tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada edema paru,
payah jantung kongestif dan edema anasarka. Apabila terjadi kejang,
diberikan 2g MgSO4 20% IV pelan-pelan. Bila ada tanda-tanda
keracunan MgSO4 diberikan anti dotum glukonas kalsikus 10 g%, 10ml
IV pelan-pelan selama 3 menit
Memperbaiki keadaan umum dengan memberikan infus D5%,
mencegah komplikasi dengan memberikan obat anti hipertensi.
Pemberian antihipertensi di Indonesia adalah Nifedipin dengan dosis

30
awal 10-20mg, diulangi 30 menit bila perlu dengan dosis maksimum
120mg per 24 jam. Lalu direncanakan untuk dilakukan terminasi.
Terminasi kehamilan/persalinan dilakukan setelah stabilisasi 4-8
jam sesuai salah satu atau lebih keadaan pada saat kejang terakhir,
pemberian anti kejang, pemberian antihipertensi, penderita mulai sadar.

2.8.4 Tatalaksana Hipertensi Kronis selama kehamilan2


1. Pengelolaan pada kehamilan
Tujuannya adalah meminimalkan atau mencegah dampak
buruk pada ibu ataupun janin akibat hipertensinya sendiri ataupun
akibat obat-obat antihipertensi.
Terapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan
keselamatan ibu, tanpa memandang status kehamilan. Hal ini untuk
menghindari terjadinya CVA, infark miokard, serta disfungsi
jantung dan ginjal.
Antihipertensi diberikan sedini mungkin pada batas tekanan
darah dianggap hipertensi, yaitu pada stage I hipertensi tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg, tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Dan bila
terjadi disfungsi end organ.
2. Obat antihipertensi
Jenis antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah:
a. Alfa-Metildopa, reseptor a2 - reseptor agonis. Dosis awal 500
mg 3 x per hari, maksimal 3 gram per hari.
b. Calcium - channel - blocker contohnya nifedipin dengan dosis
bervariasi antara 30-90 mg per hari.
c. Diuretik thiazide tidak diberikan karena akan mengganggu
volume plasma sehingga mengganggu aliran darah utero-
plasenta.
3. Evaluasi janin
Perlu dilakukan Nonstress tes dan pemeriksaan ultrasonografi
bila curiga terjadinya fetal growth restriction atau terjadi
superimposed preeclampsia.

31
4. Persalinan pada kehamilan dengan hipertensi kronik
Sikap terhadap persalinan ditentukan oleh derajat tekanan darah
dan perjalanan klinik. Bila didapatkan tekanan darah yang
terkendali, perjalanan kehamilan normal, pertumbuhan janin
normal, dan volume amnion normal, maka dapat diteruskan sampai
aterm.
5. Perawatan pasca persalinan
Perawatan pasca persalinan sama seperti preeklamsi. Edema
serebri, edema paru, gangguan ginjal, dapat terjadi 24-36 jam pasca
persalinan. Setelah persalinan, 6 jam pertama resistensi (tahanan)
perifer meningkat. Akibatnya, terjadi peningkatan kerja ventrikel
kiri. Kemudian terjadi akumulasi cairan interstitial masuk ke
intravaskular. Terapi terbaik bila terjadi perdarahan ialah
pemberian transfusi darah.

2.8.5 Tatalaksana Hipertensi Gestasional2


Pengobatan dengan istirahat dirumah, miring 1 jam pada pagi hari
dan 1 jam pada siang hari. Fenobarbital 3x30mg atau diazepam 3x2mg
selama 1 minggu. Apabila TD diastol tetap di atas 90 mmHg, maka
dapat diberikan obat anti hipertensi aldomet 500-2000mg/hari.

2.9 Prognosis
Di seluruh dunia, preeklamsia dan eklamsia diperkirakan bertanggung
jawab atas sekitar 14% kematian ibu per tahun (50.000-75.000). Bila
penderita terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan
berakhir, perubahan patofisiologik akan segera mengalami perbaikan.
Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini
merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala
pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa
jam kemudianPrognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong
buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.2

32
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan hipertensi yang terjadi saat


kehamilan berlangsung setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai 140/90 mmHg, atau
kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai
normal. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi hipertensi kronik,
hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia, preeklamsi, eklamsi dan
hipertensi gestasional.Faktor risiko terjadinya HDK adalah usia maternal, paritas,
riwayat genetik, riwayat hipertensi, obesitas, faktor kehamilan, dan gangguan
ginjal. Teori yang mendasari patofisiologi hipertensi dalam kehamilan, adalah
kelainan vaskularisasi plasenta, iskemia, radikal bebas dan disfungsi endotel,
intoleransi imunologi, adaptasi kardiovaskular genetik, inflamasi dan defisiensi
gizi.Prinsip penatalaksanaan pada hipertensi dalam kehamilan sesuai dengan
klasifikasi hipertensi.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,


Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi
ke-22, New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808.
2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
PT. Bina Pustaka, 2013.
3. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta. 2014.
4. WHO.World Health Statistics 2014. Geneva : WHO Press, 2014.
5. Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. Profil seksi Pelayanan Kesehatan Dasar
Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. 2016. [dikutip pada 29 Desember
2020] At http ://www.dinkes.go.id/data-kesehatan/2016.html
6. Carson, Michael. Hypertension and Pregnancy. [internet]. 2018. [diakses tan
ggal 29 Desember 2020]. tersedia di
https://emedicine.medscape.com/article/261435-overview#a5
7. National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the
Joint National Committee, NIH publication, 2004 : 49-52
8. Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Pedoman
Diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan Sadikin,
bagian pertama, edisi ke-2, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan Sadikin, 2005 :
60-70
9. The American College Obstetricians and Gynecologists. Preeclampsia and
Hypertension in Pregnancy : Resource Overview. [internet]. ACOG .
2019. [diakses tanggal 29 Desember 2020] tersedia di
https://www.acog.org/Womens-Health/Preeclampsia-and-Hypertension-
in-Pregnancy?IsMobileSet=false
10. Eger R, Hypertensive Disorders during Pregnancy, dalam
Obstetrics&Gynecology Principles for Practice, Ling F, Duff P,
penyunting, New York : McGraw-Hill, 2001 : 224-252

34
11. Gibson P, Carson M, Hypertension and Pregnancy. 2009. dikutip dari http:
//emedicine.medscape.com/article/261435 tanggal 29Desember 2020.
12. Kelompok Kerja Penyusunan Hipertensi dalam Kehamilan-Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI, Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam
Kehamilan di Indonesia. Angsar M, penyunting, 2016
13. Seely E, Maxwell C, Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses
tanggal 29 Desember 2020, dikutip dari http:
//circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115

35

Anda mungkin juga menyukai