Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN

CASE BASED DISCUSSION


KEHAMILAN DENGAN PREEKLAMSIA BERAT

OLEH:
Farida Yuni Pertiwi
016.06.0001

PEMBIMBING
dr. I Gusti Ngurah Nyoman Yuliastina, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
referat ini dengan judul Kehamilan dengan Preeklamsia Berat. Dimana dalam
penyusunan referat ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan
klinik di bagian SMF Obstetri dan Ginekologi.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang
menjadi tutor atau fasilitator yang membimbing kami selama melaksanakan tugas ini,
dan juga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini sehingga
kami dapat menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan bagi kami.
Dalam penyusunan referat ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangannya sehingga kami menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam
menyempurnakan referat.

Mataram, 10 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ii

Daftar Isi ..........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi dalam Kehamilan ............................................................2

2.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan ..........................................3

2.3. Epidemiologi ..................................................................................4

2.4. Faktor Risiko ...................................................................................4

2.5. Patofisiologi ....................................................................................5

2.6. Preeklamsia ...................................................................................12

2.7. Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklamsia ...............................12

2.8. Diagnosis Preeklamsia ....................................................................18

2.9 Tatalaksana Preeklamsia Berat..........................................................19

BAB III LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien ....................................................................................24

3.2. Anamnesis............................................................................................24

3.3. Pemeriksaan Fisik ................................................................................26

3.4. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................28

3.5. Diagnosis .............................................................................................30

3.6. Penatalaksanaan ...................................................................................31

iii
BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan Kasus ...............................................................................32

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ..........................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan


merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan masih sangat tinggi.
Hal ini disebabkan selain secara idiopatik, juga oleh perawatan dalam persalinan masih
ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi
dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yakni, hipertensi
kronik, preeklamsia, eklamsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia, dan
hipertensi gestasional (Prawirohardjo, 2014).
Preekalmsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu
disertai dengan adanya proteinuria. Preeklamsia sendiri merupakan penyulit kehamilan
yang akut dan dapat timbul di ante, intra, dan postpartum (Prawirohadjo, 2009). Menurut
World Health Organization (WHO) secara global kematian ibu di dunia adalah sebesar
289.000 pada tahun 2013. Sub-Sahara Afrika menyumbang 62% (179.000) dari kematian
global diikuti Asia Selatan 24% (69.000). Di tingkat negara, dua negara yang
menyumbang sepertiga dari kematian ibu adalah India 17% (50.000) dan Nigeria 14%
(40.000).
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g/24 jam
(Angsar, 2010). Hal utama yang menjadi penyebab kematian dan kesakitan ibu
preeklamsia adalah abrasion plasenta, edema pulmonary, kegagalan ginjal dan hepar,
miokardial infark, disseminated intravascular coagulation (DIC), perdarahan serebral
(Gilbert & Harmon, 2005). Sedangkan efek preeklamsia pada fetal dan bayi baru lahir
adalah insufisiensi plasenta, asfiksia neonatorum, intra uterine growth retardation
(IUGR), prematur, dan abrasion plasenta (Gilbert & Harmon, 2005). Kematian pada masa
perinatal yang disebabkan karena asfiksia sebesar 28% (Cunningham, 2013).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi dalam Kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas Ibu bersalin.
Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan
masih ditangani oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang belum sempurna.
Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga
pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh semua tenaga medis baik di pusat maupun di daerah (Prawirohardjo, 2014).
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan adalah
sebagai berikut :
 Preeklamsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria, edema,
atau keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan paling
sering mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila
terjadi penyakit trofoblas.
 Eklamsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan kriteria
klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti epilepsi.
 Superimposed preeklamsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia yang
terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler kronis
atau penyakit ginjal.
 Hipertensi kronik adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab
apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20 minggu
atau menetap selama 6 minggu post partum.
 Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan sesudah
trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda
hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah
10 hari post partum (Prawirohardjo, 2014).

2
2.2 Kalsifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu
hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal sebagai pregnancy-induced
hypertension), dan pre-eklamsi. Menurut The International Society for the Study of
Hypertension in Pregnancy (ISSHP) klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi
menjadi :
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan, persalinan atau pada
wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan non-proteinuria.
- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)
- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)
- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsia).
2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit ginjal kronis
(proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu).
- Hipertensi kronis (tanpa proteinuria)
- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)
- Hipertensi kronis dengan superimposed
- Pre-eklamsia (proteinuria).
3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria.
4. Eklamsia.

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National


High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnency tahun 2001, diantaranya :
1. Hipertensi Kronik
Hipertesi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi
yang pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
2. Preeklamsia – Eklamsia
Preekalmsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20
minggu disertai dengan proteinuria, sedangkan eklamsia adalah preekalmsia yang
disertai dengan kejang – kejang dan / koma.

3
3. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklamsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia ialah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai dengan proteinuria.
4. Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda
preeklamsia tetapi tanpa proteinuria (Cuningham,2014 & Duhig, 2015).

2.3 Epidemiologi
Di Indonesia, kejadian hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsia
mencapai 3,4 – 8,5%. Selain itu, hipertensi dalam kehamilan juga menjadi penyebab
terjadinya kematian Ibu setelah kompikasi puerperium dan perdarahan pasca persalinan,
dengan presentase sebesar 32% (Sutopo, 2011).
Preeklamsia diperkirakan telah menyebabkan terjadinya kematian bagi hapir
50.000 wanita hamil di dunia. Kondisi tersebut merupakan penyumbang mortalitas dan
morbiditas maternal dan perinatal terbesar. Adapun insiden terjadinya preeklamsia
berkisar antara 2-10% dari kehamilan di berbagai negara, dengan presentase yang lebih
tinggi seringkali ditemukan di negara berkembang (Shamsi, 2013).

2.4 Faktor Risiko


Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan yang
dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut :
1. Primigravida karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat
(blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya
preeklampsia.Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur
kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu
muda atau terlalu tua
2. Hiperplasentosis, seperti mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus,
hidrops fetalis, bayi besar.
3. Usia yang ekstrim

4
4. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklamsia / eklamsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sejak sebelum hamil.
6. Obesitas (Prawirohardjo, 2014 & Shamsi, 2013).

2.5 Patofisiologi

Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami remodeling ekstensif


karena diinvasi oleh trofoblas endovaskular. Sel - sel ini menggantikan lapisan otot dan
endotel untuk memperlebar diameter pembuluh darah. Vena - vena hanya diinvasi secara
superfisial. Namun, pada preeklampsia, mungkin terjadi invasi trofoblastik inkomplet.
Bila terjadi invasi yang dangkal seperti ini, pembuluh desidua, dan bukan pembuluh
myometrium, akan dilapisi oleh trofoblas endovaskular. Arteriola myometrium yang lebih
dalam tidak kehilangan lapisan endotel dan jaringan muskulo elastik mereka, dan rerata
diameter eksternal mereka hanya setengah diameter pembuluh pada plasenta normal.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa derajat gangguan invasi trofoblas pada arteria
spiralis berhubungan dengan keparahan penyakit hipertensi (Cunningham, 2014).
Dengan menggunakan mikroskop elektron dengan memeriksa arteri yang diambil
dari lokasi implantasi. Dilaporkan adanya perubahan preeklamtik dini, termasuk
karusakan endotel, insudasi komponen plasma kedalam dinding pembuluh, proliferasi -

5
sel miointima, dan nekrosis tunika media.Lipid awalnya terakumulasi dalam sel
miointima dan selanjutnya dalam makrofag. Sel yang dipenuhi lipid semacam ini dan
temuan terkait, disebut sebagai aterosis. Biasanya, pembuluh yang terkena aterosis akan
mengalami dilatasi aneurismal (Cunningham, 2014).
Karena itu, lumen arteriola spiralis yang terlalu sempit (abnormal) kemungkinan
mengganggu aliran darah plasenta. Berkurangnya perfusi dan lingkungan yang hipoksik
akhir – akhirnya menyebabkan pelepasan debris plasenta yang mencetuskan respons
inflamasi sistemik (Cunningham, 2014).
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-
teori yang sekarang banyak dianut adalah :
A. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang asteri uterine dan arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua
pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri
arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “remodeling arteri spinalis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot-otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis

6
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis” sehingga aliran darah ureteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia dan
iskemia plasenta. Dampak iskemik plasenta akan menimbulkan perubahan-
perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya (Prawirohardjo,
2014).

B. Teori Iskmeia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel


 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan / radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” dengan
akibat plasenta megalami iskemia.
Plasenta juga mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa
penerima elektron atau atom yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan. Salah satu oksidan atau radikal bebas penting yang
dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksin,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya
produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena
oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin
yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut
“toxeamia”.
Radikal hidroksil akan meruusak membran sel yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak
selain akan merusak membran sel, juga kana merusak nukleus, dan protein
sel endotel. Produksi oksidan (radikla bebas) dalam tubuh yang bersifat
toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan (Prawirohardjo,
2014 & Cunningham, 2014).
 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalm kehamilan telah terbukti bahwa kadar
oksidan, khususnya.peroksida lemak mingkat, sedangkan antioksidan,

7
misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehigga
terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak seagai oksidan/radikal bebas yangsangat toksis
inimakan beredar diseluruh dalam darah dan akan merusak membran sel
endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh
peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran
darah yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak
tidak jenuh sangat retan terhadap terhadap oksidan radikal hidroksil, yang
akan berubah menjadi peroksida lemak (Prawirohardjo, 2014).
 Disfungsi endotel
Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan
sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari memban sel endotel.
Kerusakna membaran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
“disfungsi endotel” (endhothelial dysfunction). Pada waktu terjadi
kerusakn sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan
terjadi :
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostaksisklin (PGE2) : suatu vastodilatator kuat
- Agregasi sel-sel trombosit pada daearah endotel yang mangalami
kerusakn.
Agregarsi sel-sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat
dilapisan yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriksi kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan
lebih tinggi kadar protaksiklin (lebih tinggi vasodilatator). Pada
preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostaksiklin
sehingga terjadi vasokntiksi, dengan terjdi keainkan tekanan darah
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular
endotheliosis)

8
- Peningkatan permebilitas kapilar
- Peningkatan produksi bahan0bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar NO (vasolatator) menurun, sedangkanendotelin
(vasokontriktor) meningkat
- Peningkatan faktor koagulasi (Prawirohardjo, 2014).

C. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin


Dugaan bahwa fator imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut:
 Primigravida memiliki risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi memiliki risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.
 Seks oral memiliki risiko rendah terjadinya hipertensi kehamilan. Lamanya
periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan aanya human leukocyte antigen
protein g (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga
si Ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta
dapat melindungi trofoblas jain dari lisis oleh sel Natural Killer (NK).
Selain itu, adanya HLA-G mempermudah invasi trofoblas ke dalam jarigan
desidua Ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas
ke dalam jaringan desidua Ibu, disamping untuk menghadapi sel NK. Pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas
ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-
G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi

9
inflamasi. Kemungkinan terjadinya Immune-Maladaption pada preeklamsia
(Prawirohardjo, 2014)

D. Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap baha-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadapbahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktika bahwa
adanya refrakter terhadap baha vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin
sintesa inhibitor.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadpa bahan
vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi
pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu (Braunthal, 2019).

E. Teori Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara
lain :
 Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
 Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.

10
 Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia (Braunthal,
2019).

F. Teori Defisiensi Gizi (Diet)


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa
konsumsi minyak ikan, termasu hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa penelitian menganggap
bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko
terjadinya preeklamsia/eklamsia (Braunthal, 2019).

G. Teori Stimulus Inflamasi


Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam
batas wajar, sehingga reaksi infamasi jga masih dalam batas normal. Berbeda
dengan proses apoptosis pada preeklamsia, dimana pada preeklamsia terjadi
peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik
trofoblas juga meningkat (Braunthal, 2019).
Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar,
kehamilan ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga
jumlah sisa debris trofoblas juga mkin meningkat. Keadaan ini menimbulkan
beban reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklamsia pada ibu (Braunthal, 2019).

11
2.6 Preeklamsia
Preekalmsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu
disertai dengan adanya proteinuria. Preeklamsia sendiri merupakan penyulit kehamilan
yang akut dan dapat timbul di ante, intra, dan postpartum (Prawirohadjo, 2014).
Preekalamsia diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan gejala klinisnya :
- Preekalmsia ringan, suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi
organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
- Preeklamsia berat, yakni suatu kondisi preeklamsia dengan tekanan darah sistolok
>160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai dengan proteinuria 5
g/ 24 jam (Prawirohardjo, 2014).
Pada preeklamsia berat dibagi menjadi :
 Preeklamsia berat tanpa impending eclampsia
 Preeklamsia berat dengan impending eclampsia.

Disebut sebagai impending eclampsia bila preeklamsia disertai gejala-gejala


subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastriu dan kenaikan progresif dari tekanan darah (Prawirohardjo, 2014).

2.7 Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklamsia


 Sistem Kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular normal lazim terjadi pada
preeclampsia atau eklamsia. Gangguan ini berkaitan dengan : peningkatan
afterload jantung yang disebabkan hipertensi, preload jantung yang sangat
dipengaruhi oleh tidak adanya hipervolemia pada kehamilan akibat penyakit atau
justru meningkat secara iatrogenic akibat infuse larutan kristaloid atau onkotik
intravena, aktivasi disertai ekstravasasi cairan intravascular ke dalam ruang
ekstrasel dan yang penting ke dalam paru-paru. Selama kehamilan normal, massa
ventrikel kiri bertambah, tetapi tidak terdapat bukti yang meyakinkan mengenai
perubahan structural lain yang diinduksi preeklamsia (Bankowski, 2002).

12
Perubahan Hemodinamik
Penyimpangan kardiovaskular pada penyakit hipertensi terkait kehamilan
bervariasi bergantung pada sejumlah faktor. Penyimpangan ini berpusat pada
peningkatan afterload dan mencakup keparahan hipertemsi, adanya penyakit kronis
yang mendasari, adanya preeklamsia, dan stadium perjalanan klinis saat mereka
dipelajari. Terdapat sejumlah klaim bahwa pada beberapa perempuan perubahan
ini bahkan dapat mendahului awitan hipertensi. Meskipun begitu saat awitan klinis
preeklamsia terjadi penurunan keluaran jantung, kemungkinan karena peningkatan
tahanan perifer (Cunningham, 2014).

Volume Darah
Telah diketahui selama hampir 100 tahun bahwa hemokonsentrasi
merupakan tanda utama eklamsia. Mereka menemukan bahwa pada perempuan
eklamtik, hipervolemia yang normalnya ada mengalami penurunan yang hebat
bahkan tidak terjadi pada sebagian perempuan. Perempuan yang memiliki ukuran
tubuh sedang seharusnnya memiliki volume darah yang hampir mencapai 5000 mL
pada beberapa minggu terakhir kehamilan normal, dibandingkan dengan sekitar
3500 mL saat tidak hamil. Namun pada eklamsia sebagian besar atau seluruh
penambahan volume sebanyak 1500 mL ini tidak tercapai. Hemokonsentrasi
tersebut terjadi akibat vasokonstriksi generalisata yang mengikuti aktivasi endotel
dan kebocoran plasma ke dalam ruang interstitial akibat bertambahnya
permeabilitas. Pada perempuan yang mengalami preeklamsia, dan bergantung pada
keparahannya, hemokonsentrasi biasanya tidak sedemikian nyata. Perempuan
dengan hipertensi gestasional, tetapi tanpa preeklamsia, biasanya memiliki volume
darah yang normal (Cunningham, 2014).

 Darah dan Koagulasi


Kelainan hematologis timbul pada beberapa perempuan dengan
preeklamsia. Salah satu kelainan yang lazim dijumpai adalah trombositopenia,
yang sesekali dapat sangat hebat sehingga mengancam nyawa. Selain itu, kadar

13
beberapa faktor pembekuan darah dalam plasma dapat berkurang, dan eritrosit
dapat memperlihatkan bentuk yang aneh serta mengalami hemolisis cepat.

Trombositopenia
Frekuensi dan keparahan trombositopenia bervariasi dan bergantung pada
keparahan dan durasi sindrom preeklamsia, serta pada frekuensi dilakukannya
pemeriksaan hitung trombosit. Trombositopenia nyata didefinisikan sebagai hitung
trombosit <100000/µL menunjukkan penyakit yang berat. Secara umum semkain
rendah hitung trombosit semakin tinggi angka kesakitan dan kematian ibu dan
janin. Pada sebagian besar kasus, disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan
karena trombositopenia biasanya terus memburuk. Setelah pelahiran, hitung
trombosit dapat terus menurun pada hari pertama atau beberapa hari pertama.
Setelah itu hitung trombosit biasanya meningkat secara prgresif hingga mencapai
nilai normal, umumnya dalam 3-5 hari. Pada beberapa kondisi misalnya sindrom
HELLP, hitung trombosit terus berkurang setelah pelahiran. Pada beberapa
perempuan yang tidak mencapai hitung trombosit terendah dalam 48 hingga 72 jam
pascapelahiran, sindrom preeklamsia dapat salah diduga sebagai salah satu
mikroangiopati trombotik (Cunningham, 2014).

Kelainan Trombosit Lainnya


Selain trombositopenia, terdapat banyak kelainan trombosit lainnya yang
ditemukan pada sindrom preeklamsia. Kelainan-kelainan tersebut mencakup
aktivasi trombosit dengan peningkatan degranulasi, pelepasan tromboksan A2 dan
penurunan masa hidup. Sebaliknya pada sebagian besar penelitian, agregasi
trombosit in votro menurun bila dibandingkan dengan peningkatan normal yang
khas untuk kehamilan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh “exhaustion”
trombonist yang mengikuti aktivasi trombosit in vitro. Meskipun tidak diketahui
penyebabnya, proses imunologis atau penimbunan trombosit sederhana pada lokasi
kerusakan endotel dapat terlihat dalam terjadinya kelainan ini. Immunoglobulin
yang terikat trombosit dan yang dapat mengikat trombosit dalam sirkulasi

14
meningkat jumlahnya, yang menunjukkan kemungkinan kelainan pada permukaan
trombosit (Cunningham, 2014).

Hemolisis
Preeklamsia berat sering disertai oleh tanda-tanda hemolisis, yang diukur
secara semikuantitatif menggunakan kadar laktat dehidrogenase dalam serum.
Bukti lain hemolisis tampak gambaran sferositosis, skizositosis, dan retikulositosis
dalam darah tepi. Gangguan ini disebabkan salah satunya oleh hemolisis
mikroangiopatik akibat kerusakan endotel disertai pelekatan trombosit dan
penimbunan fibrin. Digambarkan peningkatan fluiditas membrane eritrosit pada
sindrom HELLP. Berdasarkan penelitian dikatakan bahwa perubahan-perubahan
ini disebabkan oleh gangguan pada kadar lipid serum. Perubahan membrane
eritrosit, peningkatan daya lekat, dan agregasi dapat juga mempermudah terjadinya
kondisi hiperkoagulabilitas (Cunningham, 2014).

Sindrom HELLP
Selain hemolisis dan trombositopenia telah diketahui bahwa peningkatan
kadar transaminase hepar dalam serum lazim ditemukan pada preeklamsia berat
dan merupakan penanda nekrosis hepatoselular. Disebutkan kombinasi kelainan ini
sebagai sindrom HELLP dan sebutan ini sekarang digunakan di seluruh dunia.
Aspek-aspek sindrom HELLP dimasukkan dalam criteria pembeda preeklamsia
berat dengan preeklamsia yang tidak berat (Prawirohardjo, 2014).

Koagulasi
Perubahan ringan yang sesuai dengan koagulasi intravascular dan yang
lebih jarang perusakan eritrosit lazim ditemukan pada preeklamsia dan khususnya
eklamsia. Beberapa perubahan ini termasuk peningkatan konsumsi faktor VIII,
peningkatan kadar fibrinopeptida A dan B serta produk degradasi fibrin, serta
penurunan kadar protein pengatur antitrombin III serta protein C dan S. meskipun
begitu, tidak terdapat cukup bukti bahwa kelainan ini bermakna secara klinis.
Kecuali trombositopenia yang dibahas diatas penyimpangan pada sistem koagulasi

15
umumnya ringan. Kecuali bila disertai solusio plasenta, kadar fibrinogen plasma
biasanya tidak berbeda bermakna dengan kadar yang ditemukan pada kehamilan
normal, dan produk degradasi fibrin hanya sesekali ditemukan meningkat
(Cunningham, 2014).

 Homeostasis Volume
Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada perempuan dengan preeklamsia berat, volume cairan ekstrasel yang
bermanifestasi sebagai edema, biasanya jauh lebih besar dibandingkan pada
perempuan dengan kehamilan normal. Mekanisme yang berperan dalam retensi
patologis cairan ini diduga terjadi akibat cedera endotel. Selain edema umun dan
proteinuria, perempuan-perempuan ini memiliki tekanan onkotik plasma yang
menurun. Penurunan ini menyebabkan ketidakseimbangan filtrasi dan semakin
mendorong cairan intravascular ke dalam intersitium sekelilingnya (Cunningham,
2014)

 Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus
meningkat secara bermakna. Dengan memburuknya preeklamsia, mungkin timbul
sejumlah perubahan anatomis dan patofisiologis yang reversible. Yang penting
secara klinis, perfusi ginjal dan filtrasi glomerolus berkurang. Kadar yang jauh
lebih rendah dari nilai normal saat tidak hamil jarang terjadi dan hanya sebagai
komplikasi penyakit berat.
Filtrasi glomerolus yang sedikit berkurang dapat terjadi akibat penurunan
volume plasma. Sebagian besar penurunan ini kemungkinan timbul akibat
meningkatnya resistensi arteriol aferen, yang dapat meningkat hingga lima kali
lipat. Terdapat juga perubahan morfologis yang ditandai dengan endoteliasis
glomerolus yang menyumbat sawar filtrasi. Penurunan filtrasi menyebabkan nilai
kreatinin serum meningkat hingga mencapai nilai pada perempuan tidak hamil
yaitu 1 mg/mL tetapi kadang-kadang bahkan lebih tinggi lagi.

16
Pada kebanyakan perempuan preeklamtik, kadar natrium urin meningkat.
Osmolalitas urin, rasio kreatinin urin : plasma dan ekskresi natrium fraksional juga
merupakan penanda keterlibatan mekanisme prerenal.
Kadar asam urat plasma biasanya meningkat pada preeklamsia.
Peningkatan ini melebihi penurunan pada laju filtrasi glomerolus dan kemungkinan
juga disebabkan oleh bertambahnya reabsorbsi tubular. Pada saat yang sama,
preeklamsia dikaitkan dengan berkurangnya ekskresi kalsium dalam urin, mungkin
karena peningkatan reabsorbsi kalsium di tubulus. Kemungkinan penyebab lain
adalah peningkatan produksi uat dalam plasenta sebagai kompensasi terhadap
stress oksidatif (Cunningham, 2014).

Proteinuria
Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis
preeklamsia-eklamsia. Proteinuria dapat timbul pada tahap lanjut, dan beberapa
perempuan mungkin telah melahirkan atau mengalami kejang eklamtik sebelum
timbul proteinuria. Misalnya telah dilaporakn bahwa 10 – 15 % pertempuran yang
mengalami sindrom HELLP tidak mengalami proteinuria saat pertama kali datang
(Bankowski, 2002).

 Hepar
Perubahan pada hepar perempuan yang mengalami eklamsia fatal
digambarkan oleh Virchow pada tahun 1856. Lesi khas yang lazim ditemukan
adalah daerah-daerah perdarahan periportal pada tepi hepar. Dalam sebuah
penelitian autopsy yang didesain dengan baik menggambarkan adanya infark hepar
dalam derajat yang berbeda-beda, disertai perdarahan pada hampir separuh
perempuan yang meninggal akibat eklamsia. Temuan ini sesuai dengan laporan
yang telah ada pada tahun 1960 an yang menggambarkan peningkatan kadar
transaminase hepar. Dari sudut pandang pragmatis, keterlibatan hepar pada
preeklamsia mungkin bermakna secara klinis dalam kondisi-kondisi berikut :
 Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan nyeri tekan
derajat sedang hingga berat pada kuadan kanan atas atau pertengahan

17
epigastrium, biasanya hanya terjadi pada penyakit berat. Pada banyak kasus,
perempuan-perempuan yang mengalami kondisi demikian juga mengalami
peningkatan kadar amino transferase serum aspartat transferase (AST) atau
alanin transferase (ALT). namun pada sebagian kasus jumlah jaringan hepar
yang mengalami infark mungkin luas, tetapi masih tidak bermakna secara
klinis. Infark dapat diperburuk oleh hipotensi akibat perdarahan obstetric, dan
hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan hepar.
 Peningkatan asimtomatik kadar transaminase hepar dalam serum AST dan ALT
dianggap merupakan penanda preeklamsia berat. Nilai transaminase jarang
melebihi 500 U/L tetapi pernah dilaporkan melebihi 2000 U/L pada beberapa
perempuan
 Perlemakan hati akut paa kehamilan kadang-kadang salah diduga sebagai
preeklamsia. Perlemakan hati akut juga memiliki awitan pada kehamilan lanjut,
dan sering disertai hipertensi, peningkatan kadar transaminase dan kreatinin
dalam serum serta trombositopenia (Cunningham, 2012).

 Otak
Nyeri kepala dan gejala penglihatan lazim terjadi pada preeklamsia berat,
dan terjadinya kejang yang berkaitan dengan kedua gejala tersebut menandakan
eklamsia (Cunningham, 2014).

2.8 Diagnosis Preeklamsia


Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu :
1) Preeklampsia ringan, ditegakkan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

a) Tekanan darah ≥140/90 mmHg. Kenaikan diastolik ≥15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik ≥30 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklamsia.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine

18
kateter atau midstearm.
c) Edema : edema lokal tidak dimasukkan dlam kriteria preeklamsia, kecuali edema
pada lengan, muka dan perut, edema generalisata (Prawirohardjo, 2014).

2) Preeklamsia berat, ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g / 24 jam.
Preeklamsia digolongkan berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di Rumah
Sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b) Proteinuria lebih dari 5 g / 24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oligouria, yaitu roduksi urin kurang dari 500 cc/hari
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e) Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, scotoma, dan
pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
g) Edema paru dan sianosis
h) Hemolisis mikroagiopati
i) Trombositopenia berat : <100.000 sel / mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat.
j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler), peningkatan kadar alanin dan
asparate aminotransferase.
k) Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
l) Sindrom HELLP (Prawirohardjo, 2014).

2.9 Tatalaksana Preeklamsia Berat


Pengelolaan preeklamsia dan eklamsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan
saat yang tepat untuk persalinan.

19
Manageman Umum Perwatan Preekalamsia Berat
Terbagi atas 2 unsur :
 Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat – obat atau terapi medisinalis
 Sikap terhadap kehamilannya :
 Aktif : managemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi / dilahirkan)
bila keadaan hemodinamika telah stabil.

Sikap terhadap penyakit : Terapi medikamentosa


a. Penderita preeklamsia berat harus segera masuk ke rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi.
Perawatan yang penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan
karena pasien preekalmsia dan eklamsia memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oligouria. Jika ada tanda –tanda edema paru
maka berikan : 5 % Ringer – dekstrosa atau cairan garam faal dengan jumlah
tetesan : < 125 cc / jam atau infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya
diselingi dengan infus Ringer laktat (60 – 125 cc/ jam)
b. Pemberian obat anti kejang :
 MgSO4
Magnesium sulfat menghambat dan menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular.
Syarat pemberian :
o Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10 %
o Refleks patella (+) kuat
o Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda –
tanda distress napas.

Magnesium sulfat dihentikan jika :


- Ada tanda – tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam pasca kejang
(Prawirohardjo, 2014).

20
c. Pemberian obat anti hipertensi :
 Antihipertensi lini pertama
Nifedipin, dengan dosis 10 -20 mg per oral , diulangi tiap 30 menit,
maksimum 120 mg / hari.
 Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside : 0,25 µg I.V / kg/menit, infus ; ditingkatkan
0,25 µg i.v/kg/ 5 menit.

d. Glukokortikoid
Berfungsi untuk pematangan paru janin. Diberikan pada minggu ke 32 – 34,
2 x 24 jam (Prawirohardjo, 2014).

Sikap Terhadap Kehamilan


Terbagi atas :
a. Aktif : berarti kehamilan diakhiri / diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.
b. Konservatif : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.

 Perawatan Aktif :
Indikasi perawatan aktif :
- Ibu
 Usia kehamilan > 37 minggu
 Adanya tanda – tanda impending eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan.
- Janin
 Adanya tanda – tanda fetal distress
 Adanya tanda – tanda intra uterine growth restriction (IUGR)

21
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohiramnion.
- Laboratorik
 Adanya tanda – tanda sindorme HELLP, khususnya
trombositopenia

 Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa
disertai tanda – tanda impending eclampsia dengan keadaan janin yang baik
(Prawirohardjo, 2014).

22
(RSUP Sanglah – FK Unud, 2015)

23
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. NWN
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Status menikah : Menikah
Agama : Hindu
Suku / Bangsa : Bali / Indonesia
Alamat : Bangli
Nama Suami : IPS
Tanggal MRS : 29-09-20

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
 Nyeri kepala hebat

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Pasien perempuan, usia 20 tahun, G1P0000 datang dirujuk ke IGD Ponek RSUD
Bangli pada 29-09-20 pukul 15.00 WITA dengan keluhan nyeri kepala hebat sejak
2 jam yang lalu. Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan semakin memberat dan
durasinya semakin lama dirasakan tidak berkurang dengan istirahat ataupun tidur.
Keluhan pasien dirasakan sangat menganggu. Keluhan muncul secara mendadak
saat pasien tengah melakukan aktivitas rumah tangga. Pasien belum mengkonsumsi
obat apapun untuk mengurangi keluhannya. Keluhan dengan sesak (+), pandangan
kabur (-), nyeri ulu hati (+), mual (+), dan muntah (+).
Keluhan lain seperti darah, lendir, air ketuban yang keluar dari kemaluannya
disangkal. Gerakan janin dirasakan normal seperti biasa.

24
Riwayat Menstruasi :
 Menarche usia ± 13 tahun, siklus teratur 28 hari, lamanya 3-5 hari tiap kali
menstruasi. Pasien mengganti pembalut sebanyak 2-4 kali dalam sehari saat
menstruasi. Tidak ada keluhan saat menstruasi.
 HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) : 8 Januari 2020
 Taksiran Persalinan : 15 Oktober 2020

Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah 1 kali dengan suami sekarang pada tahun 2018, lama menikah kurang lebih
2 tahun, saat pasien berusia 18 tahun.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


1. Tahun 2020, hamil saat ini.

Riwaayat Kontrasepsi :
Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya.

Riwayat ANC (Antenatal Care) :


Pasien rutin melakukan pemeriksaan kandungan ke bidan puskesmas sebanyak 4 kali.
Selama kehamilan berat badan pasien meningkat dari 64 kg menjadi 68 kg (naik 4 kg).
Tekanan darah pasien didapati meningkat sejak usia kehamilan >20 minggu, dengan hasil
terakhir saat ANC yaitu 150/100 mmHg dan denyut jantung janin selama kehamilan
dikatakan normal. Pasien sempat mendapatkan rujukan untuk pemeriksaan ke RS. Pasien
mendapat imunisasi TT sekali selama kontrol kehamilan. Tablet besi diminum teratur.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Jantung (-), Hipertensi (-), DM (-), dan Asma (-).
 Pasien menjelaskan bahwa ia tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi
sebelumnya. Namun saat usia kehamilannya mencapai 20 minggu, tekanan
darahnya tinggi.

25
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan tertentu.

Riwayat Operasi :
Pasien tidak pernah memiliki riwayat tindakan operasi (pembedahan) sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku dalam keluarganya tidak ada yang mengalami abortus sebelumnya,
ataupun mengidap penyakit asma, ginjal, DM, hipertensi, jantung, ataupun alergi dalam
keluarga pasien. Namun pasien menjelaskan bahwa Ibunya saat mengandung adiknya
pernah mengalami hal seperti dirinya saat ini.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan mengaku tidak pernah mengkonsumsi
alkohol ataupun merokok. Pola makan masih dalam batas normal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status present
- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
- Tekanan darah : 185/120 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Respirasi rate : 26 x/menit
- Suhu : 37,0℃
- Berat badan : 68 kg
- Tinggi badan : 153 cm

Status Generalis
- Kepala : Normochepali, rambut berwarna hitam dan tidak mudah rontok.
- Mata : Anemis (-/-) , icterus (-/-) , cowong (-/-) , reflex pupil (+/+) isokor.
- Mulut : Mukosa faring anemis (-), tonsil (dbn), lidah bersih (dbn).

26
- THT : Kesan tenang
- Leher : Perbesaran KGB (-)
- Thorax :
o Mammae: Bentuk simetris, putting susu menonjol, pengeluaran
(-) kebersihan cukup.
o Pemeriksaan pulmo (depan dan belakang)
 Inspeksi : dbn
 Palpasi : ekspansi (dbn), fremitus vocal (dbn)
 Perkusi : dbn
 Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (+/+) basah basal paru,
wheezing (-/-).
o Pemeriksaan Cor / Jantung
 Inspeksi : dbn
 Palpasi : dbn
 Perkusi : dbn
 Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, mumur (-), gallop (-).

- Abdomen : turgor dbn, BU (+) normal, nyeri tekan ulu hati (+) ~ sesuai status
obstetric.
- Ekstremitas :
o Edema : - -
- -

+ +
o Akral hangat :
+ +

o Sianosis : - -
- -

27
Status Obstetrik
 Pemeriksaan Luar :
Mammae
Inspeksi : Bentuk simetris, tampak hiperpigmentasi aerola mammae,
putting susu menonjol, tidak tampak pengeluaran cairan
dari putting susu, kebersihan cukup.
Abdomen
Inspeksi : Tampak perut membesar dengan striae gravidarum
Auskultasi : Frekuensi denyut jantung janin (DJJ) (145 x/menit)
Palpasi :
- Distensi (-)
- Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 1 jari dibawah prosessus
xiphoideus (34 cm). teraba bagian bulat dan
lunak (kesan bokong).
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung)
dan bagian-bagian kecil di kanan (kesan
ekstremitas).
III. Teraba bagian bulat dan keras (kesan kepala)
IV. Bagian terbawah penurunan (4/5) divergen.
- TBJ : 3.410 gram.
- Gerak janin (+) baik.
- HIS (+) 1 x/10 menit selama 30 detik.
Vagina
Inspeksi : Bloody slyme (-), air ketuban (-).

 Pemeriksaan Dalam :
VT : Pembukaan 1 jari, eff 25%, letak kepala, ketuban (+), tidak teraba
bagian kecil atau tali pusat, lakmus (-), H-1, PS 2.

28
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Komponen Hasil Nilai Normal
WBC 10,70 3,60 – 11,0 𝜇L
RBC 5,08 3,80 – 5,20 𝜇L
HGB 12,6 11,7 – 15,5 g/dL
PLT 240 150 – 450 x 103 /𝜇L
HCT 28,4 26,0 – 50,0 %
MCV 78,9 80 – 100 fl
MCH 25,8 26 – 34 pg
MCHC 31,7 32 – 36 gr/dL

Pemeriksaan Kimia Darah


Komponen Hasil Nilai Normal (satuan)
Clotting Time 10,00 7,00 – 15,00 (menit)
SGOT 50,00 11,00- 27,00 (U/L)
SGPT 21,0 11,00 – 34,00 (U/L)
Ureum 47 15 – 45 (mg/dL)
Kreatinin 0,9 0,5 – 0,9 (mg/dL)

Pemeriksaan Analisa Elektrolit


Komponen Hasil Nilai Normal (satuan)
Kalium 4,2 3,50 – 5,10 (mmol/L)
Natrium 136 136 – 145 (mmol/L)
Klorida 99 94 – 110 (mmol/L)

Pemeriksaan Analisis Urin


Komponen Hasil Nilai Normal (satuan)
pH 6,0 5,0 – 9,0
Leukosit Negative Negative (leuco/uL)
Nitrit Negative Negative (mg/dL)

29
Protein 4+ Negative (mg/dL)
Glukosa Negative Negative (mg/dL)
Keton Negative Negative (mg/dL)
Eritrosit Negative Negative (mg/dL)
Urobilin Normal Normal (mg/dL)

Pemeriksaan Rapid Test (29/09/20)


Parameter Hasil Nilai Rujukan
IgM Anti SARS-CoV-2 Non reaktif Non reaktif
(Covid-19)
IgG Anti SARS-CoV-2 Non reaktif Non reaktif
(Covid-19)

3.5 Diagnosis Kerja


G1P0000 UK 38-39 minggu, Tunggal / Hidup, letak kepala, intrauterine + preeklamsia
berat dengan impending eclampsia + Edema Paru + Risti

3.6 Diagnosis Banding


 Kehamilan dengan hipertensi kronis
 Kehamilan dengan penyakit jantung
 Kehamilan dengan sindrom nefrotik

3.7 Planning
 Rencana Daignostik : USG
 Rencana Terapi :
- IVFD Ringer Laktat 20 tpm
- Oksigen nasal canul 2 lpm
- IVFD MgSO4 dibagi atas :
o Loading dose : dosis awal : 4 gr MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline
IV / 10-15 menit.
o Maintenance dose : MgSO4 1 gr/jam/IV dalam 24 jam atau dengan 5 gr IM
(boka/boki) tiap 6 jam sd 24 jam.

30
- Persiapan kalsium glukonat 10% (antidotum)  Bila diperlukan.
- Nifedipine 3 x 10 mg PO
- Methyldopa 500 – 3000 gram PO (terbagi dalam 2-4 dosis).
- Antasida 3 x 1 (Mengandung Aluminium hidroksida 200 mg dan Magnesium
hidroksida 200 mg) PO
- Furosemide 1 x 40 mg PO
- MRS ekspektatif pervaginam.
- Persalinan Sectio Caesarea
- Pemasangan kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin.
 Rencana Monitoring:
Kesejahteraan ibu (keluhan, vital sign), kesejateraan bayi (DJJ)
 Rencana Edukasi:
KIE keluarga dan pasien tentang keadaan janin, rencana tindakan, risiko tindakan,
komplikasi tindakan yang akan dilakukan dan prognosisnya.

3.8 Penatalaksanaan
- Pasien dirawat di RS
- Lakukan tirah baring dengan posisi miring ke satu sisi
- IVFD RL 20 tpm
- Oksigen nasal canul 2 lpm
- IVFD 4 gr MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline IV / 10-15 menit (dosis
awal).
- MgSO4 1 gr/jam/IV dalam 24 jam atau dengan 5 gr IM (boka/boki) tiap 6 jam sd
24 jam  Maintenance dose.
- Pemasangan kateter foley
- Nifedipine 3 x 10 mg PO
- Methyldopa 500 – 3000 mg PO terbagi 2 – 4 dosis
- Furosemide 1 x 40 mg PO.
- Antasida 3 x 1 (PO)
- Konsul spesialis obstetric-ginekologi, spesialis anak, spesialis anestesi.
- Palaksanaan Sectio Caesarea.

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Interpretasi Kasus :
Pasien merupakan seorang wanita berusia 20 tahun dengan pekerjaan Ibu rumah tangga dengan
diagnosa G1P0000 UK 38-39 minggu, Tunggal / Hidup, letak kepala, + preeklamsia berat dengan
impending eclampsia + Edema Paru + Risti
Anamnesa :
- Dari anamnesa pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat sejak 2 jam yang lalu. Keluhan
pasien dirasakan memberat dan tidak membaik dengan istirahat.
- Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati, mual, dan muntah.
- HPHT pasien (8 Januari 2020) dan taksiran persalinan (15 Oktober 2020) dengan usia
kehamilan pasien saat datang yaitu 37 minggu 5 hari.
- Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.
- Kunjungan ANC pasien baik
- Ibu pasien sebelumnya pernah mengalami hal serupa dengan keluhan pasien saat
mengandung adiknya.
Pemeriksaan Fisik :
- Dari pemeriksaan fisik status present didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran penuh, TD 185/120 mmHg. Nadi 92 x/menit, RR 26 x/menit, suhu
37,0℃, BB 68 kg, TB, 153 cm, dan IMT 28,2.
- Pemeriksaan status generalis didapatkan hasil edema paru berupa rhonki basal basah paru.
- Pada pemeriksaan status obstetrik didapatkan hasil :
Pemeriksaan Luar :
 Mammae dalam batas normal
 Abdomen : perut membesar dengan striae gravidarum, DJJ 145 x/menit, distensi
(-), BU (+) Normal, pemeriksaan Leopold I (TFU 34 cm kesan bokong), Leopold II
(kesan punggung kiri / puki), Leopold III (bulat keras kesan kepala), leopld IV
(penurunan 4/5 divergen), TBJ 3410 gram, gerak janin (+) baik, HIS (+) 1 x/menit
selama 30 detik.
 Vagina : Bloody slyme (-) dan air ketuban (-).

32
Pemeriksaan Dalam :
- VT : pembukaan 1 jari, eff 25%, letak kepala, ketuban (+), tidak teraba bagian kecil
atau tali pusat, Lakmus (-), H-1, PS 2.

Pemeriksaan Penunjang :
 Pemeriksaan Laboratorium : proteinuria (4+), peningkatan kadar SGOT, dan BUN.
 Pemeriksaan Rapid test covid-19 : Non-reaktif.

Pembahasan Kasus :
Diagnosis :
Penegakkan diagnosis pada pasien ini dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini usia kehamilan pasien adalah 37 minggu 5 hari
berdasarkan perhitungan HPHT. Tekanan darah pasien diketahui tinggi saat kehamilan saat ini.
Pada saat pasien diperiksa, didapatkan TD 185/120 mmHg. Pada menyangkal memiliki riwayat
hipertensi sebelum pasien hamil. Dengan demikian diagnosis superimposed preeklamsia dapat
disingkirkan. Pasien juga mengaku tidak memiliki riwayat penyakit ginjal dan penyakit jantung
sebelumnya yang disertai dengan pemeriksaan fisik dan penunjang turut memberikan hasil yang
normal, sehingga diagnosis kehamilan dengan penyakit jantung dan sindrom nefrotik dapat
disingkirkan.
Untuk membedakan apakah hipertensi pada pasien ini adalah hipertensi gestasional atau
preeklamsia/eklamsia, dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk mengetahui apakah terdapat
proteinuria atau tidak. Setelah pemeriksaan urine, diketahui hasil protein positif 4+, sehingga
kemungkinan diagnosis hipertensi gestasional dapat disingkirkan. Dengan demikian diagnosis
hipertensi dalam kehamilan pada pasien ini dapat dikategorikan ke dalam preeklamsia berat karena
usia kehamilan pasien >20 minggu disertai peningkatan tekanan darah ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g / 24 jam (4+). Pada pasien tidak
terdapat riwayat kejang yang menyertai peningkatan tekanan darah (menyingkirkan kemungkinan
diagnosis eklamsia). Ditemukan tanda-tanda subjektif seperti nyeri kepala hebat, nyeri epigastrium,
mual, dan muntah sehingga pada pasien ini ditemukan tanda impending eclampsia. Jad pasien ini
didiagnosa dengan G1P0000 UK 38-39 minggu, Tunggal / Hidup, letak kepala, + preeklamsia berat
dengan impending eclampsia + Edema Paru + Risti.

33
Faktor risiko :
Faktor risiko terjadinya preeklamsia berat pada pasien ini adalah dilihat dari obesitas yang
dialami oleh pasien. Hubungan preeklamsia dengan berta badan ibu bersifat progresif. Wanita
dengan BMI < 20 kg/m2 dinyatakan memiliki risiko untuk menderita preeklamsia sebesar 4,3%.
Sedangkan pada wanita dengan index masa tubuh berlebih memiliki risiko sebesar 13,3%.
Selain obesitas, pasien juga merupakan primigravida. Diketahui bahwa pada primigravida
pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan
resiko terjadinya preeklampsia. Pada anamnesa diketahui juga bahwa pasien memiliki kecurigaan
riwayat preeklamsia dari Ibunya, sehingga meningkatkan risiko pasien dapat mengalami
preeklamsia berat.

Penatalaksanaan :
Adanya proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan ririko
morbiditas perinatal. Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit
preeklamsia yaitu terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi Ibu dan janinnya,
lahirnya bayi sehat yang kemudian dapat berkembang, serta pemulihan sempurna bagi kesehatan
Ibu.
Pada pasien ini hospitalisasi sedini mungkin sangat diperlukan agar observasi dapat
dilakukan secara cermat dan terus – menerus, sehingga evaluasi lebh mudah oleh karena perjalanan
penyakit sukar diramalkan. Pemeriksaan yang teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-
tanda klinik berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan peningkatan berat badan
yang cepat.
Pemberian MgSO4 sesuai dengan protap. MgSO4 bekerja dengan menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan saraf-saraf yang menghambat transmisi
neuromuscular, sehingga mencegah terjadinya kejang pada pasien ini. Selain itu, MgSO4 juga
merupakan vasodilator serebral. Pemberian MgSO4 harus memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut, harus terdpat refleks patella kuat. Antidotum berupa kalsium glukonas 10% dan frekuensi
pernapasan >16 x/menit dan tidak terdapat tanda-tanda distress pernapasan. Sebelum diberikan
MgSO4 pasien terlebih dahulu dipasang kateter untuk memantau produksi urin 1 x 24 jam guna
mengamatai gejala intoksikasi MgSO4. Pasien juga diberikan antihipertensi untuk membantu
menurunkan tekanan darah pasien, seperti Nifedipin. Karena terdapat keluhan nyeri epigastrium

34
pada pada pasien, maka diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung, sehingga apabila
terjadi kejang sewaktu-waktu maka tidapat meminimalisir risiko terjadinya aspirasi asam lambung
yang sangat asam. Pasien juga turut diberikan terapi diuretik untuk membantu mengatasi edema
parunya.

35
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pasien NWN, 20 tahun G1P0000 UK 38-39 minggu, Tunggal / Hidup, letak
kepala, + preeklamsia berat dengan impending eclampsia + Edema Paru + Risti.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan jelas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini terjadinya preeklamsia dapat dipengaruhi oleh
faktor risiko yang dimiliki oleh ibu seperti, primigravida, obsesitas, dan riwayat keluarga
yang memiliki keluhan yang smaa.
Pada pasien harus segera dilakukan rawat inap. Hospitalisasi sedini mungkin
sangat diperlukan agar observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-menerus,
sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar diramalkan.
Pemeriksaan yang teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda subjektif
seperti nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan peningkatan BB yang cepat.
Dengan penanganan yang baik, prognosis kondisi preeklamsia berat akan menjadi baik.
Namun demikian, apabila tidak dilakukan penanganan dan pengamatan yang baik pada
pasien, penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.

36
DAFTAR PUSTAKA

Bankowski, BJ.,et all. 2002. The John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetric 2nd Edition.
USA : Willkins Publisher
Braunthal, Stephanie.,& Brateanu, Andrei. 2019. Hypertension in Pregnancy : Pathophysiology
and Treatment. USA : SAGE
Cunningham FG, et all. 2014. William’s Obstetric 24th Edition. New York : McGraw-Hill.
Dunhig,KE.,et all. 2015. Recent Advances in the Diagnosis and Management of Pre-eclampsia.
USA : Prime Reports.
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : PT Bina
Pustaka
RSUP Sanglah Bali & Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2015. Panduan Praktek Klinik
Obstetrik dan Ginekologi. Denpasar : RSUP Sanglah – FK Unud
Sutopo, H.,& Surya IGP. 2011. Characteristics of Patients with Hypertension in Pregnancy at
Sanglah Hospital. Bali : Indonesians J Obstetric-Gynecologic.
Shamsi, U.,et all. 2013. Epidemiology and Risk Factors of Preeclampsia : an Overview of
Observational Studies. Al Ameen J Med Sci.

37
CASE BASE DISCUSSION
“KEHAMILAN DENGAN PREEKLAMSIA BERAT”

Farida Yuni Pertiwi


(016.06.0001)

Pembimbing : dr. I Gusti Ngurah Nyoman Yuliastina, Sp.OG


IDENTITAS PASIEN

¡ Nama : Ny. NWN


¡ Jenis kelamin : Perempuan
¡ Usia : 20 tahun
¡ Pekerjaan : Ibu rumah tangga
¡ Pendidikan : SMA
¡ Status menikah : Menikah
¡ Agama : Hindu
¡ Suku/bangsa : Bali / Indonesia
¡ Alamat : Bangli
¡ Nama suami : Tn.IPS
¡ Tanggal MRS : 29-09-20
ANAMNESIS

¡ Keluhan Utama :

Nyeri kepala hebat

¡ Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien perempuan, usia 20 tahun, G1P0000 datang dirujuk ke IGD Ponek RSUD Bangli pada 29-09-20 pukul 15.00
WITA dengan keluhan nyeri kepala hebat sejak 2 jam yang lalu. Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan semakin
memberat dan durasinya semakin lama dirasakan tidak berkurang dengan istirahat ataupun tidur. Keluhan pasien
dirasakan sangat menganggu. Keluhan muncul secara mendadak saat pasien tengah melakukan aktivitas rumah tangga.
Pasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk mengurangi keluhannya. Keluhan dengan sesak (+), pandangan kabur
(-), nyeri ulu hati (+), mual (+), dan muntah (+).

Keluhan lain seperti darah, lendir, air ketuban yang keluar dari kemaluannya disangkal. Gerakan janin dirasakan normal
seperti biasa
Riwayat Menstruasi

• Menarche usia ± 13 tahun, siklus teratur 28 hari, lamanya 3-5 hari tiap kali menstruasi. Pasien mengganti
pembalut sebanyak 2-4 kali dalam sehari saat menstruasi. Tidak ada keluhan saat menstruasi.
• HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) : 8 Januari 2020
• Taksiran persalinan : 15 Oktober 2020

Riwayat Pernikahan

Pasien menikah 1 kali dengan suami sekarang pada tahun 2018, lama menikah kurang lebih 2 tahun, saat pasien berusia
18 tahun
Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. Tahun 2020, hamil saat ini.

Riwayat Kontrasepsi

Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya.

Riwayat ANC (Antenatal Care)

• Pasien rutin melakukan pemeriksaan kandungan ke bidan puskesmas sebanyak 4 kali dan kontrol ke poli
kandungan sebanyak 1 kali. Selama kehamilan berat badan pasien meningkat dari 64 kg menjadi 68 kg (naik 4 kg).
• TD pasien terus meningkat sejak UK >20 minggu, dengan hasil akhir TD 150/100 mmHg
• DJJ dikatakan normal
• Pasien mendapatkan imunisasi TT satu kali, dan tablet besi diminum teratur.
Riwayat Penyakit Dahulu

• Jantung (-), Hipertensi (-), Asma, (-), DM (-)


• Pasien menjelaskan bahwa Tekanan darahnya mulai meningkat sejak UK >20 minggu

Riwayat Alergi

Alergi makanan dan obat-obatan à (-)

Riwayat Operasi

Riwayat operasi / pembedahan à (-)


Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Pribadi dan Sosial

• Hipertensi : (-)
• Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
• DM : (-)
dan mengaku tidak pernah mengkonsumsi
• Jantung : (-)
alkohol ataupun merokok. Pola makan masih
• Alergi : (-)
dalam batas normal
• Abortus : (-)

Pasien menjelaskan bahwa Ibunya pernah


Mengalami keluhan yang serupa dengannya
saat mengandung adiknya.
IMT : 29,0 (Obesitas I)
PLANNING

¡ Rencana Terapi :
Rencana Diagnostik : USG
¡ IVFD Ringer Laktat 14 tpm
¡ Oksigen nasal canul 2 lpm
¡ IVFD MgSO4 dibagi atas :
¡ Loading dose : dosis awal : 4 gr MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline IV / 10-15 menit.
¡ Maintenance dose : MgSO4 1 gr/jam/IV dalam 24 jam atau 5 gr IM (boka/boki) tiap 6 jam sd 24 jam.
¡ Persiapkan antidotum (kalsium glukonat 10%) à bila diperlukan.
¡ Nifedipine 3 x 10 mg PO
¡ Methyldopa 500-3000 mg PO à terbagi menjadi 2-4 dosis.
¡ Furosemide 1 x 40 mg PO
¡ Antasida 3 x 1 (Mengandung Aluminium hidroksida 200 mg dan Magnesium hidroksida 200 mg) PO
¡ MRS ekspektatif pervaginam.
¡ Persalinan sectio caesarea.
¡ Pemasangan kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin
• Rencana Monitoring:
Kesejahteraan ibu (keluhan, vital sign), kesejateraan bayi (DJJ)
• Rencana Edukasi:
KIE keluarga dan pasien tentang keadaan janin, rencana tindakan, risiko tindakan, komplikasi tindakan
yang akan dilakukan dan prognosisnya
PENATALAKSANAAN

¡ Pasien dirawat di RS
¡ Lakukan tirah baring dengan posisi miring ke satu sisi
¡ IVFD RL 14 tpm
¡ Oksigen nasal canul 2 lpm
¡ IVFD 4 gr MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline IV / 10-15 menit (dosis awal).
¡ IVFD MgSO4 1 gr/jam/IV dalam 24 jam atau 5 gr IM (boka/boki) tiap 6 jam sd 24 jam à maintenance dose
¡ Persiapkan antidotum (kalsium glukonat 10%) à bila diperlukan.
¡ Furosemide 1 x 40 mg PO
¡ Pemasangan kateter foley
¡ Nifedipine 3 x 10 mg PO
¡ Methyldopa 500 – 3000 mg PO à terbagi menjadi 2 – 4 dosis.
¡ Antasida 3 x 1 (PO)
¡ Konsul dokter Sp.OG
¡ Persalinan secara perabdominal à section caesarea.
Diagnosis Kerja

G1P0000 UK 38-39 minggu, Tunggal / Hidup, letak kepala, intrauterine + preeklamsia berat dengan impending eclampsia
+ Edema Paru + Risti

Diagnosis Banding

• Kehamilan dengan hipertensi kronis


• Kehamilan dengan penyakit jantung
• Kehamilan dengan sindrom nefrotik
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN (HDK)

¡ Hipertensi dalam kehamilan à 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari penyebab morbiditas &
mortalitas pada Ibu bersalin.

EPIDEMIOLOGI

Di Indoneisa à kejadian HDK (termasuk preeklamsia) mencapai 3,4 – 8,5%.


HDK à Penyebab kematian tertinggi selain perdarahan post-partum & komplikasi puerperium
KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Hipertensi Kronis

keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau
sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap selama 6 minggu post partum

Preeklamsia - Eklamsia

Preekalmsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria,
sedangkan eklamsia adalah preekalmsia yang disertai dengan kejang – kejang dan / koma
Hipertensi Kronis dengan Superimposed Preeklamsia

Ialah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai dengan proteinuria

Hipertensi Gestasional (Transient hypertension)

adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3
bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria
FAKTOR RISIKO

¡ Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan yang dapat dikelompokkan dalam
faktor risiko sebagai berikut :

¡ Primigravida

¡ Hiperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan gemelli, DM, hydrops fetalis, dan bayi besar)

¡ Usia yang ekstrim

¡ Riwayat keluarga yang mengalami preeklamsia / eklamsia

¡ Penyakit ginjal atau hipertensi sebelum hamil

¡ obesitas
PREEKLAMSIA

¡ Preekalmsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu disertai dengan adanya proteinuria.
Preeklamsia sendiri merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat timbul di ante, intra, dan postpartum

• PE Ringan à TD sistolik ≥ 140 mmHg atau ≤ 160 mmHg, TD diastolik ≥ 90 mmHg atau <110
mmHg dengan proteinuria >0,3 g/dL
• PE Berat à tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai
proteinuria lebih dari 5 g / 24 jam
PATOFISIOLOGI

Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

¡ Kehamilan normal à proses implantasi normal

¡ Dimana arteriola spiralis uteri mengalami remodeling


ekstensif à diinvasi trofoblas endovascular.

¡ Sel – sel ini menggantikan lapisan otot & endotel untuk


memperlebar diameter vaskular.
• Teroi iskemik plasenta dan pembentukan radikal bebas
• Peroksidasi lemak sebagai oksidan / radikal bebas pada hipertensi dalam kehamilan
• Disfungsi endotel

Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin

Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan
penting dalam modulasi respon imun, sehingga si Ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta)
PERUBAHAN SISTEM DAN ORGAN PADA PREEKLAMSIA

¡ Sistem Kardiovaskular

¡ Perubahan hemodinamik à peningkatan afterload dan mencakup keparahan hipertensi, adanya penyakit kronis yang
mendasari, adanya preeklamsia, dan stadium perjalanan klinis.

¡ Darah dan Koagulasi

¡ Tombositopenia à Trombositopenia nyata didefinisikan sebagai hitung trombosit <100.000/µL menunjukkan penyakit yang
berat

¡ Hemolisis à Gangguan ini disebabkan salah satunya oleh hemolisis mikroangiopatik akibat kerusakan endotel disertai
pelekatan trombosit dan penimbunan fibrin.

¡ Sindrom HELLP à trombsitopenia, hemolisis, peningkatan transaminase hepar

¡ Koagulasi à peningkatan faktor VIII, fibrinogen, dan penuruan antitrombin


CON’T

¡ Perubahan cairan dan Elektrolit à


¡ Peningkatan volume cairan ekstrasel yang bermanifestasi sebagai edema (lebih besar dibandingkan kehamilan
normal).
¡ Ginjal
¡ Penurunan LFG akibat penurunan volume plasma à terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dalam darah
¡ Proteinuria à penegakkan diagnosis
¡ Hepar
¡ Peningkatan AST / ALT.
¡ Otak
¡ Nyeri kepala à PE Berat
¡ Kejang à eklamsia
DIAGNOSIS

¡ Preeklamsia berat à ialah preeklamsia dengan


• Oligouria, produksi urin kurang dari 500 cc

tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan • Peningkatan kreatinin plasma

darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria • Gagguan visus dan serebral

lebih dari 5 g / 24 jam • Nyeri epigastrium


• Edema paru dan sianosis
• Hemolisis mikroagiopati
• Trombositopenia berat (<100.000 sel / mm3 )
• Gangguan fungsi hepar
• IUGR
• Sindrome HELLP
TATALAKSANA

Terbagi atas 2 unsur :


¡ Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat – obat atau terapi medisinalis
¡ Sikap terhadap kehamilannya :
¡ Aktif : managemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi / dilahirkan) bila keadaan hemodinamika telah stabil
¡ Konservatif : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa
Sikap Terhadap Penyakit (Terapi
Medikamentosa)

• PE Berat à harus hospitalisasi, tirah baring miring ke sisi kiri secara intermiten
• Infus RL atau Ringer Dextrose 5%
• Pemberian anti-kejang
• MgSO4
• Loading dose à dosis awal : 4 gr MgSO4 40% dilarutkan dalam cairan fisiologis
• Maintenance dose à MgSO4 1 gr/jam/IV dalam 24 jam .

• Anti-hipertensi
• Antihipertensi lini pertama
• Nifedipin, dengan dosis 10 -20 mg per oral , diulangi tiap 30 menit, maksimum 120 mg / hari.
• Antihipertensi lini kedua
• Sodium nitroprusside : 0,25 µg I.V / kg/menit, infus ; ditingkatkan 0,25 µg i.v/kg/ 5 menit
• Glukokortikoid
• Berfungsi untuk pematangan paru janin. Diberikan pada minggu ke 32 – 34, 2 x 24 jam

Sikap Terhadap Kehamilan

Terbagi atas :
• Aktif : berarti kehamilan diakhiri / diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
• Konservatif : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa
Konservatif

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda – tanda
impending eclampsia dengan keadaan janin yang baik.

Aktif

IBU JANIN
• UK > 37 minggu • Adanya tanda – tanda fetal distress
• Adanya tanda – tanda impending eclampsia • Adanya tanda – tanda intra uterine growth
• Kegagalan terapi pada perawatan konservatif restriction (IUGR)
• Diduga terjadi solusio plasenta • NST nonreaktif dengan profil biofisik
• Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau abnormal
perdarahan • Terjadinya oligohiramnion
Laboratorik
• Adanya tanda – tanda sindorme
HELLP, khususnya trombositopenia
KESIMPULAN

Pasien NWN, 20 tahun G1P0000 UK 38-39 minggu, Tunggal / Hidup, letak kepala, + preeklamsia berat dengan impending
eclampsia + Edema Paru + Risti. Diagnosis dapat ditegakkan dengan jelas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini terjadinya preeklamsia dapat dipengaruhi oleh faktor risiko yang dimiliki oleh ibu seperti,
primigravida, obsesitas, dan riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang smaa.

Pada pasien harus segera dilakukan rawat inap. Hospitalisasi sedini mungkin sangat diperlukan agar observasi dapat dilakukan
secara cermat dan terus-menerus, sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar diramalkan. Pemeriksaan
yang teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda subjektif seperti nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan
peningkatan BB yang cepat. Dengan penanganan yang baik, prognosis kondisi preeklamsia berat akan menjadi baik. Namun
demikian, apabila tidak dilakukan penanganan dan pengamatan yang baik pada pasien, penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu
dan janin
TERIMA KASIH
KOMITE KOORDINASI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
RUMAH SAKIT UMUM BANGLI
DI DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

NOTULEN

AGENDA : Ujian Laporan Kasus (CBD)


HARI/TANGGAL : Senin, 9 November 2020
WAKTU : 15.00 – 16.00 WITA
TEMPAT : Dilakukan secara online/daring dengan aplikasi zoom
PENYELENGGARA : Farida Yuni Pertiwi (016.06.0001)

KEGIATAN :
1. Pembukaan :

a. Ucapan Salam
b. Terima kasih
c. Perkenalan diri
2. Pembahasan :

Membahas kasus mengenai PEB, berupa pemaparan tinjauan pustaka dan laporan kasus

pasien PEB.

1. Laporan Kasus pasien PEB


2. Tinjauan Pustaka
3. Definisi
4. Epidemiologi
5. Etiologi dan Faktor Risiko
6. Patofisiologi
7. Klasifikasi
8. Tanda dan Gejala
9. Diagnosis
10. Penatalaksanaan
11. Komplikasi
12. Kesimpulan
3. Diskusi :

a. Apa indikasi dilakukan terminasi pada pasien PEB?


Jawaban :
Pada ibu :
• Usia kehamilan >37 minggu
• Adanya tanda-tanda impending eclampsia
• Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
• Diduga terjadi solusia plasenta
• Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin :
• Adanya tanda-tanda fetal distress
• Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
• NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
• Terjadinya oligohiramion
Laboratorik :
• Adanya tanda-tanda sindrom HELLP, khususnya trombositopenia
4. Kesimpulan:
• Pasien NWN, 20 tahun G1P0000 UK 38-39 minggu, Tunggal/Hidup, letak kepala
+ preeklampsia dengan berat dengan impending eclampsia + edema paru + risti.
• Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
• Pada pasien ini terjadinya preeklampsia dapat dipengaruhi oleh factor risiko yang
dimiliki oleh ibu seperti primigravida, obesitas, dan Riwayat keluarga yang
memiliki keluhan yang sama

5. Rencana Tindak Lanjut :

• Dilakukan rawap inap dan tirah baring dengan posisi miring ke satu sisi.
• IVFD RL 14 tpm
• Oksigen nasal canul 2 lpm
• IVFD 4 gr MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline IV/ 10-15 menit (dosis
awal)
• IVFD MgSO4 1 gr/jam IV dalam 24 jam atau 5 gr IM (boka/boki) tiap 6 jam
selama 24 jam à maintenance dose
• Persiapkan antidotum (kalsium glukonat 10%) à bila diperlukan
• Furosemide 1x40 mg PO
• Pemasangan kateter foley
• Nifedipine 3x10 mg PO
• Methyldopa 500 – 3000 mg PO à terbagi menjadi 2-4 dosis
• Antasida 3x1 (PO)
• Konsul dokter Sp.OG
• Persalinan secara perabdominal à section caesaria

Klungkung, 9 November 2020


Dosen Pembimbing Klinik Notulis

dr. I Gusti Ngurah Nyoman Yuliastina, Sp. OG Farida Yuni Pertiwi


NIP.
BUKTI DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai