Obstetri
Universitas Pattimura
(2017-84-047)
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Perdarahan Post Partum”.
Referat ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam rangka mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas
Kedokteran Universitas Pattimura di RSUD dr. M. Haulussy Ambon periode 23
Juli – 29 September 2018 dan juga sebagai salah satu syarat untuk dapat
mengikuti ujian akhir di bagian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pebimbing dr. Jeane
Pattiasina, Sp. OG, M. Kes yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan.
Kritik dan saran terhadap referat ini diharapkan dapat memberikan
masukan untuk perbaikan dikemudian hari. Semoga referat ini dapat bermanfaat
dalam menambah pengetahuan di bidang Kedokteran terutama dalam bidang Ilmu
Kebidanan dan Kandungan serta bagi para pembacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan hipertensi merupakan komplikasi medis yang paling umum yang
dapat terjadi pada kehamilan, mempengaruhi sekitar 5% sampai 10% dari seluruh
kehamilan. Gangguan ini bertanggung jawab terhadap sekitar 16% kematian ibu
akibat hipertensi dalam kehamilan, dan 30 – 40% dari kematian perinatal di
Indonesia. Tingginya angka kematian yang disebabkan hipertensi dalam
kehamilan merupakan masalah di bidang obstetri. Menurut data kesehatan
indonesia 2007 angka kematian ibu (AKI) dinilai masih cukup tinggi, sekitar
228/100.000 pada tahun 2007. Disamping perdarahan dan infeksi, preeklampsia,
impending eklampsia serta eklampsia merupakan penyebab kematian maternal
dan kematian perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang.
Preeklampsia, impending eklampsia dan eklampsia merupakan suatu
perjalanan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun proses
terjadinya penyakit ini masih belum pasti. Preeklampsia adalah suatu kondisi yang
spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan
hipertensi, proteinuria. Kriteria edema hanya disebutkan bila dijumpai edema
secara menyeluruh (edema anasarka). Disebut impending eklampsia jika pada
kasus preeklampsia berat dijumpai tanda-tanda dan gejala-gejala seperti nyeri
kepala hebat, gangguan visus dan serebral, muntah-muntah, nyeri epigastrium,
dan kenaikan progresif tekanan darah. Insidensi penyakit tergantung pada banyak
parameter demografis yang berbeda, termasuk usia ibu, ras, dan terkait kondisi
medis yang mendasari. Memahami proses penyakit dan dampak dari gangguan
hipertensi pada kehamilan merupakan hal terpenting karena gangguan ini tetap
menjadi penyebab utama morbiditas maternal dan perinatal dan di seluruh dunia.
Dampak gangguan tekanan darah tinggi pada kehamilan ini termasuk gangguan
viskositas darah, dimana juga terjadi gangguan konsentrasi hemoglobin dan
hematokrit. Karena terjadinya peningkatan yang berlebihan, konsentrasi
hemoglobin dan hematokrit sedikit terjadi penurunan selama kehamilan.
Sedangkan pada preeklampsia terjadi keadaan yang sebaliknya dibandingkan pada
kehamilan normal.
Pada preeklampsia berat terjadi peningkatan tekanan darah. Diperkirakan
akibat dari pelepasan substansi supressor dari uterus yang hipoperfusi atau sebagai
kompensasi sekresi katekolamin. Pada preeklampsia terjadi penurunan volume
plasma sekitar 30 - 40 % dibanding kehamilan normal. Penurunan volume plasma
ini menimbulkan hemokonsentrasi pada tubuh yang meningkatkan viskositas
darah sehingga menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan. Hemokonsentrasi
pada preeklampsia-eklamsia dijumpai kadar haematokrit yang meningkat.
Keadaan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita untuk senantiasa waspada agar
dapat mendeteksi secara dini kasus-kasus preeklampsia.
Beberapa faktor dapat menjadi indikator/penanda kemungkinan akan terjadi
komplikasi preeklampsia. Oleh karena itu, diagnosis dini dari preeklampsia
maupun impending eklampsia yang merupakan keadaan awal terjadinya
eklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
angka kematian ibu dan anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
B. Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the
National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah:
1. Hipertensi kronik
2. Preeklampsia-eklampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali di diagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai12 minggu pasca persalinan.
D. Patofisiologi
Pada perempuan hamil normal , respons imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons
imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G
pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer
(NK) ibu.
d. Hepar
Perubahan jaringan hepar yang sering dijumpai adalah
perdarahanperiportal pada bagian perifer. Pada penelitian autopsi yang
dilakukanpada wanita yang meninggal karena eklampsia, dijumpai
perdarahanhepar yang disertai infark jaringan.
Muncul gejala klinis berupa rasa tidak nyaman atau nyeri padaepigastrium
kanan biasanya dijumpai pada keadaan yang berat.Peningkatan kadar
fungsi hati dapat menjadi indikasi telah terjadigangguan pada hepar.
e. Otak
Terjadinya edema otak pada preeklampsia lebih karena
disebabkanpeningkatan permeabilitas sawar darah otak oleh karena
peningkatantekanan hidrostatik yang abnormal.
Nyeri kepala dan gangguan visual merupakan gejala yang
umumberhubungan dengan preeklampsia berat dan kejang
berhubungandengan preeklampsia.
2. Pemeriksaan fisik :
Kardiovaskuler : tekanan darah, suara jantung, dan denyut nadi
Paru : auskultasi paru untuk mengevaluasi edema paru
Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar
Refleks : adanya klonus
Funduskopi : untuk melihat adanya retinopati
3. Pemeriksaan Laboratorium:
Dijumpai proteinuria . 2 gr/dl dalam 24 jam atau skor dipstick +2
Oligouria (<500 ml/24 jam)
Peningkatan hematokrit disebabkan oleh keadaan hipovolemia.
Level asam urat lebih besar dari 5 gr/dl
Level kreatinin dalam darah meningkat
Level enzim hati yang meningkat
Platelets menurun kurang dari 100.000 mm
Pemanjangan HST
Penurunan fibrinogen dan produk degenerasi fibrin
G. ASPEK KLINIK
1. Preeklampsia
Preeklpampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
intra, dan postpartum. Dari gejala klinis preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Secara teoritik urut-urutan gejala yang timbul pada preeklampsia adalah
edema,hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul
tidak dalam urutan diatas, dapat dianggap bukan preeklampsia.Dari semua gejala
tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling
penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini.
Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan
penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
a. Preeklampsia ringan
a) Definisi
Preeklampsia ringan (PER) adalah suatu sindroma spesifik kehamilan degan
menurunnya perfusi organ yang ebrakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel
b) Diagnosis
Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema stelah kehamilan 20 minggu.
1. Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4
jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan
darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak
dipakai lagi.
2. Proteinuria ialah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau
sama dengan ≥ 1 + dipstick
3. Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda
preeklampsia, tapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali
edema generalisata (anasarka). Perlu dipertimbangkan faktor risiko
timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan edema
generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. Primigravida
yang mempunyai kenaikan berat badan rendah, yaitu < 0,34 kg/minggu,
menurunkan risiko hipertensi, tetapi menaikkan risiko berat badan bayi
rendah.
f) Rawat inap
Kriteria PER dirawat dirumah sakit, ialah:
1. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2
minggu
2. Adanya 1 atau lebih tanda-tanda preeklampsia berat
b) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana
tercantum dibawah ini.
Preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih tanda / gejala di bawah
ini:
1. Tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik
lebih atau sama dengan 110 mmHg.
2. Proteinuria 2 gram / 24 jam atau > +2 pada pemeriksaan dipstik.
3. Oliguria atau produksi urin dibawah 500 ml / 24 jam yang disertai
kenaikan kadar kreatinin plasma.
4. Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan / visus.
5. Nyeri epigastrium.
6. Edema paru atau sianosis.
7. Pertumbuhan janin intrauterin yang terlambat (IUFGR).
8. HELLP syndrome (H= Hemolysis; EL = Elevated Liver enzymes; LP =
Low Platelet counts).
Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemid. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi janin, dan menurunkan berat
janin.
Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥160/110
mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg.
Edema paru
Pada PEB, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung
ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau nonkardiogenik (akibat
kerusakan endotel pembuluh darah kapiler paru)
Glukokortikoid
Pemberian Glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada usia kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini
juga diberikan pada sindrom HELLP.
Perawatan Aktif
Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :
a. Ibu :
1. Kehamilan > 37 minggu
2. Impending Eklampsia
3. Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatanmedisinal
terjadi kenaikan TD
Atau setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidakada
perbaikan gejala-gejala.
b. Janin :
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda IUFGR
2. Eklampsia
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “halilintar”, karena
seolah-olah gejala timbul secara tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain.
Eklampsia biasanya timbul pada wanita hamil atau dalam masa nifas dengan tanda
- tanda preeklampsia.3Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita
preEklampsiaa, yang disetrai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya
dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra dan postpartum.
4. Tingkat koma.
Lama kesadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi
sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan
baru dan yang berulang sehingga ia tetap dalam keadaan koma.Selama
serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu meningkat sampai
400 C.
Sepanjang serangan kejang, diafragma tidak bergerakdan pernapasan
terhenti. Selama beberapa detik tampak seolah-olah akan meninggal karena
penghentian napas, tetapi pada saat keadaan yang membawa kematian ini
terlihat tidak akan terhindarkan, pasien ini mulai menghirup napas panjang
dan dalam serta berbunyi mengorok lalu pernapasan pulih kembali. Koma
kemudian menyusul. Koma setelah kejang menunjukkan lama yang
bervariasi. Jika kejang tidak sering, pasien akan terlihat sedikit sadar di
antara saat-saat kejang. Pada kasus yang berat, koma akan terus menetap
dan kematian dapat terjadi sebelum pasien sadar.
.
b. Penatalaksanaan eklampsia
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.
Sejumlah strategi penatalaksanaan telah dikembangkan untuk mencegah
komplikasi eklampsia terhadap ibu dan janin selama periode peripartum. Cara
terbaru pada penatalaksanaan wanita dengan eklampsia meliputi beberapa
aspek, yaitu mempertahankan fungsi vital ibu, mencegah kejang dan
mengontrol tekanan darah, mencegah kejang berulang dan evaluasi untuk
persalinan. Bila terjadi kejang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mencegah terjadinya aspirasi. Ibu
berbaring miring ke kiri dan penahan lidah diletakkan di dalam mulutnya.
Dasar-dasar pengelolaan eklampsia8
Terapi supportif untuk stabilisasi pada ibu
Selalu diingit ABC (Airway, Breathing, Circulation).
Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
Mengatasi dan mencegah kejang
Koreksi hipoksemia dan asidemia
Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
Pemberian terapi medikamentosa8
Segera masuk rumah sakit
Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%
Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi :
o Loading dose (initial dose) : dosis awal
o Maintenance dose : dosis lanjutan
Mengontrol Kejang
Walaupun kejang pada eklampsia membaik tanpa pengobatan dalam 3-4
menit, obat anti kejang dapat digunakan untuk mengurangi kejang. Obat-obat
terpilih untuk mengatasi kejang pada eklampsia adalah magnesium sulfat
(MgSO4). Pada wanita yang telah mendapat pengobatan MgSO4
pengobatan profilaksis tersebut, harus diberikan infus 2-6 gram MgSO4 secara
cepat, diulang setiap 15 menit. Dosis awal ini memungkinkan untuk diberikan
pada ibu-ibu dengan insufisiensi renal. Sedangkan mekanisme kerja MgSO4
Penatalaksanaan hipertensi
Gangguan serebrovaskular terjadi pada 15-20% dari seluruh kematian pada
eklampsia. Risiko terjadinya strok hemoragik memiliki hubungan secara
langsung dengan derajat peningkatan tekanan darah sistolik dan sedikit
berhubungan dengan tekanan darah diastolik. Terapi emergensi pada keadaan
terjadinya peningkatan tekanan darah tersebut masih belum jelas. Sebagian
besar peneliti menganjurkan untuk menggunakan anti hipertensi yang poten
untuk mengatasi tekanan darah diastolik pada kadar 105-110 mmHg dan
tekanan darah sistolik > 160 mmHg, walaupun hal ini belum diuji secara
prospektif. Pada wanita yang telah mengalami hipertensi kronik, pembuluh
darah otaknya lebih toleran terhadap tekanan darah sistolik yang lebih tinggi
tanpa terjadinya kerusakan pada pembuluh darahnya, sedangkan pada orang
dewasa dengan tekanan darah yang normal atau rendah mungkin akan
menguntungkan jika terapi dimulai pada kadar tekanan darah yang lebih
rendah. Peningkatan tekanan darah yang berat dan persisten (>160/110 mmHg)
harus diatasi untuk mencegah perdarahan serebrovaskular. Penatalaksanaannya
termasuk pemberian hidralazin (5 mg IV, diikuti dengan pemberian 5-10 mg
bolus sesuai kebutuhan dalam waktu 20 menit) atau labetalol (10-20 mg IV,
diulang setiap 10-20 menit dengan dosis ganda, namun tidak lebih dari 80 mg
pada dosis tunggal, dengan dosis kumulatif total 300 mg). Pada keadaan yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan segera setelah mendapat terapi untuk
kejang dan hipertensinya atau mereka yang memiliki kelainan neurologis harus
dievaluasi lebih lanjut.
Pencegahan kejang berulang
Sekitar 10% wanita eklampsia akan mengalami kejang berulang walaupun
telah ditanggulangi secara semestinya. Ada kesepakatan umum bahwa wanita
dengan eklampsia membutuhkan terapi anti konvulsan untuk mencegah kejang
dan komplikasi dari berulangnya aktivitas kejang tersebut, seperti: asidosis,
pnemonitis aspirasi, edema pulmonal, neurologik dan kegagalan respirasi.
Namun, pemilihan jenis obat untuk keadaan ini masih kontroversial. Ahli
obstetrik telah lama menggunakan MgSO4 sebagai obat pilihan untuk
mencegah berulangnya eklampsia, sementara ahli neurologi memilih anti
konvulsan tradisional yang digunakan pada wanita yang tidak hamil seperti
fenitoin atau diazepam. Permasalahan ini telah disepakati oleh sejumlah
penelitian klinis terakhir dengan hasil seperti dibawah ini:
Manfaat tambahan dari terapi MgSO4 terdiri dari biaya yang rendah, cara
pemberian yang mudah (tidak membutuhkan monitor jantung) dan lebih sedikit
efek sedasi dari pada diazepam dan fenitoin. Magnesium juga tampak secara
selektif meningkatkan aliran darah serebral dan konsumsi oksigen pada wanita
dengan preeklampsia. Hal ini tidak pada fenitoin. Dosis pemeliharaan MgSO4
adalah 2-3 gram/jam diberikan sebagai infus IV yang kontinu. Fase
pemeliharaan hanya jika reflek patella ada (kehilangan reflek tendon yang
dalam adalah manifestasi pertama gejala hipermagnesemia), Respirasi > 22
x/menit, urine output > 100 ml/ 4jam. Pemantauan kadar serum magnesium
tidak diperlukan jika status klinis wanita tersebut dimonitor secara ketat untuk
membuktikan toksisitas potensial magnesium. Juga tidak tampak suatu
konsentrasi ambang yang jelas untuk meyakinkan pencegahan kejang,
meskipun telah direkomendasikan sekitar 4,8-8,4 mg/dL.
- Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126
c. Prognosis
Komplikasi pada ibu dengan eklampsia dapat terjadi hingga 70 % kasus,
meliputi DIC, gagal ginjal akut, kerusakan hepatoselular, ruptura hati,
perdarahan intraserebral, henti jantung paru, pneumonitis aspirasi, edema paru
akut, dan perdarahan pasca persalinan. Kerusakan hepatoselular, disfungsi
ginjal, koagulopati, hipertensi dan abnormalitas neurologi akan sembuh setelah
melahirkan. Akan tetapi kerusakan serebrovaskular akibat perdarahan atau
iskemia akan mengakibatkan kerusakan neurologi yang permanen.
5. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dapat disebabkan primer: idiopatik:90%dan sekunder:
10%, berhubungan dengan penyakit ginjal, vaskular kolagen, endokrin, dan
pembuluh darah.
a. Diagnosis hipertensi kronik dalam kehamilan
Diagnosis hipertensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang telah timbul
sebelum kehamilan, atau timbul hipertensi < 20 minggu umur kehamilan.
Ciri-ciri hipertensi kronik:
umur ibu relatif tua diatas 35 tahun
tekanan darah sangat tinggi
umumnya multipara
umumnya ditemuka kelainan jantung, ginjal, dan diabetes mellitus
obesitas
penggunaan obat-obatan antihipertensi sebelum kehamilan
hipertensi yang menetao pascapersalinan
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom
2003. Hal.114-121
Chapter 19.
5. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Obstetrics normal and problem
6. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygard I. Danforth’s Obstetrics and
Gynecology. 10th Edition. USA: Lippincott williams & wilkins; 2008. Chapter
16.
ObstetriGinekologi,FakultaskedokteranUNAIR/RSUDDrSoetomo; 2003.
8. Davison,M.
2004.Newaspectsinthepathophysiologyofpreeclampsia.JournalAmerican
Nephrology.15:2440-2448.
clinicalmanifestationsofpreeclampsia.ClinicalJournal
AmericanNephroogyl2:543-549.
10. Sibai,B.M.2005.Diagnosis,Prevention,andManagementofEclampsia.America
nJournalObstetricsGynaecology.Vol:105:405-410
11. Manuaba,I.B. G.Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007. pp. 401-31