FAKULTAS KEDOKTERAN
SEPTEMBER 2018
UNIVERSITAS PATTIMURA
Disusun oleh:
Ikram Syah Maulana
(2017-84-047)
PEMBIMBING
dr. Merlyn M Mailisa, Sp.OG
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Rm
TTL : 21- 05- 1980
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ureng
Pekerjaan : IRT
Status pernikahan : Menikah
No.RM : 13 33 29
Ruangan : Nifas
Tanggal MRS : 27 Juli 2018 pukul 18.10 WIT
B. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri perut bagian bawah
Anamnesis terpimpin :
Pasien G2P1A0 aterm datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah yang
terjadi sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasen sebelum ke rumah sakit
pasien sudah ditolong oleh seorang dukun untuk melakukan proses melahirkan
sejak I hari sebelum ke rumah sakit. Akan tetapi pasien tidak bisa melhirkan
anaknya sehingga dibawa ke rumah sakit.
Riwayat penyakit dahulu:
- Tidak ada
Riwayat pengobatan:
- Tidak ada
2
Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama.
Riwayat menstruasi :
Siklus menstruasi pasien teratur (28-30 hari) dengan durasi menstruasi 1 minggu.
Pasien mengaku tidak pernah mengalami menstruasi di luar siklus. Nyeri haid
yang dialami tidak berlebihan.
Riwayat ginekologi :
Pasien mengaku tidak memiliki masalah ginekologi
Riwayat obstetri :
Pasien suda hamil 2 kali. Anak pertama pasien meninggal sesaat melahirkan,
proses melahirkan anak pertama normal.
Riwayat kontrasepsi :
- Tida perna menggunakan kontrasepsi.
Riwayat kebiasaan :
Pasien mengaku tidak pernah merokok dan minum minuman beralkohol.
C. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 127x/menit
Pernapasan : 36x/menit
Suhu : 37,3ºC
Pemeriksaan fisik
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : Otorea -/-
3
Hidung : Rhinorea -/-
Leher : Pembesaran KGB leher (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Kelenjar getah bening : Pembersaran (- )
Dada : Normochest
Paru : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan
Bunyi tambahan : Ronki basah halus -/-, Wheezing - / -
Jantung : BJ I/II murni, reguler,
Perut : (pada pemeriksaan ginekologis)
Hati : Pembesaran (-)
Ginjal : Ballotement (-)
Limpa : Pembesaran (-)
Alat genital : (pada pemeriksaan ginekologis)
Ekstremitas : Dalam batas normal
Refleks : Dalam batas normal
Kulit : Dalam batas normal
Gigi dan mulut : Dalam batas normal
Saraf otak : Dalam batas normal.
4
Pemeriksaan Obstetri (dilakukan tanggal 23 juli 2018)
Leopold 1 : TFU 34 cm, teraba bokong, konsistensi lunak
Leopold 2 : punggung sebelah kanan, ekremitas sebelah kiri, DJJ tidak terdengar
pada punggung kanan.
Leopold 3 : presentasi kepala
Leopold 4 : kepala sudah masuk ke PAP
HIS (+)
Inspekulo : tidak dilakukan
VT : : Pembukaan Lengkal, Hodge II, Caput (+), His (+).
Pemeriksaan penunjang
Pada tanggal 23 Juli 2018, telah dilakukan pemeriksaan darah terhadap pasien,
hasil pemeriksaan tersebut antara lain :
Hemoglobin : 9,0 g/dl
Leukosit : 26,1 103/mm3
Trombosit : 313 103/mm3
D. Diagnosis
G2P1A0 aterm + kala II + KPD + IUFD
E. Tatalaksana
Rencana SC
Informed concent keluarga
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxom 2 x 1 gram / IV
Drip metronidazole 3x1 vial
Injeksi ranitidine
Berikan O2 2tpm
5
Konsul anastesi
Laporan operasi:
a. Diagnosis pre operasi : G2P1A0 aterm + kala II + KPD + IUFD
b. Diagnosis post operasi : rupture uteri imenens + kala II lama + infeksi intrapartum
+ IUFD + partus aterm
c. Tindakan operasi : Laporan operasi :
Prosedur operasi rutin
Insisi secara pfannsteil 1 jari di atas SOP, panjang ± 10 cm
Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai dengan peritoneum parietale, dibuka
Ekspolasi dan identifikasi : tampak rupture tuba kanan
Dilakukan salphingectomi dextra dan tubektomi
Control perdarahan
Cuci cavum peritoneum dengan NaCL
Tutup dinding abdomen lapis demi lapis
Operasi selesai, perdarahan selama operasi ± 50 cc
KU ibu post operasi baik.
6
Cek dara 2 jam pos OP
F. Follow-up
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
28/7/2018 S : nyeri pada luka operasi (+) P:
TD = O: IVFD RL: D5 % = 2:1 28
140/90 KU = Baik, CM tpm
mmHg Mata = Ca-/-, Si-/- Cravit 2x500mg
N = Abd = supel, NT (+) pda Tricodazole 3x500mg
80x/m tempat operasi, luka operasi Natrium diklofenat 3 x 50 g
P = baik, TFU 1 jari dibawah Neurobion 1x1
20x/m pusat, BU (+) kesan normal. Jika demam drip PCT
S = 36,5 ͦ BAK : kurang 500mg/8 jam
C BAB: sudah
A : Post SC hari ke 5 + kala II
lama+ infeksi intrapartum +
IUFD `
31/7/2018 S : nyeri pada luka operasi P :
TD = sudah berkurang IVFD RL 28 tpm
120/90 O: Inj meropenem 1 gr/8 jam
mmHg KU = Baik, CM Drip Metronidazole 0,5g/8
N = Mata = Ca-/-, Si-/- jam
80x/m Abd = supel, NT (+) pda Sporetik 2 x 200 mg
P = tempat operasi, luka operasi Drip albumin 1 botol/ hari
20x/m baik, TFU 1 jari dibawah Puasa 8 jam
S = 36,5 ͦ pusat, BU (+) kesan normal. Konsul anastesi
C BAK : kurang
Cek darah rutin dan kimia
7
BAB: sudah dan tes rapid HIV
A : Post SC hari ke 8 + kala II
lama+ infeksi intrapartum +
IUFD `
Dehisensi luka
01/8/2018 S : nyeri pada luka operasi P :
TD = sudah berkurang IVFD RL : D 5% = 2 : 1
130/70 O: 28 tpm
mmHg KU = Baik, CM Inj meropenem 1 gr/8 jam
N = Mata = Ca-/-, Si-/- Drip Metronidazole 0,5g/8
80x/m Abd = supel, NT (+) pda jam
P = tempat operasi, luka operasi Inj ketorolac 1 gr / 8 jam
20x/m baik, TFU 1 jari dibawah Inj ranitidine 1 gr / 8 jam
S = 36,5 ͦ pusat, BU (+) kesan normal. Drips cernevit / 24 jam
C BAK : 27,78 cc/jam Drip albumin 1 botol/ hari
BAB: encer
Hasil LAB pada tanggal
1/8/2018 : hb: 7,0 106/mm3,
leukosit : 24,3 103/mm3,
albumin : 1,9 mg/dl
A : Post SC hari ke 10
02/8/2018 S : nyeri pada luka operasi P :
TD = sudah berkurang IVFD RL : D 5% = 2 : 1
120/70 O: 28 tpm
mmHg KU = Baik, CM Inj meropenem 1 gr/8 jam
N = Mata = Ca-/-, Si-/- Drip Metronidazole 0,5g/8
80x/m Abd = supel, NT (+) pda jam
P = tempat operasi, luka operasi Inj ketorolac 1 gr / 8 jam
8
20x/m baik, TFU 1 jari dibawah Inj ranitidine 1 gr / 8 jam
S = 36,5 ͦ pusat, BU (+) kesan normal. Drips cernevit / 24 jam
C BAK : 27,78 cc/jam Drip albumin 1 botol/ hari
BAB: encer
Hasil LAB pada tanggal
1/8/2018 : hb: 11,3 106/mm3,
leukosit : 15,7 103/mm3,
albumin : 2,3 mg/dl
A : Post SC hari ke 11 + post
rehecting hari ke 1
06/8/2018 S : nyeri pada luka operasi P :
TD = sudah berkurang IVFD RL 20 tpm
110/70 O: Sporetik 2 x 200 mg
mmHg KU = Baik, CM Metronidazole 3 x 500 mg
N = Mata = Ca-/-, Si-/- Vib albumin 3 x 2
80x/m Abd = supel, NT (+) pda
P = tempat operasi, luka operasi
20x/m baik, TFU 1 jari dibawah
S = 36,9 ͦ pusat, BU (+) kesan normal.
C A : Post SC hari ke 14 + post
rehecting hari ke 4
9
G. RESUME MEDIS
Pasien G2P1A0 aterm datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah yang
terjadi sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasen sebelum ke rumah sakit pasien
sudah ditolong oleh seorang dukun untuk melakukan proses melahirkan sejak I hari
sebelum ke rumah sakit. Akan tetapi pasien tidak bisa melhirkan anaknya sehingga
dibawa ke rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah: 120/90 mmHg, Nadi:
127x/menit, Pernapasan: 36x/menit dan Suhu: 37,3ºC. pada pemeriksaan obstetric
didadatkan : Leopold 1: TFU 34 cm, teraba bokong, konsistensi lunak, Leopold 2 :
pusnggung sebelah kanan, ekremitas sebelah kiri, DJJ tidak terdengar pada punggung
kanan, Leopold 3 : presentasi kepala, Leopold 4 : 5kepala sudah masuk ke PAP , HIS
(+), Inspekulo : tidak dilakukan, VT : Pembukaan Lengkal, Hodge II, Caput (+), His
(+), dan djj tidak terdengar. Diagnosis G2P1A0 aterm + kala II + KPD + IUFD.
Rencana tindakan yang akan dilakukan adalah laparatomi eksplorasi.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian IUFD
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologists
yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan
500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat
janin, atau infeksi (Winkjosastro, 2009). Kematian janin merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati (Saifuddin,2008).
B. Etiologi IUFD
Menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu :
11
analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten meningkat. Kadang-
kadang, amniosentesis dilakukan untuk mengambil amniosit hidup untuk
keperluan analisis sitogenetik.
Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin menuju
ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi pada semua
kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1 mL). Pada kondisi
yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat masif. Uji Kleuhauer-
Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan estimasi volume darah janin
dalam sirkulasi ibu.
Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan klinis
yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1) kehilangan kehamilan
trimester kedua dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan, peristiwa
tromboembolik vena yang tidak dapat dijelaskan.
Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya jelas
terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology terhadap janin,
plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.
C. Predisposisi IUFD
Menurut Winkjosastro (2009), Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin
tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan
patologik plasenta.
Factor maternal antara lain adalah post term(>42 minggu), diabetes mellitus
tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi hipertensi, pre-eklamsia,
eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, rupture uteri,
antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
Factor fetal antara lain: hamil kembar, hamil tumbuh terlambat, kelainan
congenital, kelainan genetic, infeksi.
12
Factor plasenta antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, KPD, vasa
previa.
Sedangkan factor resiko terjadinya kematian janin intra uterine meningkat
pada usia >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urelitikum),
kegemukan, ayah berusia lanjut.
1. Rahim yang hamil tersebut tidak bertambah besar lagi, bahkan semakin
mengecil.
2. Tidak lagi dirasakan gerakan janin.
3. Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.
4. Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan normal.
5. Bila kematian itu telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi, yakni
akibat penimbunan gas dalam tubuh.
E. Penegakan Diagnosis
Anamnesis
1. Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin
sangat berkurang.
2. Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau
kehamilan tidak seperti biasanya.
3. Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan
sakit seperti mau melahirkan.
4. Penurunan berat badan.
5. Perubahan pada payudara atau nafsu makan
13
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu.
Terhentinya perubahan payudara
2. Palpasi
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari usia kehamilan. Tidak teraba
gerakan- gerakan janin. Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya
krepitasi pada tulang kepala janin.
3. Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral maupun dopler tidak terdengar denyut
jantung janin.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati. hipofibrinogenemia
setelah 4-5 minggu janin mati.
Pemeriksaan Radiologi
1. USG: Gerak anak tidak ada, Denyut jantung anak tidak ada, Tampak
bekuan darah pada ruang jantung janin
2. X-Ray: Spalding’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin saling tumpah
tindih, pencairan otak dapat menyebabkan overlapping tulang tengkorak.
Nanjouk’s sign (+) : tulang punggung janin sangat melengkung. Robert’s
sign (+) : tampak gelembung-gelembung gas pada pembuluh darah besar.
Tanda ini ditemui setelah janin mati paling kurang 12 jam. Adanya
akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin.
F. Menetapkan Kematian Janin dalam Rahim
Menurut Nugroho (2012), menetapkan janin dalam rahim meliputi :
14
2. Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin
berhimpit, tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan USG).
3. Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang melengkung,
dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan foto rontgen).
H. Diagnosis IUFD
Menurut Norwitz (2008), diagnosis kematian janin dalam rahim meliputi :
Gejala jika kematian janin terjadi terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak
akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang biasa
dialami (mual, sering berkemih, kepekaan pada payudara). Di usia kehamilan
selanjutnya, kematian janin harus dicurigai jika janin tidak bergerak dalam
jangka waktu yang cukup lama.
15
Tanda-tanda ketidakmampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada
kunjungan ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu atau tidak
adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis.
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan kadar gonadotropin
korionik manusia (Human Chorionic Gonadotropin atau HCH) mungkin dapat
membantu diagnosis dini selama kehamilan.
Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen abdominal
digunakan untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat
menunjukkan adanya kematian janin meliputi penumpukan tulang tengkorak
janin (tanda spalding), tulang punggung janin melengkung secara berlebihan
dan adanya gas didalam janin. Meskipun demikian, foto rontgen sudah tidak
digunakan lagi. USG saat ini merupakan baku emas untuk mengkonfirmasi
IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya aktifitas jantung janin setelah
usia gestasi 6 minggu. Temuan sonografi lain mencakup edema kulit kepala
dan maserasi janin.
I. Patofisiologi IUFD
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada kehamilan yang
telah lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :
Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian lemas
kembali.
Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula
terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban
menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
16
Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan
janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema
di bawah kulit.
J. Komplikasi IUFD
Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang mempertahankan janin
yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka akan mengalami koagulopati
intravaskuler diseminata (Disseminated Intravascular Coagulopathy atau DIC) akibat
adanya konsumsi faktor-faktor pembekuan darah secara berlebihan.
K. Pengelolaan IUFD
Menurut Nugroho (2012), Janin yang mati dalam rahim sebaiknya segera dikeluarkan
secara:
17
Dilanjutkan infus oksitosin 10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml, mulai
8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat.
c. Infus oksitosin
Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks,
dinilai dengan Bishop Score, bila nilai = 5 akan lebih berhasil.
Dipakai oksitosin 5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8
tetes / menit dinaikan 4 tetes tiap 15 sampaihis adekuat.
d. Induksi prostaglandin
Dosis :
Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suppositoria 20 mg, diulang 4-
5 jam.
Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suntikan im 400 mg. Pg-E 2,5
mg/ml dalam larutan NaCL 0.9 %, dimulai 0,625 mg/ml
dalam infus.
Kontra Indikasi: asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler.
L. Pencegahan IUFD
18
Bagan: pathway IUFD
Sumber : Norwitz (2008), Nugroho (2012), dan Winkjosastro (2009).
19
KETUBAN PECAH DINI
A. Defenisi
Ketuban pecah dini memiliki bermacam-macam batasan, teori dan
definisi.Beberapa penulis mendefinisikan ketuban pecah dini atauPrematureRupture
of the Membranes(PROM) adalah keadaan pecahnyaselaput ketubansebelum proses
persalinan, ada juga yang menyatakan Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya
selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, biladiikuti satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.Penggunaan istilah Premature
Rupture of the Membranes(PROM) pada beberapa literature sedikit membingungkan.
Istilah ini cukup tepat jika digunakan pada pasien yangusia kehamilannya diatas 37
minggu atau aterm, datang dengan ketuban yangpecah spontan, dan tanpa tanda-tanda
persalinan. Sedangkan Preterm PrematureRupture of the Membranes(PPROM)
adalah pecahnya ketuban pada pasiendengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu.Pendapat lain menyatakan dalamukuran pembukaan servik pada kala I, yaitu
bilaketuban pecah sebelumpembukaan padaprimigravida kurang dari 3 cm danpada
multigravida kurang dari5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam
prosespersalinan1,6.
B. Epidemiologi
Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah dini. KPD preterm terjadi 1% dari seluruh kehamilan. KPD preterm
menyebabkan terjadinya1/3 persalinan preterm dan merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas perinatal1,6.
20
Sequelae yang berat terjadi pada bayi yang selamat antara lainkebutaan, penyakit
paru kronis dan serebral palsi1,6.
21
Gambar 2.Lapisan Membran Amnion7,8
Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akanberasalpula dari
difusi pada tali pusat. Pada kehamilan kembardikorionik-diamniotik terdapat selaput
amnion dari masing-masing yangbersatu.Namun, ada jaringan
korionleaveditengahnya (pada USG tampak sebagaihuruf Y, pada awal
kehamilan);sedangkanpada kehamilan kembar dikorion-monoamniotik (kembar satu
telur)tidak akan adajaringan korion diantarakedua amnion (pada USG
tampakgambaran huruf T)7,8.
22
juga penting ialahmenghambatbakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
seng7,8.
23
partus, membersihkan jalan lahir sehingga bayikurang mengalami infeksi, serta
menjaga perkembangan dan pertumbuhan normaldari paru-paru dan traktus gastro
intestinalis9.
24
Masa interval sejak ketuban pecah sampaiterjadi kontraksi disebutfaselaten.
Makin panjang fase laten, makintinggi kemungkinan infeksi.Makin muda
kehamilan, makin sulit upaya penatalaksanaannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin10.
25
Banyak teori, mulai dari defek kromosom,
kelainankolagen,sampaiinfeksi.Pada sebagian besar kasus ternyata
berhubungandenganinfeksi(sampai 65%). Termasuk diantaranya; high
virulensiyaituBacteroides, dan low virulensiyaitu Lactobacillus.Kolagen terdapat
pada lapisan kompaktaketuban, fibroblast,jaringanretikuler korion dan
trofoblas.Sintesismaupun degradasi jaringankolagendikontrol oleh sistem aktifas dan
inhibisi interleukin-1 (iL-1)danprostaglandin10.
G. Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien merasakan basah pada vagina, atau mengeluarkancairanyang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir.Cairan berbau khas dan perlu
diperhatikan warnanya. Menentukan usia kehamilan dari hari pertama
menstruasi terakhir (HPHT) atau dari USG9,10,11.
b. Inspeksi
Tentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairanketuban keluar
dari vagina9,10,11.
c. Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan dengan speculum pada KPD akantampak keluar cairan
dariOrifisium Uteri Eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan, atau bagian
terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada fornik anterior9,10,11.
26
Gambar 3. Ketuban Pecah Dini9,10,11
d. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketubansudah tidak
adalagi.Pemeriksaan Vaginal Toucher (VT)
perludipertimbangkan,terutama padakehamilan yang kurang bulan yang
belum dalampersalinan sangat dibatasidilakukan pemeriksaan dalam
(VT), karena pada waktupemeriksaan dalam, jaripemeriksa akan
mengakumulasi segmenbawahrahim dengan flora vagina yangnormal.
Mikroorganismetersebut bisadengan cepat menjadi
pathogen.Pemeriksaandalamvagina hanya dilakukanpada kasus KPD
yang sudah dalam persalinanatauyang dilakukan induksipersalinan9,10,11.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium
yangdigunakan adalah adanya Leukositosis maternal (WBC yang lebih
dari16.000/uL), adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban
dan gas-liquidchromatography, serta Amniosentesis untuk mendapatkan
bukti yang kuat(misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit yang
27
banyak atau bakteripada pengecatan gram maupun pada kultur aerob
maupun anaerob)9,10,11.
Tes lakmus (tes Nitrazin) digunakan, yaitu jika kertas lakmus
merahberubahmenjadi birumenunjukkan adanya air ketuban
(alkalis).Normalnya pH airketuban berkisar antara 7-7,5.Darahdan infeksi
vagina dapat menghasilkan tesyangpositif palsu9,10,11.
Mikroskopik (tes pakis), yaitu dengan meneteskan air ketuban
padagelasobjekdan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis9,10,11.
f. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untukmelihat jumlah cairanketuban dalam
kavum uteri. Dikenal tiga cara pengukuran cairan ketuban, yaitu secara
subyektif, semi kuantitatif (pengukuran satu kantong), dan pengukuran
empat kuadran menurut Phelan. Sayangnya tidak ada satupun metode
pengukuran volume cairan ketuban tersebut yang dapat dijadikan standar
baku emas. Penilaian subyektif oleh seorang pakar dengan menggunakan
USG “real-time” dapat memberikan hasil yang baik11.
Penilaian subyektif volume cairan ketuban berdasarkan atas pengalaman
subyektif pemeriksa didalam menentukan volume tersebut berdasarkan
apa yang dilihatnya pada saat pemeriksaan. Dikatakan normal bila masih
ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus, dan bagian lain
cukup terisi cairan ketuban. Bila sedikit, maka sebagian besar tubuh janin
akan melekat pada dinding uterus, sedangkan bila hidramnion, maka tidak
ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus.Pengukuran
semikuantitatif dilakukan melalui pengukuran dari satukantong (single
pocket)ketuban terbesar yang terletak antara dinding uterus dantubuh
janin, tegak lurus terhadap lantai.Tidak boleh ada bagian janin yang
terletakdidalam area pengukuran tersebut11.
28
H. Penatalaksanaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan KPD adalah;
memastikan diagnosis, menetukan umur kehamilan, mengevaluasi ada tidaknya
infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah dalam keadaan inpartu, atau
terdapat kegawatan janin8,9.
29
Tabel 1. Pelvic Score (PS) menurut Bishop1
30
a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap
darah(LED) setiap 3 hari.
6. Tata cara perawatan konservatif :
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan
melakukanpemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG
untukmenilai air ketuban:Bila air ketuban cukup, kehamilan
diteruskan, Bila air ketuban kurang (oligohidramnion),
dipertimbangkan untukterminasi kehamilan.
d. Pada perawatan konservatif, pasen dipulangkan pada hari ke-7
dengansaran sebagai berikut : tidak boleh koitus, tidak boleh
melakukan manipulasi vagina, segera kembali ke RS bila ada
keluar air ketuban lagi.
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan
denganmelihat pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat
leukositosis ataupeningkatan LED, lakukan terminasi.
31
Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan KPD Preterm1,8,9
32
Terminasi Kehamilan
a. Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
b. Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila
dripoksitosin gagal.
c. Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan Misoprostol 50 μgr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali
pemberian
I. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat
berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap ibunya
sendiri, diantaranya adalah8,9:
Persalinan premature
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul olehpersalinan.Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%terjadi
dalam 24 jamsetelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu
50% persalinandalam 24 jam.Pada kehamilan kurangdari 26minggu
persalinan seringkali terjadidalam 1 minggu.
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecahdini.Pada
ibuterjadi korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadiseptikemia,pneumonia,
omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitissebelumjanin terinfeksi.Pada
ketuban pecahdini preterm, infeksi lebih seringdaripada aterm. Secara
umum insiden infeksisekunder padaketubanpecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periodelaten.
Kriteria klinis infeksi yang digunakan pada KPDyaitu; adanya
febris,uterinetenderness (di periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut nadi
33
maternal lebihdari 100x/mnt), serta denyut jantung janin yang lebih dari
160 x/mnt.
Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidamnionsehingga bagian
keciljanin menempel erat dengan dinding uterus yang dapatmenekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidamnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dinimenyebabkanpertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonary.
34
Partus Lama dan Kala II Lama
A. Definisi
Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
dimaksudkan untuk persalinan yang abnormal atau sulit. WHO secara lebih spesifik
mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor / partus lama) sebagai proses
persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu pemanjangan proses persalinan
yang dimaksud adalah penambahan kala I dan/atau kala II persalinan. Dalam
penentuan batas waktu, terdapat variasi terdapat sebuah sumber yang menyatakan
bahwa batasan waktu dalam penentuan partus lama adalah 18 jam.1,3
B. Faktor Resiko
Faktor Resiko terjadinya kala II lama masih belum diketahui secara pasti,
tetapi dalam South Australian Perinatal Practice Guidelines, disebutkan terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya variasi waktu dalam kala II, yaitu posisi
ibu pada kala II, posisi dari janin, penurunan pada saat pembukaan lengkap, kualitas
dari his, kekuatan mengejan ibu dan penggunaan analgesik. Dalam penelitiannya,
Thomas dan Santolaya menemukan bahwa nullipara, preeklamsia, diabetes,
makrosomia, janin laki-laki, anestesi epidural, induksi persalinan, penggunaan
35
oksitosin, serta koriamnionitis sebagai faktor resiko terjadinya persalinan dengan kala
II lama. 8,9
C. Etiologi
Secara umum penyebab kala II lama dapat dibagi ke dalam beberapa faktor
yaitu faktor tenaga (power), faktor panggul (passage), faktor anak (passenger).
1. Faktor Tenaga (power)
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian
menjalarmerata simetris ke seluruh korpus uteri dengan dominasi kekuatan pada
fundusuteri (lapisan otot uterus paling dominan) kemudian terdapat relaksasi
secaramerata dan menyeluruh.
His yang tidak normal dalam kekurangan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak
dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan. Kelainan
his terutama ditemukan pada primigravidatua. Kelainan anatomis uteri juga
menghasilkan kelainan his. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan
yang bersifat inersia uteri. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan
ganda atau hidramnion juga dapat menyebabkan inersia uteri.11
Kelainan tenaga pada kala II lama, dapat dibagi menjadi 2, yaitu:11
a. Inertia uteri.
Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus yaitu lebih singkat, dan jarang
daripada biasanya. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri
tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya,
baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinanberlangsung terlalu
lama. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine
contraction Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang
lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Hingga saat ini etiologi dari
inertia belum diketahui tetapi beberapa faktor dapat mempengaruhi: umum
(primigravida pada usia tua, anemia, perasaan tegang dan emosional,
36
pengaruh hormonal: oksitosin dan prostaglandin, dan penggunaan analgetik
yang tidak tepat), dan lokal (overdistensi, perkembangan anomali uterus misal
hypoplasia, mioma, malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik,
kandung kemih dan rektum penuh).
37
High assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 6 vertebra
Low assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 4 vertebra
Split pelvis: simfisis pubis terpisah
2. Kelainan tulang sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,atrofi,
nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis
4. Kelainan kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi ataukelumpuhan satu kaki
38
Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm,
maka sudut arkus pubis juga mengecil (<90º) sehingga timbul kemacetan pada
kelahiran janin ukuran biasa.
39
Tumor
Bentuk neoplasma yang ditemukan pada vulva.
2. Vagina
Stenosis vagina kongenital
Stenosis vagina kongenital dibagi menjadi dua, yaitu: septum vagina
lengkap atau septum tidak lengkap. Gangguan kala II lebih sering
disebabkan oleh adanya septum tidak lengkap pada vagina. Septum tidak
lengkap sering menahan turunnya kepala janin pada persalinan. Stenosis
dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada
stenosis vagina yang tetap kaku pada kehamilan dan merupakan halangan
untuk lahirnya janin, perlu dipertimbangkan sectio cesaria.
Tumor vagina
Adanya tumor pada vagina bisa pula menyebabkan persalinan rintangan
bagi lahirnya janin per vaginam. Adanya tumor vagina bisa pula
menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau
banyak resiko.
3. Serviks uteri
Distosia servikalis atau dysfungctional uterine action
Konglutio orifisii eksternii
Jarang terjadi, dimana kala I serviks uteri menipis akan tetapi
pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas di bawah
kepala janin. Diagnosis ditegakkan dengan dengan menumukan ostium
uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tersebut.
Karsinoma servisis uteri
4. Uterus
Kelainan yang dapat mengganggu persalinan adanya mioma uteri, dimana
mioma uteri tersebut dapat menghalangi jalan lahir, menyebabkan janin letak
lintang, dan menyebabkan adanya inersia uteri.
40
5. Ovarium
Tumor ovairum dapat menyebabkna adanya halangan lahirnya janin
pervaginam. Tumor tersebut untuk sebagian atau seluruhnya terletak dalam
cavum douglas. Membiarkan persalinan berjalan lama, yang dapat
menyebabkan pecahnya tumor (tumor kistik) atau rupture uteri (tumor solid),
dan atau infeksi intrapartum.
3. Faktor Anak (passenger)4,10,12,13
Selain kelainan karena tenaga dan panggul, kala II lama dapat disebabkan
karena terdapatnya kelainan pada faktor anak (passenger). Kelainan tersebut
meliputi:
1. Kelainan pada presentasi, posisi maupun letak, yang meliputi:
a. Malpresentasi
Presentasi Puncak
Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika
melewati jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian
terendah. Pada presentasi puncak kepala, lingkaran kepala yang melalui
jalan lahir adalah sirkumfernsia frontooksipitalis dengan titik perputaran
yang berada di bawah simfisis adalah glabella. Presentasi ini memriliki
prognosis yang buruk karena dapat meningkatkan mortalitas dan
morbiditas baik ibu maupun janin.
Presentasi Muka
Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan
defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka
merupakan bagian terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi
muka dikatakan primer jika terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan
sekunder jika baru terjadi pada masa persalinan. Pada umumnya
penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaan-keadaan yang
memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi
41
terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat
ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar. Multiparitas juga
merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka.
Kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di leher depan juga dapat
menyebabkan presentasi muka. Terkadang presentasi muka dapat terjadi
pada kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah kehilangan
tonusnya.
Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada
diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi
merupakan bagian terendah. Pada umumnya, presentasi dahi bersifat
sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadai presentasi muka
atau presentasi belakang kepala. Sebab terjadinya presentasi dahi pada
dasarnya samadengan sebab terjadinya presentasi muka karena semua
presentasi muka biasanya melewati fase presentasi dahi lebih dahulu.
42
Gambar 3. Presentasi Dahi
Presentasi Ganda/Majemuk
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih
ekstremitas pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki
panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Presentasi majemuk
juga dapat terjadi manakala bokong memasuki panggul bersamaan
dengan tangan. Dalam pengertian presentasi majemuk tidak termasuk
presentasi bokong-kaki, presentasi bahu, atau prolaps tali pusat. Apabila
bagian terendah janin tidak menutupi dengan sempurna pintu atas
panggul, maka presentasi majemuk dapat terjadi.
43
Gambar 4. Presentasi Majemuk
b. Malposisi
Malposisi adalah posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun
kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu.
44
panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar panggul yang lembek
pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tidak ada
paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.
c. Letak
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yaitu presentasi bokong,
presentasi bokong sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna, dan
presentasi kaki. Diagnosis letak sungsang umumnya tidak sulit. Pada
pemeriksaan luar, kepala teraba di fundus uteri, sementara pada bagian
bawah uterus teraba bokong yang tidak dapat digerakkan semudah kepala.
Selain dari pemeriksaan luar, diagnosis juga dapat ditegakkan dari
pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunang seperti USG dan MRI.
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi yang lain.
Sebab tersering terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai
dinding uterus dan perut yang lembek. Pada kehamilan prematur,
45
hidramnion, dan kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak
lintang. Kelainan bentuk rahim seperti uterus arkuatus atau subseptus juga
merupakan penyebab terjadinya letak lintang. Adanya letak lintang dapat
diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak melebar dan fundus tampak
lebih rendah tidak sesuai dengan usia kehamilannya. Pada palpasi, fundus
uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan diatas simfisis juga
kosong.
46
sefalopelvik dengan segala akibatnya. Jika lingkar kepala <36 cm,
kelahiran pervaginam diperbolehkan.
Gambar 7. Hidrosefalus
Secara keseluruhan, Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000
kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000
kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri.
Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga
dalam hal perbedaan ras.
Diagnosis Hidrocephalus:
1. Saat palpasi teraba ukuran kepala yang besar dan kepala tidak masuk
pintu atas panggul.
2. Pada pemeriksaan dalam terdapat kepala dengan sutura yang dalam
dan ubun – ubun yang luas, serta tulang kepala terasa tipis seperti
menekan bola pingpong.
3. Ditemukan bayangan tengkorak yang besar sekali pada pemeriksaan
rontgen.
4. Pada pemeriksaan USG tampak kepala yang besar dengan ukuran
diameter biparietalis yang lebar.
47
Makrosomia
Berat neonatus yang besar adalah apabila berat janin melebihi
4000 gram. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peran
penting. Selain itu janin besar juga dijumpai pada wanita hamil
dengan diabetes mellitus, postmaturitas, dan grande multipara.
Tumor pada janin
Kembar siam
Distosia Bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu
anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini merupakan
kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika tidak segera
dilahirkan.
Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah:
Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle
sign)
Kegagalan paksi luar kepala bayi
Kegagalan turunnya bahu
48
Gambar 8. Algoritma Penanganan Distosia Bahu
49
D. Gejala Klinis13
Gejala klinis terjadinya kala 2 lama dapat dijumpai pada ibu dan janin. Gejala
klinis yang dapat dijumpai pada ibu meliputi:
1. Tanda-tanda kelelahan dan dehidrasi dari ibu (nadi cepat dan lemah, perut
kembung, demam, nafas yang cepat dan his hilang dan lemah)
2. Vulva edema
3. Cincin retraksi patologi Brandl
Sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan
berlebihan segmen bawah uterus, dan menandakan ancaman akan rupturnya
segmen bawah uterus.
Gejala Klinis yang dapat ditemui pada janin:
1. Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif
2. Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
3. Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya kaput suksedaneum,
bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.
4. Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain.
5. Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death (IUFD).
50
juga dapat terjadi asidifikasi karena timbunan asam laktat untuk memenuhi kebutuhan
ATP. Timbunan asam laktat ini bisa mengurangi kemampuan uterus untuk
berkontraksi. Kontraksi yang terus-menerus pada miometrium yang mengalami
deplesi energi dan hipoksia akan mengakibatkan ruptur uteri.
51
1. Nullipara
Kala II lebih dari 2 jam tanpa pengaruh regional anestesi (AGOG 2003) atau
lebih dari 3 jam dengan pengaruh regional anestesi. (Kala II dimulai terjadi
pembukaan lengkap pada serviks)
2. Multipara:
- Kala II lebih dari 1 jam tanpa pengaruh regional anestesis (AGOG 2003),
atau lebih dari 2 jam dengan pengaruh regional anestesi ((Kala II dimulai
terjadi pembukaan lengkap pada serviks)
52
- Bagian kecil janin (tangan, tali pusat dll)
- Anomali kongenital yang dapat mengganggu ekspulsif bayi
- Tafsiran berat janin
- Gawat janin
- Janin hidup atau tidak
3. Penilaian terhadap kekuatan mengejan ibu
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka dapat ditentukan dengan segera
etiologi gangguan kemajuan proses persalinan saat kala II dapat segera diambil
keputusan yang tepat.
53
janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi
serius lainnya. Pemeriksaan pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari
tangan akan memasukkan bakteri vagina kedalam uterus. pemeriksaan ini
harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi persalinan
lama.10
2. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka
dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan
panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak
terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian
dapat menyebabkan rupture. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin
retraksi patologisyang dapat diraba sebagai sebuah kista transversal atau
oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilicus.
Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominan segera.
10
54
dilemaskan dengan anastesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara
normal, tetapi kadang-kadang seksio uteri sesarea yang dilakukan dengan
segera menghasilkan prognosis yang lebih baik bagi kembar kedua. 10
4. Pembentukan Fistula
Apabila bagian bawah terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul,
tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir
yang terletak diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan
yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan
jelas dalaam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula
vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat
penekanan inipada persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu, saat
tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi
saat ini jarang terjadi kecuali dinegara-negara yang belum berkembang. 10
5. Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala
janin serta tekanan kebawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini
meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan
fungsional dan anatomik otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar
kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan ini
akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolapse organ panggul.
10
55
bijak untuk melakukan ekstraksi forceps. Bisanya kaput suksedanu, bahkan
yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.10
2. Molase Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang
disebut molase (modling, moulage). Biasanya batas median tulang parietal
yang berkontak dengan promontorium bertumpang tindih dengan tulang
disebelahnya; hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun,
tulang oksipital terdorong kebawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini
sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak, apabila
distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan
tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan intrakranial pada
janin. 10
Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan
upaya paksa pada persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan
spontan atau bahkan seksio sesarea. Fraktur mungkin tampak sebagai alur
dangkal atau cekungan berbentuk berbentuk sendok tepat di posterior sutura
koronaria. Alur dangkal relatif sering dijumpai, tetapi karena hanya mengenai
lempeng tulang eksternal, fraktur ini tidak berbahaya.10
I. Komplikasi
Komplikasi pada persalinan dengan kala II lama dapat terjadi pada ibu
maupun pada bayi. Pada kala II lama dapat terjadi infeksi sampai sepsis. Infeksi
adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya, terutama bila disertai
pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi
desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin.15
Selain itu dapat terjadi dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ,
robekan jalan lahir, ruptur uteri. Penipisan abnormal segmen bawah uterus
56
menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas
tinggi dan pada mereka dengan riwayat bedah sesar. Robekan serta pembentukan
fistula pada buli-buli, vagina, uterus dan rektum. Apabila bagian terbawah janin
menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup
lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan dinding panggul dapat
mengalami tekanan berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, maka dapat terjadi
nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya
fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat
penekanan ini terjadi setelah persalinan kala dua yang sangat berkepanjangan.10,15
57
berat sehingga menimbulkan cacat otak menetap. Trauma persalinan merupakan
akibat lain dari persalinan kala II lama yang dilakukan tindakan operatif per vaginam.
Trauma tersebut meliputi eksoriasi kulit, sefalhematom, perdarahan subgaleal, ikterus
neonatorum berat, dan nekrosis kepala yang akan diikuti alopesia di kemudian
hari.Selain itu dapat terjadi patah tulang dada, lengan, kaki, kepala karena
pertolongan persalinan dengan tindakan.10
J. Prognosis
Prognosis dari partus kala II lama ini ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan
dalam mendiagnosis serta menanganinya. Semakin lama partus tersebut berlangsung,
maka semakin besar kemungkinan terjadinya partus lama dan semakin banyak
komplikasi yang ditimbulkan baik pada ibu maupun pada janinnya.15
58
BAB III
DISKUSI
Kematian janin (IUFD) adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20
minggu atau lebih. Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban secara
spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-
tanda awal persalinan. Kala II lama (Prolonged Second Stage) diartikan sebagai
memanjangnya waktu kala II dimana pada primigravida berlangsung lebih dari 2 jam
dan pada multipara berlangsung lebih dari 1 jam. Pada Pasien ini didapatkan
kehamilan G2P1A0 aterm yang datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah
yang terjadi sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut pengakuan pasien,
pasien sudah merasakan keluar cairan (ketuban) kurang lebih 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien sebelum ke rumah sakit pasien sudah ditolong oleh seorang
dukun untuk melakukan proses melahirkan sejak 1 hari sebelum ke rumah sakit.
Akan tetapi pasien tidak bisa melhirkan anaknya sehingga dibawa ke rumah sakit. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa pada kejadian ketuban pecah dini yang menyatakan
bahwa pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti
satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Kemudian juga pada
pasien ini didapatkan adanya kala II lama karena suda di tolong oleh dukun untuk
proses persalinan akan tetapi tida bisa melahirkan anaknya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah: 120/90 mmHg, Nadi:
127x/menit, Pernapasan: 36x/menit dan Suhu: 37,3ºC. pada pemeriksaan obstetric
didadatkan : Leopold 1: TFU 34 cm, teraba bokong, konsistensi lunak, Leopold 2 :
pusnggung sebelah kanan, ekremitas sebelah kiri, DJJ tidak terdengar pada punggung
kanan, Leopold 3 : presentasi kepala, Leopold 4 : 5kepala sudah masuk ke PAP , HIS
(+), Inspekulo : tidak dilakukan, VT : Pembukaan Lengkal, Hodge II, Caput (+), His
(+), dan djj tidak terdengar. dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa janin yang
59
dikandung oleh pasien telah meninggal atau yang disebut dengan IUFD. Hal ini
serupa dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu syarat untuk bisa dikatakan
IUFD dalah tidak terdengar DJJ.
60
DAFTAR PUSTAKA
61
13. Intrapartum care: Care of healthy women and their babies during childbirth. NICE
Guidelines; 2007.
14. Hutagalung, Filderia., Marliandiani. Hubungan antara Usia, Paritas Dengan
Persalinan Kala II Lama (Studi Kasus di RSUD dr. Moch. Soewandhie Surabaya).
Program studi D-III Kebidanan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. 2011
15. South Australia Perinatal Practice Guideline: Chapter 9a Delays in the second
stage of labour. South Australia, 2012.
16. Myles, Thomas D., Santolaya, Joaquin. Maternal and Neonatal Outcomes in
Patients With a Prolonged Second Stage of Labor. Jobstet Gynecol America
2003: 102 (1); 52-8.
17. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008.
18. Neilson, J.P., lavender, T., Quenby, S., Wray, S. Obstructed labour: reducing
maternal death and disability during pregnancy.British Medical Bulletin, 2003:
67: 191–204.
19. Joy, S., Thomas, P. 2011. Abnormal Labor. Emedicine (Serial Online), 2011.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/273053-overview,
Accesed on May 5, 2013.
20. Pernoll, M. L. Benson & Pernoll’s handbook of obstetrics and gynecology. Tenth
edition. New York: Mc Graw Hill, 2001.
21. Syakurah, Risma. Tinjauan Pustaka Partus Kasep (Serial Online), 2011.
http//www.wordpress.com. diakses tanggal 5 Mei 2012.
22. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
Jaarta:Bakti Husada, 2008.
23. Brown, SJ., Gartland, D., Donath, S., MacArthurc, C., Effects of prolonged
second stage, method of birth, timing of caesarean section and other obstetric risk
factors on postnatal urinary incontinence: an Australian nulliparous cohort study.
International Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2011.
62
24. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
63